Anda di halaman 1dari 21

PENYAKIT JANTUNG BAWAAN ASIANOTIK

I. PENDAHULUAN
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada
struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang
terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung
pada fase awal perkembangan janin. Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non
sianotik atau asianotik (tidak biru) dan sianotik (biru). (1)
Penyakit jantung bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan
fungsi jantung yang dibawa sejak lahir yang tidak ditandai dengan sianosis
misalnya lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan,
kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau
pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing
mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai
berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru.
Yang akan dibicarakan disini hanya 2 kelompok besar PJB non sianotik; yaitu
(1) PJB non sianotik dengan lesi atau lubang di jantung sehingga terdapat
aliran pirau dari kiri ke kanan, misalnya ventricular septal defect (VSD),
atrial septal defect (ASD) dan patent ductus arteriosus (PDA), dan (2) PJB
non sianotik dengan lesi obstruktif di jantung bagian kiri atau kanan tanpa
aliran pirau melalui sekat di jantung, misalnya aortic stenosis (AS), coarctatio
aorta (CoA) dan pulmonary stenosis (PS).(1)
Manifestasi klinis kelainan ini bervariasi dari yang paling ringan sampai
berat. Pada bentuk yang ringan, sering tidak ditemukan gejala, dan tidak
ditemukan kelainan pada pemeriksaan klinis. Sedangkan pada PJB berat,
gejala sudah tampak sejak lahir dan memerlukan tindakan segera. Dengan
berkembangnya teknologi, khususnya ekokardiografi, banyak kelainan jantung
yang sebelumnya tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisis dan
penunjang biasa, EKG, radiologi dengan menggunakan alat ini dapat dideteksi
dengan mudah.(2)

II. EPIDEMOLOGI
Data dari the nothern region paediatric cardiology data base
memperkirakan insiden PJB di UK sebesar 6,9/1000 kelahiran, atau 1 di
antara 145 kelahiran bayi. Penelitian di Beijing, Cina mendapatkan insiden
PJB 8,2/1000 dari total kelahiran, dimana 9/1000 lahir mati dan 6,7/1000 lahir
hidup. Ras Asia memiliki angka yang lebih besar dibandingkan non Asia
karena pengaruh perkawinan konsanguinus yang tinggi. World health
organization

(WHO)

berturut-turut

melaporkan

di

antara

penyakit

kardiovaskular, insidens PJB di Bangladesh (6%), India (15%), Burma (6%),


dan Srilangka (10%). Di Indonesia belum terdapat angka yang pasti, namun
penelitian di RS. Dr.Sutomo pada tahun 2004-2006 sudah mendapatkan angka
kematian yang tinggi dari pasien PJB setiap tahunnya, berturut-turut 11,64%,
11,35%, dan 13,44%.(3)
Bayi baru lahir yang dipelajari adalah 3069 orang, 55,7% laki- laki dan
44,3% perempuan, 28 (9,1 per-1000) bayi mempunyai PJB. Patent Ductus
Arteriosus (PDA) ditemukan pada 12 orang bayi (42,9%), 6 diantaranya bayi
prematur. Ventricular Septal Defect (VSD) ditemukan pada 8 bayi (28,6%),
Atrial Septal Defect (ASD) pada 3 bayi (19,7%), Complete Atrio Ventricular
Septal Defect (CAVSD) pada 3,6 % bayi, dan kelainan katup jantung pada bayi
yang mempunyai penyakit jantung sianotik (10,7%), satu bayi Transposition
of Great Arteries (TGA), dua lain dengan kelainan jantung kompleks sindrom
sianotik. Ditemukan satu bayi dengan sindrom Down dengan ASD, dengan
ibu pengidap diabetes. Satu orang bayi dilahirkan dari bapak dengan PJB,
tidak ada dari 4 orang ibu dengan PJB mempunyai bayi dengan PJB. Atrial
fibrillation ditemukan di satu orang bayi. Dari 28 bayi dengan PJB, 4 mati
(14,3%) selama 5 hari pengamatan. Data menunjukkan ibu yang tidak
mengkonsumsi vitamin B secara teratur selama kehamilan awal mempunyai 3
kali risiko bayi dengan PJB. Merokok secara signifikan sebagai faktor risiko
bagi PJB 37,5 kali. Faktor risiko lain secara statistik tidak berhubungan.(4)

III.ETIOLOGI
Sebenarnya penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan tidak
diketahui. Sebagian besar dihubungkan dengan hipotesis yang multifaktorial
yang menyatakan bahwa janin yang sensitif bila terkena pemicu lingkungan
tertentu selama periode kritis morfogenesis jantung, maka dapat menyebabkan
terjadinya penyakit jantung bawaan.(5) Pada akhir kehamilan 7 minggu,
pembentukan jantung janin sudah lengkap, sehingga kelainan pembentukan
jantung terjadi pada trimester awal kehamilan.(6)
Etiologi penyakit jantung bawaan diduga sebagai berikut :
a. Faktor genetik (8%), umumnya merupakan bagian dari sindrom tertentu
seperti sindrom trisomi 21 (Sindrom Down), sindrom Turner dapat juga
pada Sindrom Marfan.(3, 5)
b. Faktor lingkungan / faktor eksterna (2%), yaitu obat, virus, radiasi yang
terdapat sebelum kehamilan 3 bulan. Hipoksia pada waktu persalinan
dapat mengakibatkan tetap terbukanya duktus arteriosus pada bayi. Infeksi
virus yang dianggap berpotensi adalah infeksi virus Rubella pada ibu
hamil. Sedangkan obat-obatan yang pernah dilaporkan antara lain
beberapa obat antikonvulsan (terutama dilantin dan trimethadione),
alkohol yang berlebihan, lithium, diazepam, kortikosteroid, phenolhiazine,
antagonis asam folat, kokain, dan dextromethamphetamin.(3, 5)
c. Interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan (90%).(3)
IV.

ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)


Atrial Septal Defect (ASD) merupakan bentuk PJB yang juga sering
ditemukan dengan insidens sekitar 7% dari seluruh PJB. ASD terjadi akibat
sesuatu hal yang mempengaruhi pembentukan sekat atrium jantung yang
terjadi dalam rentang waktu 8 minggu kehamilan. Gangguan hemodinamik
yang terjadi pada ASD disebabkan oleh pirau kiri ke kanan akibat adanya
defek (lubang) pada dinding atrium jantung. Akibatnya, darah dari atrium
kiri yang seharusnya masuk ke ventrikel kiri, akan masuk ke atrium kanan
dan akhirnya ke ventrikel kanan. Jika lubangnya cukup besar, dapat
meningkatkan beban volume di jantung kanan, di samping juga
meningkatkan beban volume di jantung kiri. Terdapat tiga jenis ASD, yaitu:
ASD sekundum (50-70%), ASD primum (30%) dan ASD tipe sinus venosus
3

(10%).(6) ASD sekundum terdapat pada fossa ovalis, ASD primum terdapat
pada ostium primum serta dekat dari katup tricuspid, dan ASD sinus venosus
terletak pada septum bagian atas dekat muara vena cava superior.(7)

Gambar 1 : Atrial Septal Defect


Atrial Septal Defect (ASD) umumnya ringan karena tidak mengakibatkan
pirau kiri ke kanan yang bermakna. ASD yang signifikan dapat
mengakibatkan volume overload pada jantung kanan sehingga terjadi gagal
jantung kanan. Pada usia dewasa, ASD besar merupakan faktor predisposisi
terjadinya gagal jantung dan aritmia. Seiring pertumbuhan, ukuran ASD
cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan massa tubuh. Pada defek
kurang dari 3 mm yang didiagnosis sebelum usia 3 bulan, penutupan secara
spontan terjadi pada hampir 100% pasien pada usia 11/2 tahun. Defek ukuran
3 sampai 8 mm menutup pada usia 11/2 tahun pada 80% pasien, dan defek
lebih besar dari 8 mm jarang menutup spontan.(6)
IV.1. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
Sebagian besar anak yang mengalami ASD tidak menimbulkan gejala
klinis dan tampak sehat. Pada umumnya gejala baru timbul pada usia dekade 2
dan 3 dimana sudah terjadi peningkatan tekanan vaskular paru sehingga PJB
jenis ini kadang baru terdiagnosa pada usia dewasa. Namun, jika ASD-nya
cukup besar, sebagian besar darah akan masuk ke jantung bagian kanan, lalu
ke atrium kanan, ventrikel kanan, dan kemudian ke paru sehingga terjadi gagal
jantung kanan. Beberapa gejala yang mungkin timbul adalah: anak mudah
lelah, lemas, berkeringat, pernapasan menjadi cepat, napas pendek-pendek,

pertumbuhannya akan terganggu. Gejala ini dapat menyerupai gangguan


medis lain atau masalah jantung lainnya sehingga sering tidak terdiagnosis.(6)
b. Pemeriksaan Fisik
-

Anak tampak kurus, berat badan kurang dari persentil ke-10.

Pada auskultasi, bunyi jantung 2 (S2) terpisah lebar yang menetap


pada saat inspirasi maupun ekspirasi disertai bising ejeksi sistolik di
daerah pulmonal. Pada pirau dari kiri ke kanan besar dapat terdengar
bising mid-diastolik pada tepi kiri sternum bagian bawah.(6)

c. Pemeriksaan Penunjang
-

Elektrokardiografi : deviasi sumbu QRS ke kanan (+ 90 sampai 180),


hipertrofi ventrikel kanan, blok cabang berkas kanan (RBBB) dengan
pola rsR pada V1.

Foto Rontgen toraks: kardiomegali dengan pembesaran atrium kanan


dan ventrikel kanan. Arteri pulmonalis tampak menonjol disertai tanda
peningkatan vaskular paru.

Ekokardiografi dapat menentukan lokasi dan besarnya defek, dimensi


atrium kanan, ventrikel kanan dan dilatasi arteri pulmonalis. Dengan

Doppler berwarna dapat dilihat aliran/pirau.(6)


VI.2. Penatalaksanaan
Selama lebih dari 10 tahun telah terjadi perkembangan yang amat
drastis dan spektakuler di bidang kardiologi anak, yakni berkembangnya
kateterisasi jantung terapeutik di berbagai pusat jantung anak dunia.
Berbagai teknik dan alat diagnostik invasif dan non-invasif untuk
mengobati PJB telah ditemukan, seperti balloon valvuloplasty, balloon
atrial septostomy (BAS), stent, coil dan device closure untuk kelainan
jantung duktus arteriosus persisten (PDA), defek septum atrium (ASD), dan
defek septum ventrikel (VSD). Dapat dibayangkan pada masa dua dekade
lalu, seorang anak penderita PDA, ASD atau VSD untuk pengobatannya
tidak ada pilihan kecuali operasi, baik operasi jantung terbuka atau tertutup.

Diagram 1 : Algoritma Penatalaksanaan ASD


Namun, saat ini sebagian besar PJB tidak memerlukan prosedur
operasi lagi. Dengan prosedur seperti kateterisasi jantung biasa, suatu alat
(devices) dapat dipasang untuk menutup kebocoran (defek) tersebut dengan
tingkat keberhasilan yang dapat dikatakan sama dengan operasi jantung,
namun dengan risiko jauh lebih ringan. Penutupan ASD transkateter dapat
menggunakan ASO (Amplatzer Septal Occluder), Atrial Septal Defect
Occlusion (ASDOS), Button device, Agel Wings, Helex Occluder,
Starflex/Bard clamshell/cardioseal, dan transcateter patch closure.(6)

Gambar 2 : penutupan ASD dengan ASO


V. VENTRICLE SEPTAL DEFECT (VSD)
Ventricle Septal Defect (DSV) merupakan salah satu bentuk PJB yang
paling sering ditemukan ditandai adanya defek atau lubang pada
sekat/dinding yang memisahkan ventrikel kiri dan kanan. VSD merupakan
30% dari PJB yang ditemukan. Meskipun defek yang kecil dapat menutup
sendiri secara spontan, defek yang lebih besar biasanya menyebabkan gagal
jantung kiri dan hipertensi pulmonalis. Secara anatomis VSD diklasifikasikan
sesuai dengan letak defeknya, yaitu VSD perimembran, VSD muskular dan
VSD sub-arterial doubly committed.(6)
Arah pirau VSD dari kiri ke kanan. Beratnya VSD ditentukan oleh
ukuran defek dan resistensi pulmonar-vaskular. Makin berat pirau makin
kecil resistensi pulmonal-vaskular, hal ini disebut dependent shunt. Onset
gagal jantung kongestif biasanya tertunda sampai umur 6-8 minggu. Pada
VSD yang bekerja berlebihan adalah ventrikel kiri karena peningkatan
volume, hal ini mengakibatkan terjadinya dilatasi ventrikel kiri. Karena saat
terjadinya pirau adalah pada fase sistolik saat ventrikel kanan juga
berkontraksi maka darah dari ventrikel kiri melalui defek tanpa berhenti di
ventrikel kanan langsung menuju ke arteri pulmonal, sehingga tidak terjadi
dilatasi ventrikel kanan.(6)

Gambar 3 : Ventricle Septal Defect


V.1. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
VSD kecil umumnya menimbulkan gejala yang ringan, atau tanpa gejala
(asimtomatik). Anak tampak sehat. Pada VSD sedang dapat menimbulkan
gejala yang ringan berupa takipnea dan takikardia ringan. Bayi sering
mengalami kesulitan minum dan makan, dan sering mengalami ISPA.
Sedangkan pada VSD besar, gejala timbul setelah 3-4 minggu. Terlihat gejala
dan tanda gagal jantung kiri. Bayi mengalami takikardia, takipnea,
hepatomegali. Pasien tampak sesak, tidak biru, gagal tumbuh, banyak keringat
dan sering mengalami ISPA berulang.
b. Pemeriksaan Fisik
VSD kecil umumnya pasien dirujuk karena ditemukannya bising jantung
(murmur) secara kebetulan Pada auskultasi S1 dan S2 normal, teraba thrill,
bising pansistolik derajat IV/6 dengan punktum maksimum di interkostal 3-4
pada garis parasternal kiri. Pada VSD sedang ditemukan takipnea, retraksi
interkostal atau suprasternal. Pertambahan berat badan sangat lambat.
Ditemukan thrill. S1 dan S2 normal, ditemukan bising pansistolik intensitas
keras di interkostal 3-4 parasternalis kiri. Bising mid-diastolik sering
ditemukan di apeks. Sedangkan VSD berat ditemukan bising pansistolik akan
terdengar bernada rendah dan tidak terlokalisasi.(5, 6)

c. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi (EKG)
Pada VSD kecil, gambaran EKG normal. Pada VSD besar akan ditemukan
LVH atau BVH.
2. Foto Rontgen toraks
Tidak spesifik. Pada defek kecil, ukuran jantung normal dengan corakan
vaskular paru normal. Pada VSD sedang, terdapat kardiomegali dan
peningkatan corakan vaskular paru dan tampak penonjolan segmen
pulmonal. Pada VSD besar, terdapat kardiomegali, peningkatan corakan
vaskular paru dan pembesaran ventrikel kanan.
3. Ekokardiografi
Dengan pemeriksaan ekokardiografi 2-dimensi dan Doppler berwarna dapat
ditentukan besar defek, arah pirau, dimensi ruang jantung dan fungsi
ventrikel.
4. Kateterisasi jantung
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada VSD besar untuk menilai besarnya
pirau dari kiri ke kanan (QP/QS) dan tingginya resistensi vaskular paru agar
dapat ditentukan apakah masih bisa ditutup atau tidak.(6)
V.2. Penatalaksanaan
1. VSD kecil tanpa gejala tidak perlu terapi.
2. Pada gagal jantung diberikan diuretik misalnya furosemid 1-2
mg/kgBB/hari, vasodilator misalnya kaptopril 0,5 1 mg/kgBB/kali tiap 8
jam. Kalau perlu dapat ditambahkan digoksin 0,01 mg/kg/hari. Pemberian
makanan berkalori tinggi dilakukan dengan frekuensi sering secara
oral/enteral (melalui NGT). Anemia diperbaiki dengan preparat besi.
3. Menjaga kebersihan mulut dan pemberian antibiotik profilaksis terhadap
infeksi endokarditis.
4.Penutupan

VSD

dapat

dikerjakan

dengan

intervensi

non-bedah

menggunakan Amplatzer VSD occluder atau dengan tindakan bedah.(6)

Diagram 2 : Algoritma tata laksana VSD


V.3. Prognosis
Penderita VSD kecil biasanya tanpa gejala. Diduga 70% kelainan ini akan
menutup spontan. Pada defek yang besardilakukan penanganan medik untuk
menghindari timbulnya hipertensi pulmonal, dan beberapa kemungkinan
komplikasi yang mengganggu tumbuh kembang anak. Faktor faktor yang
dipikirkan dalam pengambilan keputusan menunggu ada tidaknya penutupan VSD
secara spontan :
1. Umur penderita
2. Lokasi defek
3. Mortalitas dan pembedahan
4. Defel multipel
5. Penyebab-penyebab diluar jantung(5)
VI.

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)


PDA merupakan PJB non-sianotik yang relatif sering ditemukan. Secara
embriologis selama dalam kehidupan intrauterin semua janin memiliki
pembuluh darah ini, namun pada bayi normal pembuluh darah ini akan

10

menutup secara spontan umumnya dalam waktu 24 jam sampai 7 hari setelah
lahir.(5, 6)
Penutupan duktus arteriosus terjadi dalam dua fase, yaitu fase pertama,
terjadi konstriksi otot pada duktus tersebut beberapa jam setelah lahir
dikarenakan menurunnya kadar prostaglandin dan meningkatnya kadar
oksigen dalam darah sesaat setelah lahir. Fase kedua, dilanjutkan dengan
involusi tunika intima dan pelipatan tunika media duktus yang terjadi
beberapa hari atau minggu setelah lahir sehingga terjadi penutupan anatomi
duktus. Duktus arteriosus persisten (PDA) masih mungkin normal pada bayi
baru lahir karena biasanya duktus arteriosus akan menutup secara spontan
pada hari keempat. Penyebab pasti PDA hingga kini masih belum diketahui.
Tidak terjadinya penutupan duktus arteriosus dapat mengakibatkan gangguan
hemodinamik yang cukup signifikan karena meningkatkan beban volume di
jantung kiri yang dikhawatirkan akan mengakibatkan gagal jantung. Insiden
PDA merupakan 2% - 15% kasus PJB.(5, 6, 8)

Gambar 4 : Patent Ductus Arteriosus


VI.1. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
Gambaran klinis pada PDA tergantung besarnya pintasan dari kiri ke
kanan. Bila ukuran defeknya kecil, umumnya asimtomatik, dan bila
ukuran defek besar biasanya terdapat gejala gagal jantung kiri berupa

11

sesak napas, sulit minum, berat badan sulit naik, ISPA berulang,
ateletaksis, dan tanda gagal jantung kongestif lanjut.(5, 6)
b. Pemeriksaan fisik
PDA kecil tidak terdapat gejala, biasanya laju nadi dan tekanan darah
normal, pada auskultasi terdengar bising kontinyu di sela iga 2 -3
parasternal kiri yang menjalar ke bawah klavikula kiri. Pada PDA sedang,
gejala terlihat pada umur 25 bulan, yaitu : masalah minum; ISPA
berulang; namun berat badan normal. Pada PDA besar, gejalanya:
takikardi dan dispnea sejak minggu pertama lahir. Sering dijumpai
hiperaktifitas prekordium, thrill sistolik pada bagian kiri atas tepi sternum,
dan tekanan nadi lebar dan kuat.(6)
c. Pemeriksaan penunjang
1. EKG: pada PAD kecil dan sedang, EKG dapat normal atau
menunjukkan tanda hipertrofi ventrikel kiri (left ventricle hypertrophy
= LVH), sedangkan pada DAP besar dapat menunjukkan tanda LVH
atau hipertrofi kedua ventrikel kiri dan kanan (biventricular
hypertrophy = BVH).
2. Foto Rontgen Thoraks : pada PDA kecil, foto thoraks masih normal,
sedangkan pada PDA sedang sampa besar akan tampak kardiomegali,
pembesaran atrium kiri, ventrikel kiri dan aorta asendens, serta
gambaran peningkatan vascular paru.
3. Ekokardiografi : dapat mengukur besar duktus, dimensi atrium kiri dan
ventrikel kiri. Makin besar pirau, makin besar dimensi atrium kiri dan
ventrikel kiri.(6)
VI.2. Penatalaksanaan
1. Pada neonatus kurang bulan atau cukup bulan dapat diberi Indometasin,
dosis 0,2 mg/kgBB pada hari pertama, selanjutnya 0,1 mg/kg mulai hari ke2 sampai hari ke-7. Dosis ibuprofen adalah 10 mg/kg pada hari pertama,
selanjutnya 5 mg/kg pada hari ke-2 dan ke-3. Efek obat akan optimal bila
pemberian dilakukan sebelum usia 10 hari.

12

2. PDA sedang dan besar disertai gagal jantung, diberi diuretik, kalau perlu
ditambah digitalis atau inotropik yang sesuai. Pada neonatus dan bayi
dengan berat badan kurang dari 6 kg, bila gagal jantung tidak teratasi dengan
medikamentosa, dianjurkan operasi ligasi. Pada bayi dengan berat badan
lebih atau sama dengan 6 kg dan anak ataupun dewasa, PAD dapat ditutup
dengan memasang alat transkateter.
3. Walaupun PDA kecil dan tidak memberikan keluhan, tetap harus ditutup baik
secara bedah ataupun non bedah dengan memasang alat karena mudah
terjadi endokarditis infektif.
4. Pada PDA yang besar dengan hipertensi pulmonal yang sudah lanjut
sehingga terjadi aliran pirau dari kanan ke kiri dan sudah terjadi penyakit
vaskular paru, maka PDA tidak dianjurkan ditutup.
5. Profilaksis terhadap endokarditis bakterial subakut perlu diberikan bila ada
tindakan seperti cabut gigi, sirkumsisi atau tindakan bedah minor lainnya. (6)

Diagram 3 : Algoritma tata laksana PDA


VI.3. Prognosis
Pada penderita yang tidak bergejala, prognosisnya baik tapi masih
mungkin terjadi endokarditis infektif. Dapat terjadi gaggal jantung, yang

13

mungkin terjadi diatas 20 tahun. Angka harapan hidup menurun pada duktus
dengan ukuran besar.(5)
VII.

AORTIC STENOSIS
Aorta stenosis adalah Penyempitan pada jalur keluar pada ventrikel kiri
pada katup aorta ataupun pada area diatas maupun dibawah katup aorta.
Penyempitan pada katupnya adalah bentuk yang paling umum dan berupa
cacat bawaan dengan prevalensi AS 5-6% dari pasien PJB. Patologi stenosis
pada katup aorta bervariasi, yang paling sering adalah katup bicuspid dengan
bervariasi dari segi ketebalan dan bentuk kubahnya. Displasia pada katup aorta
dengan atau tanpa hipoplasia dari cincin katup dapat ditemukan pada neonates
dan bayi. Stenosis aorta ini akan menyebabkan perbedaan tekanan antara
ventrikel kiri dengan aorta.(5)

Gambar 5 : Aortic stenosis


VII.1. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
AS pada anak biasanya asimptomatik, biasanya didapatkan secara
kebetulan pada pemeriksaan fisik. Namun gejala yang dapat ditemukan
berupa dipsnea, mudah lelah, nyeri dada, dan kadang-kadang ada sinkop.
Pada neonatus atau bayi dapat ditemukan dipsneu dan tanda-tanda gagal
jantung.
b. Pemeriksaan fisik

14

Bunyi jantung basanya normal. Bunyi jantung edua juga normal kecuali
pada stenosis aorta yang parah. Bunyi klik ejeksi sistolik terdengar baik di
apex, batas tengah kiri dan kanan atas, serta tidak ada perbedaan dengan
respirasi. Intensitas murmur ejeksi sistolik grade II-V/VI biasanya
terdengar baik pada batas kanan atas sternum sampai arteri karotis. Dapat
ditemukan thrill pada batas sternum kanan atas dan/atau pada suprasternal.
Pulsasi arteri biasanya normal.
c. Pemeriksaan penunjang
1. Foto rontgen thoraks menunjukkan ukuran jantung normal, dilatasi
aorta ascendens, dan dilatasi pascca-stenosis. Pada neonatus dengan
gagal jantung yang parah dapat terlihat pada foto rontgen.
2. Elektrokardiografi menunjukkan gelombang T terbalik pada lead dada
kiri pada stenosis yang parah.
3. Ekokardiografi menunjukkan penebalan dan kubah dari katup aorta.(5)
VII.2. Penatalaksanaan
Pada AS yang ringan, profilaksis endokarditis bakterial subakut dan
follow up periodik diperlukan. Pembatasan terhadap olahraga yang
kompetitif juga harus dibatasi. Indikasi untuk intervensi pada AS adalah jarak
puncak ke puncak gradient >50 mmHg baik dengan gejala atau perubahan
gelombang ST-T pada EKG; atau puncak gradient >70mmHg terlepas dari
gelaja atau perubahan EKG. Tindakan bedah commissurotomi masih
merupakan pengobatan pilihan sampai saat ini. Selain itu juga terdapat ballon
aortic valvuloplasty.(5)
VII.3. Prognosis
-

Resiko endokarditis meningkat


Obstruksi terus berlanjut.(5)

VIII. PULMONAL STENOSIS (PS)


Stenosis pulmonal menunjukkan adanya obstruksi pada jalan keluar
ventrikel kanan atau arteri Pulmonalis atau cabangnya yang disebut stenosis
pulmonal perifer. Stenosis pulmonal ini dapat merupakan kelainan tersendiri

15

(stenosis pulmonal murni) atau bagian dari kelainan lain seperti tetralogy of
Fallot, tranposisi arteri besar, ventrikel kanan dengan jalan keluar ganda.
Berdasarkan letaknya stenosis pulmonal dapat dibagi menjadi dibawah katup
yaitu di infundibulum ( stenosis subvalvular atauinfundibular), pada katup
(valvular), dan diatas katup (supravalvular). PS prevalensi 7,5-9,0 % dari
semua PJB. Pada pulmonalis stenosis dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel
kanan dan dilatasi arteri pulmonalis.(5)

Gambar 6 : Pulmonary stenosis


VIII.1. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
Pada stenosis pulmonal murni sering tidak memperlihatkan gejala
meskipun stenosis berat. Biasanya seperti anak sehat, tumbuh kembang
normal, tampak bergizi baik dengan wajah moon face. Toleransi latihan
normal. Tidak terdapat infeksi saluran nafas yang berulang.(5)
b. Pemeriksaan fisik
- Palpasi : pada stenosis sedang atau berat teraba getaran bising di sela
-

iga ke 2 tepi kiri sternum


Bunyi jantung I normal diikuti klik ejeksi, yang menandakan daun

katup masih cukup leluasa bergerak.


Klik terdengar di sela iga II parasternal kiri dan terdengar lebih keras
saat ekspirasi. Bila klik tidak terdengar lagi menunjukkan katup
pulmonal displastik atau tidak leluasa bergerak

16

Bunyi jantung II terdengar split yang makinm melebar dengan

bertambah beratnya stenosis


Komponen pulmonal bunyi jantung II (P2) terdengar lemah. Bila

obstruksi sangat berat maka bunyi jantung II terdengar tunggal


Bising sistolik kasar derajat 3/6, punctum maksimum di sela iga II
parasternal kiri dan menjalar ke sepanjang garis sternum kiri dan
apeks. Pada stenosis pulmonal murni makin berat stenosis makin keras

derajat bisingnya.(5)
c. Pemeriksaan penunjang
1. Foto rontgen menunjukkan dilatasi pasca stenosis pada arteri
pulmonalis pada tipe valvular. Pada stenosis pulmonal murni
vaskularisasi paru normal. Pada ToF, vaskularisasi paru menurun.
2. Elektrokardiografi menunjukkan deviasi sumbu QRS ke kanan dengan
hipertrofi ventrikel kanan. Gelombang R tinggi dan gelimbang S dalam
di V5 dan V6. Dilatasi atrium kanan ( P pulmonal)
3. Ekokardiografi menunjukkan pelebaran ventrikel kanan dengan atau
tanpa pelebaran atrium kanan, dooming katup pulmonal ( berbentuk
seperti kubah), dan displasia katup pulmonal serta dilatasi pasca
stenosis.(5)
VIII.2. Penatalaksanaan
1. Pada stenosis pulmonal ringan : tidak perlu tindakan apapun,
pemantauan
2.

secara

berkala

meliputi

pemeriksaan

fisik,

EKG,

ekokardiografi.
Pada stenosis pulmonal sedang sampai berat dilakukan baloon

pulminary vavulotomy
3.
Pencegahan terhadap endokarditis infektif.(5)
VIII.3. Prognosis
Stenosis valvular dapat menjadi berat karena bertambahnya umur.(5)
IX.
COARTASIO AORTA
Koartasio aorta adalah obstruksi pada aorta akibat penyempitan aorta
yang sebagian terletak di distal percabangan arteri subcavia sinistra. Lokasi
koatasio hampir selalu ditempat masuknya duktus arteriosus. Prevalensi
coartasio aorta ditemukan antara 5-8% dari PJB.
Tipe penyempitan difusi ismus aorta merupakan akibat hipolpasia arkus
aorta Iv ventrikel kir. Hipoplasia ini dapat disertai kelainan kelianan
intrakardial lainnya seperti septum defek ventrikel , stenosis katup aorta,
17

defek sekat ventrikel.pada tipe deskretpenyempitana banyak terjadi pada


sambungan antara duktus arteriosus dengan aorta. Tipe ini jarang ditemukan
beserta dengan kelainan intrakardial lainnnya.
Pada kehidupan intrauterin, aliran darah janin yang melalui aorta
descenden sebagian besar dipasok oleh darah dari ventrikel kanan melalui
duktus arteriosus. Sementara itu, aliran darah dari ventrikel kiri menyuplai ke
aorta ascenden dan cabang-cabangnya. Bila terdapat koartasio aorta yang
cukup berat masih bisa terkompensasi oleh ventrikel kanan melalui duktus
arteriosus. Setelah bayi lahir akan terjadi penutupan duktus, sehingga
menyebabkan ventrikel kiri tidak dapat mengkompensasi. Kegagalan ventrikel
kiri akan menyebabkan hipertensi atrium kiri yang diikuti hipertensi pulmonal.
Hipertensi pulmonal akan menyebabkan beban kerja ventrikel kanan
bertambah berat sehingga menyebabkan gagal jantung kongestif.
Pada koartasio aorta yang rinagn, beban ventrikel kiri akan meningkat
secara bertahap sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kiri. Kejadian ini akan
dikompensasi dengan pembentukan pembuluh darah kolateral untuk
menyuplai darah ke bagian tubuh bagian bawah. Anak tampak asimtomatik
sampai terjadi hipertensi atau komplikasi lainnya. Bila terjadi gagal jantung
kongestif, sistem saraf simpatis akan terpacu shingga terjadi peningkatan
denyut nadi dan tekanan darah.(5)

Gambar 7 : Coartasio aorta

18

XI.1. Penegakan diagnosis


a. Anamnesis
Pada tipe penyempitan ismus aorta pada minggu-minggu pertama
tampak bayi anak malas minum, takipneu, letargi, berkembang progresif
ke arah gagal jantung kongestif. Pada tipe diskret biasanya tanpa gejala
karena pembentukan pembuluh darah koleteral. Dengan bertambahnya,
koartasio menjadi relatif lebih sempit sehingga anak mengeluh lemah,
sakit dada, sakit kepala, dan claudicatio intermiten. (5)
b. Pemeriksaan Fisik
1. Pada tipe penyempitan ismus aorta :
- Bayi takikardia dan takipneu
- Perbedaan tekanan darah antara ekstremitas atas dan bawah
(ekstremitas atas lebih tinggi dari bawah) serta penurunan atau tidak
terabanya denyut nadi pada ekstremitas bawah.
Bising ejeksi sistolik pada infraklavikula dan dibawah skapula kiri.
2. Pada tipe diskret
- Hipertensi pada ekstremitas atas, pengukuran tensi sebaiknya pada
-

kekempat ekstremitas. Bila koartasio aorta terdapat pada atau


proksimal percabangan a. subklavia, tekanan darah pada lengan kiri
akan lebih rendah daripada lengan kanan.
- Bising pada daerah infraklavikula dan skapula kiri.(5)
c. Pemeriksaan penunjang
1. Elektrokardiografi
- Pada bayi dan neonatus : hipertrofi ventrikel kanan : rR dan R
-

tinggi pada V1-V2 serta S yang dalam di V5-V6


Pada anak 1 tahun dapat normal atau hipertrofi ventrikel kiri :
meningginya R pada V5-V6, depresi ST pada V5-V6 serta S yang

dalam di V1-V2
2. Foto Thorax
Dua penanda koartasio aorta adalah lesi pada tepi bawah kosta ( rib
notching) dan gambaran angka 3 ( figure 3 sign) pada bagian
proksimal aorta descenden. Rib notching terjadi karena kompresi
tulang iga akibat arteri kolateral posterior yang berdilatasi, berlekuklekuk dan berdenyut. Gambaran angka 3 menunjukkan koartasio.
3. Ekokardiografi

19

Pandangan suprasternal melihat arkus aorta untuk evaluasi arkus


aorta transversa, ismus dan menilai keparahan koartasio. Doppler

berguna untuk menggambarkan lebar aliran pancar.


Pada ekokardiografi 2 dimensi tampak adanya penyempitan lumen

aorta di diistal percabangan a. subklavia sinistra.(5)


XI.2. Penatalaksanaan
1. Terapi dini : atasi gagal jantung dengan diuretik, digoksin, prostaglandin
E1. Bila penderita stabil disarankan terapi bedah
2. Terapi mulai lambat : atasi hipertensi
3. Terapi pembedahan : dilakukan jika keluhan berat, tekanan darah lengan
lebih tinggi 30 mmHg dari normal, hipertrofi ventrikel kiri,
kardiomegali, notching rib. Macam teknik pembedahan : end to end
anastomosis, patch aortoplasty, left subclevian flap aortoplasty.(5)
XI.3. Prognosis
Pada asimptomatis memiliki prognosis lebih baik. Pada anak yang tidak
terkoreksi angka harapan hidup sekitar sekitar 35 tahun.(5)
DAFTAR PUSTAKA
1. Roebiono DPS. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Bagian
Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI, Pusat Jantung Nasional Harapan
Kita, Jakarta. 2011.
2. Djer MM, Madiyono B. Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Sari Pediatri.
2000;2(3):155-62.
3. Hariyanto D. Profil Penyakit Jantung Bawaan di Instalasi Rawat Inap Anak
RSUP Dr.M.Djamil Padang Januari 2008 Februari 2011. Sari Pediatri.
2012;14(3):152-7.
4. Penyakit Jantung Bawaan. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2010.
5. Rao PS. Congenital Heart Defects A Review. In: Rao PS, editor. Congenital
Heart Disease-Selected Aspect. USA: InTech; 2012.
6. Indonesia HTA. Penatalaksanaan Penyakit Jantung Bawaan Tanpa Bedah. In:
RI D, editor. Jakarta2007.
7. Editors. Congenital Heart Surgery Handout.

Congenital Heart Surgery

Handout. USA: Pediatric Cardiovascular Team; 2012.


8. Rao PS. Diagnosis and Management of Acyanotic Heart Disease: Part II Left-to-right Shunt Lesions. Indian Journal of Pediatrics. 2005;72(7):503-12.

20

21

Anda mungkin juga menyukai