Disusun oleh :
Jondra Widodo.S,Ked
(10711142)
Pembimbing :
Dr, Khayati. Sp.PD
UNIVERSITAS
ISLAM
INDONESIA
FAKULTAS
KEDOKTERAN
Nama Dokter Muda
NIM
Tanggal Ujian
Rumah sakit
Gelombang Periode
Tanda Tangan
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny.R
Jenis kelamin
: perempuan
Umur
: 58 Th
Alamat
KELUHAN SISTEM :
Sistem Cerebrospinal : demam -, pusing +
Sistem Kardiovaskular : berdebar-debar +, nyeri dada Sistem Respirasi : sesak +, batuk -, pilek -
RPK :
-
Tekanan darah
: 145/100 mmhg
Suhu tubuh
: 36,7
: 106x/m reguler
Frekuensi nafas
: 24x/m
Kesadaran
: composmentis,
Tinggi badan
: 150
Berat badan
: 45
Status gizi
B. PEMERIKSAAN KEPALA :
Mata : ca -/-, si -/Bibir : sianosis -/-, pucat -/C. PEMERIKSAAN LEHER
GCS : 4,5,6
Inspeksi : Simetris (+), massa (-), jaringan parut (-), kemerahan (-)
Palpasi : Pembesaran limfonodi (-), massa (-), nyeri tekan (-), thrill (-)
Pemeriksaan trakea : deviasi (-)
Pemeriksaan kelenjar tiroid :
I : Benjolan (-)
P : Massa (-), nyeri tekan (-)
A : Bruit (-)
Auskultasi :
a. auskultasi jantung
S1-S2 reg, Murmur (-), gallop b. auskultasi paru
SDV +/+, whezzing -/-, rbk -/-, rbh -/BATAS HEPAR : batas hepar lobus kanan pada sic 5 line midclavikula
F. PEMERIKSAAN ABDOMEN :
Inspeksi
: sikatrik (-), sitrae (-), pelebaran vena (-), caput medusa (-),
kemerahan
simetris kanan dan kiri (+), dinding perut lebih rendah daripada dinding
dada (+), dinding perut datar (+), pulsasi aorta ABD (+).
Auskultasi : BU (+) 8x/m, bising aorta abd (-), thirll (-)
Perkusi
Orientasi regio abdomen : timpani diseluruh dinding perut
Hepar : batas atas dan bawah redup lobus kanan 8 cm
batas atas dan bawah redup lobus kiri 6 cm
lien : pada saat inspirasi perkusi timpani (+) spelnomegali (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+), nyeri tekan lepas (-),defansmuskular (-), undulasi
(-), redup berpindah (-/-),
Pemeriksaan ren
- akral hangat +/
SKOR
TANDA
ADA
Sesak nafas
Palpitasi
Mudah lelah
Senang hawa panas
+1
+2
+2
5
Pembesaran tiroid
Bruit pada tiroid
Eksophtalmus
Retraksi palpebra
+3
+2
+2
+2
+5
Palpebra terlambat
+4
Keringat berlebihan
+3
Hiperkinesis
+2
Gugup
+2
+3
3
3
+1
Telapak tangan
lembab
Nadi < 80x/menit
Nadi > 90x/menit
Fibrilasi atrial
+1
3
+3
+4
Interpretasi Hasil :
a. < 11 = eutiroid
b. 11-18 = normal
c. > 19 = hipertiroid
Pada pasien diatas total skor indeks wayne = 23-5 : 20 hipertiroid
V. RESUME PEMERIKSAAN PENUNJANG :
a. Darah Rutin :
HB : 9,6 g/dl
AL : 6.600
HMT : 39 vol %
AE : 4.800,000
AT : 174.000
GDS : 111 mg/dl
Ureum : 32
Creatinin : 0,47
b. fungsi tiroid :
TSH : 0,05 IU/ml
FT4 : 62,1 pmol/L
c. pemeriksan EKG : HR 134x/m Sinus takikardi.
TIDAK
ADA
3
2
VI.
Berdebar-debar
Berkeringaan
Demam
Pusing
Lemas
HHD
VIII. RENCANA
A. TINDAKAN TERAPI :
FARMAKOLOGI
-
Propanolol 2x5 mg
PTU 3x100mg
Monekto 2x1
Darah rutin
Fungsi tiroid
Ekg
Rotngen toraks
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM BERDARAH DENGUE
A. DEFINISI
Hipertiroid adalah suatu gangguan dimana kelenjar tiroid memproduksi lebih
banyak hormon tiroid yang dibutuhkan oleh tubuh. Kadang-kadang disebut juga
tirotoksikosis. 1% populasi di Amerika memiliki resiko untuk menderita hipertiroid.
Wanita lebih banyak mengalami kejadian ini dibandingkan dengan pria (Suhendro,
Nainggolan, Chen, 2006).
Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidsme.
Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam
sirkulasi. Hipertiroidsme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid
yang hiperkatif. Apapun sebabnya manifestasi kliniknya sama, karena efek ini
disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T4-inti yang makin penuh.
B. ETIOLOGI
1. Penyakit Grave PADA WANITA MUDA
Pada penyakit grave sistem imun membuat antibodi yang disebut thyroid
stimulating immunoglobulin (TSI), dimana memiliki struktur yang hampir sama
dengan TSH dan menyebabkan peningkatan hormon tiroid yang lebih banyak dalam
tubuh.
2. Nodul Tiroid DIFUSA SSERING TERJADI PADA WANITA TUA
Nodul tiroid yang dikenal juga sebagai adenoma adalah benjolan yang
terdapat pada tiroid. Nodul tiroid umumnya bukan suatu keganasan. 3 -7% populasi
memiliki resiko terjadinya nodul tiroid. Nodul dapat menjadi hipereaktif dan
menghasilkan banyak hormon tiroid. Suatu nodul yang hiperaktif disebut adenoma
toksik dan apabila melibatkan banyak nodul yang mengalami hiperaktif disebut
sebagai goiter multinodular toksik. Meskipun jarang ditemukan pada orang dewasa
goiter multinodular toksik dapat memproduksi lebih banyak hormon tiroid.
3. Tiroiditis
Beberapa jenis tiroiditis dapat menyebabkan hipertiroidisme. Tiroiditis tidak
menyebabkan tiroid untuk menghasilkan hormon berlebihan. Sebaliknya, hal itu
menyebabkan hormon tiroid yang disimpan, bocor keluar dari kelenjar yang
meradang dan meningkatkan kadar hormon dalam darah.
a. Tiroiditis subakut
Kondisi ini berkembang akibat adanya inflamasi pada kelenjar tiroid yang
dapat diakibatkan dari infeksi virus atau bakteri.
b. Tiroiditis postpartum
Tiroiditis post partum diyakini kondisi autoimun dan menyebabkan
hipertiroidisme yang biasanya berlangsung selama 1 sampai2 bulan. Kondisi
ini akan terulang kembali dengan kehamilan berikutnya.
c. Tiroiditis silent
Jenis tiroiditis disebut "silent" karena tidak menimbulkan rasa sakit, seperti
tiroiditis post partum, meskipun tiroid dapat membesar. Seperti tiroiditis
post partum, tiroiditis silent mungkin suatukondisi autoimun.
4. Penggunaan Yodium
Kelenjar tiroid menggunakan yodium untuk membuat hormon tiroid,
sehingga jumlah yodium yang dikonsumsi berpengaruh pada jumlah hormon tiroid
yang dihasilkan. Pada beberapa orang, mengkonsumsi sejumlah besar yodium dapat
menyebabkan tiroid untuk membuat hormon tiroid berlebihan. Kadang-kadang
jumlah yodiumyang berlebihan terkandung dalam obat - seperti amiodarone, yang
digunakan untuk mengobati masalah jantung. Beberapa obat batuk juga
mengandung banyak yodium.
5. Medikasi berlebihan dengan hormon tiroid
Beberapa orang yang menderita hipotiroid akan mengkonsumsi hormon
tiroid lebih banyak, yang terkadang akan menyebabkan kelebihan hormon tiroid
dalam tubuh. Selain itu, beberapa obat juga dapat meningkatkan sekresi hormon
tiroid. Oleh sebab itu, penggunaan obat-obat haruslah dengan konsultasi pada
tenaga kesehatan.
C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala Serta Tanda Hipertiroidisme
Sistem
Sistem
Umum
Labil.
Iritabel,
tremor,
psikosis,
nervositas, paralisis
periodik dispneu
Gastrointestinal
hipertensi,
palpitasi,
jantung
Muskular
Rasa lemah
Limfositosis,
anemia,
splenomegali, leher
aritmia,
gagal
membesar
Genitourinaria
Oligomenorea,
Skelet
amenorea,
libido
turun,
infertil,
ginekomastia
Kulit
Rambut
rontok,
berkeringat,
kulit
basah, silky hair dan
onikolisis
Osteoporosis,
epifisis
cepat
menutup dan nyeri
tulang
D. DIAGNOSA
Diagnosis suatu penyakit hampir pasti diawali oleh kecurigaan klinis. Untuk ini
telah dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik teliti. Kemudian diteruskan dengen pemeriksaan penunjang untuk
konfirmasi diagnosis anatomis, status tiroid dan etiologi.
Untuk fungsi tiroid diperiksa kadar hormon beredar TT4, TT3 (T-total) (dalam
keadaan tertentu sebaiknya fT4 dan fT3 dan TSH, ekskresi yodium urin, kadar
tiroglobulin, uji tangkap, sintigrafi dan kadang dibutuhkan pula FNA (fine needle
aspiration biopsy), antibodi tiroid (ATPO-Ab, Atg-Ab), TSI. Tidak semua diperlukan.
Untuk fase awal penentuan diagnosis, perlu T4 (T3) dan TSH, namun pada pemantauan
cukup diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tetap tersupresi padahal keadaan membaik. Hal
ini karena supresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh hormon tiroid sehingga lamban putih
(lazy pituitary). Untuk memeriksa mata disamping klinis digunakan alat eksoftalmeter
Herthl. Karena hormon tiroid berpengaruh terhadap semua sel/organ maka tanda kliniknya
ditemukan pada semua organ kita.
Pada kelompok usia lanjut dan tanda tanda tidak sejelas pada usia muda, malahan
dalam beberapa hal sangat berbeda. Perbedaan ini antara lain dalam hal : a). Berat bedan
menurun mencolok (usia muda 20% justru naik) b). Nafsu makan menurun, mual,
muntah dan sakit perut c). Fibrilasi atrium, payah jantung, blok jantung sering
merupakan gejala awal dari occult hyperthyroidism, takiartmia d). Lebih jarang
dijumpai takikardia (40%) e). Eye signs tidak nyata atau tidak ada f) bukannya gelisah
justru apatis (memberi gambaran masked hyperthyroidsm dan apathetic form).
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-
Laboratorium : TSHs, T4 atau fT4, T3 atau fT3, TSH Rab, kadar leukosit (bila
timbul infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid)
F. DIAGNOSA BANDING
DIAGNOSIS BANDING
-
H. PENATALAKSANAAN :
Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal antara lain berat ringannya tirotoksikosis,
usia pasien, besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid dan respon atau reaksi
terhadapnya serta penyakit lain yang menyertainya.
OBAT ANTITIROID :
a. Golongan Tionamid
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil
dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama
metimazol dan karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru beredar ialah tiamazol
yang isinya sama dengan metimazol.
Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. Mekanisme aksi
intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis hormon tiroid T-3 dan T-4,
dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi iodium, menghambat coupling
iodotirosin, mengubah struktur molekul tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin.
Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yang utama ialah menghambat konversi T-4
menjadi T-3 di jaringan perifer (hanya PTU, tidak pada metimazol). Atas dasar kemampuan
menghambat konversi T-4 ke T-3 ini, PTU lebih dipilih dalam pengobatan krisis tiroid yang
memerlukan penurunan segera hormon tiroid di perifer. Sedangkan kelebihan metimazol
adalah efek penghambatan biosintesis hormon lebih panjang dibanding PTU, sehingga
dapat diberikan sebagai dosis tunggal.
Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan jangka waktu
pengobatan yang optimal dengan OAT. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa obatobat anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan sampai terjadi remisi spontan, yang
biasanya dapat berlangsung selama 6 bulan sampai 15 tahun setelah pengobatan.
Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka pemberian obat-obat antitiroid biasanya
diawali dengan dosis tinggi. Bila telah terjadi keadaan eutiroid secara klinis, diberikan
dosis pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal pagi hari).
Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-150 mg setiap 6
jam. Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-200 mg , 1 atau 2 kali sehari.
Propylthiouracil
mempunyai
kelebihan
dibandingkan
methimazole
karena
dapat
menghambat konversi T4 menjadi T3, sehingga efektif dalam penurunan kadar hormon
secara cepat pada fase akut dari penyakit Graves.
Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan dosis
tunggal sekali sehari. Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg setiap pagi selama
1-2 bulan, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5 20 mg perhari. (2)
Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung pada
beratnya tampilan klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai dengan 3x100-200 mg/hari
dan metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi untuk 3-6 minggu
pertama. Setelah periode ini dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis
dan biokimia. Apabila respons pengobatan baik, dosis dapat diturunkan sampai dosis
terkecil PTU 50mg/hari dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat
mempertahankan keadaan klinis eutiroid dan kadar T-4 bebas dalam batas normal. Bila
dengan dosis awal belum memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di
mengobati keratitis. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan menghentikan merokok,
menghindari cahaya yang sangat terang dan debu, penggunaan kacamata gelap dan tidur
dengan posisi kepala ditinggikan untuk mengurangi edema periorbital. Hipertiroidisme
sendiri harus diobati dengan adekuat. Obat-obat yang mempunyai khasiat imunosupresi
dapat digunakan seperti kortikosteroid dan siklosporin, disamping OAT sendiri dan hormon
tiroid. Tindakan lainnya adalah radioterapi dan pembedahan rehabilitatif seperti
dekompresi orbita, operasi otot ekstraokuler dan operasi kelopak mata.
Yang menjadi masalah di klinik adalah bila oftalmopati ditemukan pada pasien yang
eutiroid; pada keadaan ini pemeriksaan antibody anti-TPO atau antibody antireseptor TSH
dalam serum dapat membantu memastikan diagnosis. Pemeriksaan CT scan atau MRI
digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab kelainan orbita lainnya.
PENGOBATAN KRISIS TIROID
PENEBAB INFEKSI (KU:PENKES, HIPERTERMI, TAKIKARDI)
Pengobatan krisis tiroid meliputi pengobatan terhadap hipertiroidisme (menghambat
produksi hormon, menghambat pelepasan hormon dan menghambat konversi T4 menjadi
T3, pemberian kortikosteroid, penyekat beta dan plasmafaresis), normalisasi dekompensasi
homeostatic (koreksi cairan, elektrolit dan kalori) dan mengatasi faktor pemicu.
PENYAKIT GRAVE PADA KEHAMILAN
Wanita pasien penyakit Graves sebaiknya tidak hamil dahulu sampai keadaan
hipertiroidisme-nya diobati dengan adekuat, karena angka kematian janin pada
hipertiroidisme yang tidak diobati tinggi. Bila ternyata hamil juga dengan status
eutiroidisme yang belum tercapai, perlu diberikan obat antitiroid dengan dosis terendah
yang dapat mencapai kadar FT-4 pada kisaran angka normal tinggi atau tepat di atas normal
tinggi. PTU lebih dipilih dibanding metimazol pada wanita hamil dengan hipertiroidisme,
karena alirannya ke janin melalui plasenta lebih sedikit, dan tidak ada efek teratogenik.
Kombinasi terapi dengan tiroksin tidak dianjurkan, karena akan memerlukan dosis obat
antitiroid lebih tinggi, di samping karena sebagian tiroksin akan masuk ke janin, yang dapat
menyebabkan hipotiroidisme.
Evaluasi klinis dan biokimia perlu dilakukan lebih ketat, terutama pada trimester
ketiga. Pada periode tersebut, kadang-kadang - dengan mekanisme yang belum diketahuiterdapat penurunan kadar TSHR-Ab dan peningkatan kadar thyrotropin receptor antibody,
sehingga menghasilkan keadaan remisi spontan, dan dengan demikian obat antirioid dapat
dihentikan. Wanita melahirkan yang masih memerlukan obat antiroid, tetap dapat menyusui
bayinya dengan aman.
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Richard. Anatomi Klinik. Penerbit Buku Kedokteran.Jakarta. 2006
2. Djokomoeljanto,R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Kelenjar Tiroid,
Hipitiroidisme dan Hipertiroidsme. Pusat Penerbit FKUI. Jakarta. 2006
3. Ereschenko, V. Atlas Histologi di Fiore. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta .
2003.
4. Sherwood, L .Fisiologi Manusia. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.2001
5. Rani, A. Panduan Pelayanan Medik. Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta.
2009
6. American Thyroid Association. Hyperthyroidsm. 2012; 1-4