Anda di halaman 1dari 4

PERATURAN DAERAH PROVINSI TENTANG KONSERVASI LAHAN RAWA

GALAM DI KALIMANTAN SELATAN, SUATU KEHARUSAN


(Sebuah Tinjauan Ekologis) 1)

Oleh :
MUNANDAR /NIM F2A 109016 2) dan RINI HARTATI /NIM F2A 109019 2)

Rawa gambut berkurang, Kota Banjarmasin dan sekitarnya terancam


Kalimantan Selatan perlu segera mengatur dengan jelas segala sesuatu yang berkaitan
dengan makin terbatasnya lahan rawa akibat desakan pesatnya pengembangan infrastruktur
pembangunan dan pengembangan ketahanan pangan. Lahan rawa gambut di Kalimantan Selatan
dijumpai di Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten
Tapin dan Kota Banjarbaru. Vegetasi kawasan ini banyak didominasi oleh jenis kayu galam
(Melaleuca cajuputi) yang tumbuh secara alami. Jenis flora pohon ini membentuk adaptasi
terhadap lingkungan rawa, air tawar yang pada umumnya memiliki pH rendah (3–5) dan kurang
subur membentuk sosok hutan rawa galam. Sekilas hutan rawa galam dikawasan ini seperti lahan
terlantar yang tidak berharga. Lahan ini mempunyai fungsi hidrologi dan lingkungan bagi
kehidupan dan penghidupan manusia serta makhluk hidup lainnya sehingga harus dilindungi dan
dilestarikan. Konservasi dan optimalisasi pemanfaatan lahan rawa galam sesuai dengan
karakteristiknya memerlukan informasi mengenai tipe, karakteristik, dan penyebarannya. Secara
ekologis keberadaan hutan rawa galam mempunyai fungsi dan manfaat sebagai berikut :
1. Sebagai sumber cadangan air, hutan rawa dapat menyerap dan menyimpan kelebihan air dari
daerah sekitarnya dan akan mengeluarkan cadangan air tersebut pada saat daerah sekitarnya
kering atau dengan kata lain banjir dapat dicegah, intrusi air laut kedalam air tanah dan
sungai pun dapat dihindari.
2. Sebagai pelindung lingkungan ekosistem daratan dan penyerap CO2 dan penghasil O2
3. Sebagai sumber bahan makanan nabati dan hewani dimanfaatkan sebagai sumber mata
pencaharian penduduk sekitarnya.
4. Penyedia bahan baku berbagai keperluan hidup bagi berbagai masyarakat local

1). Tugas ke 3 Mata Kuliah Konservasi Flora dan Fauna, dosen Pengasuh Prof. Dr. Mochamad Arief Soendjoto, M.Sc
2). Mahasiswa Program Pasca Sarjana Program Study Ilmu Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru
5. Kayu Galam sebagai penyedia bahan baku industry dan berbagai komoditas perdagangan
yang bernilai ekonomis tinggi yang dapat menambah devisa Negara. Manfaat ekonomis
hutan rawa seperti hasil berupa kayu (kayu konstruksi, tiang/pancang, kayu bakar, arang dan
lain lain). Sedangkan hasil hutan ikutan (tannin,madu, obat-obatan)
6. Jasa lingkungan (ekowisata)
Tulisan ini menawarkan pemikiran perlunya sebuah kebijakan pengelolaan lahan rawa
gambut di Kalimantan Selatan untuk mengatur dengan jelas keberadaan lahan bergambut karena
fungsi ekokogisnya dan pengelolaan flora pohon jenis galam (Melaleuca cajuputi) karena
kaitannya dengan kebutuhan bahan baku industri dan rumah tanggga masyarakat.
Permasalahan yang menonjol pada pengelolaan kawasan lahan rawa gambut ini dapat
diidentifikasi sebagai berikut :
- Intensifnya pemanfaatan lahan rawa gambut untuk pemukiman dan kawasan industri
menyebabkan kawasan ini menyusut dengan cepat
- Berkurangnya kawasan lahan basah bergambut menurunkan kualitas lingkungan
- Berkurangnya kawasan lahan basah bergambut memperburuk tata hidrologis kawasan Kota
Banjarmasin, Banjarbaru dan sekitarnya akan mempercepat intrusi alir laut ke daratan
pemukiman.
- Nilai ekonomi kayu galam menyebabkan pemanfaatan species Meluleuca cajuputi secara tak
terkendali
Untuk menjawab permasalahan tersebut dipandang perlu adanya Peraturan Daerah yang
mengatur pemfaatan lahan rawa gambut dan pemanfaat mengenai konservasi kayu galam.
Peraturan Daerah tidak saja mengatur pemanfaatan kawasan dan kayu galam tetapi juga
mengarahkan perlunya penunjukan kawasan dan jenis yang menurut criteria perlu dikonservasi
untuk memberikan perlindungan dan mempertahankan keberadaan hutan rawa.
Peraturan Daerah tentang Konservasi Lahan Rawa Gambut dan Jenis Kayu Galam

Sekarang ini di Kalimantan Selatan sering terjadi banjir, hal ini salah satunya penyebabnya
karena keberadaan hutan galam semakin berkurang luasannya banyak yang berubah fungsi baik
sebagai pemukiman, perkantoran maupun sebagai perkebunan. Hal ini tidak dapat dipungkiri
mengingat semakin sempitnya kawasan saat ini. Hal ini timbul sebagai dampak keberadaan
hutan rawa galam sebagai kawasan resapan, yang sudah sangat sempit luasannya. Di lain pihak
kawasan lahan gambut juga merupakan sumber cadangan air yang harus terus dijaga dan
dipertahankan. Namun, seperti halnya kawasan hutan tropik pada umumnya, lahan rawa gambut
merupakan ekosistem yang rapuh (fragile), tidak subur karena system hara tertutup sehingga
pemanfaatannya harus bijaksana (a wise landuse) dan berpegang teguh pada karakteristik lahan.
Nilai konservasi hutan rawa gambut yang sangat tinggi karena fungsi-fungsi seperti fungsi
hidrologi, cadangan karbon, dan biodiversitas yang penting untuk kenyamanan lingkungan dan
kehidupan satwa. Jika ekosistemnya terganggu maka intensitas dan frekuensi bencana alam akan
makin sering terjadi. Lahan gambut tidak hanya merupakan sumber CO2, tetapi juga gas lainnya
seperti metana (CH4) dan nitrousoksida (N2O).
Selain berubahnya fungsi kawasan bergambut, pemanfaatan kayu galam didalam kawasan
ini sangat tinggi. Masyarakat mengambil kayu galam untuk kebutuhan local maupun untuk di
ekspor ke luar Kalimantan. Sampai saat ini tidak ada aturan yang mengatur mengenai tata cara
pemungutan dan teknik permudaan serta pelestarian kayu galam tersebut. Sampai saat ini
permudaan hutan rawa galam masih mengandalkan permudaan alam, hal ini karena jenis galam
termasuk jenis tumbuhan yang tahan terhadap kebakaran dan kekeringan. Ini disebabkan
ekologis galam yaitu fire-climax, dimana daerah bekas kebakaran menyebabkan biji galam akan
tumbuh dengan cepat dan lama kelamaan akan mendominasi daerah tersebut (Lazuardi dan
Supriadi, 2000). Lahan rawa gambut tropika di Kalimantan Selatan memiliki keanekaragaman
hayati dan merupakan sumber plasma nutfah yang potensial, sehinggA mempunyai nilai
konservasi yang tinggi. Fungsi-fungsi lain lahan rawa gambut seperti fungsi hidrologi, cadangan
karbon, dan keanekaragaman hayati yang penting untuk daya dukung kehidupan manusia
sekitarnya. Oleh karena itu, pengelolaan lahan rawa gambut dan vegetasi di atasnya perlu
menerapkan pendekatan konservasi. Semua itu dapat diakomodir dengan suatu Peraturan Daerah
yang dapat mengatur agar fungsi kelestariaan hutan rawa gambut dapat terus dipertahankan dan
keberadaan hutan rawa gambut dapat dimanfatkan oleh masyarakat sehingga dapat terwadahi
semua kepentingan yang ada. Di dalam Peraturan Daerah tersebut nantinya dapat diatur
pemanfaatan lahan bergambut berdasarkan fungsinya : Pertama, lahan rawa gambut untuk
kawasan lindung, kawasan pengawetan, yakni kawasan yang tidak boleh dibuka sesuai kriteria
kawasan lindung dan pengawetan. Kedua , kawasan budidaya. Kawasan yang memungkin
dilakukan usaha pertanian dan non pertanian ( pemukiman dan industri tertentu yang ramah
lingkungan). Ketiga, pemanfaatan kayu galam pada kawasan lawan rawa tersebut diatur untuk
membatasi pemungutan yang berlebihan.
Penutup
Lahan rawa gambut sangat rentan terhadap perubahan lingkungan sehingga
pengelolaannya harus berpegang teguh pada kaidah konservasi. Lahan rawa gambut yang
semakin sempit luasannya perlu segera dikonservasi mengingat fungsinya bagi kehidupan
manusia sangat penting. Perlu segera di atur pemanfaatan lahan rawa galam melalui Peraturan
Daerah yang tidak saja mengatur pemanfaatan lahan rawa dan kayu galam tetapi juga mengenai
aspek konservasinya.
Seyogyanya Peraturan Daerah yang disusun lebih menempatkan aspek konservasi lahan
rawa dan kayu galam sebagai penyangga kehidupan baru pada aspek pengembangan ekonomi.
Perhatian selanjutnya adalah pada aspek kearifan masyarakat lokal .

Anda mungkin juga menyukai