I. Identitas
Nama
: Ny. D. F
Usia
: 32 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Status
: Menikah
Agama
: Islam
Pendidikan terakhir
: SMA
Pekerjaan
: Pedagang
Alamat
Tanggal Masuk
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis
III.
Keluhan Utama
Pada awalnya sesak dirasakan tidak begitu berat tetapi semakin memberat pada sore harinya.
Sesak nafas sudah dirasakan pada saat istirahat dan dirasakan semakin memberat jika sedang
beraktivitas seperti berjalan sekitar + 10 meter dan sedang berbaring terlentang. Sesak nafas
tidak disertai bunyi dan tidak disertai demam. Sesak juga tidak disertai nyeri pada dada.
Sebelum adanya keluhan tersebut, beberapa hari sebelumnya pasien menderita sakit
tenggorokan sehingga pasien banyak meminum air hangat sekitar + 4 liter sampai akhirnya
mulai timbul keluhan sesak nafas tersebut. Sesak nafas disertai keringat dingin, rasa lemas,
rasa berdebar-debar dan batuk kering. Riwayat nyeri-nyeri pada sendi disangkal, riwayat sakit
tenggorokan yang tidak diobati sampai tutas disangkal dan riwayat merokok disangkal.
Buang air besar dan buang air kecil lancar tidak ada keluhan. Sekitar 5 bulan yang lalu,
pasien pernah menderita sesak yang disertai batuk lama yang mengeluarkan darah kemudian
pasien berobat ke dokter spesialis paru karena takut terkena TB paru tetapi setelah dilakukan
pemeriksaan foto rontgent dada dan sputum BTA tidak ditemukan adanya tanda infeksi
kuman TB lalu dokter tersebut menjelaskan bahwa keluhan tersebut berasal dari jantungnya.
Sejak 4 tahun terakhir dalam kesehariannya pasien suka merasa sesak dan batuk pada
malam hari terutama pada saat berbaring terlentang sehingga pasien memerlukan 2 bantal
pada saat sedang tiduran. Pasien juga merasa sesak dan mudah lelah pada saat melakukan
aktivitas sehari-sehari seperti berjalan untuk berjualan, naik tangga dan merasa nyaman pada
saat istirahat. Pada tahun 2010 pasien pernah berobat di klinik dekat rumahnya karena
keluhan sesak dan mudah lelah pada saat pasien berdagang sampai akhirnya rutin berobat
pada dokter tersebut. Pada tahun 2012 gejala yang dikeluhkan pasien semakin memberat, dan
akhirnya dokter merujuknya ke dokter spesialis penyakit dalam untuk mendapatkan
pengobatan lebih lanjut. Dokter spesialis penyakit dalam tersebut memberitahu bahwa pasien
memiliki penyakit yang serius pada jantungnya dan dirujuk ke dokter spesialis jantung.
Dokter spesialis jantung tersebut melakukan pemeriksaan ekokardiogram untuk mengetahui
penyakit jantung yang dideritanya. Berdasakan hasil dari ekokardiogram, dokter menjelaskan
bahwa pasien memiliki kelainan pada katup jantungnya dan disarankan untuk dilakukan
operasi penggantian katup, namun pasien menolak dilakukan operasi karena pasien tidak
memiliki biaya sehingga pasien memilih mengkonsumsi obat-obatan secara rutin untuk
mengurangi keluhannya sampai saat ini.
V. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat dengan keluhan seperti ini sebelumnya disangkal.
Riwayat penyakit jantung (+), baru diketahui sejak tahun 2012.
Riwayat Diabetes melitus disangkal.
Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat TB paru disangkal.
Riwayat asma disangkal.
VI.
VII.
Keadaan Umum
Kesadaran
: Komposmentis
2
GCS
: E4 M6 V5 = 15
Tekanan darah
: 146/103 mmHg
Frekuensi nadi
: 128x/menit
Respiratory Rate
: 44x/menit
Suhu
: 36,8o C
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Paru
Inspeksi
: Pergerakan dinding dada simetris pada keadaan statis dan dinamis kanan kiri
tidak terlihat luka, sikatrik dan massa.
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: Suara napas vesikuler +/+ ronkhi basah halus +/+ wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi
: Tampak datar simetris, tidak terlihat adanya luka, sikatris, dan massa
3
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
: Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba, massa
tidak teraba, undulasi (-)
Ekstremitas
Akral hangat
Edema ekstremitas (-)
Palmar eritema (-)
IX.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hematologi
21/01/16
24/01/16
26/01/16
Hb
12,2 g/dL
11,7 g/dL
12,2 g/dL
Hematokrit
37 %
35 %
35%
Leukosit
15.030 uL (H)
12.390 uL (H)
13.040 uL (H)
Eritrosit
4,3 juta/uL
4,1 juta/uL
4,1 juta/uL
Trombosit
463.000 uL
440.000 uL
462.000 uL
Basofil
1%
0%
0%
Eosinofil
2%
2%
2%
Neutrofil
0%
0%
0%
66%
80%
80%
Limfosit
26%
11%
13%
Monosit
3%
5%
3%
Hitung Jenis
Batang
Neutrofil
Segmen
Kimia Klinik
SGOT (AST)
SGPT (ALT)
Ureum Darah
Kreatinin Darah
eGFR
21/01/16
40 U/L
35 U/L
18 mg/dL
0,76 mg/dL
93,7 mL/min/1.73
4
m2
Analisa Gas Darah
pH
pCO2
21/01/16
7,430 (H)
22 mmHg (L)
23/01/16
7,480 (H)
35,0
24/01/16
7,520 (H)
29,0 mmHg
pO2
194 mmHg
mmHg
173
(L)
199 mmHg
HCO3
(H)
14,6 mmol/L
mmHg
26,1
(H)
23,7 mmol/L
TCO2
(L)
15 mmol/L
mmol/L
27
25 mmol/L (H)
(L)
mmol/L
BE ecf
BE (B)
-9,7 (L)
-8 mmol/L
(H)
2,6
2,80
0,8
1,5 mmol/L
Saturasi O2
(L)
100 % (H)
100 %
100% (H)
(H)
Natrium (Na)
129 mmol/L
Kalium (K)
Klorida (Cl)
(L)
4 mmol/L
103 mmol/L
Masa Protombin
PT (Kontrol)
PT
INR
26/01/16
12,9 detik
15,5 detik (H)
1,25
Interpretasi :
-
Interpretasi:
pada V1
Interval PR : Tidak memanjang
Komplek QRS : Tampak gelombang R > S pada V1
XI.
Diagnosa Kerja
Congestive Heart Failure fc IV ec Stenosis Mitral Derajat Berat
XII.
Diagnosa Banding
Asma bronkial dengan eksaserbasi akut.
Bronchitis.
XIII. Tatalaksana
Non Medikamentosa
Oksigen 8L NRM
Tirah baring dengan posisi duduk dengan sudut 45o
Tidak konsumsi air berlebihan untuk mengurangi resistensi cairan
Diet rendah garam
Pasang urin kateter untuk memonitor output urin
Medikamentosa
Medikamentosa pada saat di IGD
IVFD Asering 1 kolf/24 jam
IV furosemide 2 x 2 ampul (1 ampul = 2 ml)
Spironolakton 1 x 100 mg
Digoksin 1 x 4 mg
ISDN SL 5 mg dilanjutkan NTG dimulai 10 mcg/menit
Medikamentosa pada saat di ruangan
IVFD Asering 1 kolf/24 jam
Furosemid 1 x 40 mg
Spironolakton 1 x 100 mg
Candesartan 1 x 4 mg
Digoksin 1 x 4 mg
IV Cefoperazone 2 x 1 gram
Asam Asetilsalisilat (Aspilet) 1 x 80 mg
Warfarin Sodium (Simarc) 1 x 2 mg
Codein 1 x 1 tab
XIV. Rencana Anjuran
Konsul dokter spesialis bedah torak kardiovaskular untuk dipertimbangkan tindakan
penggantian katup.
XV.
Prognosis
Ad Vitam
: Dubia ad malam
Ad Functionam : Dubia ad malam
Ad Sanationam : Dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI KATUP MITRAL
Katup mitral mempunyai 2 daun katup yaitu anterior dan posterior, yang bergerak secara
bersamaan pada komisura anterior dan posterior. Daun katup anterior menggunakan sepertiga
dari lingkaran annular yang berbentuk pelana, dan bagian posterior menggunakan duapertiga
dari lingkaran. Kordae tendinae primer, sekunder dan tersier berasal dari semua otot-otot
papilaris anterolateral dan posteromedia pada ventrikel kiri dan masuk kedalam batas dan
dasar dari semua daun katup anterior dan posterior. Komponen katup mitral memerlukan
gerakan yang tepat dan terpadu dari daun katup, kordae, dan kontraksi ventrikel dan atrium
kiri. Perubahan dari setiap komponen pada kompleks geometri dapat ditemukan dalam
stenosis, isufisiensi atau keduanya.1
Definisi
Stenosis mitral merupakan suatu keadaan dimana gangguan pada katup mitral yang
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan pada atrium kiri dimana yang akan
menghasilkan hipertensi pulmoner, edema paru, dan gagal jantung kanan. Kelainan struktur
mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel
kiri pada saat diastol. Kondisi dimana yang menyebabkan manifestasi klinis umumnya ketika
pembukaan katup mitral pada saat diastol berkurang + 2 cm2 Stenosis mitral merupakan suatu
proses progresif kontinyu dan penyakit seumur hidup. Merupakan penyakit a disease of
plateaus yang pada mulanya hanya ditemui tanda dari stenosis mitral yang kemudian dengan
kurun waktu (10-20 tahun) akan diikuti dengan keluhan, fibrilasi atrium dan akhirnya
keluhan disabilitas..1,2
erythematosus
(SLE),
karsinosis
sistemik,
deposit
amiloid,
akibat
obat
fenfluramin/phetermin, rhematoid arthritis (RA), serta kalsifikasi annulus maupun daun katup
pada usia lanjut akibat proses degeneratif. Endokarditis infektif dan kalsifikasi annulus katup
mitral terjadi kurang lebih 3%. Dari penyakit jantung katup ini 60% dengan riwayat demam
rematik, sisanya menyangkal. Selain daripada itu 50% pasien dengan karditis rematik akut
tidak berlanjut sebagai penyakit jantung katup secara klinik.1,2
Gambaran Patologi
Katup mitral terdiri dari struktur kompleks yang dinamakan kompleks
mitral yaitu meliputi katup, anulus, kordae, muskulus papilaris dan
11
sebagian
dinding
ventrikel
kiri.
Pada
stenosis
mitral
gambaran
Keadaan
ini
akan
menimbulkan
distorsi
dari
aparatus
mitral
yang
normal.mengecilnya area katup mitral menjadi seperti bentuk mulut ikan (fish mouth) atau
lubang kancing (button hole). Fusi dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari
orifisium primer, sedangkan fungsi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium
sekunder. Pada endokarditis rematik, daun katup dan khorda akan mengalami sikatrik dan
kontraktur bersamaan dengan pemendekkan korda sehingga menimbulkan penarikan daun
katup menjadi bentuk funnel shaped.1,2,3
Gambar 3. Spesimen Katup Mitral Rematik (a,b dan c) dan Katup Mitral Normal
Postmortem (d)
12
A2-O2
Area
Gradien
Ringan
< 5 mmHg
Sedang
5-10 mmHg
Berat
< 80 msec
< 1 cm2
> 10 mmHg
Tabel 1. Hubungan Antara Gradien dan Luasnya Area Katup Serta Waktu Pembukaan Katup
Mitral. A2-O2: Waktu antara penutupan katup aorta dan pembukaan katup mitral.
Patofisiologi1,2,4
Pada keadaan normal area katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm2. Bila area orifisium
katup ini berkurang sampai 2 cm2, maka diperlukan upaya aktif atrium kiri berupa
peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang normal tetap terjadi. Stenosis
mitral berat terjadi bila pembukaan katup berkurang hingga menjadi 1 cm2. Dengan adanya
stenosis mitral, terjadi penurunan laju pada saat diastolik dan berkelanjutan pada keseluruhan
diastol hingga akhir diastol, keadaan ini menyebabkan tekanan pada atrium kanan lebih tinggi
daripada tekanan pada ventrikel kiri. Pada tahap ini, dibutuhkan suatu tekanan atrium kiri
sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal. Pada stenosis mitral
ringan gejala yang muncul biasanya dicetuskan oleh faktor yang meningkatkan tekanan
atrium kiri secara dramatis. Beberapa keadaan antara lain latihan, stres emosi, infeksi,
kehamilan dan fibrilasi atrium dengan respons ventrikel cepat. Apabila area mitral < 1 cm2
yang berupa stenosis mitral berat maka akan terjadi limitasi dalam aktivitas. Hipertensi
pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada stenosis mitral. Pada awalnya
kenaikan tekanan atau hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat kenaikan tekanan
atrium kiri. Demikian pula terjadi perubahan pada vaskular paru berupa vasokontriksi akibat
bahan neurohumoral seperti endotelin atau perubahan anatomik yaitu remodel akibat
13
hipertrofi tunika media dan penebalan intima (reactive hypertension). Kenaikan resistensi
arteriolar paru ini sebenarnya merupakan mekanisme adaptif untuk melindungi paru dari
kongesti. Dengan meningkatnya hipertensi pulmonal ini akan menyebabkan kenaikan tekanan
dan volume akhir diastol, regurgitasi trikuspid dan pulmonal sekunder, dan seterusnya
sebagai gagal jantung kanan dan kongesti sistemik.
resistensi pembuluh darah paru. Kemudian terjadi gagal jantung kanan ketika
hipertrofi jantung kanan tidak dapat beradaptasi lama terhadap tekanan yang tinggi
pada arteri pulmonal dan ventrikel kanan. Gejala pada gagal jantung kanan termasuk
intoleransi aktivitas, sesak nafas, pembengkakan abdomen, dan edema pada
ekstremitas bawah.
3. Hemoptisis
Ketika stenosis mitral berat dapat menyebabkan hipertensi pulmonal yang berat,
dengan sedikit kejadian terjadi ruptur pada vena bronkial dan menyebabkan
hemoptisis. Penyebab lain terjadinya hemoptisis diantaranya sputum pada serangan
paroksismal nokturnal dipsnea, sputum seperti karat (pink frothy) oleh karena edema
paru yang jelas, infark paru, dan bronkitis kronis oleh karena edema mukosa bronkus.
Di Indonesia sering ditemukan dan didiagnosa secara keliru sebagai tuberkulosis paru
pada awalnya.
4. Emboli Sistemik
Emboli sistemik terjadi pada 10-20% pasien dengan stenosis mitral dengan distribusi
75% serebral, 33% perifer dan 6% viseral. Risiko embolisasi tergantung umur dan
ada tidaknya fibrilasi atrium. Sepertiga dari kejadian emboli terjadi dalam 3 bulan
dari fibrilasi atrium, sedangkan dua pertiga terjadi dalam 1 tahun. Jika embolisasi
terjadi dengan irama sinus, harus dipertimbangkan suatu endokarditis infektif.
Diagnosis1
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
1. Pulsasi Arteri
Pada stenosis mitral berat, ketika volume pada jantung berkurang akan diikuti dengan
penurunan pulsasi arteri sebaliknya ketika volume jantung besar akan diikuti dengan
peningkatan pulsasi arteri.
2. Irama
Pada stadium awal stenosis mitral, pasien memiliki irama sinus normal. Pada stadium
sedang sampai berat, terjadi peningkatan tekanan atrium kiri dan fibrosis jaringan
atrium yang menyebabkan aritmia pada atrium, umumnya akan menjadi atrial fibrilasi
dimana suara jantung terdengar cepat dengan irama ireguler.
3. Opening Snap
Opening snap disebabkan oleh terbuka daun katup mitral secara tiba-tiba selama
diastol ventrikel kiri, dimana daun katup masih relatif elastis. Ini tidak dapat dideteksi
jika daun katup terjadi kalsifikasi berat dan gerakannya terbatas. Untuk
mendengarkan opening snap yang baik dapat dilakukan pada pinggang jantung tetapi
dapat juga didengar pada apeks jantung.
4. Diastolic Rumble Murmur (Rumbel diastol)
15
Rumbel diastol atau bising diastolik kasar pada stenosis mitral terjadi karena adanya
aliran turbulensi yang melewati katup mitral. Murmur ini merupakan murmur dengan
nada kecil dan terdengar baik pada apeks dengan menggunakan corong pada
stetoskop ketika pasien dengan posisi lateral dekubitus kiri. Murmur diastolik dapat
juga terdengar secara jelas setelah aktivitas, meskipun ditemukan takikardi pada
waktu pengisian saat diastol.
5. Bunyi jantung 1 Keras
Penutupan pada daun katup mitral dengan kalsifikasi dan kelenturan yang minimal
dapat memberikan bunyi jantung 1 yang keras.
6. Menemukan Tanda-Tanda Hipertensi Pulmonal
Suara keras pada penutupan katup pulmonal dapat terdengar pasien dengan hipertensi
pulmonal yang belum jelas. Maka dapat juga terdengar sistolik murmur pada
regurgitasi trikuspid. Jika terdapat hipertrofi ventrikel kanan, ventrikel kanan
mungkin sudah dapat dipalpasi. Disfungsi sistolik pada ventrikel kanan dapat
ditemukan hepatomegali, edema perifer dan asites.
Pemeriksaan Penunjang1,2
1. Elektrokardiografi (EKG)
Irama dapat sinus atau atrial fibrilasi. Terlihat adanya gelombang P atau P mitral pada
lead II dan III dengan atau tanpa adanya gelombang P biphasic pada lead V1 yang
mencerminkan adanya pembesaran atrium kiri (Left Atrial Enlargement). Jika terdapat
pembesaran ventrikel kanan dan gagal jantung kanan, dapat terlihat sebagai deviasi
aksis kiri, inkomplit right bundle branch block dan R yang tinggi pada V 2 atau S yang
dalam pada lead V6. Pembesaran atrium kanan ditemukan dengan tingginya amplitudo
> 2,5 mm pada gelombang P di lead II.
2. Pemeriksaan Foto Toraks
Gambaran klasik dari foto toraks adalah pembesaran atrium kiri serta pembesaran
arteri pulmonalis (terdapat hubungan yang bermakna antara besarnya pembuluh darah
dan resistensi vaskular pulmonal). Edema intersisial berupa garis kerley terdapat pada
30% pasien dengan tekanan atrium < 20 mmHg, pada 70% bila tekanan atrium kiri >
20 mmHg.
3. Ekokardiografi Droppler
Ekokardiografi merupakan modalitas pilihan yang paling sensitif dan spesifik untuk
diagnosis stenosis mitral. Dengan ekokardiografi dapat dilakukan evaluasi struktur
dari katup, pliabilitas dari daun katup, ukuran dari area katup dengan planimetri
(mitral valve area) struktur dari aparatus subvalvular, juga dapat ditentukan fungsi
ventrikel. Sedangkan dengan doppler dapat ditentukan gradien dari mitral, serta
ukuran dari area mitral dengan cara mengukur pressure half time terutama bila
16
17
18
19
20
2. Indrajaya T, Ali G. Stenosis Mitral. Dalam: Setiati S, Alwi Idrus, Aru WS, Marcellus
SK, Bambang S, Ari FS. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-6. Jakarta:
Interna Publishing, 2014. Hal 1171-79
3. Kuncoro Ario S. Pemeriksaan Stenosis Mitral Akibat Proses Rheumatik Dengan
Ekokardiografi. Jurnal Kardiologi Indonesia. 2010; 31: Hal 62-65
4. Neema PK. Pathophysiology of Mitral Valve Stenosis. MAMC Journal of Medicine
Sciences. 2015; 1: Hal 25-27
21