I. PENDAHULUAN
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada
struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang
terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung
pada fase awal perkembangan janin. Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non
sianotik atau asianotik (tidak biru) dan sianotik (biru). (1)
Penyakit jantung bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan
fungsi jantung yang dibawa sejak lahir yang tidak ditandai dengan sianosis
misalnya lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan,
kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau
pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing
mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai
berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru.
Yang akan dibicarakan disini hanya 2 kelompok besar PJB non sianotik; yaitu
(1) PJB non sianotik dengan lesi atau lubang di jantung sehingga terdapat
aliran pirau dari kiri ke kanan, misalnya ventricular septal defect (VSD),
atrial septal defect (ASD) dan patent ductus arteriosus (PDA), dan (2) PJB
non sianotik dengan lesi obstruktif di jantung bagian kiri atau kanan tanpa
aliran pirau melalui sekat di jantung, misalnya aortic stenosis (AS), coarctatio
aorta (CoA) dan pulmonary stenosis (PS).(1)
Manifestasi klinis kelainan ini bervariasi dari yang paling ringan sampai
berat. Pada bentuk yang ringan, sering tidak ditemukan gejala, dan tidak
ditemukan kelainan pada pemeriksaan klinis. Sedangkan pada PJB berat,
gejala sudah tampak sejak lahir dan memerlukan tindakan segera. Dengan
berkembangnya teknologi, khususnya ekokardiografi, banyak kelainan jantung
yang sebelumnya tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisis dan
penunjang biasa, EKG, radiologi dengan menggunakan alat ini dapat dideteksi
dengan mudah.(2)
II. EPIDEMOLOGI
Data dari the nothern region paediatric cardiology data base
memperkirakan insiden PJB di UK sebesar 6,9/1000 kelahiran, atau 1 di
antara 145 kelahiran bayi. Penelitian di Beijing, Cina mendapatkan insiden
PJB 8,2/1000 dari total kelahiran, dimana 9/1000 lahir mati dan 6,7/1000 lahir
hidup. Ras Asia memiliki angka yang lebih besar dibandingkan non Asia
karena pengaruh perkawinan konsanguinus yang tinggi. World health
organization
(WHO)
berturut-turut
melaporkan
di
antara
penyakit
III.ETIOLOGI
Sebenarnya penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan tidak
diketahui. Sebagian besar dihubungkan dengan hipotesis yang multifaktorial
yang menyatakan bahwa janin yang sensitif bila terkena pemicu lingkungan
tertentu selama periode kritis morfogenesis jantung, maka dapat menyebabkan
terjadinya penyakit jantung bawaan.(5) Pada akhir kehamilan 7 minggu,
pembentukan jantung janin sudah lengkap, sehingga kelainan pembentukan
jantung terjadi pada trimester awal kehamilan.(6)
Etiologi penyakit jantung bawaan diduga sebagai berikut :
a. Faktor genetik (8%), umumnya merupakan bagian dari sindrom tertentu
seperti sindrom trisomi 21 (Sindrom Down), sindrom Turner dapat juga
pada Sindrom Marfan.(3, 5)
b. Faktor lingkungan / faktor eksterna (2%), yaitu obat, virus, radiasi yang
terdapat sebelum kehamilan 3 bulan. Hipoksia pada waktu persalinan
dapat mengakibatkan tetap terbukanya duktus arteriosus pada bayi. Infeksi
virus yang dianggap berpotensi adalah infeksi virus Rubella pada ibu
hamil. Sedangkan obat-obatan yang pernah dilaporkan antara lain
beberapa obat antikonvulsan (terutama dilantin dan trimethadione),
alkohol yang berlebihan, lithium, diazepam, kortikosteroid, phenolhiazine,
antagonis asam folat, kokain, dan dextromethamphetamin.(3, 5)
c. Interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan (90%).(3)
IV.
(10%).(6) ASD sekundum terdapat pada fossa ovalis, ASD primum terdapat
pada ostium primum serta dekat dari katup tricuspid, dan ASD sinus venosus
terletak pada septum bagian atas dekat muara vena cava superior.(7)
c. Pemeriksaan Penunjang
-
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi (EKG)
Pada VSD kecil, gambaran EKG normal. Pada VSD besar akan ditemukan
LVH atau BVH.
2. Foto Rontgen toraks
Tidak spesifik. Pada defek kecil, ukuran jantung normal dengan corakan
vaskular paru normal. Pada VSD sedang, terdapat kardiomegali dan
peningkatan corakan vaskular paru dan tampak penonjolan segmen
pulmonal. Pada VSD besar, terdapat kardiomegali, peningkatan corakan
vaskular paru dan pembesaran ventrikel kanan.
3. Ekokardiografi
Dengan pemeriksaan ekokardiografi 2-dimensi dan Doppler berwarna dapat
ditentukan besar defek, arah pirau, dimensi ruang jantung dan fungsi
ventrikel.
4. Kateterisasi jantung
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada VSD besar untuk menilai besarnya
pirau dari kiri ke kanan (QP/QS) dan tingginya resistensi vaskular paru agar
dapat ditentukan apakah masih bisa ditutup atau tidak.(6)
V.2. Penatalaksanaan
1. VSD kecil tanpa gejala tidak perlu terapi.
2. Pada gagal jantung diberikan diuretik misalnya furosemid 1-2
mg/kgBB/hari, vasodilator misalnya kaptopril 0,5 1 mg/kgBB/kali tiap 8
jam. Kalau perlu dapat ditambahkan digoksin 0,01 mg/kg/hari. Pemberian
makanan berkalori tinggi dilakukan dengan frekuensi sering secara
oral/enteral (melalui NGT). Anemia diperbaiki dengan preparat besi.
3. Menjaga kebersihan mulut dan pemberian antibiotik profilaksis terhadap
infeksi endokarditis.
4.Penutupan
VSD
dapat
dikerjakan
dengan
intervensi
non-bedah
10
menutup secara spontan umumnya dalam waktu 24 jam sampai 7 hari setelah
lahir.(5, 6)
Penutupan duktus arteriosus terjadi dalam dua fase, yaitu fase pertama,
terjadi konstriksi otot pada duktus tersebut beberapa jam setelah lahir
dikarenakan menurunnya kadar prostaglandin dan meningkatnya kadar
oksigen dalam darah sesaat setelah lahir. Fase kedua, dilanjutkan dengan
involusi tunika intima dan pelipatan tunika media duktus yang terjadi
beberapa hari atau minggu setelah lahir sehingga terjadi penutupan anatomi
duktus. Duktus arteriosus persisten (PDA) masih mungkin normal pada bayi
baru lahir karena biasanya duktus arteriosus akan menutup secara spontan
pada hari keempat. Penyebab pasti PDA hingga kini masih belum diketahui.
Tidak terjadinya penutupan duktus arteriosus dapat mengakibatkan gangguan
hemodinamik yang cukup signifikan karena meningkatkan beban volume di
jantung kiri yang dikhawatirkan akan mengakibatkan gagal jantung. Insiden
PDA merupakan 2% - 15% kasus PJB.(5, 6, 8)
11
sesak napas, sulit minum, berat badan sulit naik, ISPA berulang,
ateletaksis, dan tanda gagal jantung kongestif lanjut.(5, 6)
b. Pemeriksaan fisik
PDA kecil tidak terdapat gejala, biasanya laju nadi dan tekanan darah
normal, pada auskultasi terdengar bising kontinyu di sela iga 2 -3
parasternal kiri yang menjalar ke bawah klavikula kiri. Pada PDA sedang,
gejala terlihat pada umur 25 bulan, yaitu : masalah minum; ISPA
berulang; namun berat badan normal. Pada PDA besar, gejalanya:
takikardi dan dispnea sejak minggu pertama lahir. Sering dijumpai
hiperaktifitas prekordium, thrill sistolik pada bagian kiri atas tepi sternum,
dan tekanan nadi lebar dan kuat.(6)
c. Pemeriksaan penunjang
1. EKG: pada PAD kecil dan sedang, EKG dapat normal atau
menunjukkan tanda hipertrofi ventrikel kiri (left ventricle hypertrophy
= LVH), sedangkan pada DAP besar dapat menunjukkan tanda LVH
atau hipertrofi kedua ventrikel kiri dan kanan (biventricular
hypertrophy = BVH).
2. Foto Rontgen Thoraks : pada PDA kecil, foto thoraks masih normal,
sedangkan pada PDA sedang sampa besar akan tampak kardiomegali,
pembesaran atrium kiri, ventrikel kiri dan aorta asendens, serta
gambaran peningkatan vascular paru.
3. Ekokardiografi : dapat mengukur besar duktus, dimensi atrium kiri dan
ventrikel kiri. Makin besar pirau, makin besar dimensi atrium kiri dan
ventrikel kiri.(6)
VI.2. Penatalaksanaan
1. Pada neonatus kurang bulan atau cukup bulan dapat diberi Indometasin,
dosis 0,2 mg/kgBB pada hari pertama, selanjutnya 0,1 mg/kg mulai hari ke2 sampai hari ke-7. Dosis ibuprofen adalah 10 mg/kg pada hari pertama,
selanjutnya 5 mg/kg pada hari ke-2 dan ke-3. Efek obat akan optimal bila
pemberian dilakukan sebelum usia 10 hari.
12
2. PDA sedang dan besar disertai gagal jantung, diberi diuretik, kalau perlu
ditambah digitalis atau inotropik yang sesuai. Pada neonatus dan bayi
dengan berat badan kurang dari 6 kg, bila gagal jantung tidak teratasi dengan
medikamentosa, dianjurkan operasi ligasi. Pada bayi dengan berat badan
lebih atau sama dengan 6 kg dan anak ataupun dewasa, PAD dapat ditutup
dengan memasang alat transkateter.
3. Walaupun PDA kecil dan tidak memberikan keluhan, tetap harus ditutup baik
secara bedah ataupun non bedah dengan memasang alat karena mudah
terjadi endokarditis infektif.
4. Pada PDA yang besar dengan hipertensi pulmonal yang sudah lanjut
sehingga terjadi aliran pirau dari kanan ke kiri dan sudah terjadi penyakit
vaskular paru, maka PDA tidak dianjurkan ditutup.
5. Profilaksis terhadap endokarditis bakterial subakut perlu diberikan bila ada
tindakan seperti cabut gigi, sirkumsisi atau tindakan bedah minor lainnya. (6)
13
mungkin terjadi diatas 20 tahun. Angka harapan hidup menurun pada duktus
dengan ukuran besar.(5)
VII.
AORTIC STENOSIS
Aorta stenosis adalah Penyempitan pada jalur keluar pada ventrikel kiri
pada katup aorta ataupun pada area diatas maupun dibawah katup aorta.
Penyempitan pada katupnya adalah bentuk yang paling umum dan berupa
cacat bawaan dengan prevalensi AS 5-6% dari pasien PJB. Patologi stenosis
pada katup aorta bervariasi, yang paling sering adalah katup bicuspid dengan
bervariasi dari segi ketebalan dan bentuk kubahnya. Displasia pada katup aorta
dengan atau tanpa hipoplasia dari cincin katup dapat ditemukan pada neonates
dan bayi. Stenosis aorta ini akan menyebabkan perbedaan tekanan antara
ventrikel kiri dengan aorta.(5)
14
Bunyi jantung basanya normal. Bunyi jantung edua juga normal kecuali
pada stenosis aorta yang parah. Bunyi klik ejeksi sistolik terdengar baik di
apex, batas tengah kiri dan kanan atas, serta tidak ada perbedaan dengan
respirasi. Intensitas murmur ejeksi sistolik grade II-V/VI biasanya
terdengar baik pada batas kanan atas sternum sampai arteri karotis. Dapat
ditemukan thrill pada batas sternum kanan atas dan/atau pada suprasternal.
Pulsasi arteri biasanya normal.
c. Pemeriksaan penunjang
1. Foto rontgen thoraks menunjukkan ukuran jantung normal, dilatasi
aorta ascendens, dan dilatasi pascca-stenosis. Pada neonatus dengan
gagal jantung yang parah dapat terlihat pada foto rontgen.
2. Elektrokardiografi menunjukkan gelombang T terbalik pada lead dada
kiri pada stenosis yang parah.
3. Ekokardiografi menunjukkan penebalan dan kubah dari katup aorta.(5)
VII.2. Penatalaksanaan
Pada AS yang ringan, profilaksis endokarditis bakterial subakut dan
follow up periodik diperlukan. Pembatasan terhadap olahraga yang
kompetitif juga harus dibatasi. Indikasi untuk intervensi pada AS adalah jarak
puncak ke puncak gradient >50 mmHg baik dengan gejala atau perubahan
gelombang ST-T pada EKG; atau puncak gradient >70mmHg terlepas dari
gelaja atau perubahan EKG. Tindakan bedah commissurotomi masih
merupakan pengobatan pilihan sampai saat ini. Selain itu juga terdapat ballon
aortic valvuloplasty.(5)
VII.3. Prognosis
-
15
(stenosis pulmonal murni) atau bagian dari kelainan lain seperti tetralogy of
Fallot, tranposisi arteri besar, ventrikel kanan dengan jalan keluar ganda.
Berdasarkan letaknya stenosis pulmonal dapat dibagi menjadi dibawah katup
yaitu di infundibulum ( stenosis subvalvular atauinfundibular), pada katup
(valvular), dan diatas katup (supravalvular). PS prevalensi 7,5-9,0 % dari
semua PJB. Pada pulmonalis stenosis dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel
kanan dan dilatasi arteri pulmonalis.(5)
16
derajat bisingnya.(5)
c. Pemeriksaan penunjang
1. Foto rontgen menunjukkan dilatasi pasca stenosis pada arteri
pulmonalis pada tipe valvular. Pada stenosis pulmonal murni
vaskularisasi paru normal. Pada ToF, vaskularisasi paru menurun.
2. Elektrokardiografi menunjukkan deviasi sumbu QRS ke kanan dengan
hipertrofi ventrikel kanan. Gelombang R tinggi dan gelimbang S dalam
di V5 dan V6. Dilatasi atrium kanan ( P pulmonal)
3. Ekokardiografi menunjukkan pelebaran ventrikel kanan dengan atau
tanpa pelebaran atrium kanan, dooming katup pulmonal ( berbentuk
seperti kubah), dan displasia katup pulmonal serta dilatasi pasca
stenosis.(5)
VIII.2. Penatalaksanaan
1. Pada stenosis pulmonal ringan : tidak perlu tindakan apapun,
pemantauan
2.
secara
berkala
meliputi
pemeriksaan
fisik,
EKG,
ekokardiografi.
Pada stenosis pulmonal sedang sampai berat dilakukan baloon
pulminary vavulotomy
3.
Pencegahan terhadap endokarditis infektif.(5)
VIII.3. Prognosis
Stenosis valvular dapat menjadi berat karena bertambahnya umur.(5)
IX.
COARTASIO AORTA
Koartasio aorta adalah obstruksi pada aorta akibat penyempitan aorta
yang sebagian terletak di distal percabangan arteri subcavia sinistra. Lokasi
koatasio hampir selalu ditempat masuknya duktus arteriosus. Prevalensi
coartasio aorta ditemukan antara 5-8% dari PJB.
Tipe penyempitan difusi ismus aorta merupakan akibat hipolpasia arkus
aorta Iv ventrikel kir. Hipoplasia ini dapat disertai kelainan kelianan
intrakardial lainnya seperti septum defek ventrikel , stenosis katup aorta,
17
18
dalam di V1-V2
2. Foto Thorax
Dua penanda koartasio aorta adalah lesi pada tepi bawah kosta ( rib
notching) dan gambaran angka 3 ( figure 3 sign) pada bagian
proksimal aorta descenden. Rib notching terjadi karena kompresi
tulang iga akibat arteri kolateral posterior yang berdilatasi, berlekuklekuk dan berdenyut. Gambaran angka 3 menunjukkan koartasio.
3. Ekokardiografi
19
20
21