Gagal ginjal
dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif yang akhirnya akan mencapai gagal
ginjal terminal.5
2. Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolic atau patologik
pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak dalam waktu beberapa
hari atau beberapa minggu dengan atautanpa oliguria sehingga mengakibatkan hilangnya
kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuh. 4,7,8
2.2. Anatomi Ginjal
Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan
internal dengan jalan menjaga komposisi cairan tubuh/ekstraselular. Ginjal merupakan dua buah
organ berbentuk seperti kacang polong, berwarna merah kebiruan.4 Ginjal terletak pada dinding
posterior abdomen., terutama di daerah lumbal disebelah kanan dan kiri tulang belakang,
dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum atau di luar rongga peritoneum.
Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang dimulai dari ketinggian vertebra torakalis
sampai vertebra 20 lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena letak
hati yang menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan.13 Masing-masing ginjal memiliki
panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm dan tebal 2,5 cm.. Berat ginjal pada pria dewasa 150-170 gram
dan wanita dewasa 115-155 gram.15 Ginjal ditutupi oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat, apabila
kapsul di buka terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua.15 Ginjal terdiri dari
bagian dalam, medula, dan bagian luar, korteks.
2.2.1. Bagian dalam (interna) medula. Substansia medularis terdiri dari pyramid renalis yang
jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya
menghadap ke sinus renalis.15 Mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa henle, vasa rekta
dan duktus koligens terminal.13
2.2.2. Bagian luar (eksternal) korteks. Subtansia kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi
lunak dan bergranula. Substansia ini tepat dibawah tunika fibrosa, melengkung sepanjang basis
piramid yang berdekatan dengan sinus renalis, dan bagian dalam di antara piramid dinamakan
kolumna renalis. Mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan
duktus koligens.15 Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan
fungsional ginjal.14 Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira-kira 2.400.000 nefron. Setiap
nefron bisa membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi dari satu nefron dapat menerangkan
fungsi dari ginjal. 16
Nefron terdiri dari bagian-bagian berikut : 15
a. Glomerulus. Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak di dalam
kapsul Bowman dan menerima darah arteriolaferen dan meneruskan darah ke sistem vena
melalui arteriol eferen. Glomerulus berdiameter 200m, mempunyai dua lapisan Bowman dan
mempunyai dua lapisan selular yang memisahkan darah dari dalam kapiler glomerulus dan filtrat
dalam kapsula Bowman
b. Tubulus proksimal konvulta. Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula
Bowman dengan panjang 15 mm dan diameter 55m.
c. Gelung henle (ansa henle). Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis, selanjutnya
ke segmen tebal panjangnya 12 mm, total panjang ansa henle 2-14 mm.
d. Tubulus distal konvulta. Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelokkelok dan
letaknya jauh dari kapsula Bowman, panjangnya 5 mm. Tubulus distal dari masing-masing
nefron bermuara ke duktus koligens yang panjangnya 20 mm.
e. Duktus koligen medula. Ini saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara halus
dari ekskresi natrium urine terjadi di sini. Duktus ini memiliki kemampuan mereabsorbsi dan
mensekresi kalsium.
Gambar 2.1 Anatomi Ginjal1
2.3. Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal secara keseluruhan di bagi dalam dua golongan yaitu :4
2.3.1. Fungsi ekskresi
a. Mengekskresi sisa metabolisme protein, yaitu ureum, kalium, fosfat, sulfat anorganik, dan
asam urat.
b. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Menjaga keseimbangan asam dan basa.
2.3.2. Fungsi Endokrin
2.1. Preeklampsia
2.1.1. Definisi
Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel (Cunningham, 2005).
Penyakit ini merupakan penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan
proteinuria yang timbul akibat kehamilan yang biasanya terjadi pada
triwulan ketiga kehamilan tetapi dapat timbul juga sebelum triwulan ketiga
seperti pada pasien mola hidatidosa (Wiknjosastro, 2006).
Epidemiologi
Kejadian preeklampsia di Amerika Serikat berkisar antara 2 6 % dari ibu
hamil nulipara yang sehat. Di negara berkembang, kejadian preeklampsia
berkisar antara 4 18 %. Penyakit preeklampsia ringan terjadi 75 % dan
preeklampsia berat terjadi 25 %. Dari seluruh kejadian preeklampsia, sekitar
10 % kehamilan umurnya kurang dari 34 minggu. Kejadian preeklampsia
meningkat pada wanita dengan riwayat preeklampsia, kehamilan ganda,
hipertensi
kronis
primigravida
dan
penyakit
terutama
dengan
ginjal
usia
(Lim,
muda
2009).
lebih
Pada
sering
ibu
hamil
menderita
Etiologi
Apa yang menjadi penyebab terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum diketahui. Terdapat
banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab dari penyakit ini tetapi tidak ada yang
memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat diterima harus dapat menjelaskan
darah ke otak dan penggunaan oksigen otak masih dalam batas normal. Pemakaian oksigen pada
otak menurun pada pasien eklampsia (Wiknjosastro, 2006).
2.1.5.2. Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada satu atau
beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri retina yang nyata dapat
menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan berarti spasmus yang ringan adalah
preeklampsia yang ringan. Pada preeklampsia jarang terjadi ablasio retina yang disebabkan
edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan. Ablasio retina ini
biasanya disertai kehilangan penglihatan (Wiknjosastro, 2006).
Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan gejala yang
menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah
dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina (Wiknjosastro, 2006). Selama
periode 14 tahun, ditemukan 15 wanita dengan preeklampsia berat dan eklampsia yang
mengalami kebutaan yang dikemukakan oleh Cunningham (1995) dalam Cunningham (2005).
2.1.5.3. Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat dan eklampsia dan merupakan
penyebab utama kematian (Wiknjosastro, 2006). Edema paru bisa diakibatkan oleh kardiogenik
ataupun non-kardiogenik dan biasa Universitas Sumatera Utara
terjadi setelah melahirkan. Pada beberapa kasus terjadi berhubungan dengan terjadinya
peningkatan cairan yang sangat banyak. Hal ini juga dapat berhubungan dengan penurunan
tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah
yang hilang, dan penurunan albumin yang dihasilkan oleh hati (Pernoll, 1987).
2.1.5.4. Hati
Pada preeklampsia berat terkadang terdapat perubahan fungsi dan integritas hepar, termasuk
perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan peningkatan kadar aspartat aminotransferase serum.
Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas
yang berasal dari plasenta. Pada penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk (1994), dengan
menggunakan sonografi Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi arteri hepatika.
Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar kemungkinan besar penyebab
terjadinya peningkatan enzim hati dalam serum. Perdarahan pada lesi ini dapat menyebabkan
ruptur hepatika, atau dapat meluas di bawah kapsul hepar dan membentuk hematom subkapsular
(Cunningham, 2005).
2.1.5.5. Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah dan laju filtrasi glomerulus meningkat cukup besar.
Dengan timbulnya preeklampsia, perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus menurun (Cunningham,
2005). Lesi karakteristik dari preeklampsia, glomeruloendoteliosis, adalah pembengkakan dari
kapiler endotel glomerular yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal (Pernoll,
1987).
Pada sebagian besar wanita hamil dengan preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang laju
filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya Konsentrasi asam urat plasma
biasanya meningkat, terutama pada wanita dengan penyakit berat (Cunningham, 2005). volume
plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kadar
normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus preeklampsia berat,
keterlibatan ginjal menonjol dan kreatinin plasma dapat meningkat beberapa kali lipat dari nilai
normal ibu tidak hamil atau berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini kemungkinan besar disebabkan
oleh perubahan intrinsik ginjal yang ditimbulkan oleh vasospasme hebat yang dikemukakan oleh
Pritchard (1984) dalam Cunningham (2005). Filtrasi yang menurun hingga 50% dari normal
dapat menyebabkan diuresis turun, bahkan pada keadaan yang berat dapat menyebabkan
oligouria ataupun anuria (Wiknjosastro, 2006). Lee (1987) dalam Cunningham (2005)
melaporkan tekanan pengisian ventrikel normal pada tujuh wanita dengan preeklampsia berat
yang mengalami oligouria dan menyimpulkan bahwa hal ini konsisten dengan vasospasme
intrarenal. Kelainan pada ginjal yang penting adalah dalam hubungan proteinuria dan retensi
garam dan air (Wiknjosastro, 2006). Taufield (1987) dalam Cunningham (2005) melaporkan
bahwa preeklampsia berkaitan dengan penurunan ekskresi kalsium melalui urin karena
meningkatnya reabsorpsi di tubulus. Pada kehamilan normal, tingkat reabsorpsi meningkat
sesuai dengan peningkatan filtrasi dari glomerulus. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus
arteriol ginjal mengakibatkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan
retensi garam dan juga retensi air (Wiknjosastro, 2006). Untuk mendiagnosis preeklampsia atau
eklampsia harus terdapat proteinuria. Namun, karena proteinuria muncul belakangan, sebagian
wanita mungkin sudah melahirkan sebelum gejala ini dijumpai. Meyer (1994) menekankan
bahwa yang diukur adalah ekskresi urin 24 jam. Mereka mendapatkan bahwa proteinuria +1 atau
lebih dengan dipstick memperkirakan minimal terdapat 300 mg protein per 24 jam pada 92 %
kasus. Sebaliknya, proteinuria yang samar (trace) atau negatif memiliki nilai prediktif negatif
hanya 34 % pada wanita hipertensif. Kadar dipstick urin +3 atau +4 hanya bersifat prediktif
positif untuk preeklampsia berat pada 36 % kasus (Cunningham, 2005). Seperti pada
glomerulopati lainnya, terjadi peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar protein dengan
berat molekul tinggi. Maka ekskresi protein albumin juga disertai protein-protein lainnya seperti
hemoglobin, globulin dan transferin. Biasanya molekul-molekul besar ini tidak difiltrasi oleh
glomerulus dan kemunculan zat-zat ini dalam urin mengisyaratkan terjadinya proses
glomerulopati. Sebagian protein yang lebih kecil yang biasa difiltrasi kemudian direabsorpsi
juga terdeksi di dalam urin (Cunningham, 2005).
2.1.5.6. Darah
Kebanyakan pasien dengan preeklampsia memiliki pembekuan darah yang normal (Pernoll,
1987). Perubahan tersamar yang mengarah ke koagulasi intravaskular dan destruksi eritrosit
(lebih jarang) sering dijumpai pada preeklampsia menurut Baker (1999) dalam Cunningham
(2005). Trombositopenia merupakan kelainan yang sangat sering, biasanya jumlahnya kurang
dari 150.000/l yang ditemukan pada 15 - 20% pasien. Level fibrinogen meningkat sangat aktual
pada pasien preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Level
fibrinogen yang rendah pada pasien preeclampsia biasanya berhubungan dengan terlepasnya
plasenta sebelum waktunya (placental abruption) (Pernoll, 1987). Pada 10 % pasien dengan
preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan terjadinya HELLP syndrome yang ditandai
dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah. Sindrom
biasanya terjadi tidak jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31 minggu kehamilan) dan tanpa
terjadi peningkatan tekanan darah. Kebanyakan abnormalitas hematologik kembali ke normal
dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa menetap selama
seminggu (Pernoll, 1987).
2.1.5.7. Sistem Endokrin dan Metabolisme Air dan Elektrolit
Selama kehamilan normal, kadar renin, angiotensin II dan aldosteron meningkat. Pada
preeklampsia menyebabkan kadar berbagai zat ini menurun ke kisaran normal pada ibu tidak
hamil. Pada retensi natrium dan atau hipertensi, sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus
berkurang sehingga proses penghasilan aldosteron pun terhambat dan menurunkan kadar
aldosteron dalam darah (Cunningham, 2005). Pada ibu hamil dengan preeklampsia juga
meningkat kadar peptide natriuretik atrium. Hal ini terjadi akibat ekspansi volume dan dapat
menyebabkan meningkatnya curah jantung dan menurunnya resistensi vaskular perifer baik pada
normotensif maupun preeklamptik. Hal ini menjelaskan temuan turunnya resistensi vaskular
perifer setelah ekspansi volume pada pasien preeclampsia (Cunningham, 2005). Pada pasien
preeklampsia terjadi hemokonsentrasi yang masih belum diketahui penyebabnya. Pasien ini
mengalami pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini diikuti
dengan kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, edema yang dapat menyebabkan
berkurangnya volume plasma, viskositas darah meningkat dan waktu peredaran darah tepi
meningkat. Hal tersebut mengakibatkan aliran darah ke jaringan berkurang dan terjadi hipoksia.
Pada pasien preeklampsia, jumlah natrium dan air dalam tubuh lebih banyak dibandingkan pada
ibu hamil normal. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan air dan garam dengan
sempurna. Hal ini disebabkan terjadinya penurunan filtrasi glomerulus namun penyerapan
kembali oleh tubulus ginjal tidak mengalami perubahan (Wiknjosastro, 2006).
2.1.5.8. Plasenta dan Uterus
Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi
yang agak lama, pertumbuhan janin terganggu dan pada hipertensi yang singkat dapat terjadi
gawat janin hingga kematian janin akibat kurangnya oksigenisasi untuk janin. Kenaikan tonus
dari otot uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering terjadi pada preeklampsia. Hal ini
menyebabkan sering terjadinya partus prematurus pada pasien preeklampsia (Wiknjosastro,
2006).
Pada pasien preeklampsia terjadi dua masalah, yaitu arteri spiralis di miometrium gagal untuk
tidak dapat mempertahankan struktur muskuloelastisitasnya dan atheroma akut berkembang pada
segmen miometrium dari arteri spiralis. Atheroma akut adalah nekrosis arteriopati pada ujungujung plasenta yang mirip dengan lesi pada hipertensi malignan. Atheroma akut juga dapat
menyebabkan penyempitan kaliber dari lumen vaskular. Lesi ini dapat menjadi pengangkatan
lengkap dari pembuluh darah yang bertanggung jawab terhadap terjadinya infark plasenta
(Pernoll, 1987).
2.1.6. Klasifikasi
dipstick atau paling sedikit 300 mg protein dalam urin 24 jam. Edema dan
hiperrefleksia sekarang bukan merupakan pertimbangan utama dalam kriteria
diagnosis preeklampsia ringan.
Kriteria diagnosa preeklampsia berat adalah apabila terdapat gejala dan
tanda sebagai berikut (Wiknjosastro, 2006) :
- Sistolik 160 mmHg atau diastolik 110 mmHg yang terjadi dua kali
dalam waktu paling sedikit 6 jam
- Proteinuria lebih dari 5 gram dalam urin 24 jam
- Edema pulmonal
- Oligouria (<400 ml dalam 24 jam)
- Sakit kepala yang menetap
- Nyeri epigastrium dan atau kerusakan fungsi hati
- Trombositopenia
Universitas Sumatera Utara
- Keterbatasan perkembangan intrauterus
- Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus
- Skotoma dan gangguan visus lain
- Perdarahan retina
- Koma (Wiknjosastro, H., 2006)
2.1.7. Gejala Klinis
2.1.7.1. Edema
Pada kehamilan normal dapat ditemukan edema yang bebas, tetapi jika
terdapat edema yang tidak bebas, terdapat di tangan dan wajah yang meningkat
pada pagi hari dapat dipikirkan merupakan edema yang patologis. Peningkatan
berat badan yang sangat banyak atau secara tiba-tiba dapat meningkatkan
kemungkinan preeklampsia. Preeklampsia dapat juga terjadi tanpa adanya edema
(Pernoll, 1987).
2.1.7.2. Hipertensi
Hipertensi merupakan kiteria paling penting dalam diagnosa penyakit
preeklampsia. Hipertensi ini sering terjadi sangat tiba-tiba. Banyak primigravida
dengan usia muda memiliki tekanan darah sekitar 100-110/60-70 mmHg selama
jurusan. Tonic neck reflex biasanya lemah, refleks moro dapat positif. Refleks
mengisap dan menelan belum sempurna, demikian juga refleks batuk. Bayi yang
kelaparan biasanya menangis, gelisah dan aktifitas bertambah. Bila dalam waktu 3
hari tanda kelaparan ini tidak terdapat, kemungkinan besar bayi menderita infeksi
atau perdarahan intrakranial. Seringkali terdapat edema pada anggota gerak yang
menjadi lebih nyata dalam 24 48 jam. Kulitnya tampak mengkilat dan licin serta
terdapat pitting edema. Edema ini dapat berubah sesuai dengan perubahan posisi.
Edema ini seringkali berhubungan dengan perdarahan antepartum, diabetes
mellitus dan toksemia gravidarum. Frekuensi pernafasan bervariasi sangat luas
terutama pada hari-hari pertama. Walaupun demikian bila frekuensi pernafasan
terus meningkat atau selalu diatas 60 kali/menit, harus waspada akan
kemungkinan terjadinya membran hialin (sindrom gangguan pernafasan idiopatik)
atau gangguan pernafasan karena sebab lain. Dalam hal ini penting sekali
melakukan pemeriksaan radiologi toraks.
2.2.4.2. Dismaturitas
Dismaturitas dapat terjadi preterm, term atau post term. Pada preterm akan
tampak gejala fisis bayi prematur dan mungkin ditambah dengan gejala
Universitas Sumatera Utara
dismaturitas. Karakteristik fisik bayi dismaturitas sama dengan bayi prematur dan
ditambah dengan retardasi-pertumbuhan dan wasting. Pada bayi dismaturitas yang
term dan post term dengan gejala yang menonjol ialah wasting.
Menurut Greunwald (1997) dalam Hassan (2007) mengatakan bahwa tidak
semua kekurangan makanan pada janin diakibatkan oleh insufisiensi plasenta.
Gejala insufisiensi plasenta timbulnya bergantung pada berat dan lamanya bayi
menderita defisit. Defisit yang menyebabkan retardasi pertumbuhan biasanya
berlangsung kronis. Retardasi pertumbuhan yang kronis dapat menyebabkan fetal
distress (Hassan, 2007).
Fetal distress dibagi menjadi tiga golongan, yaitu (Hassan, 2007) :
1. Fetal distress akut yaitu defisit atau fetal deprivation yang hanya
mengakibatkan perinatal distress tetapi tidak mengakibatkan retardasi
pertumbuhan dan wasting.
penguat endotel akan terbuka dan dapat menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah keluar ke
ruang ekstravaskular. Hal ini akan menimbulkan perdarahan petekie atau perdarahan
intrakranial yang sangat banyak (Pernoll, 1987).
Dalam Sarwono, McCall melaporkan bahwa resistensi pembuluh darah dalam
otak
pada
pasien
hipertensi
dalam
kehamilan
lebih
meninggi
pada