Anda di halaman 1dari 14

MASAIL

KHAMSAH
Nama Anggota Kelompok :

Samsul hadianto (2021D1B194)


Pipin Maya Anjani (2021D1B192)
Hamzun Juliadi (2019D1B042)
Ery Pratama (2019DB134)
 
Latar Belakang
Sejak zaman prasejarah, penduduk Indonesia dikenal sebagai pelayar dan pelaut tangguh nan pemberani.
Mereka telah terbiasa berlayar dan mengarungi lautan lepas. Rute-rute pelayaran sejak dahulu telah
tercipta di nusantara, bahkan dunia. Pedagang-pedagang dari penjuru dunia pun telah singgah di
nusantara, seperti Cina, India, Arab, Persia dan lainnya. Tentu para penjajah seperti Belanda, Portugis,
Jepang dan lainnya juga telah masuk ke nusantara. Kedatangan bangsa asing, khususnya yang berasal dari
Timur Tengah yang beragama Islam, disamping untuk berdagang, ternyata mereka kemudian menetap di
wilayah nusantara sambil berdakwah. Pada akhirnya mereka membuat komunitas-komunitas sendiri.
Komunitas ini kemudian memiliki kekuatan dan berubah menjadi pusat kekuasaan. Dalam konteks
masuknya Islam ke nusantara, Pakar sejarah Taufik Abdullah menjelaskan bagaimana proses masuknya
Islam ke nusantara yang ia bagi menjadi tiga fase, yaitu: [1]. Fase singgahnya para pedagang Islam di
pelabuhan-pelabuhan nusantara; [2] Fase pembentukan komunitas-komunitas Islam di beberapa daerah
kepulauan di Indonesia; dan [3]. Fase mendirikan kerajaan Islam (Taufik Abdullah, 1991: 39).
PEMBAHASAN
Isi Masail Khamsah
01 02 03
Agama Dunia Ibadah

04 05
sabilullah Qias (ijtihad)
1. Agama
Masalah pertama yang dibahas dalam Masail Khamsah adalah masalah agama.
Menurut Muhammadiyah, agama adalah agama Islam yang dibawa oleh para Nabi dan
Nabi Muhammad yang bersumber dari Al-Qur‘an dan As-Sunnah yang otentik berupa
perintah dan larangan serta petunjukpetunjuk untuk kebaikan manusia
Dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCHM) disebutkan
bahwa seluruh ajaran agama yang berisi perintah, larangan dan irsyadat tertsebut
termanifetasi dalam bidang pokok ajaran agama Islam, yaitu aqidah, akhlaq, ibadah
dan mu‟amalah duniawiyyah .
2. Dunia
Rumusan kedua dalam Masail Khamsah adalah tentang dunia. Dunia adalah segala sesuatu yang tidak menjadi tugas diutusnya
Nabi. Jika sesuatu menyangkut urusan dunia, maka itu adalah urusan kalian, dan jika menyangkut perkara-perkara agama kalian,
maka serahkan kepadaku (Ibnu Majah: 2462, Ahmad: 12086, 23773). Dalam teori-teori usul fikih disebutkan bahwa aspekaspek
yang bukan menjadi wilayah kenabian adalah:
[1] yang berhubungan dengan kebiasaan Nabi saw menjadi manusia biasa, seperti cara duduk, berdiri, makan dan lainnya;
[2] yang merupakan pengalaman Nabi saw menjadi manusia, seperti kasus strategi berperang, pengawinan pohon kurma di atas.
[3] yang Khususbagi Nabi saw, seperti beristri lebih Kemuhammadiyahan: Tinjauan Historis, Ideologis, Organisatoris, dan Kiprah
Gerakan ~ 161 dari empat. Karena bukan menjadi wilayah kenabian, maka pebuatan, perkataan dan ketetapan Nabi saw bukan
menjadi sunnahnya yang harus diikuti oleh orang Islam. Nabi saw dalam hal ini sebagai manusia biasa, bukan menjadi rasul (Abdul
Wahhab Khallaf, 1978: 43-44).
Dalam konteks dunia, manusia dibebaskan untuk melakukan kretifitas dengan
kemampuan akal pikiranya selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama.
Jika dicermati definisi tentang agama dan dunia dalam pandangan Muhammadiyah,
secara implisit sebenarnya Muhammadiyah memilki persepsi bahwa masalah dunia
merupakan bagian integral dari agama. Dalam persoalan irsyadatlah yang paling
banyak berkaitan dengan urusan ―dunia‖. Hal ini berarti, ajaran agama secara otomatis
mengatur kehidupan dunia. Sehingga sangat naif jika Muhammadiyah diasumsikan
menganut paham sekularisme (Asjmuni Abdurrahman, 2007: 23).
Bagi Muhammadiyah, masalah agama dan keduniaan tidak dapat dipisahkan. Keduanya
ibarat dua sisi mata uang. Meskipun Muhammadiyah membedakan agama dan dunia,
seperti dalam pembahasan ini, hal tersebut dimaksudkan hanya untuk mempermudah
membedakan secara determinatif antara wilayah agama dengan wilayah dunia dalam
konteks ijtihad. Wilayah agama merupakan otoritas Tuhan, dimana peran akal terbatas
di dalamnya.
3. Ibadah
Ibadah ialah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, dengan jalan mentaati
segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala
yang diijinkan Allah. Ibadah itu ada yang umum dan ada yang KH.usus: yang umum
ialah segala amalan yang diizinkan Allah. Yang Khususadalah apa yang telah
ditetapkan Allah akan perincianperinciannya, tingkah dan cara-caranya yang tertentu
(PP Muhammadiyah, Majelis Tarjih, Tt: 276-277).
Jika mengacu kepada definisi ibadah, maka ibadah memiliki prinsip ketundukan
kepada ajaran Tuhan. Ketundukan terhadap segala sesuatu yang diijinkan
Kemuhammadiyahan
Penjelasan Muhamadiyah tentang ibadah khusus ini menegaskan kembali
sikap Muhammadiyah yang ingin mengembalikan ajaran-ajaran agama
secara orisinil, literal dan dengan pendekatan bayani terhadap nas-nas
yang terkait dengan ibadah mahdah. Pemikiran Muhammadiyah ini
tampaknya dipengaruhi oleh pembaharu-pembaharu Islam yang
mengkritik kelompok tradisionalis Islam yang telah melakukan sinkretik
ajaran Islam dengan adat-istiadat setempat sehingga menimbulkan
takhayyul, bid‘ah dan churafat (TBC).
4. Sabilullah
sabilillah ialah jalan yang menyampaikan kepada keridlaan Allah, berupa segala amalan yang
diijinkan Allah. Semua masalah yang bersifat duniawi seperti ekonomi, sosial, politik dapat
dianggap ibadah dengan syarat dijalankan sesuai dengan ajaran Tuhan dan ditempatkan dalam
kerangka sabilillah, yaitu jalan mencapai perkenan Allah, semuanya merupakan (ajaran)
agama. Contoh konkretnya adalah seperti saat Kiyai Ahmad Dahlan melakukan modernisasi
pendidikan di sekolah (Abdul Munir Mulkhan, 2000: 70-71), dengan mengintrodusir beberapa
konsep pendidikan Barat yang bersifat ―duniawi.
5. Qias (ijtihad)
Qiyas yaitu salah satu alat ijtihat sehingga agama islam dapat berdialog dengan perkembangan
dunia. Dalam pandangan Muhammadiyah, sumber utama syari‘ah Islam adalah Al-Qur‘an dan
al-Sunnah al-maqbulah, sunnah yang memenuhi kreteria untuk diterima seperti yang disebut
dalam disiplin ilmu hadis. Adapun ijmak, Muhammadiyah hanya menerima ijmak sahabat.
Muhammadiyah menyimpulkan bahwa pemakian qiyas sebagai metode penemuan hukum
Islam apabila suatu kasus tidak ditemukan referensinya dalam Al-Qur‘an dan AsSunnah al-
Maqbullah.
Secara teoritis, ijtihad sebagai metode penemuan hukum Islam secara etimologis berarti
bersungguh-sungguh. Sedangkan secara terminologis, ijtihad adalah usaha sungguh-sungguh
dengan mengerahkan seganap kemampuan dari seorang mujtahid untuk menemukan hukum
dari sumbernya (Al-Qur‘an dan Hadis) dengan metodoogi yang benar.Adapun istinbath secara
etimologis berarti mengeluarkan air dari tanah.. Sedangkan secara terminologis, istinbath
adalah mengeluarkan makna-makna (hukum-hukum) dari teks (nash) dengan mencurahkan
segenap pikiran dan kemampuan (Ibid.: 192-195). Metode dan langkah-langkah ijtihad telah
dirumuskan dalam Muhammadiyah yang biasa dikenal dengan istilah Manhaj Ijtihad
Muhammadiyah
KESIMPULAN
● Jadi kesimpulan dari Agama dan ibadah adalah tidak ada inovasi,wajib taat dan
patuh dalam pelaksanaanya,inovasi di dalam di sebut bid’dah
● Kesimpulan dari sabilullah dan dunia adalah boleh inovasi selama sesuai dengan
prinsip prinsip umum syariah tidak ada bid;dah di dalamnya
● Qiyas yaitu salah satu alat ijtihat sehingga agama islam dapat berdialog dengan
perkembangan dunia
Sekian

Anda mungkin juga menyukai