Anda di halaman 1dari 17

A. Pengertian dan Urgensi Majlis Tarjih Muhammadiyah.

Tarjih berasal dari kata " rojjaha yurajjihu- tarjihan ", yang berarti
mengambil sesuatu yang lebih kuat.1[1] Jadi secara bahasa tajrih merupakan
cartaa pengambilan sesuatu dengan membandingkan antara dua hal yang saling
bertentangan

dan

mengambil

sesuatu

yang

lebih

kuat.

Menurut istilah ahli ushul fiqh adalah : Usaha yang dilakukan oleh mujtahid
untuk mengemukakan satu antara dua jalan (dua dalil) yang saling bertentangan,
karena mempunyai kelebihan yang lebih kuat dari yang lainnya ". Tarjih dalam
istilah persyarikatan, sebagaimana terdapat uraian singkat mengenai " Matan
Keyakinan dan Cita-cita hidup Muhamadiyah " adalah membanding-banding
pendapat dalam musyawarah dan kemudian mengambil mana yang mempunyai
alasan yang lebih kuat ".2[2]
Jadi majlis tarjih dapat didefinisikan sebagai suatu lembaga hukum dalam
persyarikatan Muhammadiyah yang mempunyai peranan sebagai lembaga yang
membidangi masalah-masalah keagamaan, khususnya hukum fiqh. Majlis tarjih
mempunyai peranan yang sangat penting bagi pengembangan pemikiran
Muhammadiyah terutama yang berkaitan dengan masalah hukum. Dengan
adanya lembaga Tarjih ini, maka perpecahan antar warga Muhammadiyah yang
diakibatkan perbedaan pendapat dapat dihindarkan dan majlis ini juga
menetapkan pendapat mana yang lebih kuat untuk diamalkan oleh warga
Muhammadiyah. Selain itu, majlis tarjih dalam perkembanganya tidak hanya
sekedar menjatrjih masalah-masalah khilafiyah, akan tetapi mengarah pada
penyelesaian masalah-masalah baru atau kontemporer.
B. Sejarah dan Perkembangan Majlis Tarjih.
Dalam Konggres Muhammadiyah ke-16 pada tahun 1927 di Pekalongan KH
Mas Mansur al-Marhum yang ketika itu menjabat sebagai konsul Muhammadiyah
Daerah Surabaya mengusulkan agar didirikan semacam majlis ulama yang secara
khusus bertugas membahas masalah-masalah agama. Usul tersebut berdasarkan
pertimbangan adanya kekhawatiran timbul perpecahan di kalangan orang-orang
Ahmad Zain An Najah, MA, Majlis Tarjih Muhammadiyah( Pengenalan, [1]1

http://zhcn.facebook.com/note.php?note_id=448847060506 28/10/10
Penyempurnaan Dan Pengembangan ), www.

.Ibid [2]2

Muhammadiyah , terutama ulamanya karena perbedaan paham dalam masalahmasalah hukum agama. Perbedaan-perbedaan demikian sebagaimana terbukti
dalam sejarah telah menyebabkan pertentangan dan perpecahan di kalangan umat
Islam,

terutama

ulamanya

sehingga

timbullah

madzhab-madzhab

dan

kefanatikan terhadapnya, sehingga meretakkan ukhuwah Islamiyah dan


menghancurkan

persatuan

umat

Islam.

Beliau

juga

khawatir

kalau

Muhammadiyah sampai menyimpang dari hukum agama, karena mengejar


kebesaran lahiriyah mengabaikan tujuan utamanya. Akhirnya usul tersebut
diterima secara aklamasi, dan sejak itulah berdiri Majlis Tarjih yang kemudian
dalam Mutamar Muhammadiyah ke-43 tahun 1995 di Aceh disempurnakan
menjadi Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam - sampai sekarang ini. 3
[3]
Seiring dengan perkembangan pemkiran Islam dan semakin banyaknya
permasalahan yang dihadapi, majlis tarjih dikalangan internal banyak yang
menuntut agar majlis tarjih ini diubah menjadi majlis Ijtihad. Namun
berdasarkan kesejarahan namanya tetap majlis tarjih. Sebagai lembaga yang
mempunyai fungsi sebagai lembaga yang menangani masalah keagamaan, maka
majlis tarjih juga mengalami pengembangan pengembangan. Dalam majlis ini
masalah-masalah yang berkaitan dengan hukum yang memerlukan pemecahan
alam perspektif Islam, maka melalui majlis ini akan dicarikan dalil yang
relevan, menetapkan manhaj Istinbath Hukum, dan kemudian manarik natijah
hukum. Hasil dari keputusan ini, kemudian di ajukan kepada pimpinan pusat
Muhammadiyah yang mempunyai otoritas untuk tanfidzkan atau disesuaikan
dengan perimbagan-pertimbangan yang ada. Jika telah ditanfidzkan, maka
keputusan tersebut bersifat mengikat secara organisatoris Muhammadiyah dan
keputusan bersifat mengikat bagi warga Muhammadiyah sesuai dengan
tingaktannya masing-masing, yakni tanfidz oleh pengurus pusat kepada seluruh
wagra Muhammadiyah, tanfidz oleh wilayah kepada warga Muhammadiyah
yang ada diwilayahnya, demikian pula pimpinan daerah mengikat kepada warga
yang ada diwilayahnya.
Dr. M. Saad ibrahim, M..A, Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam: Manhaj Dan Aplikasinya,

[3]3

.http://miklotof.wordpress.com/28/10/10

Selain itu lembaga ini juga telah banyak mengalami pergantian


kepemimpinan adapun kepemimpinan majlis tarjih sejak berdirinya pada tahun
1927 M, Majlis Tarjih telah dipimpin oleh 8 Tokoh Muhammadiyah, yaitu :
1. KH. Mas Mansur
2. Ki Bagus Hadikusuma
3. KH. Ahmad Badawi
4. Krt. KH. Wardan Diponingrat
5. KH. Azhar Basyir
6. Prof. Drs. Asjmuni Abdurrohman ( 1990-1995 )
7. Prof. Dr. H. Amin Abdullah ( 1995-2000)
8. Dr. H. Syamsul Anwar , MA ( 2000-2005 )4[4]
C. Metodologi Penentuan Istimbath Hukum.
Muhammadiyah sebagai gerakan islam dan dakwah amar ma`ruf nahi munkar.
Muhammadiyah selalu berusaha agar umat Islam dapat melaksanakan ajaran agama
Islam sesuai dengan Al-Qur`an dan Hadits tanpa mengabaikan akan dalam memahami
dan menjabarkan pemahaman makna. Muhammadiyah juga telah memberikan
sumbangsih yang besar bagi umat islam Indonesia khususnya dan bangsa Indonesia
pada umumnya. Dan telah banyak pula sumbangan pemikiran Muhammadiyah yang
menjadi amalan bagi umat muslim dan ada pula ide-ide Muhammadiyah yang
menjadi program nasional.
Dalam memberikan arahan kepada warganya menenai masalah hukum,
Muhammadiyah mendirikan majlis tarjih yang diproyeksikan sebagai Laboratorium
dari mekanisme ijtihad dikalangan Muhammadiyah. Dan ini telah terbukti ditengahtengah masyarakat, walaupun masih belum banyak putusan-putusan yang dihasilkan.
Yang menjadi dasar pijakan mekanisme ijtihad dikalangan Muhammadiyah
khususnya mengenai dasar-dasar hukum adala putusan Muktamar Tarjih ta un
1954/1955 yang menegaskan :
a. Bahwa dasar mutlak untuk berhukum dalam agama Islam adalah Al-Qur`an dan hadits.

.Ahmad Zain An Najah, MA, Majlis Tarjih Muhammadiyah [4]4

b. Bahwa dimana dalam menghadapi soal-soal yang telah terjadi dan sangat dihajatka
untuk diamalkannya, mengenai hal-hal yang tak bersangkutan dengan `ibadah
mahdhah padahal untuk alasan atasnya tiada terdapat nash sharih di dalam Al-Qur`an
atau Sunnah shahihah, maka dipergunakan alasan dengan jalan ijtihad dan istinbath
atas nash-nash yang ada, melalui persamaan illat; sebagaimana telah dilakukan oleh
ulama-ulama salaf dan khalaf.5[5]
Lembaga tarjih dikalangan Muhammadiyah ini juga menjadi jalan ijtihad
dalam menyelesaikan persoalan-persoalan agama. Ijtihad dalam lembaga ini
merupaka ijtihad yang bersifat kolektif, artinya dalam pengambilan istnbath hukum
dilakukan dengan jalan musyawarah dengan mempertimbangkan dali-dalil yang
relevan dan kuat dengan membandingkan beberapa dalil yang ada. Melalui majlis
tarjih ini persoalan-persoalan yang diangkat kemudian dicarikan dalilnya yeng
relevan, diterapkan istinbath hukumnya kemudian baru ditentukan natijahnya. Setelah
diperoleh keputusan, maka hasilnya diajukan ke pimpinan pusat Muhammadiyah
untuk ditanfidzkan atau disesuaikan dengan pertimbangan-pertimbangan yang ada,
dan setelah ditanfidzkan, maka keputusan tersebut bersifat mengikat bagi warga
Muhammadiyah sesuai dengan tingkatannya.
Menurut bahasa, kata tarjih berasal dari Rajjaha yang berarti memberi
pertimbangan lebih dari pada yang lain. Sedangkan menurut istilah, para ulama
berbeda-beda pendapat dalam memberikan rumusan tarjih ini. Sebagian besar ulama
Hanafiyah, Syafiiyah, dan Hanabilah, memberikan rumusan bahwa tarjih itu
perbuatan mujtahid, sehingga kasyf-u`l Asrar disebutkan bahwa tarjih itu adalah:

KH. Ahmad Azhar Basyir, M.A, Refleksi atas Persoalan [5]5


Keislaman( bandung;Mizan, 1993) cet. I hal. 278

Segala usaha yang dilakukan oleh mujtahid untuk mengemukakan satu di


antara dua jalan yang bertentangan, karena adanya kelebihan yang nyata untuk
dilakukan tarjih itu.6[6]
Dalam pengambilan keputusan hukum, majlis tarjih menempuh jalan ijtihad
yang meliputi:
a. Ijtihad bayani, yaitu ijtihad terhadap nash yang mujmal, baik karena belum
jelas makna yang dimaksud, maupun karena suatu lafal mengandung
makna ganda (musytarak), atau karena pengertian lafal dalam lafal yang
konteksnya mempunyai arti yag jumbuh (mutasyabih), ataupun adanya
dalil-dalil yang tampak ditempuh alk jam` kemudian tarjih.
b. Ijtihad Qiyasi, yaitu menganalogikan hukum yang disebut dalam nash
kedalam masalah baru yang belum ada hukum nash, karena persamaan
illat.
c. Ijtihad istishlahi, yaitu ijtihad terhadap masalah yang tidak disebutkan di
dalam nash sama sekali hukum khusus, maupun tidak ada nash yang ada
kesamaannya. Dalam masalah yang demikian, penetapan hukum dilakukan
berdasarkan illat untuk kemaslahatan.7[7]
Ketiga jalan ijtihad tersebut merupakan jalan yang ditempuh oleh majlis tarjih
Muhammadiyah dalam menentukan suatu hukum dari masalah yang di angkat. Dalam
pengambilan hukum, majlis tarjih tidak menganut atau mengikatkan diri pada sesuatu
mazhab tertentu, tetapi pendapat imam-imam mazhab dapat menjadi pertimbangan
dalam menentukan suatu hukum selama pendapat tersebut sesuai dengan Al-Qur`an
dan Hadits atau dasar-dasar lain yang dipandang kuat. Dan dalam menetapkan suatu
putusan dilakukan dengan jalan musyawarah, menetapkan masalah-masalah
ijtihadiyah dilakukan ijtihad jama`i dan pendapat perorangan dari anggota tidak dapat
dipandang sebagai pendapat majlis.
Ijtihad bayani maupun ijtihad qiyasi telah banyak dilakukan oleh para imam
mahzab dalam menentukan istinbath hukum. Sedangkan ijtihad istishlah adalah
Prof. Drs. H. Asjmuni Abdurrahman, Manhaj Tarjih Muhammadiyah [6]6
.(metode dan aplikasi), (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2007). Cet. IV hal. 3
KH. Ahmad Azhar Basyir, M.A, Refleksi atas Persoalan Keislaman. Hal. [7]7
.281

pencarian hukum suatu masalah yang didasarkan atas pertimbagan kemaslahatan.


Menetapkan hukum atas dasar kemaslahatan yang kadang mengandung makna yang
semu yang dapat didorong oleh nafsu hedonis.8[8] Imam Syafi`i menolak penetapan
hukum hanya berdasarkan kebaikan karena hal seperti ini dapat dipengaruhi oleh
hawa nafsu. Penetapan hukum dengan pertimbangan kemaslahatan ini yang persoalan
perlu adanya solusi yang dapat menyelesaikan persoalan tersebut. Jawaban dari
persoalan kemaslahatan inilah yang perlu dicarikan solusinya agar tujuan dari
kemaslahatan dapat menunjang terpeliharanya agama, diri manusia, kehormatan serta
fikiran, harta dan keturunan. Sehingga kemaslahatan yang dijadikan landasan ijtihad
ishtishlahi dapat menjadi jiwa dalam penetapan hukum syari`at atau istilahnya
maqasidus syari`at dapat terpenuhi.
Sedangkan dalam pengambilan sumber hukum yang bersumber dari hadits
Nabi, majlis tarjih dalam menjadikan suatu hadits menjadi sumber hukum
mempertimbangkan tiga aspek dalam pentarjihan. Adapun tiga aspek yang menjadi
petimbangan dalam pentarjihan dalil-dalil manqul hukum antara lain;
a. Yang kembali kepada sanad, dan ini dibagi menjadi 2:
1). Yang kembali kepada perawi , yang dibagi menjadi dua pula: yang
kembali diri perawi dan yang kembali kepada penilaian perawi.
2). Yang kembali kepada periwayatan.
b. Yang kembali kepada matan,
c. Yang kembali kepada hal yang diluar kedua tersebut.9[9]
Itulah beberapa aspek pentarjihan yang dua dalil (khususnya hadits)
menurut rumusan sebagian ulama, dan penerapannya perlu kita renungkan lebih
dalam. Pelaksanaan tarjih seperti tersebut di atas tidaklah merupakan satu-satunya
jalan yang ditempuh majlis tarjih . karena majlis tarjih tugasnya tidak hanya
mentarjih dalil-dali yang bertentangan, tetapi majlis ini juga melakukan ijtihad
yaitu ijtihad jama`i.
D. Aplikasi manhaj tarjih Muhammadiyah dalam penetapan hukum.

Asjmuni Abdurrahman, Sorotan Terhadap Beberapa Masalah Sekitar [8]8


Ijtihad dalam rekonstruksi metodologi ilmu-ilmu keislaman (Yogyakarta;
Su-Ka Press;2003) hal. 249
Prof. Drs. H. Asjmuni Abdurrahman, Manhaj Tarjih Muhammadiyah [9]9
(metode dan aplikasi). Hal. 5

Majlis tarjih merupakan lembaga yang mempunyai peranan dalam


menentukan suatu hukum yeng berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi.
Dalam pengambilan hukum atas suatu permasalahan yang di angkat, dan majlis
tarjih juga telah menghasilkan beberapa putusan muktamar majlis tarjih, dibawah
ini, disebutkan beberapa putusan sebagai gambaran hasil muktamar majlis tarjih,
anatar lain:
Nama
putusan tahun
Kitab iman
1929
Kitab Thaharah
1933
Kitab Shalat
1929
Kitab Jama`an dan Jum`ah
1956
Kitab Zakat
1950
Kitab Shiyam
1939
Kitab Hajji
1953
Kitab Janazah
1936
Kitab Wakaf
1953
Masalah lima, meliputi jawaban atas persoalan apa itu agama, dunia, ibadah,
sabililah, dan qiyas, tahun 1954/1955.10[10]
Apabila kita menamati degan seksama Al-Qur`an maupun Hadits, kita akan
mendapati ayat yang menyebutkan tujuan ditetapkannya hukum itu untuk
kemaslahatan manusia. Contohnya ayat-ayat dah hadits yang menyebutkan:
a. Peritah wudlu, agar manusia bersih fisik dan mentalnya.
b. Perintah shalat, agar manusia senantiana ingat kepada Allah SWT.
c. Perintah Puasa, agar manusa terjaga dirinya (taqwa).
d. Disyariatkannya menikan agar manusia itu terjaga dirinya bersama
keturunannnya.
Sedangkan beberapa keputusan yang dihasilkan oleh majlis tarjih, anatar lain:
a. Penetapan awal Ramadhan dan syawal.
b. Tuntunan idul adha.
c. Keputusan pengharaman rokok, dll.
BAB III
KESIMPULAN
Dari penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa majlis Tarjih
Muhammadiyah merupakan suatu lembaga yang mempunyai fungsi sebagai lembaga
peran sebagai lembaga majlis tarjih dapat didefinisikan sebagai suatu lembaga hukum
KH. Ahmad Azhar Basyir, M.A, Refleksi atas Persoalan Keislaman. [10]10
.Hal. 282

dalam persyarikatan Muhammadiyah yang mempunyai peranan sebagai lembaga yang


membidangi masalah-masalah keagamaan, khususnya hukum fiqh. Majlis tarjih
mempunyai

peranan

yang

sangat

penting

bagi

pengembangan

pemikiran

Muhammadiyah terutama yang berkaitan dengan masalah hukum. Dengan adanya


lembaga Tarjih ini, maka perpecahan antar warga Muhammadiyah yang diakibatkan
perbedaan pendapat dapat dihindarkan dan majlis ini juga menetapkan pendapat mana
yang lebih kuat untuk diamalkan oleh warga Muhammadiyah. Selain itu, majlis tarjih
dalam perkembanganya tidak hanya sekedar menjatrjih masalah-masalah khilafiyah,
akan tetapi mengarah pada penyelesaian masalah-masalah baru atau kontemper.
Secara metodeologis, majlis tarjih Muhammadiyah menggunakan ijtihad
jama`i. Dalam berijtihad, majlis tarjih Muhammadiyah menggunakan tiga macam
ijtihad, yaitu ijtihad bayani, ijtihad qiyasi dan ijtihad istishlahi. Dan majlis tarjih tidak
mengikatkan diri pada salah satu mazhab, tetapi majlis tarjih menggunakan pendapatpendapat Imam mazhab sebagai pertimbangan dalam pengambilan hukum selama
tidak bertentangan dengan Al-Qur`an dan Hadits. Sehingga lembaga ini mempunyai
peranan yang sangat penting bagi penentuan suatu hukum terhadap masalah yang
dihadapi. Hasil dari keputusan ini, kemudian di ajukan kepada pimpinan pusat
Muhammadiyah yang mempunyai otoritas untuk tanfidzkan atau disesuaikan dengan
perimbagan-pertimbangan yang ada. Jika telah ditanfidzkan, maka keputusan tersebut
bersifat mengikat secara organisatoris Muhammadiyah dan keputusan bersifat
mengikat bagi warga Muhammadiyah sesuai dengan tingaktannya masing-masing.
Jadi majlis tarjih Muhammadiyah mempunyai peran yang urgen dalam
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keagamaan dan lembaga ini juga
sebagai laboraturium Agama di Muhammadiyah.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Zain An Najah, MA, Majlis Tarjih Muhammadiyah( Pengenalan, Penyempurnaan Dan
Pengembangan ), www. http://zh-cn.facebook.com/note.php?note_id=448847060506

28/10/10

Dr. M. Saad ibrahim, M..A, Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam: Manhaj Dan Aplikasinya,
http://miklotof.wordpress.com/28/10/10

KH. Ahmad Azhar Basyir, M.A, Refleksi atas Persoalan Keislaman( bandung;Mizan,
1993)
Prof. Drs. H. Asjmuni Abdurrahman, Manhaj Tarjih Muhammadiyah (metode dan
aplikasi), (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2007).
Asjmuni Abdurrahman, Sorotan Terhadap Beberapa Masalah Sekitar Ijtihad
dalam rekonstruksi metodologi ilmu-ilmu keislaman (Yogyakarta

MAJLIS TARJIH MUHAMMADIYAH


( PENGENALAN, PENYEMPURNAAN DAN PENGEMBANGAN )
Ahmad Zain An Najah, MA *

Muqaddimah
Tarjih berasal dari kata rojjaha yurajjihu- tarjihan , yang berarti mengambil
sesuatu yang lebih kuat.
Menurut istilah ahli ushul fiqh adalah : Usaha yang dilakukan oleh mujtahid untuk
mengemukakan satu antara dua jalan ( dua dalil ) yang saling bertentangan ,
karena mempunyai kelebihan yang lebih kuat dari yang lainnya
Tarjih dalam istilah persyarikatan ,sebagaimana terdapat uraian singkat mengenai
Matan Keyakinan dan Cita-cita hidup Muhamadiyah adalah membandingbanding pendapat dalam musyawarah dan kemudian mengambil mana yang
mempunyai alasan yang lebih kuat
Pada tahap-tahap awal, tugas Majlis Tarjih, sesuai dengan namanya,
hanyalah sekedar memilih-milih antar beberapa pendapat yang ada dalam
Khazanah Pemikiran Islam, yang dipandang lebih kuat. Tetapi, dikemudian hari,
karena perkembangan masyarakat dan jumlah persoalan yang dihadapinya
semakin banyak dan kompleks , dan tentunya jawabannya tidak selalu di
temukan dalam Khazanah Pemikiran Islam Klasik, maka konsep tarjih
Muhammadiyah mengalami pergeseran yang cukup signifikan. Kemudian
mengalami perluasan menjadi : usaha-usaha mencari ketentuan hukum bagi
masalah-maasalah baru yang sebelumnya tidak atau belum pernah ada
diriwayatkan qoul ulama mengenainya . Usaha-usaha tersebut dalam kalangan
ulama ushul Fiqh lebih dikenal dengan nama Ijtihad .
Oleh karenanya, idealnya nama Majlis yang mempunyai tugas seperti yang
disebutkan di atas adalah Majlis Ijtihad, namun karena beberapa pertimbangan,
dan ada keinginan tetap menjaga nama asli, ketika Majlis ini pertama kali
dibentuk, maka nama itu tetap dipakai, walau terlalu sempit jika di bandingkan
dengan tugas yang ada.
Sejarah berdirinya Tarjih
Pada waktu berdirinya Persyarikatan Muhammdiyah ini , tepatnya pada
tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912 M, Majlis Tarjih belum ada,
mengingat belum banyaknya masalah yang di hadapi oleh Persyarikatan. Namun
lambat laun, seiring dengan berkembangnya Persyarikatan ini, maka kebutuhankebutuhan internal Persyarikatan ini ikut berkembang juga, selain semakin
banyak jumlah anggotanya yang kadang memicu timbulnya perselisihan paham
mengenai masalah-masalah keagamaan, terutama yang berhubungan dengan
fiqh. Untuk mengantisipasi meluasnya perselisihan tersebut, serta menghindari
adanya peperpecahan antar warga Muhammadiyah, maka para pengurus
persyarikatan ini melihat perlu adanya lembaga yang memiliki otoritas dalam
bidang hukum. Maka pada tahun 1927 M , melalui keputusan konggres ke 16 di
Pekalongan, berdirilah lembaga tersebut yang di sebut Majlis Tarjih
Muhammdiyah.

145 :

Tersebut di dalam majalah Suara Muhammadiyah no.6/1355( 1936 ) hal

.bahwa perselisihan faham dalam masalah agama sudahlah timbul dari


dahulu, dari sebelum lahirnja Muhammadijah : sebab-sebabnja banjak ,
diantaranja karena masing-masing memegang teguh pendapat seorang ulama
atau jang tersebut di suatu kitab, dengan tidak suka menghabisi perselisihannja

itu dengan musjawarah dan kembali kepada Al Quran , perintah Tuhan Allah dan
kepada Hadits, sunnah Rosulullah.
Oleh karena kita chawatir, adanja pernjeknjokan dan perselisihan dalam kalangan
Muhammadijah tentang masalah agama itu, maka perlulah kita mendirikan
Madjlis Tardjih untuk menimbang dan memilih dari segala masalah jang
diperselisihkan itu jang masuk dalam kalangan Muhammadijah manakah jang kita
anggap kuat dan berdalil benar dari Al quran dan hadits.
Sejak berdirinya pada tahun 1927 M, Majlis Tarjih telah dipimpin oleh 8 Tokoh
Muhammadiyah, yaitu :
1. KH. Mas Mansur
2. Ki Bagus Hadikusuma
3. KH. Ahmad Badawi
4. Krt. KH. Wardan Diponingrat
5. KH. Azhar Basyir
6. Prof. Drs. Asjmuni Abdurrohman ( 1990-1995 )
7. Prof. Dr. H. Amin Abdullah ( 1995-2000)
8. Dr. H. Syamsul Anwar , MA ( 2000-2005 )
Kedudukan dan Tugas Majlis Tarjih dalam Persyarikatan .
Majlis Tarjih ini mempunyai kedudukan yang istimewa di dalam
Persyarikatan, karena selain berfungsi sebagai Pembantu Pimpinan Persyarikatan,
mereka memiliki tugas untuk memberikan bimbingan keagamaan dan pemikiran
di kalangan umat Islam Indonesia pada umumnya dan warga persyarikatan
Muhammadiyah khususnya. Sehingga, tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa
Majlis Tarjih ini merupakan Think Thank nya Muhammadiyah. Ia bagaikan
sebuah processor pada sebuah komputer, yang bertugas mengolah data yang
masuk sebelum dikeluarkan lagi pada monitor.
Adapun tugas-tugas Majlis Tarjih, sebagaimana yang tertulis dalam Qaidah Majlis
Tarjih 1961 dan diperbaharuhi lewat keputusan Pimpinan Pusat Muhammdiyah
No. 08/SK-PP/I.A/8.c/2000, Bab II pasal 4 , adalah sebagai berikut :
1. Mempergiat pengkajian dan penelitian ajaran Islam dalam
pelaksanaan tajdid dan antisipasi perkembangan masyarakat.

rangka

2. Menyampaikan fatwa dan pertimbangan kepada Pimpinan Persyarikatan


guna menentukan kebijaksanaan dalam menjalankan kepemimpinan
serta membimbing umat , khususnya anggota dan keluarga
Muhammadiyah.
3. Mendampingi dan membantu Pimpinan Persyarikatan dalam membimbing
anggota melaksanakan ajaran Islam

4.

Membantu
Pimpinan
Persyarikatan
meningkatkan kualitas ulama.

dalam

mempersiapkan

dan

5. Mengarahkan perbedaan pendapat/faham dalam bidang keagamaan ke


arah yang lebih maslahat.
Menurut Prof. DR. H. Amin Abdullah, salah satu tokoh Muhammadiyah yang
pernah menjabat sebagai ketua Majlis Tarjih, bahwa Majis Tarjih sebenarnya
memiliki dua dimensi wilayah keagamaan yang satu sama lainnya pelu
memperoleh perhatian seimbang. Yang pertama adalah wilayah tuntunan
keagamaan yang bersifat praktis, terutama ikhwal ibadah mahdhoh dan yang
kedua adalah wilayah pemikiran keagamaan yang meliputi visi, gagasan,
wawasan, nilai-nilai dan sekaligus analisis terhadap berbagai persoalaan
( ekonomi, politik, sosial-budaya , hukum, ilmu pengetahuan, lingkungan hidup
dan lain-lainnya )
Manhaj Tarjih
Sejak tahun 1935 upaya perumusan Manhaj Tarjih Muhammadiyah telah
dimulai, dengan surat edaran yang dikeluarkan oleh Hoofdbestuur (Pimpinan
Pusat) Muhammadiyah. Langkah pertama kali yang ditempuh adalah dengan
mengkaji Mabadi Khomsah ( Masalah Lima ) yang merupakan sikap dasar
Muhammadiyah dalam persoalan agama secara umum. Karena adanya
penjajahan Jepang dan perang kemerdekaan , perumusan Masalah Lima tersebut
baru bisa diselengarakan pada akhir tahun 1954 atau awal 1955 dalam Muktamar
Khusus Majlis Tarjih di Yogyakarta.
Masalah Lima tersebut meliputi :
1.Pengertian Agama (Islam) atau al Din , yaitu :
Apa yang diturunkan Allah dalam Al Quran dan yang tersebut dalam
Sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan
serta petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akherat.
2.Pengertian Dunia (al Dunya ):
Yang dimaksud urusan dunia dalam sabda Rosulullah saw : Kamu lebih
mengerti urusan duniamu ialah :segala perkara yang tidak menjadi tugas
diutusnya para nabi ( yaitu perkara-perkara/pekerjaan-pekerjaan/urusanurusan yang diserahkan sepenuhnya kepada kebijaksanaan manusia )
3. Pengertian Al Ibadah, ialah :
Bertaqarrub ( mendekatkan diri ) kepada Allah,dengan jalan mentaati
segala perintah-perintahnya, menjahuhi larangan-larangan-nya dan
mengamalkan segala yang diijinkan Allah. Ibadah itu ada yang umum dan
ada yang khusus ; a. yang umum ialah segala amalan yang diijinkan Allah
b. Yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincianperinciannya, tingkat dan cara-caranya yang tertentu.
4. Pengertian Sabilillah, ialah :
Jalan yang menyampaikan perbuatan seseorang kepada keridloaan Allah,
berupa segala amalan yang diijinkan Allah untuk memuliakan
kalimat( agama )-Nya dan melaksanakan hukum-hukum-Nya
5.Pengertian Qiyas,( Ini belum dijelaskan secara rinci baik pengertian
maupun pelaksanaannya )

Karena Masalah Lima tersebut, masih bersifat umum, maka Majlis Tarjih terus
berusaha merumuskan Manhaj untuk dijadikan pegangan di dalam menentukan
hukum. Dan pada tahun 1985-1990, yaitu tepatnya pada tahun 1986, setelah
Muktamar Muhammadiyah ke- 41 di Solo, Majlis Tarjih baru berhasil merumuskan
16 point pokok-pokok Manhaj Tarjih Muhammadiyah.
Adapun Pokok-pokok Manhaj Majlis Tarjih ( disertai keterangan singkat )adalah
sbb :
1. Di dalam beristidlal, dasar utamanya adalah al Quran dan al Sunnah al
Shohihah. Ijtihad dan istinbath atas dasar illah terhadap hal-hal yang tidak
terdapat dalam nash , dapat dilakukan. Sepanjang tidak menyangkut bidang
taabbudi, dan memang hal yang diajarkan dalam memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Dengan perkataan lain, Majlis Tarjih menerima Ijitihad , termasuk
qiyas, sebagai cara dalam menetapkan hukum yang tidak ada nashnya secara
langsung. ( Majlis tarjih di dalam berijtihad menggunakan tiga macam bentuk
ijtihad : Pertama : Ijtihad Bayani : yaitu ( menjelaskan teks Al Quran dan
hadits yang masih mujmal, atau umum, atau mempunyai makna ganda , atau
kelihatan bertentangan, atau sejenisnya), kemudian dilakukan jalan tarjih.
Sebagai contohnya adalah Ijtihad Umar untuk tidak membagi tanah yang di
taklukan seperti tanah Iraq, Iran , Syam, Mesir kepada pasukan kaum
muslimin, akan tetapi dijadikan Khoroj dan hasilnya dimasukkan dalam
baitul mal muslimin , dengan berdalil Qs Al Hasyr ; ayat 7-10. Kedua : Ijtihad
Qiyasi : yaitu penggunaan metode qiyas untuk menetapkan ketentuan hukum
yang tidak di jelaskan oleh teks Al Quran maupun Hadist, diantaranya : men
qiyaskan zakat tebu, kelapa, lada ,cengkeh, dan sejenisnya dengan zakat
gandum, beras dan makanan pokok lainnya, bila hasilnya mencapai 5 wasak
( 7,5 kwintal ) Ketiga : Ijtihad Istishlahi : yaitu menetapkan hukum yang tidak
ada nashnya secara khusus dengan berdasarkan illat , demi untuk
kemaslahatan masyarakat, seperti ; membolehkan wanita keluar rumah
dengan beberapa syarat, membolehkan menjual barang wakaf yang diancam
lapuk, mengharamkan nikah antar agama dll
2. Dalam memutuskan sesuatu keputusan , dilakukan dengan cara musyawarah.
Dalam menetapkan masalah ijtihad, digunakan sistem ijtihad jamaI. Dengan
demikian pendapat perorangan dari anggota majlis, tidak dipandang kuat.
( Seperti pendapat salah satu anggota Majlis Tarjih Pusat yang pernah dimuat
di dalam majalah Suara Muhammadiyah, bahwa dalam penentuan awal bulan
Ramadlan dan Syawal hendaknya menggunakan Mathla Makkah. Pendapat ini
hanyalah pendapat pribadi sehingga tidak dianggap kuat. Yang diputuskan
dalam Munas Tarjih di Padang Oktober 2003, bahwa Muhammadiyah
menggunakan Mathla Wilayatul Hukmi )
3. Tidak mengikatkan diri kepada suatu madzhab, akan tetapi pendapat-pendapat
madzhab, dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan hukum.
Sepanjang sesuai dengan jiwa Al Quran dan al Sunnah, atau dasar-dasar
lain yang dipandang kuat. ( Seperti halnya ketika Majlis Tarjih mengambil
pendapat Mutorif bin Al Syahr di dalam menggunakan Hisab ketika cuaca
mendung, yaitu di dalam menentukan awal bulan Ramadlan. Walaupun
pendapatnya menyelisihi Jumhur Ulama. Sebagai catatan : Rumusan di
atas,menunjukkan bahwa Muhammadiyah, telah menyatakan diri untuk tidak
terikat dengan suatu madzhab, dan hanya menyandarkan segala
permasalahannya pada Al-Quran dan Hadits saja. Namun pada
perkembangannya, Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan yang
mempunyai pengikut cukup banyak, secara tidak langsung telah membentuk

madzhab sendiri, yang disebut Madzhab Muhammadiyah , ini dikuatkan


dengan adanya buku panduan seperti HPT ( Himpunan keputusan Tarjih ).
4. Berprinsip terbuka dan toleran dan tidak beranggapan bahwa hanya majlis
Tarjih yang paling benar. Keputusan diambil atas dasar landasan dalil- dalil
yang dipandang paling kuat, yang di dapat ketika keputusan diambil. Dan
koreksi dari siapapun akan diterima. Sepanjang dapat diberikan dalil-dalil lain
yang lebih kuat. Dengan demikian, Majlis Tarjih dimungkinkan mengubah
keputusan yang pernah ditetapkan. ( Seperti halnya pencabutan larangan
menempel gambar KH. Ahamd Dahlan karena kekawatiran tejadinya syirik
sudah tidak ada lagi , pencabutan larangan perempuan untuk keluar rumah
dll)
5. Di dalam masalah aqidah ( Tauhid ) , hanya dipergunakan dalil-dalil mutawatir.
( Keputusan yang membicarakan tentang aqidah dan iman ini dilaksanakan
pada Mukatamar Muhammadiyah ke- 17 di Solo pada tahun 1929. Namun
rumusan di atas perlu ditinjau ulang. Karena mempunyai dampak yang sangat
besar pada keyakinan sebagian besar umat Islam, khususnya kepada warga
Muhammadiyah. Hal itu, karena rumusan tersebut mempunyai arti bahwa
Persyarikatan Muhammadiyah menolak beratus-ratus hadits shohih yang
tercantum dalam Kutub Sittah, hanya dengan alasan bahwa hadits ahad tidak
bisa dipakai dalam masalah aqidah. Ini berarti juga, banyak dari keyakinan
kaum muslimin yang selama ini dipegang erat akan tergusur dengan rumusan
di atas, sebut saja sebagai contoh : keyakinan adanya adzab kubur dan
adanya malaikat munkar dan nakir, syafaat nabi Muhammad saw pada hari
kiamat, sepuluh sahabat yang dijamin masuk syurga, adanya timbangan amal,
( siroth )jembatan yang membentang di atas neraka untuk masuk syurga,
( haudh ) kolam nabi Muhammad saw, adanya tanda- tanda hari kiamat sepeti
turunnya Isa, keluarnya Dajjal. Rumusaan di atas juga akan menjerat
Persyarikatan ini ke dalam kelompok Munkiru al-Sunnah , walau secara tidak
langsung.
6. Tidak menolak ijma sahabat sebagai dasar suatu keputusan. ( Ijma dari segi
kekuatan hukum dibagi menjadi dua , pertama : ijma qauli, seperti ijma para
sahabat untuk membuat standarisasi penulisan Al Quran dengan khot
Utsmani, kedua : ijma sukuti. Ijma seperti ini kurang kuat. Dari segi masa,
Ijma dibagi menjadi dua : pertama : ijma sahabat. Dan ini yang diterima
Muhammadiyah. Kedua ; Ijma setelah sahabat )
7. Terhadap dalil-dalil yang nampak mengandung taarudl, digunakan cara al
jamu wa al taufiq . Dan kalau tidak dapat , baru dilakukan tarjih. ( Cara-cara
melakukan jama dan taufiq, diantaranya adalah : Pertama : Dengan
menentukan macam persoalannya dan menjadikan yang satu termasuk bagian
dari yang lain. Seperti menjama antara QS Al Baqarah 234 dengan QS Al
Thalaq 4 dalam menentukan batasan iddah orang hamil , Kedua : Dengan
menentukan yang satu sebagai mukhashis terhadap dalil yang umum,
seperti : menjama antara QS Ali Imran 86,87 dengan QS Ali Imran 89, dalam
menentukan hukum orang kafir yang bertaubat, seperti juga menjama antara
perintah sholat tahiyatul Masjid dengan larangan sholat sunnah bada Ashar,
Ketiga: Dengan cara mentaqyid sesuatu yang masih mutlaq , yaitu membatasi
pengertian yang luas, seperti menjama; antara larangan menjadikan
pekerjaan membekam sebagai profesi dengan ahli bekam yang mengambil
upah dari pekerjaanya. Keempat: Dengan menentukan arti masing-masing
dari dua dalil yang bertentangan, seperti : menjama antara pengertian suci
dari haid yang berarti bersih dari darah haid dan yang berarti bersih sesudah
mandi. Kelima : Menetapkan masing-masing pada hukum masalah yang

berbeda, seperti larangan sholat di rumah bagi yang rumahnya dekat masjid
dengan keutamaan sholat sunnah di rumah.
8. Menggunakan asas saddu al-daraI untuk menghindari terjadinya fitnah dan
mafsadah. .( Saddu al dzaraI adalah perbuatan untuk mencegah hal-hal yang
mubah, karena akan mengakibat kepada hal-hal yang dilarang. Seperti :
Larangan memasang gambar KH. Ahmad Dahlan, sebagai pendiri
Muhammadiyah, karena dikawatirkan akan membawa kepada kemusyrikan.
Walaupun akhirnya larangan ini dicabut kembali pada Muktamar Tarjih di
Sidoarjo, karena kekawatiran tersebut sudah tidak ada lagi. Contoh lain adalah
larangan menikahi wanita non muslimah ahli kitab di Indonesia, karena akan
menyebabkan finah dan kemurtadan. Keputusan ini ditetapkan pada Muktamar
Tarjih di Malang 1989.
9. Men-talil dapat dipergunakan untuk memahami kandungan dalil- dalil Al
Quran dan al Sunnah, sepanjang sesuai dengan tujuan syareah. Adapun
qaidah : al hukmu yaduuru maa ilatihi wujudan waadaman dalam hal-hal
tertentu , dapat berlaku ( Talil Nash adalah memahami nash Al Quran dan
hadits, dengan mendasarkan pada illah yang terkandung dalam nash. Seperti
perintah menghadap arah Masjid Al Haram dalam sholat, yang dimaksud
adalah arah kabah, juga perintah untuk meletakkan hijab antara laki-laki dan
perempuan, yang dimaksud adalah menjaga pandangan antara laki-laki dan
perempuan, yang pada Muktamar Majlis Tarjih di Sidoarjo 1968 diputuskan
bahwa pelaksanaannya mengikuti kondisi yang ada, yaitu pakai tabir atau
tidak, selama aman dari fitnah )
10. Pengunaaan dalil- dalil untuk menetapkan suatu hukum , dilakukan dengan
cara konprehensif , utuh dan bulat. Tidak terpisah. ( Seperti halnya di dalam
memahami larangan menggambar makhluq yang bernyawa,jika dimaksudkan
untuk disembah atau dikawatirkan akan menyebabkan kesyirikan )
11. Dalil dalil umum al Quran dapat ditakhsis dengan hadist Ahad, kecuali dalam
bidang aqidah. ( Lihat keterangan dalam point ke 5 )
12. Dalam mengamalkan agama Islam, mengunakan prinsip Taisir ( Diantara
contohnya adalah : dzikir singkat setelah sholat lima waktu, sholat tarawih
dengan 11 rekaat )
13. Dalam bidang Ibadah yang diperoleh ketentuan- ketentuannya dari Al Quran
dan al Sunnah, pemahamannya dapat dengan menggunakan akal, sepanjang
dapat diketahui latar belakang dan tujuannya. Meskipun harus diakui ,akal
bersifat nisbi, sehingga prinsip mendahulukan nash daripada akal memiliki
kelenturan dalam menghadapai situsi dan kondisi. ( Contohnya, adalah ketika
Majlis Tarjih menentukan awal Bulan Ramadlan dan Syawal, selain
menggunakan metode Rukyat,juga menggunakan metode al Hisab. Walaupun
pelaksanaan secara rinci terhadap keputusan ini perlu dikaji kembali karena
banyak menimbulkan problematika pada umat Islam di Indonesia )
14. Dalam hal- hal yang termasuk al umur al dunyawiyah yang tidak termasuk
tugas para nabi , penggunaan akal sangat diperlukan, demi kemaslahatan
umat.
15. Untuk memahami nash yang musytarak, paham sahabat dapat diterima.
16. Dalam memahani nash , makna dlahir didahulukan dari tawil dalam bidang
aqidah. Dan takwil sahabat dalam hal ini, tidak harus diterima. ( Seperti dalam

memahami ayat-ayat dan hadist yang membicarakan sifat-sifat dan perbuatan


Allah swt,seperti Allah bersemayam d atas Arsy, Allah turun ke langit yang
terdekat dengan bumi pada sepertiga akhir malam dll )
Penyempurnaan dan Pengembangan Majlis Tarjih
Sebagaimana diketahui bahwa Persyarikatan Muhammadiyah merupakan
persyarikatan yang bergerak untuk Tajdid dan pembaharuan. Maka Majlis Tarjih,
yang merupakan bagian terpenting dalam organisasi tersebut tidak bersifat kaku
dan kolot, akan tetapi keputusan- keputusan Majlis Tarjih masih ada
kemungkinan mengalami perubahan kalau sekiranya dikemudian hari ada dalil
atau alasan yang dipandang lebih kuat. Bahkan nama dan kedudukan Majlis
dalam Persyarikatan bisa mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan.
Diantara perubahan-perubahan yang terjadi dalam Majlis Tarjih adalah :
1.Perubahan nama Majlis Tarjih . Karena mengingat, semakin banyak dan
kompleknya problematika-problematika yang dihadapi umat Islam pada puluhan
tahun akhir ini. Terutama berkembangnya pemikiran baru, yang kesemuanya
harus dijawab oleh Majlis Tarjih. Dan karena nama Tarjih, masih identik dengan
masalah-masalah fiqh, maka nama Majlis Tarjih perlu di tambah dengan sebutan
yang bisa mewakili tugas tersebut, maka dipilihlah nama Pengembangan
Pemikiran Islam sehingga namanya menjadi Majlis Tarjih dan Pengembangan
Pemikiran Islam . Penambahan ini diputuskan pada tahun 1995, ketika
dilangsungkan Muktamar Aceh.
2.Penambahan terhadap tiga bentuk Ijtihad yang digunakan Majlis Tarjih ( Yaitu
Ijtihad Bayani, Qiyasi dan Istishlahi ) dengan ditambah tiga pendekatan baru
,yaitu Pendekatan Bayani , Burhani dan Irfani. Tiga pendekatan tersebut
diputuskan pada MUNAS Tarjih di Malang, tahun 2000. Kemudian disempurnakan
pada MUNAS Tarjih ke 26 di Padang,Oktober 2003. Walaupun telah dilakukan
beberapa kali sidang, tiga pendekatan tersebut masih belum tuntas
pembahasannya.
3.Perubahan nama Mukatamar Tarjih menjadi MUNAS ( Musyawarah Nasional )
Tarjih.
4.Perampingan anggota Majlis Tarjih yaitu dengan menetapkan Anggota Tetap
Majlis Tarjih . Pada awalnya muktamar muktamar atau musyarawarah
musyawarah Majlis yang bersifat nasional, melibatkan utusan-utusan wilayahwilayah yang sering berganti-ganti, atau yang sering disingkat dengan MTPPI
Wilayah. Akan tetapi pada MUNAS Tarjih ke 26 di Padang, Oktober 2003
dilakukan perampingan dengan membentuk anggota tetap Majlis Tarjih yang
berjumlah sekitar 99 anggota, yang bertugas untuk melakukan sidang setiap hal
itu diperlukan. Langkah-langkah ini diambil, mengingat kurang efektif dan
efesiennya perjalanan Muktamar Tarjih selama ini, khususnya ketika diganti
namanya dengan MUNAS( Musyawarah Nasional ) . Walaupun sampai saat ini ,
keputusan tersebut belum ditanfidkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
namun akan mempunyai pengaruh yang besar bagi perjalanan Majlis Tarjih pada
masa-masa mendatang.
5.Perubahan keputusan-keputusan tarjih yang dirasa kurang sesuai lagi, seperti
pencabutan larangan menempel gambar KH. Ahamd Dahlan, pencabutan
larangan perempuan untuk keluar rumah, pencabutan keputusan tentang
larangan perempuan ikut berdemonstrasi dan lain-lain . Ini dikuatkan juga
dengan adanya komisi Pengembangan Himpunan Putusan Tarjih , pada MUNAS
Tarjih di padang, Oktober 2003.

Penutup
Perjalan Majlis Tarjih selama 77 tahun, memang penuh dengan tantangan
dan cobaan. Tugas yang diembannya untuk membimbing masyarakat Islam
Indonesia, pada umumnya dan warga Persyarikatan Muhammadiyah pada
khususnya dalam masalah keagamaan dan pengembangan pemikiran Islam,
nampak begitu berat dan menuntut adanya kesabaran dan perjuangan, serta
pencarian yang tiada kenal putus asa. Sehingga perbaikan,penyempurnaan serta
pengembangan Majlis tarjih ini sangat mutlak diperlukan,guna memberikan
konstribusi-konstribusi yang bermanfaat bagi umat Islam Indonesia.
Demikian tulisan singkat tentang Majlis Tarjih dan Pengembangan
Pemikiran Islam. Yang sedikit ini, mudah-mudahan bisa membuka cakrawala,
khususnya bagi kader-kader Muhammadiyah, dan bisa menjadi bekal awal untuk
pengembangan pemikiran dalam persyarikatan ini. Wallahu Alam.
Kairo, 3 Maret 2004
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdurrohman, Asjmuni, Manhaj Tarjih Muhammadiyah, Metodologi dan


Aplikasi,( Jokyakarta : Pustaka Pelajar, 2002, Cet I )

2. An-Najah, Ahmad Zain , Metode Penggunaan Rukyat dan Hisab, dan


Pengaruhnya Terhadap Persatuan Umat, (Padang : MTPPI PP
Muhammadiyah , 2003

3. -, Mengkaji Ulang Sikap Muhammadiyah Terhadap Hadist Ahad,


( Makalah, 2004 )

4. Badan pendidikan Kader PP. Muhammadiyah, Materi Induk Perkaderan

Muhammadiyah, ( Jogyakarta : BPK PP.Muhammadiyah,Oktober 1994, Cet


I)

5. Kabah, Rifyal, Hukum Islam di Indonesia, Prespektif Muhammadiyah dan


NU (Jakarta : Universitas Yarsi 1999)

6. Majlis Tarjih Dan Pengembangan Pemikiran Islam Pimpinan Pusat


Muhammadiyah, Buku Panduan Munas Tarjih ke 26 , (Jokyakarta : MTPPI
PP Muhammadiyah, 2003)

7. Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Himpunan Putusan Majlis Tarjih, (


Jokyakarta : PP. Muhammadiyah Cet. III) .

8. Siregar, Hamka, Mencari Format Baru Tarjih Muhammadiyah. (Padang :


MTPPI PP Muhammadiyah , 200

9. Lubis, Arbiyah, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh,Suatu


Studi Perbandingan (Jakarta : Bulan Bintang

10. Majalah Suara Muhammadiyah, edisi 06. Maret 2003

Anda mungkin juga menyukai