Anda di halaman 1dari 22

AKAD-AKAD KEUANGAN AKUNTANSI SYARIAH

A. AKAD MUDHARABAH
Mudharabah berasal dari kata adhdharby fil ardhi yaitu bepergian untuk urusan
dagang. Qardh yang berasal dari kata alqardhu berarti potongan, karena pemilik
memotong
sebagian
hartanya
untuk
diperdagangkan
dan
memperoleh
sebagian
keuntungan. Secara teknis mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara pemilik dana
dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha, laba dibagi atas dasar nisbah bagi
hasil menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi kerugian akan
ditanggung oleh si pemilik dana kecuali disebabkan oleh misconduct, negligence, atau
volation oleh pengelola dana.
Jenis Akad Mudharabah
a. Mudharabah Muthlaqah, yaitu dimana pemilik dananya memberikan kebebasan
kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. Dan pengelola dana memiliki
kewenangan untuk melakukan apa saja dalam pelaksanaan bisnis bagi keberhasilan
tujuan mudharabah itu.
b. Mudharabah Muqayyadah, yaitu dimana pemilik dana memberikan batasan kepada
pengelola antara lain mengenai dana, lokasi, cara, dan/atau objek investasi atau
sector usaha. Misal: tidak mencampurkan dana yang dimiliki oleh pemilik dana
dengan dana lainnya; tidak mengiventasikan dananya pada transaksi penjualan
cicilan, tanpa penjamin, atau tanpa jaminan; mengharuskan pengelola dana untuk
melakukan
investasi
sendiri
tanpa
melalui
pihak
ketiga.
c. Mudharabah Musytarakah, merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan
musyarakah yaitu dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam
kerja sama investasi. Di awal kerjasama, akad yang disepakati adalah akad
mudharabah dengan modal 100% dari pemilik dana, setelah berjalannya operasi
usaha
dengan
pertimbangan
tertentu
dan
kesepakatan
dengan
pemilik
dana,
pengelola dana ikut menanamkan modalnya dalam usaha tersebut.
Rukun dan Ketentuan Syariah Mudharabah
a. Pelaku
b. Objek Mudharabah
c. Ijab Kabul
d. Nisbah Keuntungan
Prinsip Pembagian Hasil Usaha
a. Menurut PSAK 105 par 11
Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi
dan prinsip bagi hasil. Dasar pembagian hasil usaha berdasarkan prinsip bagi
(profit sharing) adalah laba netto/laba bersih yaitu laba kotor dikurangi beban
berkaitan dengan pengelolaan modal mudharabah. Dan dasar pembagian hasil
berdasarkan prinsip bagi hasil adalah laba bruto/laba kotor bukan pendapatan
dengan nisbah pemilik dana.

laba
laba
yang
usaha
usaha

b.
Bagi
hasil
untuk
akad
mudharabah
musytarakah
(PSAK
105
par
34)
- Hasil investasi dibagi antara pengelola dana dan pemilik dana sesuai nisbah yang
disepakati, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola
dana tersebut dibagi antara pengelola dana dengan pemilik dana sesuai dengan
porsi modal masing-masing; atau

- Hasil investasi dibagi antara pengelola dana dan pemilik dana sesuai dengan porsi
modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk
pengelola dana tersebut dibagi antara pengelola dana dengan pemilik dana sesuai
dengan nisbah yang disepakati.
Penyajian Akad Mudharabah
a. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dala laporan keuangan sebesar nilai
tercatat;
b. Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan:
- Dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar nilai tercatatnya untuk
setiap jenis mudharabah;
- Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah
diserahkan kepada pemilik dana dan disajikan sebagai
dibagikan sebagai kewajiban.

diperhitungkan tetapi
pos bagi hasil yang

belum
belum

Pengungkapan Akad Mudharabah


a. Pemilik dana mengungkapkan
tetapi tidak terbatas pada:

hal-hal

yang

terkait

dengan

transaksi

mudharabah,

- Isi kesepakatan utama usaha mudharabah;


- Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya;
- Penyisihan kerugian mudharabah selama periode berjalan;

b. Pengelola dana mengungkapkan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan:


- Isi kesepakatan utama usaha mudharabah;
- Rincian dana syirkah temporer berdasarkan jenisnya;
- Penyaluran dana yang berasal dari mudharabah muqayyadah;

c. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.

AKAD MUSYARAKAH
Musyarakah
adalah
akad
kerjasama
antara
dua
pihak
atau
lebih
untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian
berdasarkan porsi kontribusi dana.
Jenis Akad Musyarakah
Jenis akad musyarakah dibedakan menjadi dua, yaitu Syirkah Al Milk dan Syirkah Al
uqud (kontrak).

a. Syirkah Al Milk, merupakan kepemilikan bersama dan keberadaannya muncul apabila


dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan bersama (joint ownership) atas suatu
kekayaan
(asset)
tanpa
telah
membuat
perjanjian
kemitraan
yang
resmi.
- Apabila harta bersama (warisan/hibah/wasiat) dapat dibagi, namun para mitra
memutuskan untuk tetap memilikinya
bersama, maka syirkah al-milk tersebut
bersifat Ikhtiari (sukarela/voluntary);
- Apabila barang tersebut
memilikinya bersama, maka
tidak sukarela).

tidak dapat dibagi-bagi


syirkah al-milk tersebut

dan mereka terpaksan harus


bersifat Jabari (terpaksa atau

b. Syirkah Al uqud (kontrak) merupakan kemitraan yang tercipta dengan kesepakatan


dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu. Setiap
mitra dapat berkontribusi dengan modal dan atau kerja, serta berbagi keuntungan
dan
kerugian.
Syirkah jenis ini dapat dianggap sebagai kemitraan yang sesungguhnya karena para
pihak
yang
bersangkutan
secara
sukarela
berkeinginan
untuk
membuat
suatu
kerjasama investasi dan berbagi untung dan resiko. Berbeda dengan syirkah al milk,
dalam kerjasama jenis ini setiap mitra dapat bertindak sebagai wakil dari pihak
lainnya. Syirkah ini dibagi menjadi:
- Syirkah Abdan (syirkah fisik)/ syirkah amal (syirkah kerja)/ syirkah shanaai
(syirkah para tukang)/ syirkah taqabbul (syirkah penerimaan), merupakan bentuk
syirkah antara dua pihak atau lebih dari kalangan pekerja/professional dimana
mereka
sepakat
untuk
bekerjasama
mengerjakan
suatu
pekerjaan
dan
berbagi
penghasilan yang diterima. Contoh: kerjasama antara para akuntan, dokter, ahli
hukum, tukang jahit, tukang bangunan.
- Syirkah Wujuh, merupakan kerjasama antara dua pihak
pihak
sama
sekali
tidak
menyertakan
modal.
Mereka
berdasarkan kepercayaan pihak ketiga dan setiap mitra
baik, reputasi, creditworthiness, tanpa menyetorkan modal

dimana masing-masing
menjalankan
usahanya
menyumbangkan nama

- Syirkah Inan, merupakan sebuah persekutuan dimana posisi dan komposisi pihakpihak yang terlibat
didalamnya adalah tidak sama, baik dalam hal modal maupun pekerjaan. Setiap mitra bertindak
sebagai agen untuk kepentingan pihak lain (mutual agency), karena tindakan yang dilakukan atas
nama mitra lain harus berdasarkan pengakuan hukum.
Syirkah
Mufawwadhah,
merupakan
sebuah
persekutuan
dimana
posisi
dan
komposisi pihak-pihak yang terlibat didalamnya harus sama, baik dalam hal
modal, pekerjaan, agama, keuntungan maupun resiko kerugian. Bentuk syirkah ini
seperti firma, namun dalam firma jumlah modal yang disetorkan tidak harus
sama.
Rukun dan Ketentuan Syariah Mudharabah
a. Pelaku
b. Objek Musyarakah
c. Persetujuan kedua belah pihak (ijab Kabul)
d. Nisbah
Penyajian Akad
a. Mitra pasif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan usaha musyarakah
dalam laporan keuangan:

- Kas atau aset nonkas yang disisihkan oleh mitra aktif disajikan sebagai investasi
musyarakah;
- Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset nonkas yang diserahkan pada
nilai wajar disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari investasi musyarakah.
b. Pengelola menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan usaha musyarakah
dalam laporan keuangan:
- Kas atau aset nonkas yang disisihkan oleh mitra aktif dan yang diterima dari mitra
pasif disajikan sebagai investasi musyarakah;
- Aset musyarakah
syirkah temporer;

yang

diterima

dari

mitra

pasif

disajikan

sebagai

unsur

dana

- Selisih penilaian aset musyarakah, disajikan sebagai unsur ekuitas.

Pengungkapan Akad Musyarakah


Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi musyarakah, tetapi tidak terbatas,
pada:
a. Isi kesepakatan utama usaha musyarakah, seperti porsi dana, pembagian hasil
usaha,aktivitas usaha musyarakah;
b. Pengelola usaha, jika tidak ada mitra aktif;
c. Pengungkapan yang diperlukan sesuai
Keuangan Syariah.

PSAK

No.

101 tentang Penyajian Laporan

C. AKAD MURABAHAH
Murabahah
adalah
transaksi
penjualan
barang
dengan
menyatakan
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati antara penjual dan pembeli.

harga

Jenis Akad Murabahah


a. Murabahah dengan pesanan
Dalam murabahah jenis
pemesanan dari pembeli.
tidak mengikat pembeli
mengikat berarti pembeli
membatalkan pesanannya.

ini, penjual melakukan pembelian barang setelah ada


Murabahah dengan pesanan dapat bersifat mengikat atau
untuk membeli barang yang dipesannya. Kalau bersifat
harus membeli barang yang dipesannya dan tidak dapat

b. Murabahah tanpa pesanan, murabahah jenis ini bersifat tidak mengikat dan pembeli
dapat membatalkan akad pembelian.

Rukun dan Ketentuan


a. Pelaku
b. Obyek Jual Beli harus memenuhi:
- Barang yang diperjualbelikan harus dapat diambil manfaatnya;

- Barang dimiliki oleh penjual;


- Barang
depan;

dapat

diserahkan

tanpa

tergantung

dengan

kejadian

tertentu

dimasa

- Barang dapat diketahui kuantitas dan kualitasnya dengan jelas;


- Harga barang tersebut jelas;
- Barang secara fisik ada ditangan penjual.
c. Ijab kabul dapat dilakukan secara lisan atau tertulis.

Penyajian Akad Murabahah


a. Piutang murabahah disajikan
piutang
murabahah
dikurangi
tangguhan
disajikan
sebagai

sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan: saldo


penyisihan
kerugian
piutang.
Margin
murabahah
pengurang
(contra
account)
piutang
murabahah.

13

b. Beban murabahah
murabahah.

tangguhan

disajikan

sebagai

pengurang

(contra

account)

utang

murabahah,

tetapi

Pengungkapan Akad Murabahah


a. Penjual mengungkapkan
tidak terbatas pada:

hal-hal

yang

terkait

dengan

transaksi

- harga perolehan aset murabahah;


- janji
bukan;

pemesanan

dalam

murabahah

berdasarkanpesanan

sebagai

kewajiban

atau

b. Pembeli mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah, tetapi tidak terbatas
pada:
- nilai tunai aset yang diperoleh dari transaksi murabahah;
- jangka waktu murabahah tangguh;
c. Pengungkapan yang diperlukan sesuai Pernyataan
Nomor 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

Standar

Akuntansi

Keuangan

D. AKAD SALAM
Salam berasal dari kata As salaf yaitu pendahuluan karena pemesan barang
menyerahkan uangnya di muka. Salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan
pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli
(al muslam) pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
Karakteristik Akad Salam
a. Harga, spesifikasi, karakteristik, kualitas, kuantitas dan waktu penyerahan aset yang
dipesan
sudah
ditentukan
dan
disepakati
ketika
akad
terjadi;
b. Dalam akad salam, harga barang pesanan yang sudah disepakati tidak dapat berubah
selama jangka waktu akad. Apabila barang yang dikirim tidak sesuai dengan ketentuan
yang telah disepakati sebelumnya, maka pembeli boleh melakukan khiar yaitu
memilih apakah transaksi dilanjutkan atau dibatalkan.

Jenis Akad Salam


a. Salam, merupakan transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada
ketika
transaksi
dilakukan,
pembeli
melakukan
pembayaran
dimuka
sedangkan
penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari.
b. Salam paralel, artinya melaksanakan dua transaksi bai salam yaitu antara pemesan
dan penjual dan antara penjual dengan pemasok (supplier) atau pihak ketiga lainnya
secara simultan.
Rukun dan Ketentuan Akad Salam
a. Pelaku (pembeli dan penjual)
b. Obyek akad (barang yang akan diserahkan dan modal salam yang berbentuk harga)
Perlakuan Akuntansi Akad Salam
a. Akuntansi Untuk penjual
- Pengakuan Kewajiban salam diakui pada saat penjual menerima modal
salam.
- Pengukuran kewajiban salam sebesar jumlah yang diterima: jika modal
salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang diterima; jika modal
salam dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar.

usaha
usaha
usaha

- Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation) pada saat penyerahan barang kepada
pembeli.
- Dalam transaksi salam paralel, selisih antara jumlah yang dibayar oleh pembeli dan
biaya
perolehan
barang
pesanan
diakui
keuntungan/kerugian
pada
saat
penyerahan barang pesanan oleh penjual.
- Pada akhir periode pelaporan keuangan, persediaan yang diperoleh melalui
transaksi salam diukur sebesar nilai terendah biaya perolehan atau nilai bersih
yang dapat direalisasi. Apabila nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari
biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
b. Akuntansi Untuk pembeli
- Pengakuan piutang salam
dialihkan kepada penjual.

diakui

pada

saat

modal

usaha

salam

dibayarkan

atau

- Modal salam dalam bentuk kas (sejumlah yg dibayarkan). Jika modal salam dalam
bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar. Selisih antara nilai wajar dan nilai
tercatat aset nonkas yang diserahkan diakui sebagai keuntungan atau kerugian
pada saat penyerahan modal usaha tersebut.
- Dalam penerimaan barang pesanan: jika barang pesanan sesuai dengan akad,
maka dinilai sesuai nilai yang disepakati;jika barang pesanan berbeda kualitasnya:
(a) Nilai wajarbarang pesanan yang diterima nilainya sama atau lebih tinggi dari
nilai yang tercantum dalam akad;maka barang pesanan yang diterima diukur
dengan nilai akad;
(b) Nilai wajar dari barang pesanan yang diterima lebih rendah dari nilai yang
tercantum
dalam
akad;
maka
barang
pesanan
yang
diterima
diukurdengan
nilai
wajar
pada
saat
diterima
dan
selisihnya
diakui
sebagai
kerugian.
- Jika pembeli menolak sebagian atau seluruh barang pesanan:

(a) Jika tanggal pengiriman


sebesar
bagian
yang
belum
dalam akad;

diperpanjang, maka nilai


dipenuhi
sesuai
dengan

(b) Jika akad salam dibatalkan


berubah
menjadi
piutang
yang
yang tidak dapat dipenuhi;

tercatat piutang salam


nilai
yang
tercantum

sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam


harus
dilunasi
oleh
penjual
sebesar
bagian

(c) Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan pembeli mempunyai
jaminan
atas
barang
pesanan
serta
hasil
penjualan
jaminan
tersebut
lebih
kecil dari nilai piutang salam, maka selisih antara nilai tercatat piutang salam
dan hasil penjualan jaminan tersebut diakui sebagai piutang kepada penjual.
- Jika hasil penjualan jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang salam
maka selisihnya menjadi hak penjual.
- Denda yang diterima dan diberlakukan oleh pembeli diakui sebagai bagian dana
kebajikan.Denda
hanya
boleh
dikenakan
kepada
penjual
yang
mampu
menyelesaikan kewajibannya, tetapi sengaja tidak melakukannya. Hal ini tidak
berlaku bagi penjual yang tidak mampu menunaikan kewajibannya karena force
majeur.
Pengungkapan Akad Salam
a. Penjual dalam transaksi salam:
- Piutang salam kepada produsen
istimewa;
- Jenis dan kuantitas barang pesanan;

(dalam

salam

paralel)

yang

memiliki

hubungan

b. Pembeli dalam transaksi salam mengungkapkan:


- Modal usaha salam, baik
bersama-sama dengan pihak lain;

yang

dibiayai

sendiri

maupun

yang

dibiayai

secara

- Jenis dan kuantitas barang pesanan;


c. Pengungkapan lain sesuai dengan psak no. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.

AKAD ISTISHNA
Akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni) dan penjual
(pembuat/shani). Shani akan menyiapkan barang yang dipesan sesuai dengan spesifikasi
yang telah disepakati dimana ia dapat menyiapkan sendiri atau melalui pihak lain (istishna
paralel).
Karakteristik Akad Istishna
Barang pesanan harus memenuhi kriteria:
a. Memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati;
b.Sesuai dengan spesifikasi pemesan (customized), bukan produk massal;
c. Harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis,
kualitas, dan kuantitasnya.
Jenis Akad Istishna

a. Istishna adalah akad jual beli dalam bentukpemesanan pembuatan barang tertentu
dengan
kriteria
dan
persyaratan
tertentu
yang
disepakati
antara
pemesan
(pembeli/mustashni)
dan
penjual
(pembuat/shani).
b. Istishna Paralel adalah suatu bentuk akad istishna antara penjual dan pemesan,
dimana untuk memenuhi kewajibannya kepada pemesan, penjual melakukan akad
istishna dengan pihak lain (sub kontraktor) yang dapat memenuhi aset yang dipesan
pembeli.
Rukun dan Ketentuan Akad Istishna
a. Pelaku terdiri dari pemesan
Harus cakap hukum dan baligh;

(pembeli/

mustashni)

dan

penjual

(pembuat,

shani).

b. Obyek akad berupa barang yang akan diserahkan dan modal istishna yang berbentuk
harga;
c. Ijab kabul/serah terima.
Ketentuan
syariah
untuk
akad
salam
juga
berlaku
untuk
a. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau

akad

istisna:

manfaat. Demikian juga dengan cara pembayarannya.


b. Harga yang telah ditetapkan dalam akad tidak boleh berubah. Akan tetapi apabila
setelah
akad
ditandatangani
pembeli
mengubah
spesifikasi
dalam
akad
maka
penambahan
biaya
akibat
perubahan
ini
menjadi
tanggung
jawab
pembeli.
c. Pembayaran dilakukan sesuai kesepakatan dan pembayaran tidak boleh berupa
pembebasan utang.
d. Harus jelas spesifikasinya (jenis, ukuran, mutu), sehingga tidak ada lagi jahalah dan
perselisihan dapat dihindari.
e. Penyerahannya dilakukan kemudian. Waktu dan penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan.
f. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
g. Tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.
h. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan
memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.
i. Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan hukumnya mengikat,
tidak boleh dibatalkan sehingga penjual tidak dirugikan karena ia telah menjalankan
kewajibannya sesuai kesepakatan.
Penyajian Akad Istishna
a.
Penjual
menyajikan
dalam
laporan
keuangan
- Piutang istishna' yang berasal dari transaksi istishna'
dilunasi oleh pembeli akhir;

hal-hal
sebagai
berikut:
sebesar jumlah yang belum

- Termin istishna' yang berasal dari transaksi istishna' sebesar jumlah tagihan termin penjual kepada
pembeli akhir.
b. Pembeli menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai berikut:
- Hutang
dilunasi;

ishtisna'

sebesar

tagihan

dari

produsen

atau

kontraktor

yang

belum

Aset
istishna'
dalam
kontrak penjualan kepada
biaya perolehan, jika istishna'.

penyelesaian
sebesarpersentase
penyelesaian
dari
nilai
pembeli akhir, jika istishna' paralel; ataukapitalisasi

Pengungkapan Akad Istishna


a. Penjual mengungkapkan
terbatas pada:
Metode
istishna';

akuntansi

- Metode yang
sedang berjalan;

transaksi

yang

digunakan

istishna'

digunakan
dalam

dalam

dalam

penentuan

laporan

keuangan,

pengukuran

persentase

tetapi

pendapatan

penyelesaian

tidak
kontrak

kontrak

yang

- Rincian piutang istishna' berdasarkan jumlah, jangka waktu, dan kualitas piutang;
b. Pembeli mengungkapkan transaksi istishna dalam laporan keuangan, tetapi tidak
terbatas, pada:
- Rincian utang istishna berdasarkan jumlah dan jangka waktu;
- Pengungkapan yang diperlukan sesuai psak no. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

AKAD IJARAH
akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa, dalam
waktu tertentu dengan pembayaran upah sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barang itu sendiri.
Jenis Akad Ijarah
a. Berdasarkan obyek yang disewakan:
- Manfaat atas aset: aset dapat berupa aset yang
atau aset bergerak seperti mobil, motor, pakaian dan sebagainya.

tidak

bergerak

seperti

rumah

- Manfaat atas jasa: berasal dari hasil karya atau dari pekerjaan seseorang.
b. Berdasarkan ED PSAK:
- Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset atau jasa,
dalam waktu tertentu dengan pembayaran upah sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas aset itu sendiri.
- Ijarah muntahia bittamlik (IMBT) merupakan ijarah dengan waad
pemberi sewa berupa perpindahan kepemilikan obyek ijarah pada saat tertentu.

(janji)

dari

- Jual dan sewa kembali (sale and leaseback) atau transaksi jual dan ijarah: terjadi
di mana seseorang menjual asetnya kepada pihak lain dan menyewa kembali aset
tersebut.Transaksi jual dan ijarah harus merupakan transaksi yang terpisah dan
tidak saling bergantung (taalluq)
Rukun dan Ketentuan Akad Ijarah
a. Pelaku ijarah: baligh dan cakap hukum;
b. Obyek akad ijarah, yaitu: manfaat aset/majur dan pembayaran sewa; atau manfaat
jasa dan pembayaran upah;
c. Pernyataan/sighat ijab qabul

Berakhirnya Akad Ijarah


a. Periode akad sudah selesai sesuai perjanjian, namun kontrak masih dapat berlaku
walaupun dalam perjanjian sudah selesai dengan beberapa alasan;
b. Periode akad belum selesai tetapi pemberi sewa dan penyewa sepakat menghentikan
akad ijarah;
c. Terjadi kerusakan aset;
d. Lessee tidak dapat membayar sewa;
e. Salah satu pihak meninggal dan ahli waris tidak berkeinginan untuk meneruskan akad
karena memberatkannya. Kalau ahli waris merasa tidak masalah maka akad tetap
berlangsung. Kecuali akadnya adalah upah menyusui maka bila sang bayi atau yang
menyusui meninggal maka akadnya menjadi batal.
Penyajian Akad Ijarah
Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban-beban
misalnya beban penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan, dan sebagainya.

yang

terkait,

Kerangka Dasar Penyusunan Dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah


A. Tujuan kerangka dasar
Tujuan kerangka dasar ini adalah untuk digunakan sebagai acuan bagi:
(1). Penyusunan standart akuntansi keuangan syariah, dalam pelaksanaan tugasnya
(2). Penyusunan laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi syariah yang belum
diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah.
(3). Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan
prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum.
(4). Para pemakai laporan keuanga, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporaan
keuangan yang dissusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syariah.
B. Paradigma Transaksi Syariah
Transaksi syariah didasarkan pada paradigma dasar bahwa alam semesta dan seisinnya diciptakan
oleh Tuhan sebagai amanah (kepercayaan Ilahi) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat
manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (al-falah).
C. Asas Transaksi Syariah
Transaksi syariah berdasarkan pada prinsip:
1. Persaudaraan (ukhuwah), yang berarti bahwa transaksi syariah menjunjung tinggi nilai
kebersamaan dalam memperoleh manfaat
2. Keadilan (adalah), yang berarti selalu menempatkan sesuatu hanya pada yang berhak dan sesuai
dengan realitas prinsip ini dalam bingkai aturan muamalah adalah melarang adannya unsur:
a. Riba/bunga dalam segala bentuk dan jenis, baik riba nasiah atau fadhl.
b. Kezaliman diterjemahkan memberikan sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponnya
mengambil sesuatu yang bukan haknya dan memperlakukan sesuatu tidak sesuai
tempatnnya/posisinya.
c. Maisir/ judi atau bersikap spekulatif dan tidak berhubungan dengan produktivitasnnya.
d. Ghahar/unsur ketidakjelasan, manipulsidan eksploitasi informasi serta tidak adannya
kepastian pelaksanaan akad,

e. Haram/segala unsur yang dilarang tegas dalam Al-quran dan As-sunah, baik dalam
barang/jasa ataupun aktivitas operasional terkait.
3. Kemaslahatan (maslahah), yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi
dan ukhrawi, meterial dan spiritual, serta individual dan kelektif.
4. Keseimbangan (tawazun), yaitu keseimbangan antara aspek material dan spiritual, antara aspek
privat dan publik, antara sektor keuangan dan sektor rill, antara bisnis dan sosial serta antara
aspek pemanfaatan serta pelestarian.
5. Universalisme (syumuliah), dimana esensinya dapat dilakukan oleh, dengan dan untuk semua
pihak yang berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan, sesuai dengan
semangat kerahmatan semesta (rahmatan li alamin).
D. Tujuan laporan keuangan
1. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan
usaha.
2. Informasi kepatuhan entitas syariah tidak sesuai dengan prinsip syariah, serta informasi aset,
kewajiban pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada dan
bagaimana perolehan dan penggunaannya.
3. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tangung jawab entitas syariah terhadap
amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikan pada tingkat keuntungan yang layak.
4. Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam modal dan
pemilik dana syirkah temporer; dan informasi mengenai pemenuhan kewajiban (obligation)
fungsi sosial entitas termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
E. Bentuk Laporan Keuangan
Laporan keuangan Entitas terdiri atas
Entitas syariah mengungkapkan hal-hal berikut di Neraca atau di Catatan atas Laporan Keuangan
a) Posisi keuangan entitas syariah, disajikan sebagai neraca. Laporan ini menyajiakn informasi
tentang sumber daya yang dikendalikan.
b) Informasi kinerja entitas syariah, yang dapat disusun berdasarkan definisi dana seperti
seluruh sumber daya keuangan, modal kerja aset likuid atau kas. Kerangka ini tidak
mendefinisikan dana secara spesifik.
c) Informasi lain, Merupakan informasi yang tidak diatur secara khusus tatapi relevan bagi
pengambilan keputusan sebagai besar pengguna laporan keuangan.
d) Catatan dan skedul tambahan, merupakan penampung dari informasi tambahan yang relevan
termasuk pengungkapan tentang resiko dan ketidak pastian yang mempengeruhi entitas,
informasi tentang segmen industri dan geografi serta pengaruh perubahan harga terhadap
entitas juga dapat disajikan.
F. Asumsi Dasar
1. Dasar Akrual (accrual basic), dimana Laporan keuangan disajikan atas dasar akrual,
maksudnya bahwa pengaruh transaksi dan peistiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan
pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi
serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode bersangkutan.
2. Kelangsungan Usaha (going consern), Laporan keuangan biasannya disusun atas dasar asumsi
kelangsungan usaha entitas syariah yang akan melanjutkan usahannya di masa depan.
Karakkteristik
a. Keandalan
Andal, diartikan sebagai bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material,
dan dapar diandalkan sebagai penyajian yang jujur (faithful representation) dari yang seharusnya
disajikan atau yang diharapkan dapat disajikan.
b. Dapat dibandingkan

Pamakai harus dapat membandingkan laporan keuangan entitas syariah agar periode
untuk mengidentifikasikan kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga
harus dapat membandingkan laporan keuangan agar entitas syariah untuk mengevaluasi posisi
keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif.
G. Unsur-unsur laporan keuangan
Sesuai karakteristik,laporan keuangan entitas syariah,antara lain meliputi: Komponen laporan
keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial yang terdiri atas laporan keuangan,laporan laba
rugi,laporan arus kas,serta laporan perubahan ekuitas
Posisi keuangan
Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah
aset,kewajaban dana syirkah temporer dan ekuitas.pos-pos ini di definisikan sebagai berikut.
a. Aset adalah sumber daya yang di kuasai oleh entitas syariah sebagai akibat dari peristiwa masa
lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan di harapkan akan di peroleh entitas syariah.
b. Kewajiban merupakan utang entitas syariah masa kini yang timbul dari peristiwa masa
lalu,penyelesaiannya di harapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas syariah
yang mengandung manfaat ekonomi.
c. Dana syirkah temporer adalah dana yang di terima sebagai investasi dengan jangka waktu tertentu
dari individu da pihak lainnya di mana entitas syariah mempunyai hak untuk mengelola dan
menginvestasikan dana tersebut dengan pembagian hasil investasi berdasarkan kesepakatan.
Dana syirkah temporer tidak dapat digolongkan sebagai kewajiban, karena entitas syariah tidak
berkewajiban untuk mengembalikan dana awal dari pemilik dana ketika mengalami kerugian
kecuali akibat kelalaian atau wanprestasi entitas syariah.namun demikian,dia juga tidak dapat
di golongkan sebagai ekuitas karena mempunyai waktu jatuh tempo dan tidak memiliki hak
kepemilikan yang sama dengan pemegang saham.
d. Ekuitas adalah hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurangi semua kewajiban dan
dana syirkah temporer.ekuitas dapat di subklasifikasikan menjadi setoran modal pemegang
saham,saldo laba, penyisihan saldo laba dan penyisihan penyusuaian pemeliharaan modal.

Kinerja
Unsur yang langsung berkaitan dengan pengukuran penghasilan bersih( laba) adalah penghasilan
dan beban.unsur penghasilan dan bebandi devinisikan sebagai berikut.

a. Penghasilan(income)adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam


bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan
kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal,penghasilan (income)
meliputi pendapatan(revenues)maupun keuntungan(gain)
b. Beban(expenses)adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam
bentuk arus keluar atau bekurang nya aset atau terjadi kewajiban yang mengakibatkan
penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal ,termasuk di
dalam nya beban untuk pelaksanaan aktivitas entitas syariah maupun kerugian yang timbul.
c.
H. Pengukuran Unsur Laporan Keuangan
Sejumlah dasar pengukuran yang berbeda digunakan dalam derajat dan kombinasi yang berbeda
dalam lapoaran keuangan. Berbagai dasar pengukuran tesebut adalah sebagai berikut.
a. Biaya Historis (historical cost)
Aset dicatat sebesr pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar atau sebesar nilai wajar
dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut pada saat
perolehan.
b. Biaya kini (current cost).

Aset dinilai dalam jumlah kas (atau setara kas) yang seharusnya dibayar bila aset yang sama
atau setara aset diperoleh sekarang.
c. Nilai realisasi/penyelesaian (realizable/settlement value)
Aset dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual
aset dalam pelepasan normal (orderlydisposal).

KONSEP KEUNTUNGAN DALAM SYARIAH


Dalam akuntansi syariah, Transaksi syariah berlandaskan pada prinsip persaudaraan,
keadilan, kemaslahatan, keseimbangan dan universalisme. Ada dua konsep Islam yang sangat
berkaitan dengan pembahasan masalah laba, yaitu :
1.
Mekanisme pembayaran zakat.
2.
Sistem tanpa bunga
Laba dalam akuntansi syariah berpegang pada dua prinsip utama, yaitu kebenaran dan
keadilan. Sehingga pencatatan laba dalam hal ini pendapatan akrual diakui keberadaannya,
hanya saja dalam penerapan pengambilan atau perhitungan zakatnya baru dapat
diperhitungkan ketika laba tersebut sudah benar ada dalam pendapatan riil.
Selain itu, dalam akuntansi syariah laba diakui ketika adanya harta (uang) yang dikhususkan
untuk perdagangan atau investasi lain yang ada dalam kegiatan riil, mengoperasikan modal
tersebut secara interaktif dengan unsur-unsur yang lain lain yang terkait untuk produksi,
seperti usaha dan umber-sumber alam.
Keuntungan penggunaan laba sebagai dasar pembayaran zakat adalah dapat mengurangi
masalah-masalah yang berkaitan dengan konflik kepentingan, terjadinya. window
dreasing, dan kecurangan dalam penyajian dan pengungkapan laporan keuangan dapat
diminimalisir sebaik mungkin.
Sarana lain selain zakat yang berkaitan dengan pembahasan konsep laba adalah larangan
sistem bunga. Islam melarang sistem penentuan tingkat pengembalian tetap atas modal,
misalnya pengembalian uang tanpa adanya pembagian resiko yang timbul dari pembayaran
angsuran atas pinjaman.

TRANSAKSI YANG DILARANG DALAM SYARIAH


Transaksi-transaksi yang dilarang untuk dilakukan dalam Islam adalah transaksi yang
disebabkan oleh kedua faktor berikut :

1. Haram zatnya (objek transaksinya)


Suatu transaksi dilarang karena objek (barang dan/atau jasa) yang ditransaksikan merupakan
objek yang dilarang (haram) dalam hukum agama Islam. Seperti memperjualbeli kan alkohol,
narkoba, organ manusia, dll.
2. Haram Selain Zatnya (Cara Bertransaksi-nya)
Jenis ini terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu :

Tadlis, yaitu sebuah situasi di mana salah satu dari pihak yang bertransaksi berusaha untuk
menyembunyikan informasi dari pihak yang lain (unknown to one party) dengan maksud
untuk menipu pihak tersebut atas ketidaktahuan akan informasi objek yang
diperjualbelikan. Hal ini bisa penipuan berbentuk kuantitas (quantity), kualitas (quality),
harga (price), ataupun waktu penyerahan (time of delivery) atas objek yang ditransaksikan.
Sebagai contoh : apabila kita menjual hp second dengan kondisi baterai yang sudah sangat
lemah, ketika kita menjual hp tersebut tanpa memberitahukan (menutupi) kepada pihak
pembeli, maka transaksi yang kita lakukan menjadi haram hukumnya.
Ikhtikar. Ikhtikar adalah sebuah situasi di mana produsen/penjual mengambil keuntungan di
atas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply (penawaran) agar harga produk yang
dijualnya naik. Ikhtikar ini biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier (hambatan
masuk pasar), yakni menghambat produsen/penjual lain masuk ke pasar agar ia menjadi
pemain tunggal di pasar (monopoli), kemudian mengupayakan adanya kelangkaan barang
dengan cara menimbun stock (persediaan), sehingga terjadi kenaikan harga yang cukup tajam
di pasar. Ketika harga telah naik, produsen tersebut akan menjual barang tersebut dengan
mengambil keuntungan yang berlimpah. Sebagai contoh: ketika akan dirumorkan oleh
pemerintah bahwa tarif bbm akan dinaikan, maka marak terjadinya penimbunan bbm oleh
para penjual nakal. Hal ini mereka lakukan agar dapat menjual bbm dengan tarif yang sudah
dinaikkan, sehingga mereka mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Bai Najasy adalah sebuah situasi di mana konsumen/pembeli menciptakan demand
(permintaan) palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga
jual produk itu akan naik. Cara yang bisa ditempuh bermacam-macam, seperti menyebarkan
isu, melakukan order pembelian, dan sebagainya. Ketika harga telah naik maka yang
bersangkutan akan melakukan aksi ambil untung dengan melepas kembali barang yang sudah
dibeli, sehingga akan mendapatkan keuntungan yang besar. Sebagai contoh : ini sangat rentan
terjadi ketika pelelangan suatu barang. Biasanya yang mengadakan pelelangan bekerja sama
dengan beberapa peserta pelelangan dimana mereka bertugas untuk berpura-pura melakukan
penawaran terhadap barang yang dilelang, dengan kata lain untuk menaikkan harga barang
yang dilelang tersebut.
Taghrir (Gharar), yaitu menurut mahzab Imam Safi`e seperti dalam kitab Qalyubi wa
Umairah: Al-ghararu manthawwats `annaa `aaqibatuhu awmaataroddada baina amroini
aghlabuhuma wa akhwafuhumaa. Artinya: gharar itu adalah apa-apa yang akibatnya
tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling mungkin muncul adalah yang
paling kita takuti.
Wahbah al-Zuhaili memberi pengertian tentang gharar sebagai al-khatar dan altaghrir, yang
artinya penampilan yang menimbulkan kerusakan (harta) atau sesuatu yang tampaknya
menyenangkan tetapi hakekatnya menimbulkan kebencian, oleh karena itu dikatakan: aldunya mata`ul ghuruur artinya dunia itu adalah kesenangan yang menipu. Dengan demikian
menurut bahasa, arti gharar adalah al-khida` (penipuan), suatu tindakan yang didalamnya
diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Gharar dari segi fiqih berarti penipuan dan tidak
mengetahui barang yang diperjualbelikan dan tidak dapat diserahkan. Gharar terjadi apabila,
kedua belah pihak saling tidak mengetahui apa yang akan terjadi, kapan musibah akan
menimpa, apakah minggu depan, tahun depan, dan sebagainya. Ini adalah suatu kontrak yang
dibuat berasaskan andaian (ihtimal) semata. Inilah yang disebut gharar (ketidak jelasan) yang
dilarang dalam Islam, kehebatan sistem Islam dalam bisnis sangat menekankan hal ini, agar
kedua belah pihak tidak didzalimi atau terdzalimi. Karena itu Islam mensyaratkan beberapa
syarat sahnya jual beli, yang tanpanya jual beli dan kontrak menjadi rusak, diantara syaratsyarat tersebut adalah:
Timbangan yang jelas (diketahui dengan jelas berat jenis yang ditimbang)

Barang dan harga yang jelas dan dimaklumi (tidak boleh harga yang majhul (tidak diketahui
ketika beli).
Mempunyai tempo tangguh yang dimaklumi
Ridha kedua belah pihak terhadap bisnis yang dijalankan.
Imam an-Nawawi menyatakan, larangan gharar dalam bisnis Islam mempunyai perananan
yang begitu hebat dalam menjamin keadilan, jika kedua belah pihak saling meridhai, kontrak
tadi secara dztnya tetap termasuk dalam kategori bay al-gharar yang diharamkkan.

Secara umum, bentuk Gharar dapat dibagi menjadi 4 :


1. Gharar dalam Kuantitas
Misalnya seorang petani tembakau sudah membuat kesepakatan jual beli dengan pabrik
rokok atas tembakau yang bahkan belum panen. Pada kasus ini, pada kedua belah pihak baik
petani tembakau maupun pabrik rokok mengalami ketidakpastian mengenai berapa pastinya
jumlah tembakau yang akan panen. Sehingga terdapat gharar atas barang yang
ditransaksikan.
2. Gharar dalam Kualitas
Misalnya seorang pembeli sudah membuat kesepakatan untuk membeli anak kambing yang
masih berada di dalam kandungan. Pada kasus ini, baik penjual maupun pembeli tidak
mengetahui dengan pasti apakah nantinya anak kambing ini akan lahir dengan sehat, cacat,
atau bahkan mati. Sehingga terdapat ketidakpastian akan barang yang diperjualbelikan.
3. Gharar dalam Harga
Misalnya Tn. A menjual motornya kepada Tn. B dengan harga Rp 8.000.000 jika dibayar
lunas dan Rp 10.000.000 jika dicicil selama 10 bulan. Pada kasus ini, tidak ada kejelasan
mengenai harga mana yang dipakai. Bagaimana jika Tn. B dapat melunasi motornya dalam
waktu kurang dari 10 bulan? Harga mana yang akan dipakai? Hal inilah yang menjadi suatu
ketidakpastian dalam transaksi.
4. Gharar menyangkut waktu penyerahan
Misalnya Basti sudah lama menginginkan handphone milik Miro. Handphone tersebut
bernilai Rp 4.000.000 di pasaran. Suatu saat, handphone tersebut hilang. Miro menawarkan
Basti untuk membeli handphone tersebut seharga Rp 1.500.000 dan barang akan segera
diserahkan begitu ditemukan. Dalam kasus ini, tidak ada kepastian mengenai kapan
handphone tersebut akan ditemukan, dan bahkan mungkin tidak akan ditemukan. Hal ini
menimbulkan gharar dalam waktu penyerahan barang transaksi.

Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam tarnsaksi bisnis tanpa adanya pengganti (iwad)
yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut (Imam Sarakhzi).
Al-Quran dan Sunnah dengan sharih telah menjelaskan keharaman riba dalam berbagai
bentuknya; dan seberapun banyak ia dipungut. Allah swt berfirman;

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan);
dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang
itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. [TQS Al Baqarah (2):
275]

Di dalam Sunnah, Nabiyullah Mohammad saw



Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu adalah riba),
maka itu lebih berat daripada enam puluh kali zina. (HR Ahmad dari Abdullah bin
Hanzhalah).

Jenis-jenis Riba :
a) Riba Nasii`ah.

Riba Nasii`ah adalah tambahan yang diambil karena penundaan pembayaran utang untuk
dibayarkan pada tempo yang baru, sama saja apakah tambahan itu merupakan sanksi atas
keterlambatan pembayaran hutang, atau sebagai tambahan hutang baru. Misalnya, si A
meminjamkan uang sebanyak 200 juta kepada si B; dengan perjanjian si B harus
mengembalikan hutang tersebut pada tanggal 1 Januari 2009; dan jika si B menunda
pembayaran hutangnya dari waktu yang telah ditentukan (1 Januari 2009), maka si B wajib
membayar tambahan atas keterlambatannya; misalnya 10% dari total hutang. Tambahan
pembayaran di sini bisa saja sebagai bentuk sanksi atas keterlambatan si B dalam melunasi
hutangnya, atau sebagai tambahan hutang baru karena pemberian tenggat waktu baru oleh si
A kepada si B. Tambahan inilah yang disebut dengan riba nasiiah.

Adapun dalil pelarangannya adalah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim;



Riba itu dalam nasiah.[HR Muslim dari Ibnu Abbas]

b) Riba Fadlal.

Riba fadlal adalah riba yang diambil dari kelebihan pertukaran barang yang sejenis. Dalil
pelarangannya adalah hadits yang dituturkan oleh Imam Muslim.




Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair,
kurma dengan kurma, garam dengan garam, semisal, setara, dan kontan. Apabila jenisnya
berbeda, juallah sesuka hatimu jika dilakukan dengan kontan.HR Muslim dari Ubadah bin
Shamit ra).

c) Riba al-Yadd.
Riba al-Yadd yang disebabkan karena penundaan pembayaran dalam pertukaran barangbarang. Dengan kata lain, kedua belah pihak yang melakukan pertukaran uang atau barang
telah berpisah dari tempat aqad sebelum diadakan serah terima. Larangan riba yadd
ditetapkan berdasarkan hadits-hadits berikut ini;

Emas dengan emas riba kecuali dengan dibayarkan kontan, gandum dengan gandum riba
kecuali dengan dibayarkan kontan; kurma dengan kurma riba kecuali dengan dibayarkan
kontan; kismis dengan kismis riba, kecuali dengan dibayarkan kontan (HR al-Bukhari dari
Umar bin al-Khaththab)

d) Riba Qardl.
Riba qaradl adalah meminjam uang kepada seseorang dengan syarat ada kelebihan atau
keuntungan yang harus diberikan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman.

Maisir
Menurut bahasa maisir berarti gampang/mudah. Menurut istilah maisir berarti memperoleh
keuntungan tanpa harus bekerja keras. Maisir sering dikenal dengan perjudian karena dalam
praktik perjudian seseorang dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah. Dalam
perjudian, seseorang dalam kondisi bisa untung atau bisa rugi.
Judi dilarang dalam praktik keuangan Islam, sebagaimana yang disebutkan dalam firman
Allah sebagai berikut:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, Pada keduanya itu
terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya (QS. Al Baqarah : 219)
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, maisir, berhala, mengundi nasib
dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan, maka jauhilah perbuatanperbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan (QS Al-Maaidah : 90)

Pelarangan maisir oleh Allah SWT dikarenakan efek negative maisir. Ketika melakukan
perjudian seseorang dihadapkan kondisi dapat untung maupun rugi secara abnormal. Suatu
saat ketika seseorang beruntung ia mendapatkan keuntungan yang lebih besar ketimbang
usaha yang dilakukannya. Sedangkan ketika tidak beruntung seseorang dapat mengalami
kerugian yang sangat besar. Perjudian tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan keseimbangan
sehingga diharamkan dalam sistem keuangan Islam.

Talaqqil jalab atau talaqqi rukban


Yang dimaksud dengan jalab adalah barang yang diimpor dari tempat lain. Sedangkan rukban
yang dimaksud adalah pedagang dengan menaiki tunggangan. Adapun yang dimaksud
talaqqil jalab atau talaqqi rukban adalah sebagian pedagang menyongsong kedatangan barang
dari tempat lain dari orang yang ingin berjualan di negerinya, lalu ia menawarkan harga yang
lebih rendah atau jauh dari harga di pasar sehingga barang para pedagang luar itu dibeli
sebelum masuk ke pasar dan sebelum mereka mengetahui harga sebenarnya.
Jual beli seperti ini diharamkan menurut jumhur (mayoritas ulama) karena adanya
pengelabuan.
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
- - .
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang dari talaqqil jalab (HR. Muslim no.
1519).
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata,

Dulu kami pernah menyambut para pedagang dari luar, lalu kami membeli makanan milik
mereka. Nabi shallallahu alaihi wa sallam lantas melarang kami untuk melakukan jual beli
semacam itu dan membiarkan mereka sampai di pasar makanan dan berjualan di sana (HR.
Bukhari no. 2166).
Jika orang luar yang diberi barangnya sebelum masuk pasar dan ia ketahui bahwasanya ia
menderita kerugian besar karena harga yang ditawarkan jauh dengan harga normal jika ia
berjualan di pasar itu sendiri, maka ia punya hak khiyar untuk membatalkan jual beli (Lihat
Syarh Umdatul Fiqh, 2: 805). Dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda,
.
Janganlah menyambut para pedagang luar. Barangsiapa yang menyambutnya lalu membeli
barang darinya lantas pedagang luar tersebut masuk pasar (dan tahu ia tertipu dengan
penawaran harga yang terlalu rendah), maka ia punya hak khiyar (pilihan untuk membatalkan
jual beli) (HR. Muslim no. 1519).
Jika jual beli semacam ini tidak mengandung dhoror (bahaya) atau tidak ada tindak penipuan
atau pengelabuan, maka jual beli tersebut sah-sah saja. Karena hukum itu berkisar antara ada
atau tidak adanya illah (sebab pelarangan).
Jual beli hadir lil baad, menjadi calo untuk orang desa (pedalaman)

Yang dimaksud bai hadir lil baad adalah orang kota yang menjadi calo untuk orang
pedalaman atau bisa jadi bagi sesama orang kota. Calo ini mengatakan, Engkau tidak perlu
menjual barang-barangmu sendiri. Biarkan saya saja yang jualkan barang-barangmu, nanti
engkau akan mendapatkan harga yang lebih tinggi.

Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,








.
Janganlah menyambut para pedagang dari luar (talaqqi rukban) dan jangan pula menjadi
calo untuk menjualkan barang orang desa. Ayah Thowus lantas berkata pada Ibnu Abbas,
Apa maksudnya dengan larangan jual beli hadir li baad? Ia berkata, Yaitu ia tidak boleh
menjadi calo. (HR. Bukhari nol. 2158).

Menurut jumhur, jual beli ini haram, namun tetap sah (Lihat Al Mawsuah Al Fiqhiyyah, 9:
84).
Namun ada beberapa syarat yang ditetapkan oleh para ulama yang menyebabkan jual beli ini
menjadi terlarang, yaitu:
Barang yang ia tawarkan untuk dijual adalah barang yang umumnya dibutuhkan oleh orang
banyak, baik berupa makanan atau yang lainnya. Jika barang yang dijual jarang dibutuhkan,
maka tidak termasuk dalam larangan.
Jual beli yang dimaksud adalah untuk harga saat itu. Sedangkan jika harganya dibayar secara
diangsur, maka tidaklah masalah.
Orang desa tidak mengetahui harga barang yang dijual ketika sampai di kota. Jika ia tahu,
maka tidaklah masalah. (Al Mawsuah Al Fiqhiyyah, 9: 83)

Risywah (Suap)
Risywah menurut bahasa berarti: pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau
lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk
mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan kehendaknya. (al-Misbah al-Munir/al Fayumi, alMuhalla/Ibnu Hazm). Atau pemberian yang diberikan kepada seseorang agar mendapatkan
kepentingan tertentu (lisanul Arab, dan mujam wasith).
Sedangkan menurut istilah risywah berarti: pemberian yang bertujuan membatalkan yang
benar atau untuk menguatkan dan memenangkan yang salah. (At-Tarifat/aljurjani 148).
Dari definisi di atas ada dua sisi yang saling terkait dalam masalah risywah; Ar-Rasyi
(penyuap) dan Al-Murtasyi (penerima suap), yang dua-duanya sama-sama diharamkan dalam
Islam menurut kesepakatan para ulama, bahkan perbuatan tersebut dikategorikan dalam
kelompok dosa besar. Sebagaimana yang telah diisyaratkan beberapa nash Al-Quran dan
Sunnah Nabawiyah berikut ini:

a. Firman Allah taala:


Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui (QS Al Baqarah 188)

b. Firman Allah taala:



Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang
haram (QS Al Maidah 42).
Imam al-Hasan dan Said bin Jubair menginterpretasikan akkaaluna lissuhti dengan risywah.
Jadi risywah (suap) identik dengan memakan barang yang diharamkan oleh Allah SWT

c. Rasulullah SAW bersabda:




Rasulullah melaknat penyuap dan yang menerima suap (HR Khamsah kecuali an-Nasai
dan dishahihkan oleh at-Tirmidzi).

d. Nabi Muhammad SAW bersabda:


: :
Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram (as-suht) nerakalah yang paling layak
untuknya. Mereka bertanya: Ya Rasulullah, apa barang haram (as-suht) yang dimaksud?,
Suap dalam perkara hukum (Al-Qurthubi 1/ 1708)
Ayat dan hadits di atas menjelaskan secara tegas tentang diharamkannya mencari suap,
menyuap dan menerima suap. Begitu juga menjadi mediator antara penyuap dan yang disuap.

INSTRUMEN KEUANGAN SYARIAH

Menurut Sri Nurhayati & Wasilah (2009), instrumen keuangan syariah dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
a. Akad investasi yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk uncertainty contract.
Kelompok akad ini adalah sebagai berikut :
- Mudharabah, yaitu bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih, dimana pemilik modal
mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola untuk melakukan kegiatan usaha dengan
nisbah bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh menurut kesepakatan di muka.
- Musyarakah adalah akad kerja sama yang terjadi antara para pemilik modal untuk
menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan
nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara
proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
- Sukuk adalah surat utang yang sesuai dengan prinsip syariah.

- Saham syariah produknya harus sesuai syariah.


b. Akad jual beli / sewa menyewa yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk certainty
contract. Kelompok akad ini adalah sebagai berikut :
- Murahabah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan biaya perolehan dan
keuntungan yang disepakati antara penjual dan pembeli.
- Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada.
- Istishna memiliki system yang mirip dengan salam, namun dalam istishna pembayaran
dapat dilakukan di muka, cicilan dalam beberapa kali atau ditangguhkan dalam jangka waktu
tertentu.
- Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk
mendapatkan manfaat atas objek sewa yang disewakan.
c. Akad lainnya
Jenis jenis akad lainnya adalah ;
- Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
- Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang / barang kepada pihak
yang menerima titipan dengan catatan kapan pun titipan diambil pihak penerima titipan wajib
menyerahkan kembali uang / barang titipan tersebut.
- Qardhul Hasan adalah pinjaman yang tidak mempersyaratkan adanya imbalan.
- Al-Wakalah adalah jasa pemberian kuasa dari satu pihak ke pihak lain.
- Kafalah adalah perjanjian pemberian jaminan atau penanggugan atas pembayaran utang
satu pihak pada pihak lain.
- Hiwalah adalah pengalihan utang atau piutang dari pihak pertama kepada pihak lain atas
dasar saling mempercayai.

Sumber :
http://www.potretakuntansi.xyz/2015/10/instrumen-keuangan-syariah.html
http://www.potretakuntansi.xyz/2015/10/konsep-keuntungan-dalam-syariah.html
https://datakata.wordpress.com/2014/11/26/transaksi-yang-dilarang-dalam-islam-akuntansi-syariah/

Pelaporan Korporat
Transaksi Berbasis Syariah dan Pelaporan Keuangan Syariah

Tugas Individu

Disusun oleh :
Peggy Anna Theodora Ambarita
(01044881517009)
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016

Anda mungkin juga menyukai