diduga mengalami penurunan akibat degradasi habitat dan perburuan telur oleh
manusia (Butchart & Baker, 1998).
kelembaban tanah serta kedalaman dari sarang, oleh karena itu upaya untuk
mengetahui suhu dan kelembaban serta kedalaman sarang di habitat asli maleo
sangat diperlukan sebagai patokan dalam mengelola penetasan di kandang
penetasan.
Metoda Penelitian
Karakteristik fisik sarang dilakukan dengan cara mengukur kedalaman, suhu dan
kelembaban sarang yang ditemui pada waktu penelitian.
-
Kedalaman Lubang
Kedalaman lubang pengeraman telur burung maleo diukur tegak lurus dari
permukaan tanah sampai bagian tanah dimana telur diletakkan dengan
menggunakan meteran
ISI
Kedalaman Lubang
Kedalaman lubang pengeraman di lokasi penelitian berkisar antara 40-100
cm dengan rata-rata 65,45 cm ( 10,25 cm) (Tabel 1). Dengan demikian
kedalaman masih berada pada kisaran normal, karena diketahui bahwa kedalaman
letak telur burung Maleo bervariasi antara 10-15 cm dan 80-100 cm, tetapi
kebanyakan pada kedalaman 30-50 cm (Jones, et.al., 1995).
Telah diketahui bahwa ukuran dan kedalaman sarang tergantung pada
tinggi kedalaman air (Water Table), jarak dari sumber panas, suhu tanah, struktur
tanah, kondisi cuaca beberapa hari sebelumnya, frekuensi penggunaan dan umur
sarang (Jones et.al., 1995). Terlihat bahwa pada waktu penelitian dilakukan
kedalaman letak telur relatif lebih dalam dibandingkan kedalaman pada
umumnya. Hal ini disebabkan pengukuran dilakukan saat musim hujan belum
berakhir. Kondisi ini terjadi karena Maleo meletakkan telurnya lebih dalam ketika
suhu tanah turun setelah hujan lebat dan lebih dangkal setelah masa kekeringan
(Dekker, 1988). Setelah turun hujan tanah menjadi basah dan mempunyai suhu
yang rendah, oleh karena itu Maleo akan menggali lubang lebih dalam untuk
menemukan suhu yang cocok bagi penetasan.
Kedalaman letak telur berkaitan juga dengan fluktuasi suhu tanah. Suhu
sarang di pantai sangat berbeda antara siang dan malam. Menurut Gunawan
(2000) pada siang hari, semakin dalam lubang semakin rendah suhunya,
sedangkan pada malam hari sebaliknya. Namun pada kedalaman 60 cm atau lebih
perbedaan suhu ini relatif kecil, baik siang maupun malam. Berdasarkan fakta
tersebut, diduga induk maleo meletakan telurnya pada kedalaman 50 cm atau
lebih bertujuan mendapatkan suhu yang relatif stabil. Dengan demikian letak
lama. Semakin tinggi suhu, maka masa pengeraman akan semakin cepat (Dekker,
1988).
Tabel 1. Karakterisitik Fisik Sarang Burung Maleo di SMPTM
Nomor Sarang
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Rata-rata
Karakteristik Fisik
Kelembaban (%)
Kedalaman (cm)
Suhu (0C)
50
31,5
97
70
32,5
65
51
31,5
44
50
31
78
50
31,5
50
60
31,5
44
80
32
65
60
32
54
80
32,5
50
100
32
56
40
33
28
70
32,5
44
100
32
35
80
33
80
67
32,5
45
60
33
65
50
33
82
60
33
88
65,45 ( 10,25)
32,22 (0,87)
59,44 (8,29)
Kelembaban
Kelembaban tanah di habitat bertelur berkisar atara 28-97% dengan ratarata 59,44% (8,29%) (Tabel 1). Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan
hasil penelitian Gunawan (2000) di Tanjung Binarahan, Sulawesi Utara, bahwa
kelembaban tanah di pantai tempat peneluran berkisar antara 55-65% denga ratarata 58,34%.
Ekstrimnya kisaran kelembaban di SMPTM disebabkan pengukuran
dilakukan pada kondisi cuaca yang berbeda. Tanah yang mempunyai kelembaban
yang tinggi diukur setelah turun hujan, karena kelembaban tanah selain
dipengaruhi oleh tekstur tanah juga oleh pola curah hujan (Dekker, 1988). Untuk
Maleo yang bertelur dipantai, kelembaban dipengaruhi juga oleh jarak sarang ke
pasang tertinggi (Gunawan, 2000). Dengan demikian sarang yang mempunyai