Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia
darah (dan lingkungan dalam tubuh) dengan mengekskresikan zat terlarut dan air secara
selektif. Apabila kedua ginjal ini karena sesuatu hal gagal menjalankan fungsinya, akan
terjadi kematian. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus
diikuti dengan reabsorbsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai disepanjang
ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air diekskresikan keluar tubuh dalam urin melalui system
pengumpul urin. Ginjal memiliki sejumlah fungsi penting meliputi ekskresi, pengaturan
homeostatis , biosintesa dan metabolisme hormone. Oleh karena itu ginjal terlibat dalam
pengaturan tekanan darah, metabolisme kalsium dan tulang serta eritropoesis.
Acute kidney injury (AKI), yang dikenal dengan gagal ginjal akut
(GGA) atau acute renal failure (ARF) merupakan penurunan cepat (dalam
hitungan jam hingga minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya
berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa
metabolisme nitrogen dengan atau tanpa gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Acute kidney injury (AKI), yang dikenal dengan gagal ginjal akut
(GGA) atau acute renal failure (ARF) merupakan penurunan cepat
(dalam hitungan jam hingga minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG)
yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk
mengekskresi sisa metabolisme nitrogen dengan atau tanpa gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Kriteria yang melengkapi definisi
AKI menyangkut beberapa hal antara lain, (1) kriteria diagnosis harus
mencakup semua tahap penyakit; (2) kadar kreatinin (Cr) serum; (3)
penurunan urine output (UO) yang seringkali mendahului peningkatan
mendahului peningkatan kreatinin serum; (4) penetapan gangguan
ginjal berdasarkan kadar kreatinin serum, UO, dan LFG. Penurunan
fungsi ginjal dalam 48 jam yaitu berupa kenaikan kadar kreatinin
serum > 0,3 mg/dL, presentasi kenaikan kreatinin serum > 50% (1,5
kali kenaikan dari nilai dasar), atau pengurangan produksi urin
(oliguria yang tercatat <0,5 ml/kg/jam dalam waktu > 6 jam).1,2
2.2. Epidemiologi
Beberapa laporan dunia menunjukkan insidens yang bervariasi
antara 0,5-0,9% pada komunitas, 0,7-18% pada pasien yang dirawat di
rumah sakit, hingga 20% pada pasien yang dirawat di unit perawatan
intensif (ICU), dengan angka kematian yang dilaporkan dari seluruh
dunia berkisar 25% hingga 80%. Insidens di negara berkembang,
2

khususnya di komunitas, sulit didapatkan karena tidak semua pasien


AKI datang ke rumah sakit. Diperkirakan bahwa insidens nyata pada
komunitas jauh melebihi angka yang tercatat.2

2.3. Etiologi
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan
patogenesis AKI, yaitu penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal
tanpa menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,
55%), penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan pada
parenkim ginjal (AKI renal, 40%), penyakit yang terkait dengan
obstruksi saluran kemih (AKI postrenal, 5%).2
AKI Pra-Renal
1. Hipovolemia
Kehilangan cairan pada ruang ketiga, ekstravaskular

(kerusakan jaringan, hipoalbuminemia obstruksi usus)


Kehilangan darah
Kehilangan cairan ke luar tubuh (melalui saluran cerna
seperti muntah, diare, drainase, melalui saluran kemih
seperti diuretik, hipoadrenal, diuresis osmotik, melalui

kulit seperti luka bakar)


2. Penurunan curah jantung
Penyebab miokard: infark, kardiomiopati
Penyebab perikard: tamponade
Penyebab vaskular pulmonal: emboli pulmonal
Aritmia
Penyebab katup jantung
3. Perubahan rasio resistensi vaskular ginjal sistemik

Penurunan resistensi vaskular perifer (Sepsis, sindrom


hepatorenal, obat dengan dosis berlebih seperti

barbiturat, penggunaan vasodilator (nitrat, antihipertensi)


Vasokontriksi ginjal (Hiperkalsemia, noreepinefrin,

epinefrin, siklosporin, takrolimus.


Hipoperfusi ginjal lokal (stenosis arteri renal, hipertensi

maligna)
4. Hipoperfusi ginjal dengan gangguan autoregulasi ginjal
Kegagalan penurunan resistensi arteriol aferen
(perubahan struktural akibat usia lanjut, aterosklerosis,
hipertensi kronik, PGK, hipertensi maligna, penurunan
prostaglandin seperti penggunaan OAINS atau COX-2
inhibitor, vasokontriksi arteriol aferen seperti sepsis,
hiperkalsemia, sindrom hepatorenal, siklosporin,
takrolimus, radiokontras)
Kegagalan peningkatan resistensi arteriol eferen
Penggunaan penyekat ACE, ARB
Stenosis arteri renalis
5. Sindrom Hiperviskositas
Multiple mieloma, makroglobulinemia, polisitemia
AKI Renal
1. Obstruksi renovaskular
Obstruksi arteri renalis (plak aterosklerosis, trombosis,
emboli, diseksi aneuresma, vaskulitis), obstruksi vena
renalis (trombolis, kompresi)
2. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal
Glomerulonefritis, vaskulitis
3. Nekrosis Tubular Akut
Iskemia
Toksin
Eksogen (radiokontras, siklosporin, antibiotik, kemoterapi,
pelarut organik, asetaminofen), endogen (rabdomiolisis,
hemolisis, asam urat, oksalat, mieloma)
4. Nefritis Intersisial
4

Alergi (antibiotik, OAINS, diuretik, kaptopril), infeksi


(bakteri, viral, jamur), infiltrasi (limfoma, leukemia,

sarkoidosis), idiopatik
AKI Post-Renal
1. Obstruksi ureter
Batu, gumpalan darah (klot), papila ginjal, keganasan,
kompresi eksternal
2. Obstruksi leher kandung kemih
Retensi urin kandung kemih neurogenik, hipertrofi
prostat, batu, keganasan, gumpalan darah
3. Obstruksi urethra
Striktur urethra, katup kongenital, fimosis
AKI pra renal
Hipovolemia

AKI renal
Obstruksi

AKI post renal


Obstruksi ureter

Penurunan curah

renovaskular
Penyakit glomerulus

Obstruksi leher

jantung

atau mikrovaskular

kandung kemih

Perubahan rasio

ginjal
Nekrosis tubular akut

Obstruksi urethra

resistensi vaskular

(acute tubular

ginjal sistemik
Hipoperfusi ginjal

necrosis, ATN)
Nefritis intersisial

dengan gangguan
autoregulasi ginjal
Sindrom

Obstruksi dan

hipervisikositas

deposisi intratubular

2.4. Klasifikasi
Klasifikasi AKI dibagi menjadi dua kriteria yaitu klasifikasi AKI
berdasarkan kriteria RIFLE (risk, injury, failure, loss, end stage) yang
berdasarkan pada peningkatan kreatinin serum, penurunan LFG, urine
5

output (UO) dan klasifikasi AKI berdasarkan kriteria AKIN (acute kidney
injury network) yang berdasarkan pada peningkatan kreatinin serum
dan urine output (UO).2
a. Klasifikasi AKI berdasarkan kriteria RIFLE
Kategori

Risk

Injury

Failure

Peningkatan

Penurunan

Kriteria

kadar

laju filtrasi

Output urin

kreatinin

glomerulus

serum
> 1,5 kali nilai

> 25% nilai

< 0,5

dasar

dasar

mL/kg/jam, > 6

> 2,0 kali nilai

> 50% nilai

jam
< 0,5

dasar

dasar

mL/kg/jam, >

> 3,0 kali nilai

> 75% nilai

12 jam
< 0,3

dasar atau > 4

dasar

mL/kg/jam, >

mg/dL dengan

anuria > 12 jam

kenaikan akut >


Loss

5 mg/Dl
Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4

End stage

minggu
Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3
bulan

b. Klasifikasi AKI berdasarkan kriteria AKIN


Tahap

Peningkatan

Kriteria output

kreatinin serum
> 1,5 kali nilai

urin
< 0,5 mL/kg/jam, >

dasar atau

6 jam

peningkatan > 0,3


2

mg/ dL
> 2,0 kali nilai

< 0,5 mL/kg/jam, >

dasar
> 3,0 kali nilai

12 jam
< 0,3 mL/kg/jam, >

dasar atau > 4

24 jam atau anuria

mg/dL dengan

> 12 jam

kenaikan akut > 5


mg/dL atau inisiasi
terapi pengganti
ginjal
2.5. Patofisiologi
Gangguan ginjal akut (GGA) pre-renal. Penyebab GGA prerenal adalah hipoperfusi ginjal. Hipoperfusi disebabkan oleh
hipovolemia atau menurunnya volume sirkulasi yang efektif. Pada GGA
pre-renal integritas jaringan ginjal masih terpelihara sehingga
prognosis dapat lebih baik apabila faktor penyebab dapat dikoreksi.
Apabila upaya perbaikan hipoperfusi ginjal tidak berhasil makan akan
timbul GGA renal berupa nekrosis tubular akut karena iskemik. Pada
kondisi ini fungsi otoregulasi ginjal akan berupaya mempertahankan
tekanan perfusi, melalui mekanisme vasodilatasi intrarenal. Dalam
keadaan normal, aliran darah ginjal dan LFG relatif konstan, diatur oleh
mekanisme yang disebut otoregulasi. GGA pre-renal disebabkan oleh
gangguan hipovolemia, penurunan volume efektif intravaskular seperti
pada sepsis dan gagal jantung serta disebabkan oleh gangguan

hemodinamik intra-renal seperti pemakaian anti-inflamasi non steroid,


obat yang menghambat angiotensin dan pada tekanan darah, yang
akan mengaktifasi baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya akan
mengaktifasi sistem saraf simpatis, sistem renin-angiotensin serta
merangsang pelepasan vasopresin dan endothelin-1 (ET-1), yang
merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan darah
dan curah jantung serta perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme
otoregulasi ginjal akan mempertahankan alirah darah ginjal dan laju
filtrasi glomerulus dengan vasodilatasi arteriol yang dipengaruhi oleh
refleks miogenik serta prostagladin dan nitric oxide (NO), serta
vasokontriksi arteriol afferen yang dipengaruhi oleh angiotensin-II (A-II)
dan ET-1. Mekanisme ini bertujuan untuk mempertahankan
homeostasis intrarenal. Pada hipoprefusi ginjal yang berat (tekanan
arteri rata-rata < 70 mmHg) serta berlangsung dalam jangka waktu
yang lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan terganggu,
dimana arteriol afferen mengalami vasokontriksi, terjadi kontraksi
mesangial dan peningkatan absropsi Na+ dan air. Keadaan ini disebut
pre-renal atau GGA fungsional, dimana belum terjadi kerusakan
struktural dari ginjal.1
Gangguan ginjal akut (GGA) renal. Pada GGA renal terjadi kelainan
vaskular yang sering menyebabkan nekrosis tubular akut. Dimana pada NTA terjadi
kelainan vascular dan tubular. Pada kelainan vaskuler terjadi:1
Peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang menyebabkan
sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan gangguan
otoregulasi.
8

Terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel endotel


vaskular ginjal, yang mengakibatkan peningkatan A-II dan ET-1 serta penurunan
prostaglandin dan ketersediaan nitric oxide yang bearasal dari endotelial NOsintase.
Peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan interleukin-18,
yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari intraseluler adhesion
molecule-1 dan P-selectin dari sel endotel, sehingga peningkatan perlekatan sel
radang terutama sel netrofil. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan radikal
bebas oksigen. Kesuluruhan proses di atas secara bersama-sama menyebabkan
vasokonstriksi intrarenal yang akan menyebabkan penurunan GFR.
Pada kelainan tubular terjadi:
Peningkatan Ca2+, yang menyebabkan peningkatan calpain sitosolik
phospholipase A2 serta kerusakan actin, yang akan menyebabkan kerusakan
sitoskeleton. Keadaan ini akan mengakibatkan penurunan basolateral Na+/K+-ATP
ase yang selanjutnya menyebabkan penurunan reabsorbsi natrium di tubulus
proximalis serta terjadi pelepasan NaCl ke maculadensa. Hal tersebut
mengakibatkan peningkatan umpan tubuloglomeruler.
Peningkatan NO yang berasal dari inducible NO syntase, caspases dan
metalloproteinase serta defisiensi heat shock protein akan menyebabkan nekrosis
dan apoptosis sel.
Obstruksi tubulus, mikrofili tubulus proksimalis yang terlepas bersama debris
seluler akan membentuk substrat yang menyumbat tubulus, dalam hal ini pada
thick assending limb diproduksi Tamm-Horsfall protein (THP) yang disekresikan
ke dalam tubulus dalam bentuk monomer yang kemudian berubah menjadi
polimer yang akan membentuk materi berupa gel dengan adanya natrium yang
konsentrasinya meningkat pada tubulus distalis. Gel polimerik THP bersama sel
epitel tubulus yang terlepas baik sel yang sehat, nekrotik maupun yang apoptopik,
9

mikrofili dan matriks ekstraseluler seperti fibronektin akan membentuk silindersilinder yang menyebabkan obstruksi tubulus ginjal.
Kerusakan sel tubulus menyebabkan kebocoran kembali dari cairan intratubuler
masuk ke dalam sirkulasi peritubuler. Keseluruhan proses tersebut di atas secara
bersama-sama yang akan menyebabkan penurunan GFR.
Gangguan ginjal akut (GGA) post renal. GGA post renal
merupakan 10% dari keseluruhan GGA. GGA post renal disebabkan
oleh obstruksi intra-renal dan ekstra renal. Obstruksi intra-renal terjadi
karena deposisi kristal (urat, oxalat, sulfonamid) dan protein
(mioglobin, hemoglobin). Obstruksi ekstra-renal dapat terjadi pada
pelvis ureter oleh obstruksi intrinsik ( tumor, batu, nekrosis papilla)
dan ekstrinsil (keganasan pada pelvis dan retoperitonial, fibrosis) serta
pada kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/keganasan prostat) dan
urethra (striktura). GGA post renal terjadi bila obstruksi akut terjadi
pada urethra, buli-buli dan ureter bilateral atau obstruksi pada ureter
unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi. Pada fase awal dari
obstruksi ureter yang akut, terjadi peningkatan aliran darah ginjal dan
peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh
prostaglandin-E2. Pada fase kedua setelah 1,5 2 jam terjadi
penurunan aliran darah ginjal dibawah normal akibat pengaruh
thromboxane-A2 (TxA2) dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat
tetapi setelah 5 jam mulai meningkat. Fase ketiga atau fase kronik,
ditandai oleh aliran darah ginjal yang semakin menurun atau
penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu.
Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah
2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi
10

pengeluaran mediator inflamasi dan faktor pertumbuhan yang akan


menyebabkan febriosis intersisial ginjal.1
2.6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis berdasarkan etiologi yang menyebabkan
gangguan ginjal akut sebagai berikut:3
Pre-renal
Rasa haus, seperti

Renal
ATN: riwayat

ingin jatuh

hipovolemia, syok

Hipotensi ortostatik,

sepsis
SLE (demam

takikardi, penurunan

arthralgia, rash

JVP, turgor kulit

eritematosa)

Post-renal
Nyeri suprapubik

Nyeri pada perut

menurun, mukosa
kering
Sirosis hepatis dan

Nyeri pinggang

Kolik menandakan

hipertensi portal

menandakan oklusi

adanya obstruksi

Tanda-tanda gagal

arteri/vena ginjal
Oliguria, edema,

pada ureter
Nokturia, frekuensi

jantung pada pasien

hipertensi, hematuria

pembesaran prostat

gagal jantung

menandakan

menandakan adanya

kongestif
Sepsis dan

glomerulonefritis
Hipertensi maligna

patologi pada prostat

sebagainya
2.7. Diagnosis
Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI atau GGA sesuai
dengan yang telah dipaparkan di atas, pertama-tama harus ditentukan
apakah keadaan tersebut memang merupakan AKI atau merupakan
suatu keadaan akut pada penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic

11

kidney disease (CKD). Beberapa patokan umum yang dapat


membedakan kedua keadaan ini antara lain riwayat etiologi PGK,
riwayat etiologi penyebab AKI, pemeriksaan klinis (anemia, neuropati
pada PGK) dan perjalanan penyakit (pemulihan pada AKI) dan ukuran
ginjal. Patokan tersebut tidak sepenuhnya dapat dipakai. Misalnya,
ginjal umumnya berukuran kecil pada PGK, namun dapat pula
berukuran normal bahkan membesar seperti pada neuropati diabetik
dan penyakit ginjal polikistik. Upaya pendekatan diagnosis harus pula
mengarah pada penentuan etiologi, tahap AKI, dan penentuan
komplikasi.2
Petunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah gejala haus,
penurunan UO dan berat badan dan perlu dicari apakah hal tersebut
berkaitan dengan penggunaan OAINS, penyekat ACE (Angiotensin
Converting Enzim) dan ARB (Angiotensin Resepstor Block). Pada
pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda hipotensi ortostatik dan
takikardia, penurunan jugular venous pressure (JVP), penurunan turgor
kulit, mukosa kering, stigmata penyakit hati kronik dan hipertensi
portal, tanda gagal jantung dan sepsis. Kemungkinan AKI renal iskemia
menjadi tinggi bila upaya pemulihan status hemodinamik tidak
memperbaiki tanda AKI. Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan dengan
data klinis penggunaan zat-zat nefrotoksik ataupun toksin endogen
(misalnya mioglobin, hemoglobin, asam urat). Diagnosis AKI renal
lainnya perlu dihubungkan dengan gejala dan tanda yang menyokong
seperti gejala trombosis, glomerulonefritis akut, atau hipertensi
maligna. AKI pascarenal dicurigai apabila terdapat nyeri sudut
12

kostovertebra atau suprapubik akibat distensi pelviokalises ginjal,


kapsul ginjal, atau kandung kemih. Nyeri pinggang kolik yang menjalar
ke daerah inguinal menandakan obstruksi ureter akut. Keluhan terkait
prostat, baik gejala obstruksi maupun iritatif, dan pembesaran prostat
pada pemeriksaan colok dubur menyokong adanya obstruksi akibat
pembesaran prostat. Kandung kemih neurogenik dapat dikaitkan
dengan pengunaan antikolinergik dan temuan disfungsi saraf otonom.2
2.8. Pemeriksaan Penunjang3
Urinalisis
Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda
inflamasi glomerulus, tubulus, infeksi saluran kemih, atau uropati
kristal. Pada AKI prarenal, sedimen yang didapatkan aselular dan
mengandung cast hialin yang transparan. AKI pascarenal juga
menunjukkan gambaran sedimen inaktif, walaupun hematuria dan
piuria dapat ditemukan pada obstruksi intralumen atau penyakit
prostat. AKI renal akan menunjukkan berbagai cast yang dapat
mengarahkan pada penyebab AKI, antara lain pigmented muddy
brown granular cast, cast yang mengandung epitel tubulus yang
dapat ditemukan pada ATN; cast eritrosit pada kerusakan
glomerulus atau nefritis tubulointerstitial; cast leukosit dan
pigmented muddy brown granular cast pada nefritis interstitial.
Pemeriksaan laboratorium
Darah lengkap, kreatinin serum, ureum, elektrolit (Na+, K+, Fosfat,
Ca2+), asam urat. Dari hasil serum kreatinin, dapat dihitung laju
filtrasi glomerulus dengan rumus Cockroft-Gault yaitu
LFG (mL/menit)* = (140-usia) x Berat badan (kg)
13

Serum Kreatinin (mg/dL) x 72


Hasilnya dikali 0,85 jika pasien berjenis kelamin perempuan.
Indeks gangguan ginjal (renal failure indices)
Untuk membedakan GGA pra-renal dan GGA renal dapat digunakan
*

rumus berikut:
FENa (Fraksi Eksresi Na) = (UNa+/ PNa+) / (UCr/ PCr)
(UNa+ = Na+ urin, PNa+ = Na+ plasma, UCr = Kreatinin urin, PCr =
Kreatinin plasma)
Hasil < 1% prarenal, akibat zat kontras, atau glomerulonefritis;
hasil >2% nekrosis tubular akut.
Pemeriksaan radiologi
Biopsi ginjal
2.9. Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal,
mempertahankan homeostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi metabolic
dan infeksi serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya sembuh
secara spontan. Prinsip pengelolaannya dimulai dengan mengidentifikasi pasien beresiko
AKI (sebagai tindak pencegahan), mengatasi penyakit penyebab AKI, mempertahankan
homeostasis, mempertahankan euvolemia, keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah
komplikasi metabolic seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia, mengevaluasi
status nutrisi, kemudian mencegah infeksi dan selalu mengevaluasi obat-obat yang
dipakai. Bila GGA sudah terjadi diperlukan pengobatan khusus, umumnya dalam ruang
lingkup perawatan intensif sebab beberapa penyakit primernya yang berat seperti sepsis,
gagal jantung, dan usia lanjut, dianjurkan untuk inisiasi dialysis ini. Dialisis bermanfaat
untuk koreksi akibat metabolic dari AKI. Dengan dialisis ini dapat diberikan
cairan/nutrisi, dan obat-obat lain yang diperlukan seperti antibiotic. AKI post-renal
memerlukan tindakan cepat bersama dengan ahli urologi misalnya pembuatan
nefrostomi, mengatasi infeksi saluran kemih dan menghilangkan sumbatan yang dapat
disebabkan oleh batu, striktur uretra atau pembesaran prostat.1
14

Pengobatan suportif pada AKI sebagai berikut:


Komplikasi
Kelebihan volume intravaskuler
Hiponatremia
Hiperkalemia

Pengobatan
Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (< 1L/hari)
Furosemid, ultrafiltrasi atau dialysis
Batasi asupan air (< 1 L/hari), hindari infuse
larutan hipotonik.
Batasi asupan diit K (<40 mmol/hari),

Asidosis metabolic
Hiperfosfatemia
Hipokalsemia
Nutrisi

hindari diuretic hemat kalium


Natrium bikarbonat ( upayakan bikarbonat
serum > 15 mmol/L, pH >7.2 )
Batasi asupan diit fosfat (<800 mg/hari)
Obat pengikat fosfat (kalsium asetat, kalsium
karbonat)
Kalsium karbonat; kalsium glukonat ( 10-20
ml larutan 10% )
Batasi asupan protein (0,8-1 g/kgBB/hari)
jika tidak dalam kondisi katabolic
Karbohidrat 100 g/hari
Nutrisi enteral atau parenteral, jika
perjalanan klinik lama atau katabolik

Terdapat lima kondisi dilakukannya dialisis segera. Dialisis hanya dilakukan apabila
kondisi-kondisi berikut tidak bisa diperbaiki dengan terapi konvensional:3
Gangguan asam basa: asidosis berat (pH < 7,1)
Intoksikasi: metanol, litium, salisilat
Uremia: perikarditis uremikum, ensefalopati uremikum, perdarahan,
azotemia (> 200 mg/dL)
Gangguan elektrolit: hiperkalemia (K+ > 6,5 mEq/dL), hiperkalsemia,
sindrom lisis tumor, hipernatremia berat (Na+ > 160 mEq/dL), atau
hiponatremia (Na+ < 115 mEq/dL)
Overload cairan: edema paru dan lain-lain
2.10. Komplikasi
Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis metabolik,
hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan hiperkatabolik.
15

Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru, yang dapat
menimbulkan keadaan gawat. Hiperkalemia terjadi karena beberapa hal seperti ekskresi
melalui ginjal terganggu, perpindahan kalium keluar sel, kerusakan sel akibat proses
katabolik, trauma, sepsis, infeksi, atau dapat juga disebabkan karena asupan kalium yang
berlebih, keadaan ini berbahaya karena bisa menyebabkan henti jantung dalam keadaan
diastolik. Asidosis terjadi karena bikarbonat darah menurun akibat ekskresi asam
nonvolatile terganggu dimana juga meningkatkan anion gap. Hipokalsemia sering terjadi
pada awal GGA dan pada fase penyembuhan GGA.4
Komplikasi sistemik seperti:
1. Jantung
Edema paru, aritmia dan efusi pericardium.
2. Gangguan elektrolit
Hiperkalemia, hiponatremia, dan asidosis
3. Neurologi
Iiritabilitas neuromuskular, tremor, dan koma,
4. Gangguan kesadaran dan kejang.
5. Gastrointestinal
Nausea, muntah, gastritis, dan ulkus peptikum.
6. Perdarahan gastrointestinal
7. Hematologi
Anemia, dan diastesis hemoragik
8. Infeksi
Pneumonia, septikemia, dan infeksi nosokomial.
9. Hambatan penyembuhan luka
2.11. Prognosis
Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal. Perlu
diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi yang
menyertai, perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk
prognosa. Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama
saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal multiorgan
dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya.5,6
BAB III
KESIMPULAN

16

Acute kidney injury (AKI), yang dikenal dengan gagal ginjal akut
(GGA) atau acute renal failure (ARF) merupakan penurunan fungsi ginjal
dalam 48 jam yaitu berupa kenaikan kadar kreatinin serum > 0,3 mg/dL,
presentasi kenaikan kreatinin serum > 50% (1,5 kali kenaikan dari nilai
dasar), atau pengurangan produksi urin (oliguria yang tercatat <0,5
ml/kg/jam dalam waktu lebih dari 6 jam).
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan
patogenesis AKI, yaitu penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal
tanpa menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal, 55%),
penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan pada parenkim
ginjal (AKI renal, 40%), penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran
kemih (AKI postrenal, 5%).
Kriteria RIFLE dan AKIN memberikan cara berpikir baru dalam memahami GGA,
pentahapan dari GGA, standardisasi dalam definisi sehingga ada keseragaman dalam
mendeskripsikan GGA. Keseragaman ini akan mendorong upaya pencegahan, pengobatan,
dan penelitian yang seragam. Hasil akhir yang diharapkan adalah tatalaksana atau
penanganan GGA yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Markum, MHS. Gagal Ginjal Akut. Dalam: Setiati S, Alwi Idrus, Aru WS, Marcellus
SK, Bambang S, Ari FS. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke-6. Jakarta:
Interna Publishing, 2014. Hal 2166-75
2. Sinto R, Ginova N. Acute Kidney Injury: Pendekatan Klinis dan Tatalaksana. Majalah
Kedokteran Indonesia. 2010; 60(2): Hal 81-88
17

3. Tanto C, Ni Made H. Gangguan Ginjal Akut. Dalam: Tanto C, Frans L, Sonia H, Eka
AP. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Edisi ke-4. Jakarta: Media Aesculapius, 2014.
Hal 632-635
4. Aspelin P, Aubry P, Fransson sg. Efek nefrotoksik pada pasien risiko tinggi yang
menjalani angiografi. NEJM. 2006; 348(6): Hal 491
5. Annonymous. Renal failure. Available from: http://wikipedia.com. Accessed on
January 1, 2016
6. Stein, Jay H. Kelainan ginjal dan elektrolit. Panduan klinik ilmu penyakit dalam.edisi

ke-3. Jakarta: EGC, 2001

18

Anda mungkin juga menyukai