Kawan, seberat apapun kondisi yang kau hadapi saat ini, tetaplah setia pada
impian-impian besarmu.. Karena impian-impianmu itu, juga sedang setia
menantimu di depan sana.. di depan setiap rintangan dan ujian yang harus
kau lewati lebih dulu dan impianmu itu juga percaya, Bahwa kau sanggup
melewatinya
(Sabana)
Pria ini belum juga puas dan tetap ingin melanjutkan pernyataannya,
namun moderator diskusi langsung menyela, mencoba menghentikan. Ia pun
semakin lantang memprotes ketidakadilan tersebut, Lihat, Shimon Peres
diberikan waktu 25 menit untuk berbicara, sedangkan saya hanya 12
menit!. Ia lalu meminta waktu satu menit lagi dan diperbolehkan. Tapi si
moderator malah terus menginterupsinya. Maka dengan sangat Gagah dan
ksatria, ia berdiri dan segera memutuskan walk-out dari forum itu. Tepuk
tanganpun membahana. Dan kebenaran pun menunjukkan lantang
keberaniannya.. hingga dunia terbelalak, dan musuh-musuh islam mulai
gemetar.
Tak puas dengan melihat tayangan itu, kucari lagi video lain tentang
sambutan rakyat Turki sepulangnya ia dari Davos, Swiss. Aku
menemukannya, dan kali ini, mataku tak lagi berkca-kaca, tapi meleleh.
Dari referensi yang kubaca, ternyata pria ini telah sangat banyak
marasakan pahit getirnya perjuangan. Tahun 1998, Erdogan di penjara, ia
dianggap menghianati asas Sekularisme negara. Tapi waktu itu, ia justru
mendapat simpati dari rakyat banyak karena karakternya yang berani
menegakkan kebenaran. Ia lantas mengubah sebuah puisi karangan Ziya
Gokalp, yang menambah semangat para pendukungnya
Allahu akbar!
partai AKP yang dipimpinnya. Setelah jadi perdana menteri, iapun tetap
seorang yang teguh memegang prinsip sebagai muslim sejati. Dengan
lantang ia mulai melegalkan penggunaan hijab yang selama puluhan tahun
dilarang di Turki. Meski pada waktu itu, setelah kasus ini dibawa ke
Pengadilan HAM Uni Eropa (EHCR), akhirnya pemakaian hijab dianggap oleh
EHCR bertentangan dengan prinsip sekularisme (DITOLAK). Ketika itu MK
(Mahkamah Konstitusi) Turki yang ditunggangi sekuleris dan militer semakin
bernyanyi gembira dengan hadirnya keputusan tersebut dan mereka
langsung menolak mentah-mentah draft RUU Jilbab.
Tapi hari ini, lihatlah apa yang terjadi di Turki, Jilbab seolah menjadi
trend dimana-mana. Dan dengan lantang, istri dan anak-anak perempuan
Erdogan menunjukkan diri mereka sebagai muslimah sejati di depan publik
dengan jilbabnya. Cerita tentang akhwat berhijab yang harus mengganti
hijabnya dengan wig saat memasuki gerbang kampus, kini juga mulai tak
terdengar lagi. Dan musuh-musuh islam pun semakin panik, sekulerisme
turki mulai terancam.
satu lagi, dan tampaknya ini menjadi impian terakhir yang kutulis, bertemu
dan berjabat tangan dengan Erdogan :) .
********
********
Hari ini, aku telah berada di hari-hari terakhirku di Turki. Summer course
telah selesai, bersisa beberapa waktu untuk berlibur.
Dua film telah khatam kutonton, dan mataku terasa mulai lelah.
Kutengok ke jendela bus, dan subhanalloh, aku sedang berada di tepian laut,
entah apa nama tempatnya aku tak tahu. Bus yang kutumpangi persis
melintas di pinggirannya. Lautnya begitu tanang, birunya meneduhkan,
memanjakan, menggelitik rasa haru dan mengajak mengurai lagi masa-masa
di Turki yang akan berakhir dalam 4 hari ke depan.
Kubuka lagi catatan impian yang kutulis,,ada satu impian terakhir yang belum
kucoretbertemu dan berjabat tangan dengan Erdogan. Aku tersnyum
sendiri saat membacanya. Impian itu telah hampir mustahil untuk bisa
kuraih.
Waktuku tinggal 4 hari, dan bagaimana mungkin aku bisa bertemu Erdogan,
kemana pula aku harus mencari dan menemuinya??. Praktis tak ada lagi yg
bisa kulakukan, sisa hariku di turki harus kuisi dengan merapikan banyak hal
sebelum pulang kampung ke tanah air. Aku tersenyum lagi, berkata dalam
hati, Ya Allah, izinkan aku tetap setia pada impian-impian yang telah kutulis
ini, karena tak sedikitpun aku meragukan keAgunganMu sungguh
bagiMu,tak pernah ada yang sulit.
..
Tanpa terasa malam sudah tiba, menyapa dengan aroma yang sangat
berbeda. Aroma yang hanya bisa kusapa sekali dalam setahun. Aroma
malam Takbiran. Aroma yang akhirnya menghanyutkan pikiranku ke tanah
air, ke Tasikmalaya, tepatnya ke rumahku di pelosok kampung sana. Saat
ini, seluruh keluarga sedang berkumpul, bercengkrama, dan menyiapkan
segala sesuatu untuk hari raya besok. Ah, airmataku meleleh lagi. Meski
juga aku bersyukur, karena ini adalah idul fitri pertamaku di negeri orang, idul
************
************
Aku menangisi diri sendiri, menyesali setiap detik yang kulalaikan dalam
Ramadhan kali ini. Dan detik-detik itu, tampaknya adalah detik yang amat
sangat banyak. Aku sibuk mengejar impian, memikirkan hak-hakku, dan
melupakan banyak Hak-Nya. Fagfirlii ya Rabb. Tak lagi aku banyak meminta,
selain ampunanNya.. tak juga kusebut-sebut impian terakhirku yang agak
konyol itu.
***
Tak ada yang spesial saat kami tiba di masjid. Hanya ada sedikit
pemeriksaan ringan oleh aparat di areal masjid, memastikan bahwa kami tak
membawa barang-barang berbahaya. Petugas pun memeriksa dengan sangat
ramah, bertanya darimana, lalu mengucapkan Iyi Bayramlar (selamat idul
fitri).
.
Aku masuk masjid dan memilih lantai dua agar bisa jelas melihat
khatib dan imam. Dan meski tak mengerti isi khutbah, aku tetap merasakan
suasana kekhusyuan yang amat manis. Usai khutbah, aku sama sekali tak
melihat ada sesuatu yang spesial, biasa-biasa saja. Maka akupun turun dan
berniat langsung pulang ke dormitory.
***
Aku telah benar-benar lupa dengan kondisi di sekitarku, tak kuhiraukan pula
semua yang ada di sekelilingku. Wajahku mendongak ke atas, menatap wajah
terang Erdogan yang penuh kharisma.
Erdogan bertanya padaku Where are you from?. Dan saat kubilang
Endonezya, ia menepuk Pundakku sambil mengucap masyaAllah.., sesuatu
yang bahkan tak pernah terpikirkan olehku sebelumnya.
Sayang, mau tidak mau aku harus melepaskan jabatan tangannya segera,
ajudan disampingnya sudah mengingatkanku untuk tidak terlalu lama.
***
Dan sekali lagi,, tetaplah setia pada impian-impian besarmu itu seberat
apapun
kondisi yang kau hadapi saat ini. Dan tetaplah pada keyakinan, kelak kau
akan bertemu