Anda di halaman 1dari 21

PRESENTASI KASUS

I. Identitas
Nama

: Ny. D. F

Usia

: 32 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Status

: Menikah

Agama

: Islam

Pendidikan terakhir

: SMA

Pekerjaan

: Pedagang

Alamat

: Jl. Praji No. 49 RT 05 RW 01 Kelurahan Kelapa Dua Wetan

Tanggal Masuk

: 21 Januari 2016, pukul 22.22 WIB

II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis
III.

Keluhan Utama

Sesak nafas sejak 1 hari SMRS


IV.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari SMRS.

Pada awalnya sesak dirasakan tidak begitu berat tetapi semakin memberat pada sore harinya.
Sesak nafas sudah dirasakan pada saat istirahat dan dirasakan semakin memberat jika sedang
beraktivitas seperti berjalan sekitar + 10 meter dan sedang berbaring terlentang. Sesak nafas
tidak disertai bunyi dan tidak disertai demam. Sesak juga tidak disertai nyeri pada dada.
Sebelum adanya keluhan tersebut, beberapa hari sebelumnya pasien menderita sakit
tenggorokan sehingga pasien banyak meminum air hangat sekitar + 4 liter sampai akhirnya
mulai timbul keluhan sesak nafas tersebut. Sesak nafas disertai keringat dingin, rasa lemas,
rasa berdebar-debar dan batuk kering. Riwayat nyeri-nyeri pada sendi disangkal, riwayat sakit
tenggorokan yang tidak diobati sampai tutas disangkal dan riwayat merokok disangkal.
Buang air besar dan buang air kecil lancar tidak ada keluhan. Sekitar 5 bulan yang lalu,
pasien pernah menderita sesak yang disertai batuk lama yang mengeluarkan darah kemudian
pasien berobat ke dokter spesialis paru karena takut terkena TB paru tetapi setelah dilakukan

pemeriksaan foto rontgent dada dan sputum BTA tidak ditemukan adanya tanda infeksi
kuman TB lalu dokter tersebut menjelaskan bahwa keluhan tersebut berasal dari jantungnya.
Sejak 4 tahun terakhir dalam kesehariannya pasien suka merasa sesak dan batuk pada
malam hari terutama pada saat berbaring terlentang sehingga pasien memerlukan 2 bantal
pada saat sedang tiduran. Pasien juga merasa sesak dan mudah lelah pada saat melakukan
aktivitas sehari-sehari seperti berjalan untuk berjualan, naik tangga dan merasa nyaman pada
saat istirahat. Pada tahun 2010 pasien pernah berobat di klinik dekat rumahnya karena
keluhan sesak dan mudah lelah pada saat pasien berdagang sampai akhirnya rutin berobat
pada dokter tersebut. Pada tahun 2012 gejala yang dikeluhkan pasien semakin memberat, dan
akhirnya dokter merujuknya ke dokter spesialis penyakit dalam untuk mendapatkan
pengobatan lebih lanjut. Dokter spesialis penyakit dalam tersebut memberitahu bahwa pasien
memiliki penyakit yang serius pada jantungnya dan dirujuk ke dokter spesialis jantung.
Dokter spesialis jantung tersebut melakukan pemeriksaan ekokardiogram untuk mengetahui
penyakit jantung yang dideritanya. Berdasakan hasil dari ekokardiogram, dokter menjelaskan
bahwa pasien memiliki kelainan pada katup jantungnya dan disarankan untuk dilakukan
operasi penggantian katup, namun pasien menolak dilakukan operasi karena pasien tidak
memiliki biaya sehingga pasien memilih mengkonsumsi obat-obatan secara rutin untuk
mengurangi keluhannya sampai saat ini.
V. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat dengan keluhan seperti ini sebelumnya disangkal.
Riwayat penyakit jantung (+), baru diketahui sejak tahun 2012.
Riwayat Diabetes melitus disangkal.
Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat TB paru disangkal.
Riwayat asma disangkal.
VI.

VII.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat dengan keluhan seperti ini pada keluarga disangkal.
Riwayat penyakit jantung (+), kakak sepupunya 3 bulan yang lalu baru meninggal.
Riwayat Hipertensi disangkal.
Riwayat Diabetes Melitus disangkal.
Riwayat asma disangkal.
Status Generalis

Keadaan Umum

: Tampak Sakit Berat

Kesadaran

: Komposmentis
2

GCS

: E4 M6 V5 = 15

Tekanan darah

: 146/103 mmHg

Frekuensi nadi

: 128x/menit

Respiratory Rate

: 44x/menit

Suhu

: 36,8o C

VIII. Pemeriksaan Fisik


Kepala : Normocephal
Mata : Sklera ikterik (-), conjungtiva anemis (-), refleks cahaya langsung +/+
Telinga :
Pendengaran baik
Tidak terdapat adanya sekret maupun darah
Leher
Trakea intak ditengah
Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
Jantung
Inspeksi

: iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: iktus kordis teraba pada ICS V linea midclavicula sinistra lateral

Perkusi

: Batas jantung kanan pada ICS IV linea sternalis dekstra


Batas jantung kiri pada ICS V linea midclavicula sinistra lateral
Batas pinggang jantung pada ICS II linea parasternalis sinistra

Auskultasi

: Bunyi jantung I dan II reguler takikardi, gallop (-),


murmur diastolic rumble (+) derajat 3/6 terdengar keras pada daerah apeks.

Paru
Inspeksi

: Pergerakan dinding dada simetris pada keadaan statis dan dinamis kanan kiri
tidak terlihat luka, sikatrik dan massa.

Palpasi

: Fremitus taktil dan vokalis simetris paru kanan dan kiri.


Tidak teraba adanya massa.

Perkusi

: Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi

: Suara napas vesikuler +/+ ronkhi basah halus +/+ wheezing -/-

Abdomen
Inspeksi

: Tampak datar simetris, tidak terlihat adanya luka, sikatris, dan massa
3

Auskultasi

: Bising usus positif

Perkusi

: Timpani pada 4 kuadran abdomen

Palpasi

: Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba, massa
tidak teraba, undulasi (-)

Ekstremitas
Akral hangat
Edema ekstremitas (-)
Palmar eritema (-)
IX.

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hematologi

21/01/16

24/01/16

26/01/16

Hb

12,2 g/dL

11,7 g/dL

12,2 g/dL

Hematokrit

37 %

35 %

35%

Leukosit

15.030 uL (H)

12.390 uL (H)

13.040 uL (H)

Eritrosit

4,3 juta/uL

4,1 juta/uL

4,1 juta/uL

Trombosit

463.000 uL

440.000 uL

462.000 uL

Basofil

1%

0%

0%

Eosinofil

2%

2%

2%

Neutrofil

0%

0%

0%

66%

80%

80%

Limfosit

26%

11%

13%

Monosit

3%

5%

3%

Hitung Jenis

Batang
Neutrofil
Segmen

Kimia Klinik
SGOT (AST)
SGPT (ALT)
Ureum Darah
Kreatinin Darah
eGFR

21/01/16
40 U/L
35 U/L
18 mg/dL
0,76 mg/dL
93,7 mL/min/1.73
4

m2
Analisa Gas Darah
pH
pCO2

21/01/16
7,430 (H)
22 mmHg (L)

23/01/16
7,480 (H)
35,0

24/01/16
7,520 (H)
29,0 mmHg

pO2

194 mmHg

mmHg
173

(L)
199 mmHg

HCO3

(H)
14,6 mmol/L

mmHg
26,1

(H)
23,7 mmol/L

TCO2

(L)
15 mmol/L

mmol/L
27

25 mmol/L (H)

(L)

mmol/L

BE ecf
BE (B)

-9,7 (L)
-8 mmol/L

(H)
2,6
2,80

0,8
1,5 mmol/L

Saturasi O2

(L)
100 % (H)

100 %

100% (H)

(H)
Natrium (Na)

129 mmol/L

Kalium (K)
Klorida (Cl)

(L)
4 mmol/L
103 mmol/L

Masa Protombin
PT (Kontrol)
PT
INR

26/01/16
12,9 detik
15,5 detik (H)
1,25

Foto Toraks (21/01/16)

Interpretasi :
-

Aorta tidak melebar, tidak elongatio


CTR > 50 %
Tampak corakan kasar pada kedua lapang paru, tidak tampak infiltrat
Sudut kostofrenikus kanan lancip, Sudut kostofrenikus kiri tidak jelas
Kesan : Kardiomegali

Elektrokardiograf (EKG) (21/01/16)

Interpretasi:

Kalibrasi dan kecepatan : standar


Irama : sinus rhythm
Frekuensi Jantung : 110x/menit
Aksis : Deviasi aksis ke kanan
Gelombang P : Tampak gelombang P mitral pada lead II dan P bifasik

pada V1
Interval PR : Tidak memanjang
Komplek QRS : Tampak gelombang R > S pada V1

Segmen ST : Dalam batas normal


Gelombang T : Tampak T inverted pada V1
Kesan : Sinus takikardi dengan deviasi aksis ke kanan, LAE
dan RVH
Ekokardiogram (26/01/16)

Dimensi ruang jantung : LA dilatasi LVH konsentrik


Kontraktilitas global LV : normal dengan EF : 80%
Analisa Segmental : global normokinetik
Kontraktilitas global RV normal dengan TAPSE : 21 mm
Doppler AoVmax : 147 mm/s
Katup Mitral : MS severe, MVA 0,8 cm2, mPG 21 mmHg, MR mild
Katup Trikuspid : TR mild-moderate, TVG 110 mmHg, RVP 129 mmHg
Katup Aorta : Morfologi dan fungsi normal
Katup Pulmonal : Morfologi dan fungsi normal
Thrombus (-), Spontaneous Echo Contrast (-), Efusi Pericard (-)
Kesimpulan :
Fungsi sistolik LV dan RV normal
7

MS severe, MVA 0,8 cm2, mPG 21 mmHg, MR mild


TR mild-moderate, PH severe
X. Resume
Pada anamnesis keluhan sesak nafas sejak 1 hari SMRS. Sesak nafas dirasakan pada saat
istirahat dan dirasakan semakin memberat jika sedang beraktivitas seperti berjalan sekitar +
10 meter dan sedang berbaring terlentang. Beberapa hari sebelumnya pasien menderita sakit
tenggorokan sehingga pasien banyak meminum air hangat sekitar + 4 liter sampai akhirnya
mulai timbul keluhan sesak nafas tersebut. Sesak nafas disertai keringat dingin, rasa lemas,
rasa berdebar-debar dan batuk kering. Sejak 4 tahun terakhir dalam kesehariannya pasien
suka merasa sesak dan batuk pada malam hari terutama pada saat berbaring terlentang
sehingga pasien memerlukan 2 bantal pada saat sedang tiduran. Pasien juga merasa sesak dan
mudah lelah pada saat melakukan aktivitas sehari-sehari seperti berjalan untuk berjualan, naik
tangga dan merasa nyaman pada saat istirahat. Pada tahun 2012 dokter spesialis jantung
menjelaskan bahwa pasien memiliki kelainan pada katup jantungnya. Riwayat keluarga
terdapat riwayat penyakit jantung pada kakak sepupunya yang baru meninggal 3 bulan yang
lalu karena penyakit jantung bawaan dari lahir.
Dari pemeriksaan generalis ditemukan pasien tampak sakit berat,
frekuensi nadi 128x/menit, frekuensi pernafasan 44x/menit. Pada
pemeriksaan fisik saat auskultasi jantung ditemukan murmur diastolic
rumble derajat 3/6 pada daerah apeks dan saat auskultasi paru ditemukan
ronkhi basah halus pada kedua lapang paru. Pada pemeriksaan foto toraks
ditemukan adanya kardiomegali dan EKG ditemukan adanya kesan sinus
takikardi dengan deviasi aksis ke kanan, LAE dan RVH. Pada pemeriksaan
ekokardiogram ditemukan adanya stenosis mitral berat dengan MVA 0,8
cm2, mitral regurgitasi ringan, trikuspid regurgitasi ringan-sedang dengan
hipertensi pulmonal berat.
8

XI.

Diagnosa Kerja
Congestive Heart Failure fc IV ec Stenosis Mitral Derajat Berat

XII.

Diagnosa Banding
Asma bronkial dengan eksaserbasi akut.
Bronchitis.

XIII. Tatalaksana
Non Medikamentosa
Oksigen 8L NRM
Tirah baring dengan posisi duduk dengan sudut 45o
Tidak konsumsi air berlebihan untuk mengurangi resistensi cairan
Diet rendah garam
Pasang urin kateter untuk memonitor output urin

Medikamentosa
Medikamentosa pada saat di IGD
IVFD Asering 1 kolf/24 jam
IV furosemide 2 x 2 ampul (1 ampul = 2 ml)
Spironolakton 1 x 100 mg
Digoksin 1 x 4 mg
ISDN SL 5 mg dilanjutkan NTG dimulai 10 mcg/menit
Medikamentosa pada saat di ruangan
IVFD Asering 1 kolf/24 jam
Furosemid 1 x 40 mg
Spironolakton 1 x 100 mg
Candesartan 1 x 4 mg
Digoksin 1 x 4 mg
IV Cefoperazone 2 x 1 gram
Asam Asetilsalisilat (Aspilet) 1 x 80 mg
Warfarin Sodium (Simarc) 1 x 2 mg
Codein 1 x 1 tab
XIV. Rencana Anjuran
Konsul dokter spesialis bedah torak kardiovaskular untuk dipertimbangkan tindakan
penggantian katup.
XV.

Prognosis
Ad Vitam
: Dubia ad malam
Ad Functionam : Dubia ad malam
Ad Sanationam : Dubia ad malam

TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI KATUP MITRAL
Katup mitral mempunyai 2 daun katup yaitu anterior dan posterior, yang bergerak secara
bersamaan pada komisura anterior dan posterior. Daun katup anterior menggunakan sepertiga
dari lingkaran annular yang berbentuk pelana, dan bagian posterior menggunakan duapertiga
dari lingkaran. Kordae tendinae primer, sekunder dan tersier berasal dari semua otot-otot
papilaris anterolateral dan posteromedia pada ventrikel kiri dan masuk kedalam batas dan
dasar dari semua daun katup anterior dan posterior. Komponen katup mitral memerlukan
gerakan yang tepat dan terpadu dari daun katup, kordae, dan kontraksi ventrikel dan atrium
kiri. Perubahan dari setiap komponen pada kompleks geometri dapat ditemukan dalam
stenosis, isufisiensi atau keduanya.1

Gambar 1. Katup Mitral


STENOSIS MITRAL
10

Definisi
Stenosis mitral merupakan suatu keadaan dimana gangguan pada katup mitral yang
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan pada atrium kiri dimana yang akan
menghasilkan hipertensi pulmoner, edema paru, dan gagal jantung kanan. Kelainan struktur
mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel
kiri pada saat diastol. Kondisi dimana yang menyebabkan manifestasi klinis umumnya ketika
pembukaan katup mitral pada saat diastol berkurang + 2 cm2 Stenosis mitral merupakan suatu
proses progresif kontinyu dan penyakit seumur hidup. Merupakan penyakit a disease of
plateaus yang pada mulanya hanya ditemui tanda dari stenosis mitral yang kemudian dengan
kurun waktu (10-20 tahun) akan diikuti dengan keluhan, fibrilasi atrium dan akhirnya
keluhan disabilitas..1,2

Gambar 2. Stenosis Mitral


Etiologi
Stenosis mitral secara dominan terjadi karena adanya kelainan katup organik dan jarang
disebabkan oleh kelainan katup yang bersifat fungsional dimana katup mitral secara anatomi
normal tetapi fungsi terganggu. Penyebab tersering adalah endokarditis reumatika, akibat
reaksi yang progesif dari demam rematik oleh infeksi streptokokus. Sekitar 90% stenosis
mitral disebabkan demam rematik atau penyakit jantung rematik. Penyebab lain walaupun
jarang dapat juga stenosis mitral kongenital, deformitas parasut mitral, vegetasi systemic
lupus

erythematosus

(SLE),

karsinosis

sistemik,

deposit

amiloid,

akibat

obat

fenfluramin/phetermin, rhematoid arthritis (RA), serta kalsifikasi annulus maupun daun katup
pada usia lanjut akibat proses degeneratif. Endokarditis infektif dan kalsifikasi annulus katup
mitral terjadi kurang lebih 3%. Dari penyakit jantung katup ini 60% dengan riwayat demam
rematik, sisanya menyangkal. Selain daripada itu 50% pasien dengan karditis rematik akut
tidak berlanjut sebagai penyakit jantung katup secara klinik.1,2
Gambaran Patologi
Katup mitral terdiri dari struktur kompleks yang dinamakan kompleks
mitral yaitu meliputi katup, anulus, kordae, muskulus papilaris dan
11

sebagian

dinding

ventrikel

kiri.

Pada

stenosis

mitral

gambaran

karakteristik adalah penebalan dan fusi dari komisura serta struktur


kordae. Akibat fusi komisural, terjadi hambatan pembukaan katup
sehingga membentuk kubah (doming). Akibat penebalan yang diawali
pada bagian ujung katup, terlihat gambaran seperti tangkai stik Hockey
pada katup anterior mitral yang sedang terbuka. Pada stenosis mitral akibat
demam rematik akan terjadi proses peradangan (valvulitis) dan pembentukkan nodul tipis di
sepanjang garis penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun
katup, kalsifikasi, fusi komisura, fusi serta pemendekan korda atau kombinasi dari proses
tersebut.

Keadaan

ini

akan

menimbulkan

distorsi

dari

aparatus

mitral

yang

normal.mengecilnya area katup mitral menjadi seperti bentuk mulut ikan (fish mouth) atau
lubang kancing (button hole). Fusi dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari
orifisium primer, sedangkan fungsi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium
sekunder. Pada endokarditis rematik, daun katup dan khorda akan mengalami sikatrik dan
kontraktur bersamaan dengan pemendekkan korda sehingga menimbulkan penarikan daun
katup menjadi bentuk funnel shaped.1,2,3

Gambar 3. Spesimen Katup Mitral Rematik (a,b dan c) dan Katup Mitral Normal
Postmortem (d)
12

Derajat Stenosis Mitral2


Derajat ringannya stenosis mitral dapat dinilai berdasarkan hubungan antara gradien dan
luasnya area katup serta waktu pembukaan katup mitral (tabel 1) dan berdasarkan luas
areanya katup mitral derajat stenosis mitral sebagai berikut:
1. Minimal : bila area > 2,5 cm2
2. Ringan : bila area 1,42,5 cm2
3. Sedang : bila area 11,4 cm2
4. Berat : bila area < 1,0 cm2
Hubungan Antara Gradien dan Luasnya Area Katup Serta Waktu Pembukaan Katup
Mitral
Derajat Stenosis

A2-O2

Area

Gradien

Ringan

> 110 msec

> 1,5 cm2

< 5 mmHg

Sedang

> 80 110 msec

> 1 dan < 1,5 cm2

5-10 mmHg

Berat

< 80 msec

< 1 cm2

> 10 mmHg

Tabel 1. Hubungan Antara Gradien dan Luasnya Area Katup Serta Waktu Pembukaan Katup
Mitral. A2-O2: Waktu antara penutupan katup aorta dan pembukaan katup mitral.
Patofisiologi1,2,4
Pada keadaan normal area katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm2. Bila area orifisium
katup ini berkurang sampai 2 cm2, maka diperlukan upaya aktif atrium kiri berupa
peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang normal tetap terjadi. Stenosis
mitral berat terjadi bila pembukaan katup berkurang hingga menjadi 1 cm2. Dengan adanya
stenosis mitral, terjadi penurunan laju pada saat diastolik dan berkelanjutan pada keseluruhan
diastol hingga akhir diastol, keadaan ini menyebabkan tekanan pada atrium kanan lebih tinggi
daripada tekanan pada ventrikel kiri. Pada tahap ini, dibutuhkan suatu tekanan atrium kiri
sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal. Pada stenosis mitral
ringan gejala yang muncul biasanya dicetuskan oleh faktor yang meningkatkan tekanan
atrium kiri secara dramatis. Beberapa keadaan antara lain latihan, stres emosi, infeksi,
kehamilan dan fibrilasi atrium dengan respons ventrikel cepat. Apabila area mitral < 1 cm2
yang berupa stenosis mitral berat maka akan terjadi limitasi dalam aktivitas. Hipertensi
pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada stenosis mitral. Pada awalnya
kenaikan tekanan atau hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat kenaikan tekanan
atrium kiri. Demikian pula terjadi perubahan pada vaskular paru berupa vasokontriksi akibat
bahan neurohumoral seperti endotelin atau perubahan anatomik yaitu remodel akibat
13

hipertrofi tunika media dan penebalan intima (reactive hypertension). Kenaikan resistensi
arteriolar paru ini sebenarnya merupakan mekanisme adaptif untuk melindungi paru dari
kongesti. Dengan meningkatnya hipertensi pulmonal ini akan menyebabkan kenaikan tekanan
dan volume akhir diastol, regurgitasi trikuspid dan pulmonal sekunder, dan seterusnya
sebagai gagal jantung kanan dan kongesti sistemik.

Gambar 4. Patofisiologi Mitral Stenosis


Manifestasi Klinis2,3
1. Dispnea dan Cepat Lelah
Gejala klasik pada stenosis mitral adalah dispnea dan cepat lelah selama aktivitas
atau dalam keadaan yang membuat sinus takikardi seperti hipertiroidisme,
hipovolemia, anemia, demam, stress emosional, kehamilan, dan paparan agen
simpatomimetik. Pada perjalanan penyakit yang sudah parah dapat mengeluhkan
sesak nafas saat istirahat. Pasien yang cenderung mengembangkan atrial fibrilasi dan
hilangnya kontraksi atrium dan disinkronisasi dengan kontraksi ventrikel kiri selama
setiap siklus jantung dapat memperburuk sesak nafas saat aktivitas atau bahkan
istirahat, terutama pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri.
2. Gagal Jantung Kongestif
Stenosis mitral menjadi lebih berat, peningkatan tekanan atrium kiri menyebabkan
kongesti dari pembuluh darah paru. Edema paru umumnya bermanifestasi dengan
adanya sesak nafas. Pada stadium awal, edema paru dapat terjadi hanya pada
aktivititas, dan setelah terjadi secara progesif, edema paru terjadi pada saat istirahat.
Terkadang edema paru akut dapat terjadi pada saat aktivitas. Tanda lain pada gagal
jantung kiri termasuk ortopnoe, dan paroxysmal nocturnal dyspnea. Pada stadium
lanjut stenosis mitral dimana terjadinya remodeling dari pembuluh darah paru yang
bersifat ireversibel dapat menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonal dan
14

resistensi pembuluh darah paru. Kemudian terjadi gagal jantung kanan ketika
hipertrofi jantung kanan tidak dapat beradaptasi lama terhadap tekanan yang tinggi
pada arteri pulmonal dan ventrikel kanan. Gejala pada gagal jantung kanan termasuk
intoleransi aktivitas, sesak nafas, pembengkakan abdomen, dan edema pada
ekstremitas bawah.
3. Hemoptisis
Ketika stenosis mitral berat dapat menyebabkan hipertensi pulmonal yang berat,
dengan sedikit kejadian terjadi ruptur pada vena bronkial dan menyebabkan
hemoptisis. Penyebab lain terjadinya hemoptisis diantaranya sputum pada serangan
paroksismal nokturnal dipsnea, sputum seperti karat (pink frothy) oleh karena edema
paru yang jelas, infark paru, dan bronkitis kronis oleh karena edema mukosa bronkus.
Di Indonesia sering ditemukan dan didiagnosa secara keliru sebagai tuberkulosis paru
pada awalnya.
4. Emboli Sistemik
Emboli sistemik terjadi pada 10-20% pasien dengan stenosis mitral dengan distribusi
75% serebral, 33% perifer dan 6% viseral. Risiko embolisasi tergantung umur dan
ada tidaknya fibrilasi atrium. Sepertiga dari kejadian emboli terjadi dalam 3 bulan
dari fibrilasi atrium, sedangkan dua pertiga terjadi dalam 1 tahun. Jika embolisasi
terjadi dengan irama sinus, harus dipertimbangkan suatu endokarditis infektif.
Diagnosis1
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
1. Pulsasi Arteri
Pada stenosis mitral berat, ketika volume pada jantung berkurang akan diikuti dengan
penurunan pulsasi arteri sebaliknya ketika volume jantung besar akan diikuti dengan
peningkatan pulsasi arteri.
2. Irama
Pada stadium awal stenosis mitral, pasien memiliki irama sinus normal. Pada stadium
sedang sampai berat, terjadi peningkatan tekanan atrium kiri dan fibrosis jaringan
atrium yang menyebabkan aritmia pada atrium, umumnya akan menjadi atrial fibrilasi
dimana suara jantung terdengar cepat dengan irama ireguler.
3. Opening Snap
Opening snap disebabkan oleh terbuka daun katup mitral secara tiba-tiba selama
diastol ventrikel kiri, dimana daun katup masih relatif elastis. Ini tidak dapat dideteksi
jika daun katup terjadi kalsifikasi berat dan gerakannya terbatas. Untuk
mendengarkan opening snap yang baik dapat dilakukan pada pinggang jantung tetapi
dapat juga didengar pada apeks jantung.
4. Diastolic Rumble Murmur (Rumbel diastol)
15

Rumbel diastol atau bising diastolik kasar pada stenosis mitral terjadi karena adanya
aliran turbulensi yang melewati katup mitral. Murmur ini merupakan murmur dengan
nada kecil dan terdengar baik pada apeks dengan menggunakan corong pada
stetoskop ketika pasien dengan posisi lateral dekubitus kiri. Murmur diastolik dapat
juga terdengar secara jelas setelah aktivitas, meskipun ditemukan takikardi pada
waktu pengisian saat diastol.
5. Bunyi jantung 1 Keras
Penutupan pada daun katup mitral dengan kalsifikasi dan kelenturan yang minimal
dapat memberikan bunyi jantung 1 yang keras.
6. Menemukan Tanda-Tanda Hipertensi Pulmonal
Suara keras pada penutupan katup pulmonal dapat terdengar pasien dengan hipertensi
pulmonal yang belum jelas. Maka dapat juga terdengar sistolik murmur pada
regurgitasi trikuspid. Jika terdapat hipertrofi ventrikel kanan, ventrikel kanan
mungkin sudah dapat dipalpasi. Disfungsi sistolik pada ventrikel kanan dapat
ditemukan hepatomegali, edema perifer dan asites.
Pemeriksaan Penunjang1,2
1. Elektrokardiografi (EKG)
Irama dapat sinus atau atrial fibrilasi. Terlihat adanya gelombang P atau P mitral pada
lead II dan III dengan atau tanpa adanya gelombang P biphasic pada lead V1 yang
mencerminkan adanya pembesaran atrium kiri (Left Atrial Enlargement). Jika terdapat
pembesaran ventrikel kanan dan gagal jantung kanan, dapat terlihat sebagai deviasi
aksis kiri, inkomplit right bundle branch block dan R yang tinggi pada V 2 atau S yang
dalam pada lead V6. Pembesaran atrium kanan ditemukan dengan tingginya amplitudo
> 2,5 mm pada gelombang P di lead II.
2. Pemeriksaan Foto Toraks
Gambaran klasik dari foto toraks adalah pembesaran atrium kiri serta pembesaran
arteri pulmonalis (terdapat hubungan yang bermakna antara besarnya pembuluh darah
dan resistensi vaskular pulmonal). Edema intersisial berupa garis kerley terdapat pada
30% pasien dengan tekanan atrium < 20 mmHg, pada 70% bila tekanan atrium kiri >
20 mmHg.
3. Ekokardiografi Droppler
Ekokardiografi merupakan modalitas pilihan yang paling sensitif dan spesifik untuk
diagnosis stenosis mitral. Dengan ekokardiografi dapat dilakukan evaluasi struktur
dari katup, pliabilitas dari daun katup, ukuran dari area katup dengan planimetri
(mitral valve area) struktur dari aparatus subvalvular, juga dapat ditentukan fungsi
ventrikel. Sedangkan dengan doppler dapat ditentukan gradien dari mitral, serta
ukuran dari area mitral dengan cara mengukur pressure half time terutama bila
16

struktur katup sedemikian jelek karena kalsifikasi, sehingga pengukuran dengan


planimetri tidak dimungkinkan. Selain daripada itu dapat diketahui juga adanya
regurgitasi mitral sering menyertai stenosis mitral. Derajat berat ringannya stenosis
mitral berdasarkan eko doppler ditentukan antara lain oleh gradien transmitral, area
katup mitral, serta besarnya tekanan pulmonal.
4. Katerisasi
Sebelum adanya ekokardiografi, katerisasi merupakan standar baku untuk diagnosis
dan menentukan berat ringan stenosis mitral. Walaupun demikian pada keadaan
tertentu masih dikerjakan setelah suatu prosedut eko yang lengkap. Saat ini katerisasi
dipergunakan secara primer untuk suatu prosedur pengobatan intervensi non bedah
yaitu valvulotomi dengan balon.
Tatalaksana1,2
Modifikasi Gaya Hidup (Lifestyle)
Pasien dengan stenosis mitral derajat sedang sampai berat seharusnya dianjurkan untuk
menghindari aktivitas yang berat dan dengan demikian dapat mengurangi risiko
takikardia. Pasien juga seharusnya diberitahu untuk mengkonsumsi diet rendah garam
untuk menghindari retensi cairan dan pencegahan terjadinya dari edema paru.
Medikamentosa
1. Pencegahan Sekunder Demam Rematik
Sejak demam rematik rekuren dihubungkan dengan progesifitas dari stenosis mitral,
pencegahan sekunder dengan terapi antimikroba direkomendasikan dan durasi terapi
berdasarkan usia setiap individual, tingkat awal keterkaitan dengan jantung, dan
risiko infeksi rekuren. Benzathine penisilin G intramuskular (1,2 juta unit setiap 4
minggu) direkomendasikan pada banyak kasus.
2. Fibrilasi Atrium
Prevalensi 30-40%, akan muncul akibat hemodinamik yang bermakna karena
hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta frekuensi ventrikel
yang cepat. Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan indikasi, dapat
dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium. Penyekat beta atau
anti aritmia juga dapat dipakai untuk mengontrol frekuensi jantung, atau keadaan
tertentu untuk mencegah terjadinya fibrilasi atrium paroksismal.
3. Pencegahan Embolisasi Sistemik
Antikoagulan warfarin sebaiknya dipakai pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium
atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan trombus untuk mencegah
fenomena tromboemboli.
4. Gagal Jantung Kongestif

17

Pemberian diuretik dikombinasikan dengan retriksi garam digunakan untuk


mengobati edema paru. Dalam pengontrolan gagal jantung kanan secara bersamaan
dapat ditambahkan vasodilator.
Terapi Intervensional
Terapi mekanikal harus dipertimbangkan ketika area katup mitral < 1,5 cm2 atau ketika
indeks katup mitral < 0,6 cm2/m2. Sebagai tambahan gejala pada gagal jantung kongestif
NYHA kelas III/IV yang sulit disembuhkan dengan medikamentosa yang optimal,
intervensi invasif seharusnya dapat dipertimbangkan.
1. Valvotomi Mitral Balon Perkutan (Balloon Mitral Valvotomy Percutan)
Valvotmi balon perkutan dipersiapkan untuk individu dengan kelenturan katup
dengan kalsifikasi minimal dan adanya regurgitasi mitral atau tidak dan dapat
dipertimbangkan pada individu dengan kandidat operasi yang jelek dengan morfologi
katup buruk. Ini juga dapat digunakan secara aman pada ibu hamil. Penilaian
mengenai sesuai tidaknya untuk dilakukan tindakan ini salah satunya dengan
penilaian skor Wilkins dengan menggunakan ekokardiografi. Parameter skoring ini
meliputi penilaian dalam hal gerakan katup, ketebalan katup, derajat kalsifikasi katup
dan derajat fusi kordae katup mitral. Skor maksimal adalah 16 dengan nilai <8 berarti
angka keberhasilan baik, sedangkan skor >10 menunjukkan angka keberhasilan yang
kurang baik. Komplikasi yang paling ditakuti dari tindakan ini adalah regurgitasi
mitral yang berat, yang terjadi 2-10% kasus ketika katup terkalsifikasi berat robek.

Gambar 5. Skor Wilkins

18

Gambar 6. Valvotomi Mitral Balon Perkutan


2. Operasi Komisurotomi (Commissurotomy Surgical)
Operasi komisurotomi dapat dilakukan dengan cara terbuka dan tertutup. Angka
mortalitas operasi ini sekitar 2-5% pada sebagian perbaikan dan penggantian katup
mitral. Dibandingkan dengan intervensi perkutan, operasi ini dikaitkan dengan angka
morbiditas yang tinggi, rawat inap yang lama, dan lamanya penyembuhan.
3. Penggantian Katup Mitral (Mitral Valve Replacement)
Jika katup mitral terkalsifikasi dengan berat atau komisurotomi tidak dapat
meningkatkan orifisium area mitral dengan cukup, penggantian katup mitral
merupakan suatu indikasi. Skor Wilkins dengan < 8 dan setidaknya regurgitasi mitral
derajat sedang merupakan risiko faktor yang indipenden untuk dilakukannya operasi
setelah valvotomi balon. Pemilihan katup bioprostetik dengan katup mekanik
berdasarkan pada usia pasien, adanya kondisi kormobiditas, dan kemampuan untuk
patuh dengan terapi oral antikoagulan. Katup mekanik disediakan pada pasien usia
muda untuk menghindari percepatan kalsifikasi katup bioprostetik, khususnya
seseorang yang ketergantungan hemodialisa. Pada perempuan dalam usia subur untuk
keinginan hamil, katup bioprostetik selalu dipilih untuk menghindari embriopati yang
diinduksi oleh warfarin.

19

Gambar 7. Katup Bioprostetik

Gambar 8. Katup Mekanikal


Prognosis1,2
Prognosis dari stenosis mitral yang belum diperbaiki sangat berhubungan dengan kelas
NYHA gagal jantung kongestif pada saat diagnosis. Angka mortalitas 10 tahun pada pasien
yang asimtomatik berkisar < 20%. Pasien dengan NYHA kelas II dan III mempunyai angka
mortalitas 40%, dan pasien dengan NYHA kelas IV mendekati angka 80-85%. Berkisar 6070% pada pasien dengan stenosis mitral derajat berat meninggal karena gagal jantung
kongestif, 20-30% karena tromboembolisme sistemik, dan 1-5% karena infeksi. Apabila
timbul fibrilasi atrium prognosisnya kurang baik (25% angka harapan hidup 10 tahun)
dibandingkan pada kelompok irama sinus (46% angka harapan hidup 10 tahun). Risiko
terjadinya emboli arterial secara bermakna meningkat pada fibrilasi atrium.1,2
DAFTAR PUSTAKA
1. Elizabeth D. Mitral Stenosis. Dalam: Crawford MH. Current Diagnosis and
Treatment Cardiology. Edisi ke-4. New York: McGraw-Hill Education, 2014. Hal
425-46

20

2. Indrajaya T, Ali G. Stenosis Mitral. Dalam: Setiati S, Alwi Idrus, Aru WS, Marcellus
SK, Bambang S, Ari FS. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-6. Jakarta:
Interna Publishing, 2014. Hal 1171-79
3. Kuncoro Ario S. Pemeriksaan Stenosis Mitral Akibat Proses Rheumatik Dengan
Ekokardiografi. Jurnal Kardiologi Indonesia. 2010; 31: Hal 62-65
4. Neema PK. Pathophysiology of Mitral Valve Stenosis. MAMC Journal of Medicine
Sciences. 2015; 1: Hal 25-27

21

Anda mungkin juga menyukai