Anda di halaman 1dari 7

Batasan Bermuamalah dengan Orang

Kafir
September 7th, 2011/Akhlak dan Nasehat/7 Comments

Islam adalah agama yang syumuul atau lengkap. Islam sudah menyediakan
seperangkat aturan dan petunjuk dalam menjalani kehidupan ini agar selamat
baik di dunia maupun di akhirat. Ajaran Islam tak hanya mengatur hubungan
antara seorang manusia dengan Rabb-Nya (hablum minallah), melainkan juga
telah mengatur hubungan antara manusia dengan manusia yang lain (hablum
minannaas). Ini merupakan suatu anugrah dan kemudahan bagi manusia.
Dalam kehidupan bermasyarakat ini, tentunya seorang muslim tidak hanya hidup
di tengah sesama kaum muslimin. Di tengah-tengah kita juga ada kaum kafir
yang juga hidup bersama-sama dengan kita. Maka sungguh indah ajaran Islam,
karena Islam juga telah mengatur dan mengajarkan bagaimana harusnya
seorang muslim dalam bermuamalah dengan orang kafir.
Tentunya tidak bisa disamakan sikap kita kepada sesama muslim dengan sikap
kita kepada orang kafir, karena perkara ini menyangkut perkara wala wal
bara (loyalitas dan permusuhan), ada beberapa kaidah tertentu yang
membatasai kita dalam bermuamalah dengan orang kafir.

Namun sebelum kita membahas apa saja yang boleh dan tidak boleh kita
lakukan dalam bermuamalah dengan orang kafir, kita perlu memperjelas terlebih
dahulu definisi orang kafir dan apa makna muamalah berikut cakupannya.
Allah Subhanahu wa Taala menciptakan manusia hanya untuk beribadah
kepada-Nya. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Taala mengutus para rasul
dengan membawa agama yang haq untuk membimbing manusia menuju cara
beribadah yang benar. AllahSubhanahu wa Taala menyebut para rasul itu
sebagai orang-orang Muslim. Maknanya, orang yang menyerahkan diri, tunduk
dan patuh kepada Allah Subhanahu wa Taala. Itulah arti Islam secara umum,
yaitu semua agama yang dibawa oleh para nabi dan rasul semenjak Nabi
Nuh Alaihissallam sampai Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Sementara itu, islam dengan makna khusus adalah agama yang dibawa oleh
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dari Allah Subhanahu wa Taala.
Dengan agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam ini, AllahSubhanahu wa Taala menghapus seluruh agama dan syariat
sebelumnya. Maka, orang yang mendapati agama ini, namun tidak memeluknya,
maka dia kafir.
Wahai saudaraku,
Sesungguhnya orang kafir itu ada empat macam:
1. Kafir muahid yaitu orang kafir yang tinggal di negeri mereka sendiri dan di
antara mereka dan kaum muslimin terikat perjanjian damai.
2. Kafir dzimmi yaitu orang kafir yang tinggal di negeri kaum muslimin dan
sebagai gantinya mereka mengeluarkan jizyah (semacam upeti) sebagai
kompensasi perlindungan kaum muslimin terhadap mereka.
3. Kafir mustaman yaitu orang kafir masuk ke negeri kaum muslimin dan diberi
jaminan keamanan oleh penguasa muslim atau dari salah seorang muslim.
4. Kafir muharib (orang-orang kafir yang memerangi umat Islam di negeri yang
saat itu sedang terjadi konflik antar-pemeluk agama), yaitu orang kafir selain tiga
jenis di atas. Kaum muslimin disyariatkan untuk memerangi orang kafir semacam
ini sesuai dengan kemampuan mereka.

Sungguh syariat Islam yang mulia ini telah mengatur bagaimana batasanbatasan apa saja yang boleh dan yang tidak boleh pada saat kita bermuamalah
dengan orang kafir. Dalam pembahasan ini, tentu yang dimaksudkan adalah
perlakuan kita kaum muslimin kepada orang selain kafir muharib. Adapun kepada
kafir muharib maka kita disyariatkan untuk memerunginya.
Berikut adalah batasan-batasan dalam bermuamalah dengan orang kafir:
1.Tidak menyetujui keberadaannya di atas kekufuran dan tidak ridha terhadap
kekufuran. Karena ridha terhadap kekufuran orang lain termasuk perbuatan
kekafiran.
2. Membenci orang kafir, karena Allah Subhanahu wa Taala juga benci mereka.
Sebagimana halnya cinta karena Allah, begitu juga benci karena Allah. Oleh
karena itu, selama Allah Subhanahu wa Taala membenci orang kafir karena
kekufurannya, maka seorang mukmin harus juga membenci orang kafir tersebut.
3. Tidak memberikan wala (kedekatan, loyalitas, kesetiaan) dan kecintaan
kepada orang kafir. Allah Taala berfirman :













Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali
(teman akrab, pemimpin, pelindung, penolong) dengan meninggalkan orangorang mukmin. (Qs. Ali Imran : 28)
Dan firman-Nya:



Kamu tidak akan mendapati satu kaum yang beriman pada Allah dan hari
akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan
Rasul-Nya, sekalipun orang-orang yang menentang itu asdalah bapak-bapak,
atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. (Qs. AlMujadilah : 22)

4. Bersikap adil dan berbuat baik kepadanya, selama orang kafir tersebut bukan
kafirmuhrib (orang kafir yang memerangi kaum Muslimin). Berdasarkan firman
Allah Azza wa Jalla,









Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orangorang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu
dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
(Qs. Al-Mumtahanah: 8)
Ayat yang mulia lagi muhkam (ayat yang maknanya jelas) ini membolehkan
bersikap adil dan berbuat baik kepada orang-orang kafir, kecuali orang-orang
kafir muharib. Karena Islam memberikan sikap khusus terhadap orang-orang
kafir muharib.
5. Mengasihi orang kafir dengan kasih sayang yang bersifat umum. Seperti
memberi makan jika dia lapar, memberi minum jika haus, mengobatinya jika
sakit, menyelamatkannya dari kebinasaan dan tidak mengganggunya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Kasihilah orang-orang yang berada di atas bumi, niscaya Dia (Allah) yang berada
di atas langit akan mengasihi kamu. (HR. At-Tirmidzi, no. 1924)
6. Tidak mengganggu harta, darah, dan kehormatan, selama dia bukan
kafir muhrib. Karena itu merupakan kezhaliman yang dilarang oleh Allah Azza
wa Jalla, berdasarkan hadits qudsi berikut ini:











Dari Abu Dzarr radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau
meriwayatkan dari Allah Taala berfirman: Wahai hamba-hambaKu,

sesungguhnya Aku mengharamkan kezhaliman atas diri-Ku, dan Aku


menjadikannya sesuatu yang diharamkan di tengah kalian, maka janganlah
kalian saling menzhalimi. (HR. Muslim, no. 2577)
7. Boleh memberikan hadiah kepadanya dan boleh juga menerima hadiah
darinya sertadiperbolehkan memakan daging sembelihan ahli kitab.
Allah Azza wa Jalla berfirman,






Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orangorang yang diberi Al-kitab itu halal bagimu. (Qs. Al-Maidah : 5)
8. Tidak boleh menikahkan wanita muslimah dengan laki-laki kafir (walaupun
lelaki ini Ahli kitab) dan laki-laki muslim tidak boleh menikahi wanita kafir, kecuali
wanita ahli kitab.
Tentang larangan menikahkan wanita muslimah dengan lelaki kafir, Allah Azza
wa Jallaberfirman,








Mereka (perempuan-perempuan yang beriman) tidak halal bagi orang-orang
kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka. (Qs. AlMumtahanah : 10)
Allah Azza wa Jalla juga berfirman,










Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik daripada wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang
musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia

menarik hatimu. Mereka itu mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke


surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
(perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.
(Qs. Al-Baqarah : 221)
Sedangkan tentang bolehnya menikahi wanita Ahli kitab, Allah Azza wa
Jalla berfirman,




(Dan dihalalkan mangawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara
orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas
kawin mereka, dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan
tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. (Qs. Al-Maidah : 5)
9. Tidak mendahului orang kafir dalam mengucap salam. Jika orang kafir tersebut
mengucapkan salam terlebih dahulu, maka cukup dijawab dengan Wa
Alaikum. Nabishallallahu alaihi wa sallam bersabda,







Jika salah seorang ahli kitab mengucapkan salam kepadamu, maka jawablah
denganWa Alaikum. (HR. Ibnu Majah, no. 3697; dishahihkan oleh al-Albani)
10. Mendoakannya jika ia bersin dengan memuji Allah, kita doakan,






Semoga Allah memberi petunjuk kepadamu, dan memperbaiki urusanmu.
Karena orang yahudi pernah bersin di dekat Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallamkemudian dia membaca hamdalah, dengan harapan Nabi shallallahu
alaihi wa sallammendoakan, yarhamukallah.. Semoga Allah merahmatimu,
Namun, ternyata yang beliau baca adalah doa di atas.
11. Menyempitkan ruang geraknya jika bertemu dengannya di salah satu jalan.
Disempitkan ke jalan yang paling sempit, karena Rasulullah bersabda,










Janganlah kamu memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan Nashara. Dan
jika kamu bertemu salah seorang dari mereka di jalan, maka desaklah ia ke jalan
yang paling sempit/pinggir. (HR. Muslim, no. 2167)
Ketika menjelaskan makna hadits ini, Imam Nawawi rahimahullah mengatakan :
Para sahabat kami mengatakan, orang kafir dzimmi tidak dibiarkan berjalan di
tengah jalan, namun dia didesak ke pinggirnya jika umat Islam melewati jalan
tersebut. Namun jika jalan itu sepi, tidak berdesakan (di jalan itu) maka tidak
mengapa.
12. Kaum muslimin harus menyelisihi kebiasaan orang kafir dan tidak boleh
melakukan tasyabbuh (menyerupai atau meniru) mereka. Tasyabbuh dengan
orang kafir yang terlarang adalah meniru atau menyerupai orang kafir dalam
masalah keyakinan, ibadah, kebiasaan atau model-model perilaku yang
merupakan ciri khas mereka.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,




Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk mereka. (HR. Abu
Dawud, no. 4031)
Dalam hadis yang lain, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Hendaklah
kalian tampil beda dengan orang-orang musyrik. Karena itu, panjangkan jenggot,
dan cukurlah kumis. (Muttafaq Alaih).
Beliau juga bersabda, Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan orang-orang
Kristen tidak mengubah warna uban mereka, maka bersikaplah tampil beda
dengan mereka. (Diriwayatkan Al-Bukhari).
Demikian beberapa batasan berkaitan dengan muamalah kepada orang kafir.
Lewat paparan singkat ini, kita dapat mengetahui sikap adil yang diajarkan
agama Islam dalam menyikapi orang-orang kafir secara umum.
Wallahu alam bisshawab.

Anda mungkin juga menyukai