Anda di halaman 1dari 19

Gagal ginjal adalah keadaan dimana kedua ginjal tidak bisa menjalankan fungsinya.

Gagal ginjal
dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif yang akhirnya akan mencapai gagal
ginjal terminal.5
2. Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolic atau patologik
pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak dalam waktu beberapa
hari atau beberapa minggu dengan atautanpa oliguria sehingga mengakibatkan hilangnya
kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuh. 4,7,8
2.2. Anatomi Ginjal
Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan
internal dengan jalan menjaga komposisi cairan tubuh/ekstraselular. Ginjal merupakan dua buah
organ berbentuk seperti kacang polong, berwarna merah kebiruan.4 Ginjal terletak pada dinding
posterior abdomen., terutama di daerah lumbal disebelah kanan dan kiri tulang belakang,
dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum atau di luar rongga peritoneum.
Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang dimulai dari ketinggian vertebra torakalis
sampai vertebra 20 lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena letak
hati yang menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan.13 Masing-masing ginjal memiliki
panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm dan tebal 2,5 cm.. Berat ginjal pada pria dewasa 150-170 gram
dan wanita dewasa 115-155 gram.15 Ginjal ditutupi oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat, apabila
kapsul di buka terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua.15 Ginjal terdiri dari
bagian dalam, medula, dan bagian luar, korteks.
2.2.1. Bagian dalam (interna) medula. Substansia medularis terdiri dari pyramid renalis yang
jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya
menghadap ke sinus renalis.15 Mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa henle, vasa rekta
dan duktus koligens terminal.13
2.2.2. Bagian luar (eksternal) korteks. Subtansia kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi
lunak dan bergranula. Substansia ini tepat dibawah tunika fibrosa, melengkung sepanjang basis
piramid yang berdekatan dengan sinus renalis, dan bagian dalam di antara piramid dinamakan
kolumna renalis. Mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan

duktus koligens.15 Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan
fungsional ginjal.14 Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira-kira 2.400.000 nefron. Setiap
nefron bisa membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi dari satu nefron dapat menerangkan
fungsi dari ginjal. 16
Nefron terdiri dari bagian-bagian berikut : 15
a. Glomerulus. Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak di dalam
kapsul Bowman dan menerima darah arteriolaferen dan meneruskan darah ke sistem vena
melalui arteriol eferen. Glomerulus berdiameter 200m, mempunyai dua lapisan Bowman dan
mempunyai dua lapisan selular yang memisahkan darah dari dalam kapiler glomerulus dan filtrat
dalam kapsula Bowman
b. Tubulus proksimal konvulta. Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula
Bowman dengan panjang 15 mm dan diameter 55m.
c. Gelung henle (ansa henle). Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis, selanjutnya
ke segmen tebal panjangnya 12 mm, total panjang ansa henle 2-14 mm.
d. Tubulus distal konvulta. Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelokkelok dan
letaknya jauh dari kapsula Bowman, panjangnya 5 mm. Tubulus distal dari masing-masing
nefron bermuara ke duktus koligens yang panjangnya 20 mm.
e. Duktus koligen medula. Ini saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara halus
dari ekskresi natrium urine terjadi di sini. Duktus ini memiliki kemampuan mereabsorbsi dan
mensekresi kalsium.
Gambar 2.1 Anatomi Ginjal1
2.3. Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal secara keseluruhan di bagi dalam dua golongan yaitu :4
2.3.1. Fungsi ekskresi
a. Mengekskresi sisa metabolisme protein, yaitu ureum, kalium, fosfat, sulfat anorganik, dan
asam urat.
b. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Menjaga keseimbangan asam dan basa.
2.3.2. Fungsi Endokrin

a. Partisipasi dalam eritropoesis. Menghasilkan eritropoetin yang berperan dalam pembentukan


sel darah merah.
b. Menghasilan renin yang berperan penting dalam pengaturan tekanan darah.
c. Merubah vitamin D menjadi metabolit yang aktif yang membantu penyerapan kalsium.
d. Memproduksi hormon prostaglandin, yang mempengaruhi pengaturan garam dan air serta
mempengaruhi tekanan vaskuler.

2.1. Preeklampsia

2.1.1. Definisi
Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel (Cunningham, 2005).
Penyakit ini merupakan penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan
proteinuria yang timbul akibat kehamilan yang biasanya terjadi pada
triwulan ketiga kehamilan tetapi dapat timbul juga sebelum triwulan ketiga
seperti pada pasien mola hidatidosa (Wiknjosastro, 2006).
Epidemiologi
Kejadian preeklampsia di Amerika Serikat berkisar antara 2 6 % dari ibu
hamil nulipara yang sehat. Di negara berkembang, kejadian preeklampsia
berkisar antara 4 18 %. Penyakit preeklampsia ringan terjadi 75 % dan
preeklampsia berat terjadi 25 %. Dari seluruh kejadian preeklampsia, sekitar
10 % kehamilan umurnya kurang dari 34 minggu. Kejadian preeklampsia
meningkat pada wanita dengan riwayat preeklampsia, kehamilan ganda,
hipertensi

kronis

primigravida

dan

penyakit

terutama

dengan

ginjal
usia

(Lim,
muda

2009).
lebih

Pada
sering

ibu

hamil

menderita

preeklampsia dibandingkan dengan multigravida (Wiknjosastro, 2006). Faktor


predisposisi lainnya adalah ras hitam, usia ibu hamil dibawah 25 tahun atau
diatas 35 tahun, mola hidatidosa, polihidramnion dan diabetes (Pernoll,
1987).

Etiologi
Apa yang menjadi penyebab terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum diketahui. Terdapat
banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab dari penyakit ini tetapi tidak ada yang
memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat diterima harus dapat menjelaskan

tentang mengapa preeklampsia meningkat prevalensinya pada primigravida, hidramnion,


kehamilan ganda dan mola hidatidosa. Selain itu teori tersebut harus dapat menjelaskan
penyebab bertambahnya frekuensi preeklampsia dengan bertambahnya usia kehamilan, penyebab
terjadinya perbaikan keadaan penderita setelah janin mati dalam kandungan, penyebab jarang
timbul kembali preeklampsia pada kehamilan berikutnya dan penyebab timbulnya gejala-gejala
seperti hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma (Wiknjosastro, 2006).
Patogenesis
Preeklampsia telah dijelaskan oleh Chelsey sebagai disease of theories karena penyebabnya
tidak diketahui. Banyak teori yang menjelaskan patogenesis dari preeklampsia, diantaranya
adalah (1) fenomena penyangkalan yaitu tidak adekuatnya produksi dari blok antibodi, (2)
perfusi plasenta yang tidak adekuat menyebabkan keadaan bahaya bagi janin dan ibu, (3)
perubahan reaktivitas vaskuler, (4) ketidakseimbangan antara prostasiklin dan tromboksan, (5)
penurunan laju filtrasi glomerulus dengan retensi garam dan air, (6) penurunan volume
intravaskular, (7) peningkatan iritabilitas susunan saraf pusat, (8) penyebaran koagulasi
intravaskular (Disseminated Intravascular Coagulation, DIC), (9) peregangan otot uterus
(iskemia), (10) faktor-faktor makanan dan (11) faktor genetik. Dari teori-teori yang telah
dijelaskan sebelumnya, belum ada satupun yang dapat membuktikan proses patogenesis
preeklampsia yang sebenarnya (Pernoll, 1987).
Perubahan Fisiologi Patologik
Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi. Pada saat
autoregulasi tidak berfungsi sebagaimana mestinya, jembatan
penguat endotel akan terbuka dan dapat menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah keluar ke
ruang ekstravaskular. Hal ini akan menimbulkan perdarahan petekie atau perdarahan intrakranial
yang sangat banyak
Dalam Sarwono, McCall melaporkan bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak pada pasien
hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi pada eklampsia. Pada pasien preeklampsia, aliran

darah ke otak dan penggunaan oksigen otak masih dalam batas normal. Pemakaian oksigen pada
otak menurun pada pasien eklampsia (Wiknjosastro, 2006).

2.1.5.2. Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada satu atau
beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri retina yang nyata dapat
menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan berarti spasmus yang ringan adalah
preeklampsia yang ringan. Pada preeklampsia jarang terjadi ablasio retina yang disebabkan
edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan. Ablasio retina ini
biasanya disertai kehilangan penglihatan (Wiknjosastro, 2006).
Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan gejala yang
menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah
dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina (Wiknjosastro, 2006). Selama
periode 14 tahun, ditemukan 15 wanita dengan preeklampsia berat dan eklampsia yang
mengalami kebutaan yang dikemukakan oleh Cunningham (1995) dalam Cunningham (2005).
2.1.5.3. Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat dan eklampsia dan merupakan
penyebab utama kematian (Wiknjosastro, 2006). Edema paru bisa diakibatkan oleh kardiogenik
ataupun non-kardiogenik dan biasa Universitas Sumatera Utara
terjadi setelah melahirkan. Pada beberapa kasus terjadi berhubungan dengan terjadinya
peningkatan cairan yang sangat banyak. Hal ini juga dapat berhubungan dengan penurunan
tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah
yang hilang, dan penurunan albumin yang dihasilkan oleh hati (Pernoll, 1987).
2.1.5.4. Hati
Pada preeklampsia berat terkadang terdapat perubahan fungsi dan integritas hepar, termasuk
perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan peningkatan kadar aspartat aminotransferase serum.
Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas
yang berasal dari plasenta. Pada penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk (1994), dengan
menggunakan sonografi Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi arteri hepatika.

Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar kemungkinan besar penyebab
terjadinya peningkatan enzim hati dalam serum. Perdarahan pada lesi ini dapat menyebabkan
ruptur hepatika, atau dapat meluas di bawah kapsul hepar dan membentuk hematom subkapsular
(Cunningham, 2005).
2.1.5.5. Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah dan laju filtrasi glomerulus meningkat cukup besar.
Dengan timbulnya preeklampsia, perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus menurun (Cunningham,
2005). Lesi karakteristik dari preeklampsia, glomeruloendoteliosis, adalah pembengkakan dari
kapiler endotel glomerular yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal (Pernoll,
1987).
Pada sebagian besar wanita hamil dengan preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang laju
filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya Konsentrasi asam urat plasma
biasanya meningkat, terutama pada wanita dengan penyakit berat (Cunningham, 2005). volume
plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kadar
normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus preeklampsia berat,
keterlibatan ginjal menonjol dan kreatinin plasma dapat meningkat beberapa kali lipat dari nilai
normal ibu tidak hamil atau berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini kemungkinan besar disebabkan
oleh perubahan intrinsik ginjal yang ditimbulkan oleh vasospasme hebat yang dikemukakan oleh
Pritchard (1984) dalam Cunningham (2005). Filtrasi yang menurun hingga 50% dari normal
dapat menyebabkan diuresis turun, bahkan pada keadaan yang berat dapat menyebabkan
oligouria ataupun anuria (Wiknjosastro, 2006). Lee (1987) dalam Cunningham (2005)
melaporkan tekanan pengisian ventrikel normal pada tujuh wanita dengan preeklampsia berat
yang mengalami oligouria dan menyimpulkan bahwa hal ini konsisten dengan vasospasme
intrarenal. Kelainan pada ginjal yang penting adalah dalam hubungan proteinuria dan retensi
garam dan air (Wiknjosastro, 2006). Taufield (1987) dalam Cunningham (2005) melaporkan
bahwa preeklampsia berkaitan dengan penurunan ekskresi kalsium melalui urin karena
meningkatnya reabsorpsi di tubulus. Pada kehamilan normal, tingkat reabsorpsi meningkat
sesuai dengan peningkatan filtrasi dari glomerulus. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus
arteriol ginjal mengakibatkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan
retensi garam dan juga retensi air (Wiknjosastro, 2006). Untuk mendiagnosis preeklampsia atau

eklampsia harus terdapat proteinuria. Namun, karena proteinuria muncul belakangan, sebagian
wanita mungkin sudah melahirkan sebelum gejala ini dijumpai. Meyer (1994) menekankan
bahwa yang diukur adalah ekskresi urin 24 jam. Mereka mendapatkan bahwa proteinuria +1 atau
lebih dengan dipstick memperkirakan minimal terdapat 300 mg protein per 24 jam pada 92 %
kasus. Sebaliknya, proteinuria yang samar (trace) atau negatif memiliki nilai prediktif negatif
hanya 34 % pada wanita hipertensif. Kadar dipstick urin +3 atau +4 hanya bersifat prediktif
positif untuk preeklampsia berat pada 36 % kasus (Cunningham, 2005). Seperti pada
glomerulopati lainnya, terjadi peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar protein dengan
berat molekul tinggi. Maka ekskresi protein albumin juga disertai protein-protein lainnya seperti
hemoglobin, globulin dan transferin. Biasanya molekul-molekul besar ini tidak difiltrasi oleh
glomerulus dan kemunculan zat-zat ini dalam urin mengisyaratkan terjadinya proses
glomerulopati. Sebagian protein yang lebih kecil yang biasa difiltrasi kemudian direabsorpsi
juga terdeksi di dalam urin (Cunningham, 2005).
2.1.5.6. Darah
Kebanyakan pasien dengan preeklampsia memiliki pembekuan darah yang normal (Pernoll,
1987). Perubahan tersamar yang mengarah ke koagulasi intravaskular dan destruksi eritrosit
(lebih jarang) sering dijumpai pada preeklampsia menurut Baker (1999) dalam Cunningham
(2005). Trombositopenia merupakan kelainan yang sangat sering, biasanya jumlahnya kurang
dari 150.000/l yang ditemukan pada 15 - 20% pasien. Level fibrinogen meningkat sangat aktual
pada pasien preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Level
fibrinogen yang rendah pada pasien preeclampsia biasanya berhubungan dengan terlepasnya
plasenta sebelum waktunya (placental abruption) (Pernoll, 1987). Pada 10 % pasien dengan
preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan terjadinya HELLP syndrome yang ditandai
dengan adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah. Sindrom
biasanya terjadi tidak jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31 minggu kehamilan) dan tanpa
terjadi peningkatan tekanan darah. Kebanyakan abnormalitas hematologik kembali ke normal
dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa menetap selama
seminggu (Pernoll, 1987).
2.1.5.7. Sistem Endokrin dan Metabolisme Air dan Elektrolit
Selama kehamilan normal, kadar renin, angiotensin II dan aldosteron meningkat. Pada
preeklampsia menyebabkan kadar berbagai zat ini menurun ke kisaran normal pada ibu tidak

hamil. Pada retensi natrium dan atau hipertensi, sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus
berkurang sehingga proses penghasilan aldosteron pun terhambat dan menurunkan kadar
aldosteron dalam darah (Cunningham, 2005). Pada ibu hamil dengan preeklampsia juga
meningkat kadar peptide natriuretik atrium. Hal ini terjadi akibat ekspansi volume dan dapat
menyebabkan meningkatnya curah jantung dan menurunnya resistensi vaskular perifer baik pada
normotensif maupun preeklamptik. Hal ini menjelaskan temuan turunnya resistensi vaskular
perifer setelah ekspansi volume pada pasien preeclampsia (Cunningham, 2005). Pada pasien
preeklampsia terjadi hemokonsentrasi yang masih belum diketahui penyebabnya. Pasien ini
mengalami pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini diikuti
dengan kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, edema yang dapat menyebabkan
berkurangnya volume plasma, viskositas darah meningkat dan waktu peredaran darah tepi
meningkat. Hal tersebut mengakibatkan aliran darah ke jaringan berkurang dan terjadi hipoksia.
Pada pasien preeklampsia, jumlah natrium dan air dalam tubuh lebih banyak dibandingkan pada
ibu hamil normal. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan air dan garam dengan
sempurna. Hal ini disebabkan terjadinya penurunan filtrasi glomerulus namun penyerapan
kembali oleh tubulus ginjal tidak mengalami perubahan (Wiknjosastro, 2006).
2.1.5.8. Plasenta dan Uterus
Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi
yang agak lama, pertumbuhan janin terganggu dan pada hipertensi yang singkat dapat terjadi
gawat janin hingga kematian janin akibat kurangnya oksigenisasi untuk janin. Kenaikan tonus
dari otot uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering terjadi pada preeklampsia. Hal ini
menyebabkan sering terjadinya partus prematurus pada pasien preeklampsia (Wiknjosastro,
2006).
Pada pasien preeklampsia terjadi dua masalah, yaitu arteri spiralis di miometrium gagal untuk
tidak dapat mempertahankan struktur muskuloelastisitasnya dan atheroma akut berkembang pada
segmen miometrium dari arteri spiralis. Atheroma akut adalah nekrosis arteriopati pada ujungujung plasenta yang mirip dengan lesi pada hipertensi malignan. Atheroma akut juga dapat
menyebabkan penyempitan kaliber dari lumen vaskular. Lesi ini dapat menjadi pengangkatan
lengkap dari pembuluh darah yang bertanggung jawab terhadap terjadinya infark plasenta
(Pernoll, 1987).
2.1.6. Klasifikasi

Menurut The National High Blood Pressure Education Program


(NHBPEP) Working Group, penyakit hipertensi pada kehamilan dibagi menjadi
empat grup yaitu (Lim, 2009) :
2.1.6.1. Hipertensi dalam kehamilan (Gestational hipertensi)
Gejala yang timbul adalah peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg atau
lebih pada awal kehamilan, tidak terdapat proteinuria, tekanan darah kembali
normal kurang dari 12 minggu setelah kelahiran dan diagnosis bisa ditegakkan
jika setelah pasien melahirkan.
2.1.6.2. Hipertensi Kronis
Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang terjadi sebelum kehamilan
atau sebelum usia kehamilan 20 minggu dan bukan merupakan penyebab dari
penyakit tropoblastik kehamilan. Hipertensi yang terdiagnosa setelah usia
kehamilan 20 minggu dan menetap selama lebih dari 12 minggu setelah
melahirkan termasuk dalam klasifikasi hipertensi kronis.
Universitas Sumatera Utara
2.1.6.3. Preeklampsia atau Eklampsia
Pasien dengan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih setelah usia
kehamilan 20 minggu dengan sebelumnya memiliki tekanan darah normal dan
disertai proteinuria ( 0,3 gram protein dalam spesimen urin 24 jam). Eklampsia
dapat didefinisikan sebagai kejang yang bukan merupakan dikarenakan penyebab
apapun pada wanita dengan preeklampsia.
2.1.6.4. Superimposed Preeklampsia (dalam Hipertensi Kronis)
Proteinuria dengan onset yang cepat (>300 mg dalam urin 24 jam) dengan
wanita hamil dengan hipertensi tetapi tidak terjadi proteinuria sebelum usia
kehamilan 20 minggu. Peningkatan tekanan darah atau proteinuria atau penurunan
jumlah platelet hingga dibawah 100.000 secara tiba-tiba pada wanita dengan
hipertensi atau proteinuria sebelum usia kehamilan 20 minggu.
Preeklampsia dibagi menjadi dua yaitu preeklampsia ringan dan
preeklampsia berat. Preeklampsia ringan didefinisikan dengan terdapatnya
hipertensi (tekanan darah 140/90 mmHg) yang terjadi dua kali dalam rentang
waktu paling sedikit 6 jam. Proteinuria adalah terdapatnya protein 1+ atau lebih

dipstick atau paling sedikit 300 mg protein dalam urin 24 jam. Edema dan
hiperrefleksia sekarang bukan merupakan pertimbangan utama dalam kriteria
diagnosis preeklampsia ringan.
Kriteria diagnosa preeklampsia berat adalah apabila terdapat gejala dan
tanda sebagai berikut (Wiknjosastro, 2006) :
- Sistolik 160 mmHg atau diastolik 110 mmHg yang terjadi dua kali
dalam waktu paling sedikit 6 jam
- Proteinuria lebih dari 5 gram dalam urin 24 jam
- Edema pulmonal
- Oligouria (<400 ml dalam 24 jam)
- Sakit kepala yang menetap
- Nyeri epigastrium dan atau kerusakan fungsi hati
- Trombositopenia
Universitas Sumatera Utara
- Keterbatasan perkembangan intrauterus
- Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus
- Skotoma dan gangguan visus lain
- Perdarahan retina
- Koma (Wiknjosastro, H., 2006)
2.1.7. Gejala Klinis
2.1.7.1. Edema
Pada kehamilan normal dapat ditemukan edema yang bebas, tetapi jika
terdapat edema yang tidak bebas, terdapat di tangan dan wajah yang meningkat
pada pagi hari dapat dipikirkan merupakan edema yang patologis. Peningkatan
berat badan yang sangat banyak atau secara tiba-tiba dapat meningkatkan
kemungkinan preeklampsia. Preeklampsia dapat juga terjadi tanpa adanya edema
(Pernoll, 1987).
2.1.7.2. Hipertensi
Hipertensi merupakan kiteria paling penting dalam diagnosa penyakit
preeklampsia. Hipertensi ini sering terjadi sangat tiba-tiba. Banyak primigravida
dengan usia muda memiliki tekanan darah sekitar 100-110/60-70 mmHg selama

trimester kedua. Peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau peningkatan sistolik


sebesar 30 mmHg harus dipertimbangkan sesuatu yang buruk. Oleh karena itu,
pada pasien preeklampsia merupakan hipertensi relatif jika tekanan darahnya
120/80 mmHg. Tekanan darah sangat labil. Tekanan darah pasien preeklampsia
ataupun hipertensi kronis biasanya menurun pada saat pasien tidur, tetapi pada
pasien preeklampsia berat tekanan darah akan tetap tinggi walaupun dalam
keadaan tidur (Pernoll, 1987).
Universitas Sumatera Utara

bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur mengurangi kebutuhan


volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan darah dan
kejadian edema. Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik dengan
penanganan konservatif, maka dalam hal ini pengakhiran kehamilan dilakukan
walaupun janin masih prematur (Wiknjosastro, 2006).
2.1.8.2. Preeklampsia Berat
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat
untuk mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12 24 jam bahaya akut
sudah diatasi, tindakan selanjutnya adalah cara terbaik untuk menghentikan
kehamilan.
Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang dapat diberikan
larutan sulfas magnesikus 40 % sebanyak 10 ml disuntikan intramuskular pada
bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan. Pemberian dapat diulang dengan
dosis yang sama dalam rentang waktu 6 jam menurut keadaan pasien. Tambahan
sulfas magnesikus hanya dapat diberikan jika diuresis pasien baik, refleks patella
positif dan frekuensi pernafasan lebih dari 16 kali/menit. Obat ini memiliki efek
menenangkan, menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis. Selain
sulfas magnesikus, pasien dengan preeklampsia dapat juga diberikan
klorpromazin dengan dosis 50 mg secara intramuskular ataupun diazepam 20 mg
secara intramuskular (Wiknjosastro, 2006).
2.1.9. Komplikasi Preeklampsia
Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada

neonatus berupa prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi plasenta


baik akut maupun kronis. Pada kasus berat dapat ditemui fetal distress baik pada
saat kelahiran maupun sesudah kelahiran (Pernoll, 1987). Komplikasi yang sering
terjadi pada preklampsia berat adalah (Wiknjosastro, 2006) :
Universitas Sumatera Utara
1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu hamil yang
menderita hipertensi akut. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5 %
solusio plasenta terjadi pada pasien preeklampsia.
2. Hipofibrinogenemia. Pada preeklampsia berat, Zuspan (1978) menemukan
23% hipofibrinogenemia.
3. Hemolisis. Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukan
gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan
pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah
merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita
eklampsia dapat menerangkan mekanisme ikterus tersebut.
4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian
maternal.
5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung
selama seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina,
hal ini merupakan tanda gawat dan akan terjadi apopleksia serebri.
6. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pasien preeklampsia-eklampsia
diakibatkan vasospasmus arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat
diketahui dengan pemeriksaan faal hati.
7. Sindroma HELLP, yaitu hemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet.
8. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus berupa
pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur
lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
9. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin.
10. Komplikasi lain berupa lidah tergigit, trauma dan fraktur karena terjatuh
akibat kejang, pneumonia aspirasi dan DIC.
2.1.10. Pencegahan Preeklampsia

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tandatanda


dini preeklampsia, dalam hal ini harus dilakukan penanganan preeklampsia
tersebut. Walaupun preeklampsia tidak dapat dicegah seutuhnya, namun frekuensi
Universitas Sumatera Utara
preeklampsia dapat dikurangi dengan pemberian pengetahuan dan pengawasan
yang baik pada ibu hamil.
Pengetahuan yang diberikan berupa tentang manfaat diet dan istirahat
yang berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring, dalam hal
ini yaitu dengan mengurangi pekerjaan sehari-hari dan dianjurkan lebih banyak
duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam
dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan sangat dianjurkan.
Mengenal secara dini preeklampsia dan merawat penderita tanpa
memberikan diuretika dan obat antihipertensi merupakan manfaat dari
pencegahan melalui pemeriksaan antenatal yang baik (Wiknjosastro, 2006).
2.2. Berat Bayi Lahir Rendah
2.2.1. Definisi
Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam waktu 1 jam pertama
setelah lahir (Kosim, 2008). WHO pada tahun 1961 mengganti istilah bayi
prematur dengan bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), karena disadari tidak
semua bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir bukan
bayi prematur (Mochtar, 1998). BBLR merupakan penyebab utama dalam
mortalitas, morbiditas dan kecacatan pada neonatus, balita dan anak-anak serta
memiliki efek yang sangat panjang dalam kesehatan dewasa nantinya. BBLR
adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa
memandang masa gestasi (Kosim, 2008).
2.2.1.1. Prematuritas Murni
Prematuritas murni adalah bayi lahir dengan kehamilan kurang dari 37
minggu dengan berat badan yang sesuai.
2.2.1.2. Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
KMK adalah bayi yang lahir dengan berat yang rendah dari seharusnya
umur kehamilan.

Universitas Sumatera Utara


2.2.1.3. Retardasi Pertumbuhan Janin Intrauterin
Retardasi pertumbuhan janin intrauterin adalah bayi yang lahir dengan
berat badan rendah dan tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
2.2.1.4. Dismaturitas
Dismaturitas adalah suatu sindroma klinik dimana terjadi
ketidakseimbangan antara pertumbuhan janin dengan lanjutnya kehamilan atau
bayi-bayi yang lahir dengan berat badan tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
Dismaturitas juga bisa didefinisikan sebagai bayi yang lahir dengan gejala
intrauterine malnutrition atau wasting.
2.2.1.5. Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)
BMK adalah bayi yang dilahirkan lebih besar dari seharusnya tua
kehamilan, misalnya pada diabetes mellitus (Mochtar, R., 1998).
2.2.2. Epidemiologi
Frekuensi BBLR di negara maju berkisar antara 3,6 - 10,8 %. Di negara
berkembang BBLR terjadi berkisar antara 10 43 %. Rasio antara negara maju
dan negara berkembang adalah 1:4 (Mochtar, 1998). Frekuensi BBLR di RSCM
Jakarta berkisar antara 22 24 % dari semua bayi yang dilahirkan pada satu
tahun (Hassan, 2007).
2.2.3. Etiologi
Penyebab terjadinya BBLR sering sekali tidak diketahui ataupun jika
diketahui faktor penyebabnya tidaklah berdiri sendiri (Mochtar, 1998). Faktorfaktor
penyebabnya antara lain (Hassan, 2007):
Universitas Sumatera Utara
2.2.3.1. Faktor Genetik
Genetik atau kromosom, interaksi genetik dengan lingkungan, ukuran
tubuh orangtua dan jenis kelamin.
2.2.3.2. Faktor Nutrisi
Malnutrisi ibu selama kehamilan atau malnutrisi ibu sewaktu remaja
(sebelum hamil).
2.2.3.3. Faktor Karaktersitik Ibu

Kapasitas uterus, kehamilan ganda, status paritas, rentang waktu


kehamilan pertama dan kedua yang sedikit dan usia muda dibawah 20 tahun.
2.2.3.4. Faktor Penyakit
Infeksi pada ibu hamil seperti malaria, rubella dan sifilis, nefritis akut,
diabetes mellitus ataupun tindakan operatif yang merupakan etiologi prematuritas.
2.2.3.5. Faktor Komplikasi Penyakit Kehamilan
Preeklampsia, eklampsia, plasenta previa, hidramnion, perdarahan
antepartum, trauma fisis dan psikologis.
2.2.3.6. Gaya Hidup Ibu
Merokok, peminum alkohol, bekerja berat saat hamil dan sosial ekonomi
yang rendah.
2.2.3.7. Lingkungan
Bahan toksik, radiasi, polusi dan atau obat-obatan.
2.2.4. Klasifikasi dan Karakteristik Klinis
2.2.4.1. Prematuritas
Berat badan bayi kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang atau sama
dengan 45 cm, lingkaran dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang 33 cm.
Universitas Sumatera Utara
Masa gestasi kurang dari 37 minggu. Tampak luar sangat bergantung pada
maturitas atau lamanya gestasi. Kepala relatif lebih besar daripada badannya,
kulitnya tipis, transparan, lanugo banyak, lemak subkutan imatur. Desensus
testikulorum biasanya belum sempurna dan labia minora belum tertutup oleh
labia mayora. Pembuluh darah kulit banyak terlihat dan peristaltis usus dapat
terlihat. Rambut biasanya tipis, halus dan teranyam sehingga sulit terlihat satu
persatu. Tulang rawan dalam daun telinga belum cukup, sehingga elastisitas daun
telinga masih kurang. Jaringan mamae belum sempurna dan puting susu belum
terbentuk dengan baik. Bayi kecil, posisinya masih posisi fetal yaitu posisi
dekubitus lateral, pergerakannya kurang dan masih lemah. Bayi lebih banyak tidur
daripada bangun. Tangisnya lemah, pernafasan belum teratur dan sering terdapat
apnu. Otot masih hipotonik sehingga sikap selalu dalam keadaan kedua tungkai
abduksi, sendi lutut dan sendi kaki dalam fleksi dan kepala menghadap ke satu

jurusan. Tonic neck reflex biasanya lemah, refleks moro dapat positif. Refleks
mengisap dan menelan belum sempurna, demikian juga refleks batuk. Bayi yang
kelaparan biasanya menangis, gelisah dan aktifitas bertambah. Bila dalam waktu 3
hari tanda kelaparan ini tidak terdapat, kemungkinan besar bayi menderita infeksi
atau perdarahan intrakranial. Seringkali terdapat edema pada anggota gerak yang
menjadi lebih nyata dalam 24 48 jam. Kulitnya tampak mengkilat dan licin serta
terdapat pitting edema. Edema ini dapat berubah sesuai dengan perubahan posisi.
Edema ini seringkali berhubungan dengan perdarahan antepartum, diabetes
mellitus dan toksemia gravidarum. Frekuensi pernafasan bervariasi sangat luas
terutama pada hari-hari pertama. Walaupun demikian bila frekuensi pernafasan
terus meningkat atau selalu diatas 60 kali/menit, harus waspada akan
kemungkinan terjadinya membran hialin (sindrom gangguan pernafasan idiopatik)
atau gangguan pernafasan karena sebab lain. Dalam hal ini penting sekali
melakukan pemeriksaan radiologi toraks.
2.2.4.2. Dismaturitas
Dismaturitas dapat terjadi preterm, term atau post term. Pada preterm akan
tampak gejala fisis bayi prematur dan mungkin ditambah dengan gejala
Universitas Sumatera Utara
dismaturitas. Karakteristik fisik bayi dismaturitas sama dengan bayi prematur dan
ditambah dengan retardasi-pertumbuhan dan wasting. Pada bayi dismaturitas yang
term dan post term dengan gejala yang menonjol ialah wasting.
Menurut Greunwald (1997) dalam Hassan (2007) mengatakan bahwa tidak
semua kekurangan makanan pada janin diakibatkan oleh insufisiensi plasenta.
Gejala insufisiensi plasenta timbulnya bergantung pada berat dan lamanya bayi
menderita defisit. Defisit yang menyebabkan retardasi pertumbuhan biasanya
berlangsung kronis. Retardasi pertumbuhan yang kronis dapat menyebabkan fetal
distress (Hassan, 2007).
Fetal distress dibagi menjadi tiga golongan, yaitu (Hassan, 2007) :
1. Fetal distress akut yaitu defisit atau fetal deprivation yang hanya
mengakibatkan perinatal distress tetapi tidak mengakibatkan retardasi
pertumbuhan dan wasting.

2. Fetal distress subakut yaitu bila fetal deprivation tersebut menunjukan


tanda wasting tetapi tidak terdapat retardasi pertumbuhan.
3. Fetal distress kronis yaitu bila bayi jelas menunjukan retardasi
pertumbuhan (Hassan, Rusepno dan Alatas, H., 2007).
2.2.5. Diagnosis BBLR
2.2.5.1. Sebelum Bayi Lahir
a. Pada anamnesis sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus
prematurus atau lahir mati.
(Mochtar, 1998)
b. Pembesaran uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan.
c. Pergerakan janin yang pertama (quickening) terjadi lebih lambat,
gerakan janin lebih lambat walaupun usia kehamilan sudah lanjut.
d. Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut usia
kehamilan.
e. Sering dijumpai pada kehamilan oligohidramnion atau hidramnion,
hiperemesis gravidarum dan pada hamil lanjut dengan toksemia
gravidarum atau perdarahan antepartum.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5.2. Setelah Bayi Lahir
a. Bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterin tampak secara klasik
seperti

penguat endotel akan terbuka dan dapat menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah keluar ke
ruang ekstravaskular. Hal ini akan menimbulkan perdarahan petekie atau perdarahan
intrakranial yang sangat banyak (Pernoll, 1987).
Dalam Sarwono, McCall melaporkan bahwa resistensi pembuluh darah dalam
otak

pada

pasien

hipertensi

dalam

kehamilan

lebih

meninggi

pada

eklampsia. Pada pasien preeklampsia, aliran darah ke otak dan penggunaan


oksigen otak masih dalam batas normal. Pemakaian oksigen pada otak
menurun pada pasien eklampsia (Wiknjosastro, 2006).

Anda mungkin juga menyukai