Anda di halaman 1dari 12

FATWA TARJIH SEBAGAI HASIL IJTIHAD JAMA’I

MAJELIS TARJIH MUHAMMADIYAH

Imron Rosyadi
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. Ahmad Yani, Tromol Pos I, Pabelan Kartasura, Surakarta 57102
Telp. (0271) 717417, 719483 (Hunting) Faks. (0271) 715448
Email: imronkham40@yahoo.co.id

ABSTRACT
M uhammadiyah, the largest Islamic movement in this country,
which is engaged in various fields of the human issues, including the
emergence of the Muhammadiyah Legal Affairs Board, as an umbrella
of religious issues of Muhammadiyah followers.
In this paper the authors explain the urgency of the
Muhammadiyah Legal Affairs Board, Muhammadiyah Legal Affairs
Board is ijtihad collective in Muhammadiyah organization whose job
is to formulate the fatwa. There are three types of products of
Muhammadiyah Legal Affairs Board, first, the decision of Fatwa by
Muhammadiyah Legal Affairs Board, second , Fatwa of
Muhammadiyah Legal Affairs Board and third is the discourse
Muhammadiyah Legal Affairs Board. These products can be used as a
guide for Muhammadiyah members, and people in general.
Keywords: ijtihad collective, Muhammadiyah,

Fatwa Tarjih Sebagai Hasil Ijtihad Jama’i Majelis Tarjih Muhammadiyah (Imron Rosyadi) 1
Pendahuluan dapat diputuskan oleh Majelis ini
sehingga warga Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah salah
tidak terbelah ke dalam berbagai
satu gerakan Islam terbesar di Indo-
pendapat dalam mengamalkan
nesia. Ia merupakan pelopor ge-
ajaran Islam, khususnya terkait
rakan pembaharuan Islam terdepan.
dengan masalah-masalah yang
Dalam aktivitasnya, Muham-
berhubungan dengan fikih dan
madiyah bergerak dalam berbagai
masalah keagamaan lainnya. Salah
bidang, kecuali dalam bidang politik
satu produk Majelis Tarjih yang
praktis. Berbagai majelis telah
dapat dijadikan sebagai pedoman
dibentuk oleh Muhammadiyah
warga Muhammadiyah dalam
sebagai upaya membangun umat.
berislam adalah Fatwa Tarjih. Ia
Majelis Tarjih merupakan salah satu
merupakan produk ijtihad Jama’i
majelis yang dibentuk untuk
Majelis Tarjih.
memayungi masalah-masalah ke-
agamaan bagi warga Muham-
madiyah, dan kaum Muslim Indo- Ijtihad menurut Majelis Tarjih
nesia pada umumnya.
Ijtihad merupakan sesuatu yang
Majelis Tarjih didirikan me- mendasar dalam Islam. Ia me-
mang tidak bersamaan dengan rupakan dinamisator Islam ditengah
kelahiran Muhammadiyah yang perubahan sosial yang cepat sebagai
dideklarasikan pada tahun 1330 H konsekuensi kecanggihan ilmu
bertepatan dengan tahun 1912 M. pengetahuan dan teknologi saat ini.
Keberadaan Majelis Tarjih dalam Oleh karena itu, tidak ada alasan
Muhammadiyah merupakan hasil untuk menolak urgenitas ijtihad ini
keputusan Kongres Muhammadi- dalam memandu perjalanan sejarah
yah ke-16 di Pekalongan pada tahun kehidupan di dunia ini. Menurut
1927, yang saat itu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, ijtihad tidak akan
Muhammadiyah di bawah ke- pernah tertutup. Bagi Muhammad-
pemimpinan KH. Ibrahim (1878- iyah, ijtihad yang tidak pernah
1934).1 Pada Kongres itu diusulkan tertutup itu merupakan satu paket
perlunya Muhammadiyah memiliki yang utuh dengan tajdid dan slogan
Majelis yang memayungi persoalan- kembali kepada al-Quran dan al-
persoalan hukum. Sunnah al-Maqbulah . Ketiganya
Melalui Majelis Tarjih, per- tidak boleh dipisahkan dalam setiap
soalan- persoalan hukum yang paham keagamaan Muhammadi-
dihadapi warga Muhammadiyah yah.2

1
Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Buku Agenda
Musyawarah Nasional Ke-27 Tarjih Muhammadiyah (Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang, 2010), hlm. 49.
2
Amin Abdullah, “Manhaj Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Keislaman,” dalam
Muhammad Azhar dan Hamim Ilyas (ed.), Pengembangan Pemikiran Keislaman: Purifikasi
dan Dinamisasi (Yogyakarta: LPPI UMY, 2000), hlm. 1.

2 Tajdida, Vol. 10, No. 1, Juni 2012: 1 - 12


Muhammadiyah sebagai gerak- mencurahkan segenap kemam-
an Islam telah memaknai ijtihad puan berfikir dalam menggali dan
tidak semata dalam konteks hukum merumuskan hukum syar‘i yang
semata, tetapi ijtihad dapat di- bersifat zhanni dengan mengguna-
lakukan untuk berbagai bidang kan metode tertentu yang dilakukan
kajian dalam studi-studi keislaman. oleh yang berkompeten baik secara
Menurut Muhammadiyah, seperti metodologi maupun permasalahan.5
dijelaskan dalam Manhaj Tarjih, Dari definisi yang disebutkan di
ijtihad dimaknai sebagai suatu atas dapat ditemukan tentang
upaya mencurahkan segenap aktivitas ijtihad, yaitu menggali dan
kemampuan berfikir dalam rangka merumuskan hukum syar‘i yang
untuk merumuskan ajaran Islam bersifat zhanni . Namun, dalam
dalam berbagai bidang kehidupan, definisi ini tidak dijelaskan tentang
baik dalam hukum, akidah, filsafat, maksud hukum syar‘i yang bersifat
tasawuf, maupun disiplin ilmu zhanni itu seperti apa. Penjelasan
lainnya berdasarkan wahyu.3 tentang hal ini dapat ditemukan
Dalam merumuskan ajaran Is- dalam pembahasan tentang ruang
lam melalui ijtihad dapat dilakukan lingkup ijtihad. Di dalam pembaha-
dengan metode, pendekatan dan san tentang ruang lingkup ijtihad ini
teknik tertentu. Metode yang di- dijelaskan bahwa ruang lingkup
maksud Muhammadiyah adalah ijtihad adalah (1) masalah-masalah
metode bayani, metode tahlili dan yang terdapat dalam dalil-dalil
metode istislahi. Sedangkan pen- zhanni, (2) masalah-masalah yang
dekatan yang dimaksud adalah secara eksplisit tidak terdapat dalam
hermeneutik, historis, sosiologis dan al-Quran dan as-Sunnah al-
antropologis. Adapun yang di- Maqbulah.6
maksud dengan teknik menurut Fathurrahman Djamil, salah
Muhammadiyah adalah ijma, qiyas, tokoh Muhammadiyah, merumus-
maslahah mursalah, dan ‘urf.4 kan pengertian ijtihad sebagai
Adapun pengertian ijtihad yang “upaya menyelesaikan masalah
secara khusus berkaitan dengan yang secara eksplisit tidak terdapat
hukum menurut Majelis Tarjih dalam al-Qur‘an dan Hadits, atau
sebagaimana dikemukakan dalam sebagai upaya reinterpretasi dan
Manhaj Tarjih adalah sebagai kontekstualisasi ajaran dasar Islam,
berikut: al-Qur‘an dan Hadits.”7

3
Lihat, Manhaj Tarjih, Tahun 2006, Bab III Sub A.
4
Ibid., Bab III Sub E.
5
Ibid. , Bab III Sub C.
6
Ibid.
7
Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah (Jakarta: Logos,
1995), hlm. 62.

Fatwa Tarjih Sebagai Hasil Ijtihad Jama’i Majelis Tarjih Muhammadiyah (Imron Rosyadi) 3
Posisi ijtihad menurut Majelis Secara lugawi , kata ijtihad
Tarjih bukan sebagai sumber merupakan bentuk masdar (kata
hukum.8 Penjelasan Majelis Tarjih benda jadian, bentuk kata ketiga)
tentang posisi ijtihad ini tampaknya yang berasal dari akar kata ( fi‘il
merupakan penegasan untuk mujarrad ): jahada-yajhadu-juhd.
mereposisi terhadap pendapat Dilihat dari sini, kata ijtihad seakar
sebagian orang yang memposisikan kata dengan kata jihad, suatu istilah
ijtihad itu sebagai sumber hukum. yang sering dikonotasikan dengan
Bagi Majelis Tarjih, sumber hukum perang di medan perang melawan
Islam adalah al-Quran dan as- musuh. Kata jahada ( fi’il madzi,
Sunnah al-Maqbulah.9 Ijtihad dalam bentuk pertama) ini kemudian
pandangan Majelis Tarjih dengan mengikuti wazan ifta»ala sehingga
demikian tidak dipahami sebagai menjadi ijtahada. Dari kata ijtahada
produk tetapi sebagai suatu proses ini lah kata ijtihad itu terbentuk,
untuk menjelaskan suatu aktivitas ijtahada-yajtahidu-ijtihadan. Secara
dalam menemukan suatu hukum. etimologi, kata jahada memiliki arti
Sebagaimana telah dikemukakan leksikal, yaitu mâqah (kemampuan),
sebelumnya, bahwa ijtihad dapat masyaqqah (kesulitan), mubalagah
dilakukan dengan menggunakan (sungguh-sungguh) dan al-gayah.10
metode, pendekatan dan teknik Berangkat dari makna kata
tertentu. jahada secara etimologis tersebut,
Sebagai perbandingan atas para ulama mencoba mendefinisikan
makna ijtihad menurut Majelis kata ijtihad secara etimologis. Ibn
Tarjih, perlu kiranya dikemukakan Manzûr, misalnya dalam bukunya
makna ijtihad dalam kajian usul Lisan al-»Arab , menyebutkan
fikih. Para ulama usul fikih telah bahwa kata ijtihad mempunyai arti
memberikan definisi ijtihad yang bazl al-wus‘i wa al-majhûd (pen-
beragam dari sisi redaksionalnya, curahan suatu kemampuan, ke-
namun secara substantif definisi- sanggupan, kekuatan dan kerja
definisi itu tidak jauh berbeda satu keras untuk mendapatkan se-
dengan lainnya. Dengan kata lain, suatu). 11 Menurut ar-Râzî, kata
perbedaan-perbedan dalam mem- ijtihad memiliki makna istafraga
berikan definisi ijtihad lebih cen- wus‘ahu fi haml as-saqil (seseorang
derung pada aspek redaksional, berdaya upaya untuk membawa
tetapi secara substantif, definisi- sesuatu yang berat).12 Bila dicermati
definisi itu adalah sama. makna ijtihad secara etimologis ini

8
Manhaj Tarjih, Tahun 2006, Bab III Sub C.
9
Ibid., Bab III Sub B.
10
Louis Ma‘luf, al-Munjid fi al-Lugah wa al-A’lam (Beirtu: Dar al-Masyriq, t.t.), hlm. 105-
106.
11
Ibn Mandzur, Lisan al-‘Arab (Mesir: Dar al-Micriyyah, t.t.), Juz IV, hlm. 107-109.
12
Ar-Razi, al-Mahsul fi Usul al-Fiqh (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, t.t.), Juz II, hlm. 489.

4 Tajdida, Vol. 10, No. 1, Juni 2012: 1 - 12


dapat disimpulkan bahwa ijtihad itu Definisi ijtihad seperti di-
diperlukan persyaratan, lebih-lebih kemukakan di atas dikritik oleh
bila dikaitkan dengan hukum Islam, pemikir hukum Islam lain karena
misalnya, kemampuan. Kemampu- ijtihad hanya terbatas pada hukum-
an di sini bisa berwujud intelektua- hukum yang masih zhanni saja.
litas, metodologis dan sebagainya. Menurut pemikir hukum Islam ini,
Tidak hanya kemampuan tetapi juga ijtihad perlu diperluas, tidak hanya
kerjakeras, tanggungjawab, in- hukum yang zhanni saja tetapi juga
tegritas pribadi yang tinggi atas hasil terkait dengan hukum-hukum yang
ijtihad yang dilakukan. dianggap qathi. Menurut al-Imarî,16
Secara terminologis, seperti ijtihad adalah mencurahkan
dikemukakan oleh Ibrahim Hosen, kemampuan untuk menghasilkan
ijtihad adalah pengerahan segenap hukum syara’, baik yang aqli mau-
kesanggupan dari seorang mujtahid pun naqli, qathi maupun zhannî.
untuk memperoleh pengertian Definisi seperti ini memang
tingkat zhann terhadap sesuatu memberikan keleluasaan kepada
hukum syara’ (hukum Islam). 13 mujtahid untuk melakukan eks-
Menurut al-Ghazali, ijtihad adalah plorasi sedemikian rupa dalam
badhl al-majhud fi talab al-‘ilm bi al- menjawab persoalan-persoalan
ahkam asy-syar’iyyah (pencurahan kekinian.
segala kemampuan yang dimiliki Jalaluddin Rahmat, salah satu
seorang (mujtahid) untuk mem- cendekiawan Muslim Indonesia
peroleh pengetahuan tentang terkemuka, memberikan penjelasan
hukum-hukum syara’). 14 Dari tentang ijtihad yang luas dari
definisi ini, Ibrahim Hosen, me- definisi yang dikemukakan oleh al-
nyimpulkan bahwa objek ijtihad itu »Imarî. Menurutnya, ijtihad adalah
adalah pertama, masalah-masalah pengerahan segenap kemampuan
yang hukumnya belum dijelaskan di untuk mengeluarkan hukum syara’,
dalam al-Quran dan as-Sunnah al- baik yang amaliyyat, itiqadiyyat dan
Maqbulah. Kedua, masalah-masalah khuluqiyyat dari dalil-dalil yang
baru yang belum disepakati oleh rinci. Dengan kata lain, ijtihad atau
ulama. Ketiga, nash-nash al-Quran jihad intelektual adalah upaya
dan as-Sunnah al-Maqbulah yang memahami suatu teks atau preseden
zhanni dan dalil hukum lainnya yang relevan di masa lampau yang
yang masih diperselisihkan. Ke- berisi suatu aturan, dan untuk
empat, hukum Islam yang ma’qul al- mengubah aturan tersebut dengan
ma’na/ta’aqquli.15 memperluas atau membatasi atau

13
Ibrahim Hosein, “Taqlid dan Ijtihad,” hlm. 320.
14
Al-Ghazali, al-Mustasfa min Ilm al-Usul (Beirut: Dâr al-Fikr, t.t), hlm. 350.
15
Ibrahim Hosein, “Taqlid dan Ijtihad,” hlm. 321.
16
Al-Imari, al-Ijtihad fi al-Islam (Beirut: Mu’assasah ar-Risalah, 1981), hlm. 28

Fatwa Tarjih Sebagai Hasil Ijtihad Jama’i Majelis Tarjih Muhammadiyah (Imron Rosyadi) 5
memodifikasinya melalui cara bangan perubahan masyarakat
sedemikian rupa sehingga suatu dewasa ini. Oleh karenanya, ijtihad
situasi baru dapat dicakupkan di itu hukumnya wajib untuk di-
dalamnya dengan suatu solusi lakukan, baik secara individual
baru.17 maupun kolektif, sehingga Islam
Perluasan ijtihad seperti sebagai agama dapat memberikan
dijelaskan di atas, menurut Ilyas arah terhadap perubahan masya-
Supena dan M. Fauzi, merupakan rakat itu sendiri. Menurut asy-
kebutuhan mutlak bagi pengemba- Syahrastani, hukum ijtihad itu wajib
ngan hukum Islam di tengah kifayah bukan wajib ‘ain.19 Artinya,
pergulatan perubahan masyarakat jika ijtihad itu telah dilakukan oleh
dewasa ini. Menurut keduanya, seseorang maka orang lain sudah
ijtihad adalah upaya berfikir tidak memiliki kewajiban untuk
sungguh-sungguh yang dilakukan melakukan ijtihad.
oleh orang Islam (baik secara indi- Sangat menarik hukum ijtihad
vidual maupun kolektif) yang yang dikemukakan asy-Syahrastani
merasa dan dinilai mampu untuk di atas. Secara implisit, asy-
menggali hukum dari nash al-Quran Syahrastânî ingin menunjukkan
dan as-Sunnah al-Maqbulah, baik bahwa tidak boleh suatu ijtihad itu
yang zhannî maupun qathi dalalah- berhenti atau tertutup. Ijtihad harus
nya.18 Apa yang dikemukakan oleh tetap berlangsung mengiringi
Ilyas dan Fauzi ini masih perlu perjalanan sejarah umat Islam
diberikan tambahan, yaitu menggali sebelum kiamat datang. Kesadaran
hukum dengan menggunakan akan ijtihad ini didorong oleh
metode dan dalil hukum lainnya sebuah keyakinan yang mendalam
jika pada al-Quran dan as-Sunnah bawa bila terjadi kebekuan ijtihad
al-Maqbulah tidak ditemukan suatu akan memunculkan implikasi
hukum sesuai dengan masalah tertentu dalam membangun per-
yang dihadapi sehingga dapat adaban Islam, lebih-lebih untuk
ditemukan solusi baru. dewasa ini, ijtihad itu sangat di-
Dari uraian-uraian di muka, perlukan sebab melalui ijtihad
nampak dengan jelas tentang dinamika peradaban Islam akan
urgennya posisi ijtihad dalam pe- berkembang. Jika terjadi kekosong-
ngembangan hukum Islam ke an ijtihad dalam suatu masa dapat
depan, lebih-lebih bila dikaitkan diduga keras kemajuan Islam akan
posisi ijtihad vis-a-vis perkem- mengalami kemerosotan. Perspektif
ini kalau ditarik untuk membaca

17
Jalaluddin Rahmat, “Ijtihad Sulit, Tapi Perlu,” dalam Haidar dan Syafiq Basri (ed.), Ijtihad
Dalam Sorotan (Bandung Mizan: 1996), hlm. 183.
18
Ilyas Supena dan M. Fauzi, Dekonstruksi dan Rekonstruksi Hukum Islam (Yogyakarta:
Gama Media, 2002), hlm. 183-184.
19
Asy-Syahrastani, al-Milal wa an-Nihal, tahqîq Muhammad Sayyid Kaelanî (Mesir: Mustafa
al-Babi al-Kalabi, 1967), Juz I, hlm. 205.

6 Tajdida, Vol. 10, No. 1, Juni 2012: 1 - 12


kondisi umat Islam dewasa ini, sebagai gerakan tajdid. Pertama,
termasuk warga Muhammadiyah ijtihad bagi Muhammadiyah
dapat disimpulkan bahwa belum dimaksudkan sebagai bentuk kritik
maksimalnya kemajuan Islam di In- atas sikap kaum Muslimin yang lebih
donesia merupakan refleksi yang memegangi pendapat ulama
realistik untuk mengatakan bahwa daripada memahami sendiri ke
ijtihad di kalangan umat Islam sumber utama ajaran Islam. Kedua,
belum secara maksimal dioptimal- ijtihad bagi Muhammadiyah
kan sehingga kemajuan yang diraih merupakan bentuk sikap terbuka
belum seberapa dibanding umat kepada kritik dan menerima
lain. perkembangan baru. Ketiga, ijtihad
bagi Muhammadiyah dapat di-
artikan sebagai upaya untuk
Kedudukan ijtihad dalam Majelis mendinamisir Islam di tengah
Tarjih perubahan-perubahan.
Seperti telah dikemukakan Posisi ijtihad ini menjadi sangat
sebelumnya, bahwa dalam Mu- penting setelah perkembangan sosial
hammadiyah, pembahasan tentang dewasa ini. Perkembangan sosial ini
ijtihad tidak bisa dilepaskan dari memunculkan masalah-masalah
pembahasan tajdid dan slogan dan problem baru dalam kehidupan
kembali kepada al-Quran dan al- umat Islam. Dalam keadaan de-
Sunnah al-Maqbulah. Sebaliknya, mikian ijtihad menjadi bagian
suatu gerakan tajdid tanpa ijtihad penting untuk menyelesaikan
adalah tidak mungkin terjadi. Sebab, masalah-masalah tersebut sesuai
substansi tajdid itu ada pada ijtihad dengan spirit ajaran Islam. Karena
itu sendiri. Karena itu, dari gerakan itu, bagi Muhammadiyah, ijtihad
ijtihad ini pula Muhammadiyah tidak akan pernah tertutup. Pen-
dinilai sebagai salah satu gerakan dapat seperti ini merupakan tipikal
tajdid di Indonesia. Bahkan Muham- gerakan tajdid di hampir semua
madiyah telah menjadikan tajdid ini gerakan tajdid di dunia Islam.
sebagai identitas. Meskipun demi- Dalam sejarah perkembangan-
kian, tajdid sebagai identitas nya, ijtihad pada awalnya dapat
Muhammadiyah diputuskan jauh dilakukan secara individual ( al-
sesudah Muhammadiyah didekla- ijtihad al-fardi). Yang dimaksud
rasikan oleh pendirinya Ahmad dengan ijtihad individual adalah
Dahlan pada tahun 1330H/1912 M. ijtihad yang dilakukan oleh per-
Ijtihad menurut Muhammadi- orangan mujtahid dalam memecah-
yah memiliki kedudukan yang kan masalah hukum Islam, bukan
penting di dalam Muhammadiyah oleh sekelompok mujtahidin . 20

20
Tim PP Muhammadiyah Majelis Tarjih, Tanya Jawab Agama 2 (Yogyakarta, Suara
Muhammadiyah, 2003), Cet. VI, hlm. 217.

Fatwa Tarjih Sebagai Hasil Ijtihad Jama’i Majelis Tarjih Muhammadiyah (Imron Rosyadi) 7
Namun dengan perkembangan oleh Muhammadiyah yang se-
masyarakat dari waktu ke waktu, karang jumlahnya ratusan. Tajdid
ijtihad dapat dilakukan secara juga dikembangkan dalam fatwa-
kolektif (al-ijtihad al-jama’i). Yang fatwa Majelis Tarjih. Hal ini di-
dimaksud dengan ijtihad kolektif karenakan Muhammadiyah me-
adalah ijtihad yang dilakukan secara nyebut dirinya sebagai gerakan
kolektif, yaitu kelompok ahli hukum tajdid. Dengan kata lain, meminjam
Islam yang berusaha untuk men- istilah Syamsul Anwar, orientasi
dapatkan hukum sesuatu atau tajdid dapat ditemukan dalam
beberapa masalah hukum Islam.21 kegiatan ketarjihan dan produk-
Ijtihad yang disebut terakhir ini produk ketarjihan.23
merupakan pilihan Muhammadi- Achmad Jainuri, dalam buku-
yah, khususnya di Majelis Tarjih. nya Ideologi Kaum Reformis
Jika terjadi dua ijtihad dengan hasil menemukan bahwa para pendahulu
yang berbeda antara warga Muhammadiyah menyadari adanya
Muhammadiyah secara personal perubahan-perubahan berikut
sekalipun anggota Majelis dengan akibat-akibat yang ditimbulkannya
hasil ijtihad Majelis Tarjih, maka dalam setiap masa, termasuk abad
yang digunakan sebagai pedoman ke-20, abad di mana mereka, para
organisasi adalah ijtihad dari Majelis pendiri dan pelanjut Muhammadi-
Tarjih.22 Dengan kata lain, Majelis yah hidup. Perubahan-perubahan
Tarjih merupakan lembaga ijtihad tersebut akan menghadapkannya
jama’i yang bertugas merumuskan dengan agama, khususnya peran
fatwa. dan fungsinya dalam konteks
Tajdid yang dilakukan Mu- perubahan itu. Kaum Muslimin In-
hammadiyah tidak semata diarah- donesia telah dihadapkan pada
kan pada upaya mereformasi perubahan itu menjadikan kaum
praktik-praktik akidah dan ibadah Muslimin terbelakang, baik secara
yang dinilai telah mengalami pendidikan maupun ekonomi.
pembiasan-pembiasan karena itu Karena itu, Ahmad Dahlan sebagai
perlu dilakukan purifikasi atas pendiri Muhammadiyah mencoba
praktik akidah dan ibadah. Tetapi menjadikan Muhammadiyah se-
tajdid dimaknai sebagai upaya bagai gerbong untuk mereformasi
membangun dunia yang modern keadaan kaum muslimin dari sisi
dengan basis ajaran Islam. Sasaran keagamaan dan sosial ekonomi.24
yang disebut terakhir ini dapat Dalam pandangan Muhamma-
dilihat pada dunia pendidikan dan diyah, misi tajdid harus mencakup
rumah sakit yang telah didirikan

Ibid.
21

Lihat, Pokok-pokok Manhaj Majelis Tarjih, angka 2.


22
23
Syamsul Anwar, “Manhaj Tarjih,” hlm. 1.
24
Achmad Jainuri, Ideologi Kaum Reformis Melacak Pandangan Keagamaan
Muhammadiyah Periode Awal (Surabaya: lpam, 2002), hlm. 5.

8 Tajdida, Vol. 10, No. 1, Juni 2012: 1 - 12


banyak segi kehidupan keagamaan suatu keputusan yang dibuat
dan sosial kontemporer, baik dalam melalui forum Muktamar Tarjih
pengertian purifikasi maupun atau Musyawarah Nasional Tarjih.
dinamisasi atau modernisasi. Praktik Kategori ini dilaksanakan, setidak-
gerakan tajdid di Indonesia, seperti nya lima tahun sekali. Hasil
dikemukakan Thoha Hamin dalam keputusan yang dibuat dalam forum
bukunya, Paham Keagamaan Kaum Musyawarah Nasional mengikat
Reformis 25 menyatakan bahwa bagi pimpinan Muhammadiyah dari
tekanan pembaharuan dalam seluruh jajaran struktural Mu-
pengertian pemurnian jauh lebih hammadiyah, baik dari pusat,
besar mendapatkan perhatian wilayah, daerah, cabang maupun
ketimbang tekanan pada sosial. ranting. Problem yang menyertai
Berbeda dengan organisasi tajdid kategori ini adalah masa yang terlalu
tersebut, Muhammadiyah lebih lama, yaitu lima tahun karena pada
menekankan tekanan pada sosial saat yang sama persoalan di tengah
dalam gerakan-gerakannya. Tekan- masyarakat terus bergulir tanpa
an pada aspek sosial dengan porsi dibatasi oleh waktu.27
yang besar ini merupakan pengej- Untuk mengatasi problem jenis
awantahan iman dalam Islam. 26 produk yang pertama di atas, maka
Sebagai akibat dari porsi tekanan dibuat kategori kedua yaitu Fatwa
pada aspek sosial ini, Muhamma- Tarjih. Fatwa Tarjih merupakan fo-
diyah memiliki lembaga sosial dan rum yang dilaksanakan tim Pimpin-
pendidikan jauh lebih besar an Pusat Muhammadiyah Majelis
dibanding dengan organisasi tajdid Tarjih. Forum ini dibentuk untuk
lainnya, semisal al-Irsyad dan Persis. memenuhi permintaan dari berbagai
wilayah, daerah atau perorangan
tentang Fatwa Tarjih berkaitan
Produk Ijtihad Majelis Tarjih.
dengan persoalan yang dihadapi
Majelis Tarjih membagi produk- warga Muhammadiyah yang perlu
nya ke dalam tiga kategori, yaitu segera mendapat jawaban Fatwa
Keputusan Tarjih, Fatwa Tarjih dan Tarjih. Pertanyaan-pertanyaan
Publikasi Tarjih. Ketiga produk ini warga Muhammadiyah ini ke-
memiliki spesifikasi dan daya ikat mudian dikirimkan kepada Suara
yang berbeda, khususnya bagi Muhammadiyah . Melalui Suara
organisasi dan warga Muhamma- Muhammadiyah ini, Majelis Tarjih
diyah. Keputusan Tarjih merupakan menjawab apa saja yang ditanya-

25
Thoha Hamim, Paham Keagamaan Kaum Reformis (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2000),
hlm. 1.
26
Ahmad Jainuri, Ideologi Kaum Reformis, hlm. 6.
27
Syamsul Anwar, “Kata Pengantar Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat
Muhammadiyah,” dalam Tim MTT PP Muhammadiyah, Fatwa-fatwa Tarjih: Tanya Jawab
Agama 5 (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2000), hlm. xii.

Fatwa Tarjih Sebagai Hasil Ijtihad Jama’i Majelis Tarjih Muhammadiyah (Imron Rosyadi) 9
kan oleh warga Muhammadiyah, bagai Wilayah Muhammadiyah se-
mulai dari persoalan akidah, ibadah, Indonesia ditambah utusan dari
muamalat, politik, ilmu-ilmu al- berbagai organisasi kemasyarakatan
Quran, as-Sunnah al-Maqbulah dan yang berbasis Islam. Dalam me-
seterusnya.28 Sedangkan publikasi mecahkan suatu masalah, Munas
Tarjih adalah makalah dan pe- Tarjih selalu menghadirkan seorang
nerbitan buku yang dianggap dapat yang ahli dibidangnya, umpama-
memberikan wawasan tentang nya, masalah ekonomi, maka Munas
keislaman yang dipandang relevan Tarjih akan mengundang seorang
dengan perspektif Majelis Tarjih.29 yang ahli dalam bidang persoalan
Dilihat dari substansi isi antara ekonomi sehingga persoalan yang
Keputusan Tarjih dan Fatwa Tarjih, akan dijadikan Keputusan Tarjih
keduanya sama-sama membahas betul-betul dipahami dengan sangat
berbagai persoalan dalam Islam, baik. Sedangkan Fatwa Tarjih yang
dimulai dari masalah akidah, dikoordinasikan oleh divisi yang
ibadah, muamalat, ‘ulum al-Quran, dibentuk oleh Pimpinan Majelis
‘ulum as-Sunnah al-Maqbulah dan Tarjih. Fatwa Tarjih dapat dibuat
berbagai macam persoalan lainnya. setiap saat sesuai dengan kebutuhan
Adapun yang berbeda adalah teknis dan keperluan. Dari sini, bila
pembuatan dan daya ikat kepada dibandingkan dengan Keputusan
warga Muhammadiyah. Berdasar- Tarjih, Fatwa Tarjih jauh lebih
kan konteks ini, maka Fatwa Tarjih fleksibel sesuai dengan perkem-
dan Keputusan Tarjih boleh di- bangan masalah yang dibutuhkan
katakan memiliki kesamaan dengan dan dihadapi, baik oleh warga Mu-
fatwa keagamaan pada umumnya, hammadiyah maupun warga
seperti dalam kajian usul fikih. Oleh masyarakat pada umumnya yang
karena itu, yang dimaksud dengan meminta fatwa kepada Majelis
Fatwa Tarjih dapat terdiri dari Tarjih.
Keputusan Tarjih dan Fatwa Tarjih. Sesuai dengan pola penetapan
Keputusan Tarjih dibuat melalui Majelis Tarjih, dalam membahas
forum Musyawarah Nasional Tarjih persoalan-persoalan, baik Keputu-
(selanjutnya ditulis Munas Tarjih) san maupun Fatwa Tarjih, diawali
yang sekurang-kurangnya di- dengan memahami esensi persoalan
selenggarakan satu kali dalam satu yang dibahas. Setelah itu, dicari
masa jabatan. Dilihat dari peserta- jawabannya di dalam sumber ajaran
nya, Munas Tarjih berasal dari Islam, yaitu al-Quran dan as-
ulama Muhammadiyah dari ber- Sunnah al-Maqbulah. Merujukkan

28
Fatwa Tarjih yang dimuat dalam Suara Muhammadiyah, sebuah majalah yang terbit
dua kali dalam sebulan yang dikelola oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, telah dibukukan
dan diterbitkan oleh penerbit Suara Muhammadiyah. Sampai tahun 2012 ini, sudah terbit 6
buah buku dengan judul Tanya Jawab Agama 1, 2, 3, 4, 5 dan 6.
29
Syamsul Anwar, “Kata Pengantar,” hlm. xiii.

10 Tajdida, Vol. 10, No. 1, Juni 2012: 1 - 12


kepada kedua sumber ajaran Islam maupun pimpinan organisasi.
ini sesuai dengan komitmen Masalah yang dibahas dalam Fatwa
Muhammadiyah yang tercermin Tarjih tidak semata berkaitan
dalam slogannya, yaitu kembali dengan masalah-masalah yang
kepada al-Quran dan al-Sunnah (al- telah dibahas para ulama terdahulu
ruju‘ ila al-Qur’an wa as-Sunnah al- tetapi juga masalah yang muncul
Maqbulah ). Jika cara ini tidak belakang sebagai akibat per-
ditemukan, maka Fatwa Tarjih kembangan masyarakat dewasa ini.
maupun Keputusan Tarjih ditetap- Dilihat dari masalah-masalah yang
kan berdasarkan metode dan teknik dibahas, dengan jelas bahwa Majelis
penetapan hukum seperti dalam Tarjih telah berfungsi sebagai
kajian usul fikih pada umumnya. lembaga ijtihad. Sebab, yang
Untuk memperkuat keputusannya, dilakukan oleh Majelis Tarjih tidak
Majelis Tarjih memakai pendapat hanya mentarjih (mencari pendapat
para ulama. Dilihat dari sini, dapat yang paling kuat dari) pendapat-
disimpulkan bahwa Fatwa Tarjih pendapat yang ada tetapi lebih dari
dan Keputusan Tarjih itu tidak sama itu, Majelis Tarjih telah beraktifitas
dengan penegrtian tarjih dalam seperti ijtihad dalam pengertian usul
kajian-kajian usul fikih yang hanya fikih.30
mencari dalil dan argumentasi yang
paling kuat dari berbagai dalil atau
pendapat yang ada. Sebaliknya, Penutup
kalau dilhat dari proses dan Dari paparan-paparan yang di
hasilnya, Fatwa Tarjih dan Ke- jelaskan di atas, untuk mengakhiri
putusan Tarjih sama persis dengan tulisan singkat ini, kiranya perlu
hasil ijtihad. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Majelis Tarjih
disimpulkan bahwa Fatwa Tarjih adalah lembaga ijtihad jama»i
dan Keputusan Tarjih merupakan dalam Muhammadiyah yang salah
produk ijtihad jamâ» Majelis Tarjih. satu tugasnya adalah merumuskan
Hasil aktivitas ijtihad Majelis fatwa. Ada tiga jenis produk Majelis
Tarjih adalah berwujud Fatwa Tarjih, yaitu pertama, Keputusan
Tarjih dan Keputusan Tarjih. Fatwa Tarjih, kedua, Fatwa Tarjih,
Keduanya, secara substansi adalah dan ketiga Wacana Tarjih. Produk-
sama, yang membedakan di antara produk ini dapat dijadikan sebagai
keduanya hanya pada teknis dan pedoman bagi warga Muham-
daya ikat kepada warga Muham- madiyah, dan umat pada umunya.
madiyah, baik sebagai pribadi Wallahu A’lam.

30
Masalah-masalah yang dibahas dalam Fatwa Tarjih, misalnya, masalah akidah, ibadah
(salat, puasa, zakat, haji), ulumul quran, ulumul hadis, perkawinan, kesehatan (operasi, donor
mata, donor darah, operasi kelamin, dll), rekayasa manusia, organisasi Muhammadiyah,
syurga dan neraka, kejadian manusia, hubungan muslim dan non muslim, dan lain sebagainya.
Lihat, misalnya, dalam Tim MTT PP Muhammadiyah, Tanya Jawa Agama 1-6.

Fatwa Tarjih Sebagai Hasil Ijtihad Jama’i Majelis Tarjih Muhammadiyah (Imron Rosyadi) 11
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Jainuri, 2002, Ideologi Kaum Reformis Melacak Pandangan


Keagamaan Muhammadiyah Periode Awal, Surabaya: lpam.
Al-Ghazali, t.t., al-Mustasfa min Ilm al-Usul, Beirut: Dâr al-Fikr.
Al-Imari,1981, al-Ijtihad fi al-Islam, Beirut: Mu’assasah ar-Risalah.
Amin Abdullah, 2000, “Manhaj Tarjih dan Pengembangan Pemikiran
Keislaman,” dalam Muhammad Azhar dan Hamim Ilyas (ed.),
Pengembangan Pemikiran Keislaman: Purifikasi dan Dinamisasi,
Yogyakarta: LPPI UMY.
Ar-Razi, t.t., al-Mahsul fi Usul al-Fiqh, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah.
Asy-Syahrastani, 1967, al-Milal wa an-Nihal, tahqîq Muhammad Sayyid
Kaelanî, Mesir: Mustafa al-Babi al-Kalabi.
Fathurrahman Djamil, 1995, Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah.
Jakarta: Logos.
Ibn Mandzur, t.t., Lisan al-‘Arab, Mesir: Dar al-Micriyyah.
Ilyas Supena dan M. Fauzi, 2002, Dekonstruksi dan Rekonstruksi Hukum
Islam, Yogyakarta: Gama Media.
Jalaluddin Rahmat, 1996,”Ijtihad Sulit, Tapi Perlu,” dalam Haidar dan
Syafiq Basri (ed.), Ijtihad Dalam Sorotan, Bandung: Mizan.
Louis Ma‘luf, t.t. al-Munjid fi al-Lugah wa al-Alam, Beirtu: Dar al-Masyriq.
Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah,
2010, Buku Agenda Musyawarah Nasional Ke-27 Tarjih
Muhammadiyah (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Syamsul Anwar, 2000 “Kata Pengantar Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan
Pusat Muhammadiyah,” dalam Tim MTT PP Muhammadiyah,
Fatwa-fatwa Tarjih: Tanya Jawab Agama 5, Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah.
Thoha Hamim, 2000, Paham Keagamaan Kaum Reformis, Yogyakarta: Ti-
ara Wacana.
Tim PP Muhammadiyah Majelis Tarjih, 2003, Tanya Jawab Agama 2,
Yogyakarta, Suara Muhammadiyah.

12 Tajdida, Vol. 10, No. 1, Juni 2012: 1 - 12

Anda mungkin juga menyukai