BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tindakan Preoperatif
Preoperatif merupakan fase dimana dimulainya keputusan untuk menjalani
operasi atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja
operasi. Kunci dari evaluasi preoperatif yang efektif adalah dari anamnesis, pemeriksaan
jasmani, yang dimana harus termasuk semua data riwayat pengobatan yang pernah
didapatkan pasien, riwayat alergi dan obat-obatan yang dikonsumsi pasien, serta reaksi
dan respon terhadap anestesi yang pernah diterima. Tambahannya, tindakan ini harus
termasuk pemeriksaan penunjang yang direkomendasikan, dan juga konsultasi dari
dokter yang lain.
Evaluasi preoperatif melayani berbagai tujuan. Salah satu tujuannya adalah
untuk mengidentifikasi beberapa pasien yang hasil kemungkinannya akan ditingkatkan
dengan pelaksanaan pengobatan medis tertentu (dalam keadaan langka mungkin
mengharuskan operasi yang direncanakan akan dijadwal ulang). Tujuan lainnya adalah
untuk mengidentifikasi pasien yang kondisinya sangat buruk sehingga operasi yang
diusulkan mungkin hanya mempercepat kematian tanpa meningkatkan kualitas hidup.
Evaluasi pra operasi dapat mengidentifikasi pasien dengan karakteristik tertentu
yang mungkin akan mempengaruhi rencana anestesi yang diusulkan. Tujuan lain dari
evaluasi ini adalah untuk menginformasikan pasien perkiraan resiko anestesi yang dapat
terjadi.
Premedication
Type of anesthesia
General
Airway management
Induction
Maintenance
Muscle relaxation
Local or regional
anesthesia
Technique
Agents
Monitored anesthesia
care
Supplemental
Intraoperative
management
Monitoring
Positioning
Fluid management
Special techniques
Postoperative
management
Pain control
Intensive care
Postoperative ventilation
Hemodynamic monitoring
gejala yang sehat harus mencakup pengukuran tanda-tanda vital (tekanan darah,
denyut jantung, laju pernapasan, dan suhu) dan pemeriksaan dari saluran napas,
jantung, paru-paru, dan sistem muskuloskeletal menggunakan teknik standar
inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi. Sebelum prosedur seperti blok saraf,
anestesi regional, atau invasive, pemantauan anatomi yang relevan harus diperiksa.
Infeksi yang berada di dekat kelainan anatomi dapat membuat kontraindikasi
prosedur yang sudah direncanakan. Sebuah pemeriksaan neurologis penting ketika
anestesi regional kemungkinan akan digunakan. Pemeriksaan neurologis pra operasi
berfungsi untuk memperlihatkan apakah defisit neurologis dapat hadir sebelum blok
dilakukan.
dibandingkan obat penenang sebelum operasi. Namun, ada saatnya hampir setiap
pasien menerima premedikasi sebelum tiba di daerah pra operasi untuk
mengantisipasi operasi. Meskipun yang diyakini adalah semua pasien diuntungkan
dari pemberian obat sedasi dan antikolinergik, dan kebanyakan pasien akan
diuntungkan dari opioid pra operasi.
Pra operasi sedatif hipnotik atau opioid hampir tidak pernah diberikan sebelum
pasien berada di preoperative holding area (selain untuk pasien intubasi yang
sebelumnya telah dibius di unit perawatan intensif). Untuk Anak-anak, terutama
mereka yang berusia 2-10 tahun yang akan mengalami ansietas karena dipisah dari
orang tua mereka, bisa mendapatkan manfaat dari premedikasi yang diberikan di
preoperative holding area. Midazolam, diberikan baik intravena atau secara oral,
adalah metode umum. Untuk dewasa diberikan midazolam intravena (2-5 mg) disaat
jalur intravena telah ditetapkan, dan jika prosedur yang menyakitkan (misalnya, blok
regional) akan dilakukan pada saat pasien sadar, dosis kecil dari opioid ( biasanya
fentanyl) biasanya diberikan. Pasien yang akan menjalani operasi di saluran
pernapasan mendapatkan manfaat dari tindakan pra operasi dari obat antikolinergik
(glikopirolat atau atropin) untuk mengurangi sekret di jalan napas sebelum dan
selama operasi. Pesan mendasar tentang premedikasi adalah bahwa premedikasi
harus diberikan sesuai tujuan, bukan sebagai tindakan rutinitas.
intramuskular, intra nasal, intravena ataupun dengan agen inhalasi. Idealnya induksi
harus berjalan dengan lembut dan cepat, ditandai dengan hilangnya kesadaran. Keadaan
ini dinilai dengan tidak adanya respon suara dan hilangnya reflek bulu mata dan
hemodinamik tetap stabil. Salah satu obat anestesi intravena yang sering digunakan
dalam induksi anestesi adalah propofol, karena propofol mempunyai onset yang cepat,
durasi yang singkat, dan waktu pulih sadar yang cepat.
2.3.1 PROPOFOL
Propofol (2,6-diisopropylophenol) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1977,
dilarutkan dalam kremofor karena sifatnya yang tidak larut dalam air. Kemudian
propofol ini ditarik dari peredaran karena pernah dilaporkan terjadinya insiden reaksi
anafilaktik pada saat penyuntikan. Pelarut yang adekuat untuk propofol ditemukan
berdasarkan penelitian klinis pada tahun 1983 dan dipakai di seluruh dunia sampai saat
ini.
2.3.2 KETAMIN
Ketamin adalah obat yang menghasilkan anestesi disosiasi, yang kemudian
ditandai dengan disosiasi pada EEG diantara talamokortikal dan sistem limbik. Anestesi
disosiasi menyerupai kondisi kataleptik dimana mata masih tetap terbuka dan ada
nistagmus yang lambat. Pasien tidak dapat berkomunikasi, meskipun dia tampak sadar.
Refleks-refleks masih dipertahankan seperti refleks kornea, refleks batuk dan refleks
menelan, namun semua refleks ini tidak boleh dianggap sebagai suatu proteksi terhadap
jalan nafas. Variasi tingkat hipertonus dan gerakan otot rangka tertentu sering kali
terjadi dan tidak tergantung dari stimulasi bedah. Ketamin mempunyai efek sedatif dan
analgetik yang kuat. Dosis induksi 1-2 mg/kgBB intravena, 3-5 mg/kgBB intramuskular.
Pada dosis subanestesi ketamin menghasilkan efek analgetik yang memuaskan.
berikatan
secara
non kompetitif
terhadap
tempat
terikatnya
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Fauci,
11