Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Minyak bumi merupakan sumber energi yang utama saat ini, namun
karena penggunaannya yang terus menerus sehingga dapat dipastikan akan
habisnya persediaan minyak bumi. Oleh sebab itu, eksplorasi sumber energi
terbarukan sangat disarankan sebagai solusi alternatif dari krisis energi yang
terjadi dewasa ini.Dengan keadaan semakin menipisnya sumber energi fosil
tersebut, di dunia sekarang ini terjadi pergeseran dari penggunaan sumber
energi tak terbaharui menuju sumber energi yang terbaharui.Penggunaan
energi melalui solar cell merupakan alternatif yang paling potensial
dibandingkan sumber energi terbaharui seperti panas bumi, biogas dan
angin.Sel surya bekerja menggunakan energi matahari dengan mengkonversi
secara langsung radiasi matahari menjadi listrik.Sel surya yang banyak
digunakan sekarang ini adalah sel surya berbasis teknologi silikon yang
merupakan hasil dari perkembangan pesat teknologi semikonduktor
elektronik.Walaupun sel surya sekarang didominasi oleh bahan silikon, namun
mahalnya biaya produksi silikon membuat biaya konsumsinya lebih mahal
daripada sumber energi fosil. Selain itu kekurangan dari sel surya silikon
adalah penggunaan bahan kimia berbahaya pada proses pabrikasinya.Tetapi
seiring dengan perkembangan nanoteknologi, dominasi tersebut bertahap
mulai tergantikan dengan hadirnya sel surya generasi terbaru, yaitu dyesensitized solar cell (DSSC).
DSSC merupakan salah satu kandidat potensial sel surya generasi
mendatang, hal ini dikarenakan tidak memerlukan material dengan kemurnian
tinggi sehingga biaya proses produksinya yang relatif rendah. Berbeda dengan
sel surya konvensional dimana semua proses melibatkan material silikon itu
sendiri.

(DSSC) merupakan sel surya yangmemanfaatkan pewarna alami.DSSC


terdiri dari sepasang kaca berlapis bahan TCO (transparentconducting oxide)
yang saling mengapitlarutan elektrolit membentuk seperti wafer.Elektrolit
sebagai katalis yang berfungsiuntuk mempercepat reaksi redoks berupa
I/I3(iodide/triiodide).

Salah

satu

kaca

sebagaielektroda

kerja

yang

dideposisikan TitaniumDioxide (TiO2) yang berfungsi sebagaitransport


elektron.

Elektroda

kerja

initersensitisasi

pewarna

yaitu

antosianin

yangberfungsi sebagai donor elektron. Sedangkankaca yang lain berupa


elektroda lawan yangterlapisi oleh karbon.
Sejauh ini, dye yang digunakan sebagai sensitizer dapat berupa dye sintesis
maupun

dye

alami.Karena

meningkatnya

jumlah

larangan

pewarna

sintetisuntuk alasan toksibunga asterogi dan ebunga asterogi, maka


digunakannya pewarna alami, dengan alasan selain produk relatif murah
adalahuntuk mengurangi bebanpencemaran, meskipun dirugikansifat musiman
dari

bahan

awal,yang

tidak

teratur

baik

dari

segikualitas

dan

kuantitas.Walaupun DSSC komersial dengan menggunakan dye sintesis yaitu


jenis ruthenium complextelah mencapai efisiensi 10%, namun ketersediaan
dan harganya yang mahal membuat adanya alternative lain pengganti dye jenis
ini yaitu dye alami yang dapat diekstrak dari bagian-bagian tumbuhan seperti
daun, bunga, atau buah (Maddu dkk, 2007).
Berbagai jenis ekstrak tumbuhan telah digunakan sebagai fotosentizerpada
system sel surya tersensitisasi dye.Dye-sensitizer alami yang pernah
digunakan dalam system DSSC diantaranya yaitu buah berry hitam (Ali,
2007), bunga rosella (Wongcharee et.al., 2006), buah delima (Sirimanne et.al.,
2006),bunga aster merah (Anggraini, 2009), bunga aster ungu dan terong
belanda.Zat warna alami tersebut telah terbukti mampu memberikan efek
photovoltaicwalaupun efisiensi yang dihasilkan masih jauh lebih kecil
dibandingkan zat warna sintesis. Meskipun demikian, zat warna organik
sangat kompetitif untuk dijadikan sensitizer karena biaya produksinya yang
murah dan proses isolasinya juga lebih mudah (Anggraini, 2009).
Karakteristik penting dari bahan dye yang digunakan yaitu mampu
menyerap spektrum cahaya yang lebar dan cocok dengan pita energi Titania.

Senyawa antosianin yang terdapat pada tumbuhan ternyata mampu dijadikan


sebagai sensitizer.Pada penelitian ini dilakukan kajian terhadap pembuatan
prototipe Dye Sensitized Solar Cell (DSSC)dengan memanfaatkan ekstrak
antosianin bunga aster ungu sebagai dye sensitizernya.Sel surya sebagaimana
layaknya sebuah mesin memiliki kemampuan menghasilkan sebuah produk
atau keluaran (dalam hal ini listrik) dari bahan masukan (cahaya sinar
matahari) melalui proses yang terjadi didalamnya (efek photovoltaic).
Dikarenakan banyak faktor, tidak seluruh cahaya yang diproses di dalam sel
surya mampu dikonversi menjadi energi listrik. Salah satu faktor yang
mempengaruhi besarnya nilai efisiensi sel surya jenis DSSC adalah konsentrai
ekstrak dye yang secara langsung berhubungan dengan besarnya tingkat
absorbansinya terhadap panjang gelombang sinar terserap.

I.2. Perumusan Masalah


Pada umumnya bunga aster cina ungu dan terong belandahanya
dimanfaatkan sebagai tanaman hias, padahal tanaman tersebut dapat diolah
dengan cara mengekstrak bunganya sehingga didapatkan ekstrak antosianin
yang dapat digunakan untukdye sensitizer pada DSSC sebagai alternative dari
dye sintesis ruthenium complex yang ketersediaannya terbatas dan harganya
mahal. DSSC tersebut digunakan untuk mengkonversi energi matahari
menjadi energi listrik.
I.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menghasilkan Dye-sensitized Solar Cell (DSSC) skala laboratorium yang
dapat mengkonversi energi surya menjadi listrik.
2. Mengetahui pengaruh waktu perendaman perangkat kaca konduktif yang
telah dilapisi TiO2 ke dalam dye dan jenis dye terhadap arus listrik yang
dihasilkan sel surya.
3. Mengetahui kemampuan absorbansi dari kedua jenis dye.
I.4. Hipotesis

Kandungan antosianin dalam bungaAster Cina ungu cukup besar


dibandingkan dengan terong belanda, dengan iniekstrak bunga aster cina ungu
diharapkan dapat menjadi dye sensitizer yang lebih baik pada DSSC.

I.5. Batasan masalah


Batasan perlu diberikan agar permasalahan yang akan dibahas menjadi
terarah. Batasan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan

prototype

Dye-sensitized

Solar

Cell

menggunakan

semikonduktor nanopartikel Titania.


2. Parameter-parameter yang akan dikaji yaitu pengaruh waktu perendaman
perangkat kaca konduktif yang telah dilapisi TiO2 ke dalam dyedan jenis
dyeterhadap arus listrik yang dihasilkan sel surya.
3. Pada penelitian ini tegangan listrik diukur dengan menggunakan
multimeter digital.
4. Pada penelitian ini tingkat absorbansi dari kedua jenis dye diukur dengan
menggunakan UV Vis Spektrofotometer.
I.6. Manfaat penelitian
Dari penelitian yang dilakukan, dapat diperoleh manfaat sebagai berikut :
1. mengkaji pembuatan Dye-sensitized Solar Cell (DSSC) sebagai sarana
alternatif dalam pemanfaatan energi dari sinar matahari sebagai energi
yang terbaharukan.
2. Menghasilkan sel surya dengan memanfaatkan bahan-bahan organik yang
mudah diperoleh di lingkungan sekitar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Antosianin
Antosianin merupakan salah satu dari kelas flavonoid yang berupa pigmen
berwarna merah, ungu atau biru dan dapat larut di dalam air.Antosianin
merupakan pewarna yang penting dan tersebar luas dalam tumbuhan.Secara kimia
antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan
semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau
pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi.Antosianin tidak mantap

didalam larutan netral atau basa, sehingga antosianin harus diekstraksi dari
tumbuhan dengan pelarut yang mengandung asam asetat atau asam hidroklorida
(misalnya metanol yang mengandung HCl pekat 1%) dan larutannya harus
disimpan di tempat gelap serta sebaiknya didinginkan.Antosianidin ialah aglikon
antosianin yang terbentuk bila antosianin dihidrolisis dengan asam. Ada enam
jenis antosianidin, yaitu : sianidin, pelargonidin, peonidin, petunidin, malvidin dan
delfinidin.
Senyawa antosianin memiliki gugus karbonil dan hidroksil pada struktur
molekulnya, sehingga membuatnya mampu berikatan kimia dengan permukaan
TiO2. Antosianin adalah komposisi kunci dari beberapa dye alami. Antosianin
potensial dipergunakan sebagai sensitizer karena memiliki spektrum cahaya dalam
rentang yang cukup lebar, dari merah hingga biru.Sementara pada klorofil terdapat
gugus alkil pada struktur karoten juga mencegah terjadinya ikatan yang efektif ke
permukaan TiO2.

Gambar 3 Struktur kimia antosianin.


Warna pigmen antosianin merah, biru, violet, dan biasanya dijumpai pada
bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran.Warna yang disebabkan oleh adanya
antosianin dipengaruhi oleh konsentrasinya dan pH dari pelarut.Konsentrasi
antosianin

yang

rendah

mengakibatkan

warna

tidak

merah

melainkan

ungu.Apabila konsentrasinya sangat tinggi maka warnanya menjadi ungu tua atau
dapat menjadi hitam.pH pelarut sangat berpengaruh terhadap warna antosianin.
Secara umum pada pH rendah (pH<7) antosianin berwarna merah, pada pH netral
(pH=7) berwarna biru dan pH tinggi (pH>7)berwarna putih. Disamping itu adanya
ion logam akan diikat oleh antosianin, misalnya dengan ion Al, menyebabkan
antosianin akan berwarna biru.Bahan alam seperti anggur merah (Malus pumila),

blueberry (Vaccinium corymbosom), cranberry (Vaccinium macrocarpon),


strawberry (Fragaria anannassa), kol merah (Brassica oleracea) dan lain-lain
mengandung antosianin. Kandungan antosianin dan bentuk glikosida yang
terdapat pada sumber makanan tersebut diperlihatkan pada Tabel 3.17
Tabel 2 Kandungan
antosianin dan bentuk
glikosidanya. Sumber
makanan
Apel
Blueberry
Cranberry
Kol merah
Stawberry

Antosianin

Bentuk glikosida

Sianidin
Malvidin
Petunidin
Delpinidin
Sianidin Peonidin

Monoglikosida
Monoglikosida
Monoglikosida
Monoglikosida
Monoglikosida
Monoglikosida
Diglikosida
Monoglikosida

Sianidin
Pelargonidin
Sianidin
Dye sensitizer berasal dari dua kata yaitu dyedan sensitization.

Dyemerupakan molekul pigmen atau senyawa kimia yang dapat menyerap cahaya,
sensitisasi merupakan proses membuat sel surya menjadi peka terhadap cahaya,
dan injeksi adalah proses transfer elektron dari molekul dyeke daerah pita
konduksi semikonduktor yang terjadi karena absorpsi cahaya. Lapisan dyeyang
digunakan merupakan lapisan tunggal (monolayer) dyedan berfungsi sebagai
absorber sinar matahari yang utama sehingga menghasilkan aliran elektron.
Proses penyerapan cahaya matahari oleh sel surya nanokristal TiO2 tersentisasi
dyemenyerupai mekanisme fotosintesis pada daun tumbuhan, dengan klorofil
sebagai dye-nya.

II.2 Energi Matahari


Energi surya yang sampai ke bumi dalam bentuk paket-paket energi yang
disebut foton. Dalam kaitannya dengan sel surya yaitu perangkat pengkonversi
radiasi matahari menjadi listrik, terdapat dua parameter penting dalam energi
surya: pertama intensitas radiasi, yaitu jumlah daya matahari yang datang kepada
permukaan per luas area, dan karakteristik spektrum cahaya matahari. Parameter

penting yang berkaitan dengan sel surya sebagai perangkat yang mengkonversi
radiasi sinar matahari menjadi listrik antara lain intensitas radiasi, yaitu jumlah
daya matahari yang mengenai permukaan per luasan dan karakteristik spektrum
cahaya matahari. Intensitas radiasi matahari di luar atmosfer bumi disebut
konstanta surya, yaitu sebesar 1353 W/m 2.Setelah disaring oleh atmosfer bumi,
beberapa spectrum cahaya hilang, dan intenstas puncak radiasi menjadi sekitar
1000 W/m2.Nilai ini adalah tipikal intensitasradiasi pada keadaan permukaan
tegak lurus sinar matahari dan pada keadaan cerah.

II.3.Dye-sensitized Solar Cell (DSSC)


Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC), sejak pertama kali ditemukan oleh
Professor Michael Gratzel pada tahun 1991, telah menjadi salah satu topik
penelitian yang dilakukan intensif oleh peneliti di seluruh dunia. DSSC bahan
disebut juga terobosan pertama dalam teknologi sel surya sejak sel surya
silikon.Berbeda dengan sel surya konvensional, DSSC adalah sel surya
fotoelektrokimia sehingga menggunakan elektrolit sebagai medium transport
muatan.Selain elektrolit, DSSC terbagi menjadi beberapa bagian yang terdiri dari
nanopori TiO2, molekul yang terabsorbsi di permukaan TiO2, dan katalisyang
semuanya dideposisi diantara dua kaca konduktif, seperti terlihat pada Gambar 1.

Pada bagian atas dan alas sel surya merupakan glass yang sudah dilapisi
oleh TCO (Transparent Conducting Oxide) biasanya TCO, yang berfungsi sebagai
elektroda dan counter-elektroda. Pada TCO counter-elektroda dilapisi katalis

untuk mempercepat reaksi redoks dengan elektrolit.Pasangan redoks yang


umumnya dipakai yaitu I- /I3- (iodide/triiodide). Pada permukaan elektroda
dilapisi oleh nanopori TiO2 yang mana dye terabsorbsi di pori TiO2, yang
umumnya digunakan yaitu jenis ruthenium complex.
II.4. Mekanisme Kerja
Elektroda kerja pada DSSC merupakan kaca yang sudah dilapisi oleh TiO2
yang telah teradsorbsi oleh dye, yang mana TiO2 berfungsi sebagai collector
elektron sehingga dapat disebut sebagai semikonduktor tipe-n. Struktur nano pada
TiO2 memungkinkan dye yang teradsorpsi lebih banyak sehingga menghasilkan
proses absorbsi cahaya yang lebih efisien. Pada elektron pembanding dilapisi
katalis berupa karbon untuk mempercepat reaksi redoks pada elektrolit.Pasangan
redoks yang dipakai yaitu I-/I3- (iodide/triiodide).
Pada DSSC dye berfungsi sebagai donor elektron yang menyebabkan
timbulnya hole saat molekul dye terkena sinar matahari. Sehingga dye dapat
dikatakan sebagai semikonduktor tipe-p. Ketika molekul dye terkena sinar
matahari, elektron dye tereksitasi dan masuk ke daerah tereduksi yaitu lapisan
titanium dioksida (Gratzel, 1996).

(Anggraini, Laila. 2009)

Gambar 2. Prinsip kerja DSSC


Prinsip kerja pada DSSC secara skematik ditunjukkan pada gambar 2,
sedangkan proses yang terjadi di dalam DSSC dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Ketika foton dari sinar matahari menimpa elektroda kerja pada DSSC, energi
foton tersebut diserap oleh larutan dye yang melekat pada permukaan
partikel TiO2. Sehingga elektron dari dye mendapatkan energi untuk dapat
tereksitasi (D*).
D + cahaya D*

(2.1)

b. Elektron yang tereksitasi dari molekul dye tersebut akan diinjeksikan ke pita
konduksi TiO2 dimana TiO2 bertindak sebagai akseptor / kolektor elektron.
Molekul dye yang ditinggalkan kemudian dalam keadaan teroksidasi (D+).
D* + TiO2 e-(TiO2) + D+

(2.2)

c.Selanjutnya elektron akan ditransfer melewati rangkaian luar menuju


elektroda pembanding (elektroda karbon).
d. Elektrolit redoks biasanya berupa pasangan iodide dan triiodide (I -/I3-) yang
bertindak sebagai mediator elektron sehingga dapat menghasilkan proses
siklus dalam sel. Triiodida dari elektrolit yang terbentuk akan menangkap
elektron yang berasal dari rangkaian luar dengan bantuan molekul karbon
sebagai katalis.
e. Elektron yang tereksitasi masuk kembali ke dalam sel dan bereaksi dengan
elektrolit menuju dye teroksidasi. Elektrolit menyediakan elektron pengganti
untuk molekul dye teroksidasi. Sehingga dye kembali ke keadaan awal
dengan persamaan reaksi:
D+ + e-(elektrolit) elektrolit + D

(2.3)

Tegangan yang dihasilkan oleh sel surya nanokristal tersensitisasi dye


berasal dari perbedaan tingkat energi konduksi elektroda semikonduktor TiO 2

dengan potensial elektrokimia pasangan elektrolit redoks (I-/I3-). Sedangkan arus


yang dihasilkan dari sel surya ini terkait langsung dengan jumlah foton yang
terlibat dalam proses konversi dan bergantung pada intensitas penyinaran serta
kinerja dye yang digunakan.

II.4. Material DSSC


Substrat( Kaca ITO )
Substrat yang digunakan pada DSSC yaitu jenis TCO (Transparent
Conductive Oxide) yang merupakan kaca transparan konduktif.Material substrat
itu sendiri berfungsi sebagai badan dari sel surya dan lapisan konduktifnya
berfungsi sebagai tempat muatan mengalir. Material yang umumnya digunakan
yaitu flourine-doped tin oxide (SnO2:F atau FTO) dan indium tin oxide (In2O3:Sn
atau ITO) hal ini dikarenakan dalam proses pelapisan material TiO2 kepada
substrat, diperlukan proses sintering pada temperatur 400-500oC dan kedua
material tersebut merupakan pilihan yang cocok karena tidak mengalami defect
pada range temperatur tersebut.
Nanopori TiO2
Penggunaan oksida semikonduktor dalam fotoelektrokimia dikarenakan
kestabilannya menghadapi fotokorosi[9]. Selain itu lebar pita energinya yang
besar (> 3eV), dibutuhkan dalam DSSC untuk transparansi semikonduktor pada
sebagian besar spektrum cahaya matahari. Selain semikonduktor TiO2, yang
digunakan dalam penelitian ini, semikonduktor lain yang digunakan yaitu ZnO,
CdSe, CdS, WO3 , Fe2O3, SnO2, Nb2O5, dan Ta2O5. Namun TiO2 masih
menjadi material yang sering digunakan karena efisiensi DSSC menggunakan
TiO2 masih belum tertandingi.
Dye
Seperti yang telah dijelaskan, fungsi absorbsi cahaya dilakukan oleh
molekul dye yang terabsorbsi pada permukaan TiO2.Dye yang umumnya
digunakandan mencapai efisiensi paling tinggi yaitu jenis ruthenium complex.
Walaupun DSSC menggunakan ruthenium complex telah mencapai efisiensi yang
cukup tinggi, namun dye jenis ini cukup sulit untuk disintesis dan ruthenium

complex komersil berharga mahal. Alternatif lain yaitu penggunaan dye dari buahbuahan, khususnya dye antosianin.
Kandungan antosianin pada beberapa jenis sayuran dan buah-buahan dapat dilihat
pada Tabel 1.

Tabel 1.Kandungan antosianin pada beberapa jenis sayuran dan buah- buahan.
Buah
Chokeberry
Buah murbei
Blueberries
Kulit buah manggis
Kismis hitam
Blackberries
Anggur
Lobak merah
Kubis merah
Stroberi
Bawang merah
Kacang hitam

Konsentrasi
(mg/g)
2147
1993
705
580
533
353
192
116
113
69
39
23

Antosianin

Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi DSSC dalam fungsinya
mengkonversi cahaya matahari menjadi energi listrik, yaitu anatara lain:
1. Konsentrasi dye
Penelitian ini menggunakan 3 jenis konsentrasi dye, yaitu dye dengan
konsentrasi 100%, 50%, dan 25%. Konsentrasi dye ini merupakan salah
satu variable bebas yang kami gunakan.
2. Jenis dye
3. Lama perendaman perangkat kaca konduktif yang telah dilapisi TiO2 ke
dalam dye.
4. Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya

kami

tetapkan

sebagai

parameter,

karena

ketidaktersediaan alat untuk mengukur atau mengetahui besar atau


kecilnya intensitas cahaya.

5. Luas permukaan TiO2 pada kaca konduktis.

Elektrolit
Elektrolit yang digunakan pada DSSC terdiri dari iodine (I -) dan triiodide
(I3-) sebagai pasangan redoks dalam pelarut. Karakteristik ideal dari pasangan
redoks untuk elektrolit DSSC yaitu : potensial redoksnya secara termodinamika
berlangsung sesuai dengan potensial redoks dari dye untuk tegangan sel yang
maksimal, memiliki kestabilan yang tinggi baik dalam bentuk terreduksi dan
teroksidasi dan inert terhadap komponen lain pada DSSC.
Karbon
Katalis dibutuhkan untuk merpercepat kinetika reaksi proses reduksi
triiodide pada TCO. Platina merupakan material yang umum digunakan sebagai
katalis pada berbagai aplikasi, juga sangat efisien dalam aplikasinya pada
DSSC.Kay

&

menggunakan

Gratzel

(1996)

counter-elektroda

mengembangkan
karbon

untuk

desain
lapisan

DSSC

dengan

katalis

sebagai

alternatif,.Karena luas permukaanya yang tinggi, counter-elektroda karbon


mempunyai keaktifan reduksi triiodide.
Panjang Gelombang
Panjang

gelombang

sangat

erat

kaitannya

dengan

kemampuan

dyemengkonversi energi foton menjadi energi listrik. Dye yang digunakan adalah
pewarna alami dari tumbuhan dan buah yang disebut juga antosianin. Antosianin
merupakan pigmen warna merah, ungu dan biru.Hubungan antara panjang
gelombang dengan energi foton dijelaskan didalam teori kuantum Max Planck.
Teori kuantum Max Planck

Planck menyimpulkan bahwa atom-atom dan molekul dapat memancarkan


atau menyerap energi hanya dalam jumlah atau paket energi terkecil yang dapat
dipancarkan atau diserap oleh atom atau molekul dalam bentuk radiasi
elektromagnetik disebut kuantum. Planck menemukan bahwa energi foton
(kuantum) berbanding lurus dengan frekuensi dan frekuensi berbanding terbalik
dengan panjang gelombang.
E=h.v
Dengan :

atau

E = c/

E = energi (J)
h = konstanta Planck (6,626 x 10-34 J.s)
v = frekuensi radiasi (1/s)
c = kecepatan cahaya dalam vakum (3 x 108 m det-1)
= panjang gelombang (m)

Berikut ini adalah panjang gelombang warna yang diukur dalam satuan
nanometer (nm)

Warna Frekuensi Panjang gelombang


nila-

668789 T

ungu

Hz

biru

hijau

606668 T
Hz
526606 T
Hz

380450 nm

450495 nm

495570 nm

kuning 508526 T 570590 nm

Hz
jingga

merah

484508 T
Hz
400484 T
Hz

590620 nm

620750 nm

Tabel 3. Frekuensi dan panjang gelombang berbagai warna

Katalis Counter Elektroda


Katalis dibutuhkan untuk mempercepat kinetika reaksi proses reduksi
triiodide pada TCO. Platina, material yang umum digunakan sebagai katalis pada
berbagai aplikasi, juga sangat efisien dalam aplikasinya pada DSSC.
Platina dideposisikan pada TCO dengan berbagai metoda yaitu
elektrokimia, sputtering, spin coating, atau pyrolysis
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1.

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian berikut meliputi : asam
asetat, TiO2, Etanol 95%, Potassium iodide (KI), Iodine (I2), Acetonitrile,
PVA (Polyvinyl Alcohol), Aquades, Bunga aster cina ungu, Kaca TCO,
Pensil 8B, danterong belanda.

III.2.

Rangkaian Alat

III.3.

Preparasi
3.3.1. Preparasi Alat dan Bahan
Tahap persiapan ini meliputi persiapandan pembersihan alat-alat
untuk ekstraksi danpembuatan pasta TiO2. Proses persiapan untuk
ekstraksi dilakukan dengan pembersihan alat berupa mortar dan gelas
ukur. Selain proses persiapan ekstraksi juga dilakukan pembersihan kaca
TCO. Pembersihan kaca substrat agar kaca terbebas dari material yang
tidak mampu di bersihkan dengan air. Kaca yang telah dibersihkan tersebut
diuji resistansinya menggunakan multimeter.
3.3.2. Pembersihan Kaca TCO
Kaca di basuh dengan aquades kemudian dibilas dengan alcohol 95%.
3.3.3. Pembuatan Pasta TiO2 (TitaniumDioxide)
TiO2 akan dideposisikan dengan teknik lapisan tebal sehingga
sebelumnya dibuatTiO2 dalam bentuk pasta, yaitu dengan prosedur
pembuatan sebagai berikut :
1. Tambahkan Polyvinyl Alcohol (PVA) sebanyak 10%berat kedalam
air,kemudian diaduk pada temperatur 80oC. Suspensi ini akan
berfungsisebagai binder dalam pembuatan pasta.
2. Tambahkan suspensi tersebut kepada bubuk TiO2 sebanyak kurang
lebih10%volume. Kemudian digerus oleh mortar sampai terbentuk
pasta yangbaik untuk dilapiskan.

3. Derajat viskositas dari pasta untuk mendapatkan pasta yang


optimaldidapatkan dengan mengatur banyaknya binder dan juga bila
diperlukanditambahkan juga air pada campuran binder dan bubuk TiO2.

3.3.4. Pembuatan BahanDye


Pembuatan dye dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a). Dye dari bunga Aster Cina ungu.
1. Bunga Aster Cina ungu disortasi kemudiandiambil bagian bunganya
yang berwarna ungu.
2. Dilanjutkan dengan pencucian danpenirisan.
3. Diiris kecil-kecil kemudian ditimbang seberat 100gr.
4. Irisan bunga Aster Cina ungu dihancurkan dengan blender + pelarut
dengan perbandingan 1:2 (bahan:pelarut) selama 3 menit.
Dengan perbandingan pelarut etanol:asam asetat:air = 25:5:5.
5. Ekstrak disaring dengan kain saring sehingga didapatkan filtrat
pigmen.
b). Dyedari terong belanda.
1. Terong belanda disortasi kemudiandiambil bagian isinya yang
berwarna ungu.
2. Dilanjutkan dengan pencucian danpenirisan.
3. Diiris kecil-kecil kemudian ditimbang seberat 100gr.
4. Irisan terong belanda dihancurkan dengan blender + pelarut dengan
perbandingan 1:2 (bahan:pelarut) selama 3 menit.
Dengan perbandingan pelarut etanol:asam asetat:air = 25:5:5.
5. Ekstrak disaring dengan kain saring sehingga didapatkan filtrat
pigmen.

3.3.5. Pembuatan Larutan Elektrolit


Larutan elektrolit iodide/triiodide dibuat dengan prosedur sebagai berikut

1. Campurkan 0,8 gram (0,5 M) potassium iodide (KI) kedalam 10 ml


acetonitrile kemudian diaduk.
2. Tambahkan 0,127 gram (0,05 M) Iodine (I2) kedalam larutan tersebut
kemudian diaduk.
3. Simpan larutan dalam botol tertutup.

3.3.6. Pembuatan Elektroda Karbon


Elektroda pembanding pada penelitian iniadalah berupa kaca
dengan permukaan konduktifyang dilapisi oleh karbon.Fungsi karbon
sebagaikatalis untuk mempercepat reaksi pada DSSC.Karbon didapatdari
hasil pembakaran kaca konduktif dengan menggunakan lilin.
3.3.7. Deposisi Pasta TiO2
Pada TCO dibentuk area tempat TiO2 dideposisikan dengan
bantuan Scotch tape pada bagian kaca yang konduktif sehingga terbentuk
area sebesar 5 x 3,5 cm. Scotch tape juga berfungsi sebagai pengatur
ketebalan pasta TiO2.
3.3.8.AbsorbsiDye Lapisan TiO2
Penelitian dilakukan dengan variasilama perendaman dye pada lapisan
TiO2.Dua sampel dibuat masing-masing lapisanTiO2 direndam ke dalam
larutandyeselama 6 jam, 12 jam, dan 24 jam.
3.3.9. Penetesan Elektrolit
Elektroda kerja yang terdiri dari kacaterlapisi TiO2 dan telah
terabsorbsi olehdyediberi elektrolit. Penetesanelektrolit dilakukan pada
setiap sampel yaitupada elektroda kerja yang terabsorbsi selama 6 jam, 12
jam, dan 24 jamsebanyak dua tetes.
3.3.10. Pembuatan Sandwich DSSC

Susunan lapisan DSSC berupa kacasebagai substrat yang sudah


dilapisi dengan TiO2kemudian pelapisandye hasil ekstraksi yangdisebut
elektroda kerja ditetesi larutan elektrolitkemudian ditutup dengan kaca
yang sudahdilapisi
karbon yangelektroda
disebut elektrodapembanding.
Kemudian
Pembuatan
karbon
susunan DSSC tersebutdijepit dengan sebuah penjepit di dua sisi kanan
dan kiri.
III.4.

Diagram Alir Proses

Persiapan

Pembersihan Kaca TCO

Pembuatan pasta TiO2

Deposisi TiO2 pada Kaca TCO

Pembuatan bahan dye

Absorbsi dye ke lapisan TiO2

Pembuatan larutan
elekrolit

Penetesan Elektrolit ke Elektroda


Kerja

Pembuatan sandwich
DSSC

Pengujian DSSC

Analisa Data Hasil

III.5.

Cara Kerja
1. Rangkaian DSSC dijemur langsung dibawah sinar matahari pada berbagai
waktu.
2. Mengukur langsung tegangan dan kuat arus yang dihasilkan sel surya
dengan menggunakan multimeter pada setiap selang waktu 5 menit.
3. Hasil pengukuran ditampilkan dalam bentuk grafik.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1.

Hasil Percobaan
Berdasarkan variabel bebas yang kami tetapkan, yaitu jenis dye dan
lama perendaman, maka ada 6 perangkat sel surya yang telah kami buat,
yaitu antara lain :
1. Sel surya dengan dye dari bunga aster cina ungu yang direndam dalam
dye selama 24 jam. (DSSC A)
2. Sel surya dengan dye dari bunga aster cina ungu yang direndam dalam
dye selama 12 jam. (DSSC B)
3. Sel surya dengan dye dari bunga aster cina ungu yang direndam dalam
dye selama 6 jam. (DSSC C)
4. Sel surya dengan dye dari terong belanda yang direndam dalam dye
selama 24 jam. (DSSC D)
5. Sel surya dengan dye dari terong belanda yang direndam dalam dye
selama 12 jam. (DSSC E)
6. Sel surya dengan dye dari terong belanda yang direndam dalam dye
selama 6 jam. (DSSC F)
Sel surya yang telah dibuat dilakukan pengujian langsung kemampuan
konversi energinya dengan cara menjemur langsung dibawah sinar matahari.
Pengujian dilakukan pada hari selasa, 19, 20 dan 21Oktober 2014,
pada siang hari yang cerah dan tidak berawan yaitu pukul 12.00-13.30
dengan intensitas cahaya rata-rata sekitar sebesar 60,000 lux atau setara
dengan 200 lampu LED 4 Watt. Dengan cara mengukur langsung tegangan
yang dihasilkan sel surya dengan menggunakan multimeter.
Pengambilan data dilakukan 5 menit sekali, selama total waktu 75
menit. Dengan menggunakan 2 multimeter, jadi ada 2 sel surya yang diuji
secara bersamaan.

IV.1.1 Pengujian sel surya dengan dye bunga aster cina ungu
Dari hasil pengujian didapatkan data di bawah ini :

1. Hubungan Tegangan Terhadap Waktu perendaman dengan bahan dye


bunga aster cina ungu
Tegangan (V)

Waktu

DSSC B
0.32

DSSC C

DSSC A
0.17

0.19

0.32

0.28

10

0.21

0.36

0.33

15

0.23

0.41

0.39

20

0.24

0.43

0.53

25

0.26

0.45

0.58

30

0.27

0.43

0.64

35

0.28

0.44

0.63

40

0.3

0.43

0.62

45

0.31

0.42

0.6

50

0.32

0.42

0.59

55

0.32

0.48

0.58

60

0.31

0.4

0.57

65

0.29

0.39

0.57

70

0.28

0.37

0.55

(menit)

0.25

Hubungan Tegangan terhadap Waktu Perendaman dengan bahan Dye dari Bunga Aster Cina Ungu
0.7

DSSC A

0.6 f(x) = - 0x^2 + 0.02x + 0.22


R = 0.93
Polynomial (DSSC A)
DSSC B
Polynomial (DSSC B)
0.5

Tegangan ( Volt )

DSSC C

0.4 f(x) = - 0x^2 + 0.01x + 0.31


R = 0.79
0.3

f(x) = - 0x^2 + 0.01x + 0.16


R = 0.97

0.2
Polynomial (DSSC C)
0.1
0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

waktu ( menit )

Diperoleh titik maksimum dari masing-masing data untuk setiap waktunya, yaitu :
No
1
2
3

Lama Perendaman ( jam )


6
12
24

Waktu ( x )

Tegangan ( y)

53,16055626
39,90735
46,02794

0,306057944
0,446096
0,62831

IV.1.2. Pengujian sel surya dengan dye terong belanda

Tegangan (mV)

Waktu
(menit)
0

DSSC D
0.13

DSSC E

DSSC F

0,2

0.35

0.15

0,21

0.48

10

0.16

0,23

0.49

15

0.17

0,24

0.5

20

0.19

0,25

0.5

25

0.2

0,27

0.52

30

0.21

0,28

0.53

35

0.22

0,29

0.56

40

0.23

0,31

0.58

45

0.24

0,29

0.53

50

0.25

0,3

0.49

55

0.26

0,3

0.48

60

0.24

0,32

0.48

65

0.24

0,32

0.47

70

0.23

0,3

0.43

Hubungan Tegangan terhadap Waktu perendaman dengan bahan Dye dari Terong Belanda
0.7
DSSC D0.6

Polynomial (DSSC D)

0.5 f(x) = - 0x^2 + 0.01x + 0.4


R = 0.78
0.4
DSSC) E
Tegangan ( Volt
0.3

Polynomial (DSSC E)

f(x) = - 0x^2 + 0x + 0.2


R = 0.96
0.2 f(x) = - 0x^2 + 0x + 0.13
R = 0.97

DSSC F

0.1
0
0

Polynomial (DSSC F)
10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu ( menit )

Diperoleh titik maksimum dari masing-masing data untuk setiap waktunya, yaitu :
No
1
2
3

Lama Perendaman ( jam )


6
12
24

Waktu ( x )

Tegangan ( y)

58,8579545
63,15208
36,32742

0,243354793
0,310262204
0,544339

IV.2

Pembahasan
Berdasarkan dari dua pengujian di atas didapatkan bahwa sel surya dari

dye bunga aster Cina ungu dan dye dari buah terong Belanda mampu
mengkonversi energi surya menjadi energi listrik. Dye dari bunga aster Cina ungu
mampu menghasilkan tegangan listrik yang jauh lebih besar dibandingkan dye
dari buah terong Belanda, dikarenakan bunga Aster cina ungu memiliki
kandungan antosianin yang lebih besar dibandingkan dengan buah terong
Belanda, dan dye dari bunga Aster cina ungu memiliki warna ungu sedangkan dye
dari buah terong Belanda berwarna merah. Warna ungu mampu menghasilkan
energi yang lebih besar dibandingkan warna merah, karena warna ungu dalam
spektrum gelombang elektromagnetik memiliki panjang gelombang lebih kecil
dibandingkan warna merah, sehingga daya serap cahaya warna ungu akan lebih
besar dibandingkan warna merah dan warna ungu memiliki frekuensi yang lebih
besar daripada warna merah. Sebagaimana didalam teori kuantum Max Planck
dijelaskan bahwa energi foton (kuantum) berbanding lurus dengan frekuensi dan
frekuensi berbanding terbalik dengan panjang gelombang. Dye dari bunga Aster
cina ungu dalam waktu perendaman 24 jam, tegangan tertinggi yang dihasilkan
adalah 0.64 V atau 640 mV, sementara tegangan tertinggi yang dihasilkan sel
surya dengan dye dari buah terong Belanda dalam 24 jam hanya 0.58 V atau 580
mV. Dalam waktu perendaman 12 jam, tegangan tertinggi yang dihasilkan sel
surya dengan dye dari bunga Aster cina ungu sebesar 0.48 V atau 480 mV,
sementara tegangan tertinggi yang dihasilkan sel surya dengan dye dari buah
terong Belanda adalah 0.32 V atau 320 mV. Dalam waktu perendaman 6 jam,
tegangan tertinggi yang dihasilkan sel surya dengan dye dari bunga Aster cina
ungu sebesar 0.32 V atau 320 mV, sementara tegangan tertinggi yang dihasilkan
sel surya dengan dye dari buah terong Belanda adalah 0.26 V atau 260 mV.
Persamaan garis yang digunakan untuk mengetahui harga maksimum dari
grafiknya adalah persamaan garis Polynomial, sehingga dapat diperoleh harga
maksimum untuk setiap dye dengan berbagai waktu perendaman.

Harga maksimum tersebut digunakan untuk mengetahui titik puncak atau


maksimum daya serap cahaya oleh setiap dye dalam berbagai waktu perendaman
yang dilakukan.
4.2.1. Hubungan lama waktu perendaman dengan tegangan yang dihasilkan
Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara lama
waktu perendaman dan tegangan yang dihasilkan berbanding lurus, artinya
semakin lama waktu perendaman maka semakin besar tegangan yang
dihasilkan. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu perendaman maka
semakin banyak pula dye yang terabsorpsi oleh TiO2. Dye berfungsi sebagai
pendonor elektron atau dapat dikatakan sebagai semikonduktor tipe-p yang
menyebabkan timbulnya hole saat molekul dye terkena sinar matahari. Ketika
molekul dye terkena sinar matahari, elektron dye tereksitasi dan masuk ke
daerah tereduksi yaitu lapisan titanium dioksida. Lapisan titanium dioksida
berfungsi

sebagai

kolektor

elektron

atau

dapat

dikatakan

sebagai

semikonduktor tipe-n. Jadi semakin banyak dye yang terabsorbsi maka


semakin banyak elektron yang dapat diberikan dan dikumpulkan oleh TiO 2
apabila terkena sinar matahari, sehingga energi yang dihasilkan pun juga
menjadi lebih besar (Gratzel, 1996).
4.2.2. Hubungan jenis dye dengan tegangan yang dihasilkan
Data yang didapat menunjukkan bahwa sel surya dengan dye dari
bunga Aster cina ungu yang memiliki warna ungu menghasilkan tegangan
listrik yang lebih besar dibandingkan dengan sel surya dengan dye dari buah
terong Belanda yang memiliki warna merah. Hal ini sesuai dengan teori yang
ada, dimana memang seharusnya warna ungu mampu menghasilkan energi
yang lebih besar dibandingkan warna merah, karena warna ungu dalam
spektrum gelombang elektromagnetik memiliki panjang gelombang lebih
kecil dibandingkan warna merah, panjang gelombang warna ungu berkisar
antara 380-450 nm, sedangkan warna merah berkisar antara 620-750 nm.

Dengan demikian warna ungu memiliki frekuensi dan daya serap


cahaya yang lebih besar daripada warna merah. Sebagaimana didalam teori
kuantum Max Planck dijelaskan bahwa energi foton (kuantum) berbanding
lurus dengan frekuensi dan frekuensi berbanding terbalik dengan panjang
gelombang.
Selain itu berdasarkan dari kandungan antosianin yang terdapat pada
bunga Aster cina ungu dan buah terong Belanda, menunjukkan bahwa bunga
Aster cina ungu memiliki kandungan yang jauh lebih besar yaitu sekitar 84600 mg/100 gram berat basah, sedangkan strawberry hanya mengandung 1535 mg/100 gram berat basah. Jadi bunga Aster cina ungu merupakan bahan
dye yang lebih baik dibandingkan buah terong Belanda karena mampu
menghasilkan tegangan listrik yang lebih besar.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari penelitian ini dan pengambilan data yang telah dilakukan pada
tanggal 11 September 2014, pada siang hari yang cerah dan tidak berawan
yaitu pukul 12.00-13.10 dengan intensitas cahaya rata-rata sebesar 60,000 lux
atau setara dengan 200 lampu LED 4 Watt, dengan lama perendaman kaca
konduktif di dalam dye bunga Aster cina ungu dan strawberry selama 6 jam,
12 jam, dan 24 jam dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada penelitian ini telah berhasil dilakukan pembuatan prototipe dye
sensitized solar cell (DSSC) dengan menggunakan kombinasi bahan
inorganik TiO2 dengan bahan organik dye dari ekstraksi buah terong
Belanda dan bunga Aster cina ungu.
2. Sel surya dengan dye dari bunga Aster cina ungu mampu menghasilkan
tegangan yang lebih besar yaitu tegangan tertinggi yang dihasilkan adalah
0,64 V, dibandingkan sel surya dengan dye dari buah terong Belanda yaitu
tegangan tertinggi yang dihasilkan adalah 0,54 V.
3. Semakin lama waktu perendaman kaca konduktif yang telah dilapisi TiO2
di dalam dye, maka semakin baik juga kemampuan kaca tersebut dalam
mengkonversi energi surya menjadi energi listrik. Tegangan tertinggi yang
dihasilkan dye dari bunga aster cina ungu dengan perendaman 6 jam, 12
jam dan 24 jam adalah 0.32 V, 0.48 V dan 0.64 V, sedangkan buah terong
Belanda dengan perendaman 6 jam, 12 jam dan 24 jam adalah 0.26 V,
0.32V dan 0.58V
4. Secara umum teknologi pembuatan DSSC dalam penelitian ini relatif
cukup murah dan tidak membutuhkan peralatan yang besar dan mahal

5.2. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai cara ekstraksi dari bunga
aster cina ungu maupun buah terong Belanda yang tepat sehingga
didapatkan hasil yang lebih maksimal.
2. Perlu dikaji lebih jauh mengenai pengaruh berbagai karakteristik
komponen DSSC terhadap performansi sel surya.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai desain sel yang optimal
untuk menjaga performansi sel surya.

Anda mungkin juga menyukai