Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tubaeustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. otitis media terbagi
atas otitis mediasupuratif dan non-supuratif, dimana masing-masing memiliki
bentuk akut dan kronis.Otitis media akut termasuk kedalam jenis otitis media
supuratif. Selain itu, terdapat juga jenis otitis media spesifik, yaitu otitis media
tuberkulosa, otitis media sifilitik, dan otitismedia adhesiva.1
Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau seluruh
bagian mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel
mastoid yang berlangsung mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri maupun
virus ke dalam telinga tengah baik secara langsung maupun secara tidak langsung
sebagai akibat dari infeksi saluran napas atas yang berulang.1
Tuba Eusthacius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga
tengah dengan nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi, drainase sekret dan
menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah.1
Prevalensi kejadian OMA banyak diderita oleh anak-anak maupun
bayi dibandingkan pada orang dewasa tua maupun dewasa muda. Pada bayi
terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba Eustachius lebih pendek, lebar dan
letaknya agak horizontal. Pada anak-anak makin sering menderita infeksi saluran
napas atas, maka makin besar pula kemungkinan terjadinya OMA disamping oleh
karena system imunitas anak yang belum berkembang secara sempurna.1
Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada saluran
pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia 1 thn
sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%. Di Amerika Serikat,

diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum
usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih.2
1.2 Batasan Masalah
Portofolio ini membahas mengenai otitis media akut yang meliputi
anatomi telinga, dan definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, diagnosis,
pentalaksanaan, dan komplikasi otits media akut.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan portofolio ini adalah unutk memahami mengenai
anatomi telinga, dan definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, diagnosis,
pentalaksanaan, dan komplikasi otits media akut.
1.4 Metode Penulisan
Portofolio ini disusun berdasarkan studi kepustakaan dengan merujuk ke
berbagai literatur.

BAB II
2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

(Gambar 1) Anatomi Teling3

2.1.1 Telinga Luar


Telinga dibagi atas telinga telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk
huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua
pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3
cm.1
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh
kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar
serumen.1
2.1.2 Telinga Tengah
3

Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, prosesus


mastoideus dan tuba Eustachius.4,5 Membran timpani merupakan dinding lateral
kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani.
Ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membran timpani tidak tegak lurus
terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar kemuka
dalam dan membuat sudut 45o dari dataran sagital dan horizontal. Dari umbo
kemuka bawah tampak refleks cahaya (cone of ligt).4
Secara anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian yaitu pars tensa
dan pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih
tipis dari pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika maleolaris
anterior (lipatan muka), plika maleolaris posterior (lipatan belakang).4
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal,
bentuknya bikonkaf. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan
diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian
atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding posterior. 6
Atap kavum timpani dibentuk oleh tegmen timpani, memisahkan telinga
tengah dari fosa kranial dan lobus temporalis dari otak. bagian ini juga dibentuk
oleh pars petrosa tulang temporal dan sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura
petroskuama. Lantai kavum timpani dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan
lantai kavum timpani dari bulbus jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali
hingga infeksi dari kavum timpani mudah merembet ke bulbus vena jugularis.6
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini
juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam. Dinding posterior dekat keatap,
mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum timpani
dengan antrum mastoid melalui epitimpanum. Dibelakang dinding posterior
kavum timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus sigmoid. Dinding anterior
bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari lempeng tulang yang
tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang tengkorak dan sebelum
berbelok ke anterior. Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior dan
inferior yang membawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus dan
4

oleh satu atau lebih cabang timpani dari arteri karotis interna. Dinding anterior ini
terutama berperan sebagai muara tuba Eustachius. 6
Kavum timpani terdiri dari tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus
dan stapes, dua otot yaitu muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, saraf
korda timpani dan saraf pleksus timpanikus. 6
Saraf korda timpani merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke
kavum timpani dari analikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan
posterior. Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang
berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula melalui
ganglion ubmandibular. Korda timpani memberikan serabut perasa pada 2/3 depan
lidah bagian anterior. Saraf pleksus timpanikus berasal dari n. timpani cabang dari
nervus glosofaringeus dan dengan nervus karotikotimpani yang berasal dari
pleksus simpatetik disekitar arteri karotis interna. 4
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani.
Bentuknya seperti huruf S. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm
berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9
bulan adalah 17,5 mm. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan
rongga telinga tengah dengan nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi,
drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga
tengah. 4
2.1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak
koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala
vestibuli. 1
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media
5

diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala
media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan
endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissners
membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran
ini terletak organ Corti. 1
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari
sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ
Corti.1
2.2 Otitis Media Akut
2.2.1 Definisi
Otitis media akut ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.1
2.2.2 Epidemiologi
Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada
saluran pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media pada
anak berusia 1 thn sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%.
Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode
otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya
tiga kali atau lebih.7
2.2.3 Etiologi
Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan penyebab utama dari otitis
media. Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba Eustachius terganggu, sehingga
pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga sehingga terjadi
peradangan. Hal-hal yang menyebabkan sumbatan pada muara tuba antara lain,
infeksi saluran pernafasan, alergi, perubahan tekanan udara tiba-tiba, tumor, dan
pemasangan tampon yang menyumbat muara tuba.

Infeksi Saluran Pernapasan Atas juga merupakan salah satu faktor


penyebab yang paling sering. Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik,
seperti

Streptococcus

hemoliticus,

Haemophilus

Influenzae

(27%),

Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus Pneumoniae (38%), Pneumococcus.


Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan
terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba
Eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.1,2
2.2.4 Patogenesis

2.2.5 Stadium
OMA memiliki beberapa stadium berdasarkan pada gambaran membran
timpani yang diamati melalui liang telinga luar yaitu stadium oklusi, stadium
hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi.1
7

Pada stadium oklusi tuba Eustachius perdapat gambaran retraksi membran


timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga tengah akibat absorpsi udara.
Membran timpani berwarna normal atau keruh pucat dan sukar dibedakan dengan
otitis media serosa virus. terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba
eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik
untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang
berumur >12 thn atau dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga harus diobati
dengan memberikan antibiotik.1
Pada stadium hiperemis, pembuluh darah tampak lebar dan edema pada
membran timpani. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat
yang serosa sehingga sukar terlihat. diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan
analgesik. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika terdapat
resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau sefalosporin.
Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam
darah sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan pendengaran
sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.
Bila alergi terhadap penisilin maka diberikan eritromisin. Pada anak diberikan
ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin
4x40 mg/kgBB/hari.1
Pada stadium supurasi, edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan
hancurnya sel epitel superfisila serta terbentuk eksudat purulen di kavum timpani
menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga
tambah hebat. Apabila tekanan nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka
terjadi iskemia. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang
lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur. Selain
antibiotik, pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran
timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat
berkurang. Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani,
agar terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar.1
8

Pada stadium perforasi, karena beberapa sebab seperti terlambatnya


pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi maka dapat menyebabkan
membran timpani ruptur. Keluar nanah dari telinga tengah ke telinga luar. Anak
yang tadinya gelisah akan menjadi lebih tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur
nyenyak. sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat sekret keluar
secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga H 2O2 3% selama 3-5 hari serta
antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.1
Pada stadium resolusi, bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang
dan mengering. Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila virulensi rendah dan
daya tahan tubuh baik.1
2.2.6 Diagnosis
2.2.6.1 Anamnesis
Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di
dalam telinga, keluhan disamping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat
riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang
dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh
di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA
ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5oC (pada stadium supurasi), anak gelisah
dan sukar tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang dan terkadang
anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka
sekret mengalir ke liang telinga luar, suhu tubuh turun dan anak mulai tertidur
dengan tenang.1
Pada penelitian dikatakan bahwa anak-anak dengan OMA biasanya hadir
dengan riwayat onset yang cepat dan gejala seperti otalgia, rewel pada bayi atau
balita, otorrhea, dan/atau demam6,8. Dalam sebuah survei di antara 354 anak-anak
yang mengunjungi dokter untuk penyakit pernapasan, demam, sakit telinga, dan
menangis yang berlebihan sering didapatkan dengan OMA (90%). Namun, gejala
ini juga terdapat pada anak tanpa OMA (72%). Gejala lain dari infeksi virus
pernapasan atas, seperti batuk dan hidung tersumbat, sering mendahului atau

menyertai OMA dan tidak spesifik juga. Dengan demikian, sejarah klinis saja
tidak bisa untuk menilai adanya OMA, terutama pada anak muda.8
2.2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Visualisasi dari membran timpani dengan identifikasi dari perubahan dan
inflamasi diperlukan untuk menegakkan diagnosis dengan pasti. Untuk melihat
membran timpani dengan baik adalah penting bahwa serumen yang menutupi
membran timpani harus dibersihkan dan dengan pencahayaan yang memadai.
Temuan pada otoskop menunjukkan adanya peradangan yang terkait dengan
OMA telah didefinisikan dengan baik. Penonjolan (bulging) dari membran
timpani sering terlihat dan memiliki nilai prediktif tertinggi untuk kehadiran
OMA. Penonjolan (bulging) juga merupakan prediktor terbaik dari OMA.9
Kekeruhan juga merupakan temuan yang konsisten dan disebabkan oleh
edema dari membran timpani. Kemerahan dari membran timpani yang disebabkan
oleh peradangan mungkin hadir dan harus dibedakan dari eritematosa ditimbulkan
oleh demam tinggi. Ketika kehadiran cairan telinga bagian tengah sulit untuk
menentukan, penggunaan timpanometri dapat membantu dalam membangun
diagnosis.10
2.2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis
(penusukan terhadap gendang telinga). Namun pemeriksaan ini tidak dilakukan
pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis anatara lain OMA pada
bayi berumur di bawah 6 minggu dengan riwayat perawatan intensif di rumah
sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh, anak yang tidak member
respon pada beberapa pemberian antibiotik atau dengan gejala sangat berat dan
komplikasi.(8) Untuk menilai keadaan adanya cairan di telinga tengah juga
diperlukan pemeriksaan timpanometeri pada pasien.1
2.2.7 Penatalaksanaan

10

Pengobatan OMA tergntung stadium penyakitnya. Pada stadium oklusi,


pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba eustachius, sehingga
tekanan negatif pada telinga tengah hilang, sehingga diberikan obat tetes hidung
HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak <12 tahun, atau HCl
efedrin 1 % dalam larutan fisiologik untuk anak > 12 tahun dan pada orang
dewasa. Sumber infeksi harus diobati antibiotik diberikan jika penyebabnya
kuman, bukan oleh virus atau alergi
Stadium Presupurasi adalah antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika.
Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan
miringotomi. Antibiotik yang dianjurkan

ialah dari golongan penisilin atau

ampicilin. Terapi awal diberikan penicillin intramuscular agar didapatkan


konsentrasi yang adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang
terselubung,. Gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kkekambuhan.
Pemberian antibiotika dianjurkan minimal 7 hari . Bila pasien alergi terhadap
penisilin, maka diberikan eritromisin. Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis
50 100 mg/kgBB per hari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mb/kgBB
dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari
Pada stadium supurasi disamping diberikan antibiotik, idealnya harus
disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh. Dengan
miringotomi gejal gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari.
Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang
terlihat keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan
adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3 5 bhari serta antibiotik yang
adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam
waktu 7 10 hari
Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi
resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui
perforasi membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya
edema mukosa teling tengah. Pada keadaan demikian, antibiotika dapat dilajutkan
11

sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setrelah pengobatan sekret masih tetap banyak,
kemungkinan telah terjadi mastoiditis.
2.2.8 Komplikasi
Sebelum ada antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi yaitu abses
sub-periosteal sampai komplikasi yang berat seperti meningitis dan abses otak.
Namun, sekarang setelah adanya antibiotik semua jenis komplikasi itu biasanya
didapatkan sebagai komplikasi dari OMSK jika perforasi menetap dan sekret tetap
keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan. (1)

BAB III
KESIMPULAN

12

Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau seluruh


bagian mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel
mastoid yang berlangsung mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri maupun
virus ke dalam telinga tengah baik secara langsung maupun secara tidak langsung
sebagai akibat dari infeksi saluran napas atas yang berulang.
Diagnosis pasti dari OMA memenuhi semua 3 kriteria: onset cepat, tandatanda efusi telinga tengah yang dibuktikan dengan memperhatikan tanda
mengembangnya membran timpani, terbatas/tidak adanya gerakan membran
timpani, adanya bayangan cairan di belakang membran timpani, cairan yang
keluar dari telinga, tanda-tanda peradangan telinga bagian tengah, kemerahan
pada membran timpani dan nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas
normal(14). Visualisasi dari membran timpani dengan identifikasi dari perubahan
dan inflamasi diperlukan, temuan pada otoskopi menunjukkan adanya peradangan
yang terkait dengan OMA, penonjolan (bulging) juga merupakan prediktor terbaik
dari OMA.
Harus dapat membedakan antara OMA dan OME, OME terbatas pada
keadaan dimana terdapat efusi dalam kavum timpani dengan membran timpani
tanpa radang. Bila efusi tersebut berbentuk pus, membran timpani utuh dan
disertai tanda radang disebut OMA.
Penatalaksanaan pada OMA terdapat sebuah kriteria untuk antibakteri
Perawatan atau Observasi pada Anak Dengan OMA, apabila anak <6 tahun dapat
diberi antibiotik walaupun diagnosis belum pasti, usia 6bulan-2tahun kalau sudah
pasti diagnosisnya OMA dapat diberi antibakteri dan kalau belum pasti bisa diberi
antibakteri apabila gejala makin berat dan observasi bila gejala ringan. Untuk usia
>2tahun, bisa diberi antibakteri bila gejala makin berat dan observasi jika gejala
ringan, dan apabila diagnosis belum pasti bisa di observasi dahulu.
Pilihan observasi untuk OMA mengacu untuk menunda pengobatan
antibakteri pada anak-anak yang dipilih untuk 48 sampai 72 jam. Keputusan untuk
mengamati atau mengobati didasarkan pada usia anak, kepastian diagnostik, dan

13

tingkat keparahan penyakit. Pilihan pertama pemberian antibiotik pada OMA


adalah dengan amoxycilin.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

14

1. Efiaty AS, Nurbaiti, Jenny B, Ratna DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan :
Telinga, Hidung, Tenggorokan Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta FKUI,
2007: 10-14, 65-74.
2. Diagnosis and management of acute otitis media. Pediatrics. 2004.
Available

at

http://pediatrics.aappublications.org/content/113/5/1451.full.html
3.

Picture of ear anatomy. Available at :


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002077.htm

4. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,


Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi
kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 49-62
5. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan
mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit
THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88-118
6. Berman S. Otitis media ini developing countries. Pediatrics. July 2006.
Available from URL: http://www.pediatrics.org
7. Epidemiology of acute otitis media. Available at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2732519
8. Niemela M, Uhari M, Jounio-Ervasti K, Luotonen J, Alho OP, Vierimaa E.
Lack of specific symptomatology in children with acute otitis media.
Pediatr Infect Dis J.1994;13 :765 768
9. Pelton SI. Otoscopy for the diagnosis of otitis media. Pediatr Infect Dis
J.1998;17 :540 543
10. Klein JO, McCracken GH Jr. Introduction: current assessments of
diagnosis and management of otitis media. Pediatr Infect Dis J.1998;17 :
539
15

16

Anda mungkin juga menyukai