Anda di halaman 1dari 4

tinggi dari biasanya terhadap jalan spiritual (the spiritual path).

Sampai dikat
akan, abad ini merupakan abad spiritual.
Tampaknya jalan spiritual telah menjadi pilihan ketika manusia modern membutuhka
n jawaban-jawaban esensial atas
eksistensi dirinya dalam hidup di tengah dinamika perkotaan.
MENGAPA kecenderungan ini terjadi bisa ditelusuri secara historis dan psikologis
pada budaya Indonesia secara umum.
Namun, pada dasarnya, fenomena yang belakangan ini marak berakar pada gejolak ma
syarakat perkotaan di Indonesia
sebagai akibat krisis berkepanjangan yang menimpa negeri ini. Juga dekadensi mor
alitas yang memengaruhi gaya hidup
orang kota.
SPIRITUALITAS adalah bidang penghayatan batiniah kepada Tuhan melalui laku-laku
tertentu yang sebenarnya terdapat
pada setiap agama. Namun, tidak semua penganut agama menekuninya. Bahkan beberap
a agama memperlakukan
aktivitas pemberdayaan spiritual sebagai praktik yang tertutup, khawatir dicap "
klenik".
Lokus spiritualitas adalah diri manusia. Bila wilayah psikologi mengkaji jiwa se
bagai psyche (dalam terminologi spiritual
lebih dikenal sebagai ego), spiritualitas menyentuh jiwa sebagai spirit. Budaya
Barat menyebutnya inner self (diri pribadi),
sesuatu yang "diisikan" Tuhan pada saat manusia diciptakan. Meski diyakini bahwa
agama berasal dari Tuhan, namun
spiritualitas adalah area manusia. Spiritualitas adalah sikap yang meyakini adan
ya kehadiran dan campur tangan Tuhan
dalam diri manusia, meski tidak mesti demikian.
Sering menjadi pertanyaan, mengapa pemberdayaan spiritualitas yang sering dicap
klenik dapat mudah dilakukan pada
masa perkembangan Islam di Indonesia. Simuh dalam Sufisme Jawa: Transformasi Tas
awuf Islam ke Mistik Jawa
(2002), menjelaskan bahwa kemungkinan itu dapat terjadi karena Islam yang masuk
ke Indonesia bukanlah Islam azali,
yang berasal langsung dari jazirah Arab, melainkan dibawa oleh pedagang Persia d
an Gujarat. Dan Persia, khususnya,
adalah sentra perkembangan tradisi tasawuf.
Tasawuf sendiri terbagi menjadi dua: Tasawuf Islam yang mementingkan sikap hidup
yang tekun beribadah serta
mengacu kepada Al Quran dan Hadis dan Tasawuf Murni atau Mistikisme yang menekan
kan pada pengetahuan hakikat
Tuhan.
Berakhirnya era tasawuf Islam pada tahun 728 M memperkuat dugaan bahwa aliran ta
sawuf yang masuk pada awal
perkembangan Islam di Indonesia bersifat mistikisme. Mengacu pada pengertian "mi
skisme" sebagai suatu ajaran atau
kepercayaan bahwa pengetahuan akan hakikat dan tentang Tuhan dapat diperoleh mel
alui meditasi atau penyadaran
spiritual tanpa melibatkan panca indera dan akal pikir, dapat dimengerti mengapa
Islam di Indonesia mampu
berkompromi dengan budaya Hindu-Buddha, dan segera berkonsekuensi pada pergeraka
n mistikisme Jawa atau
Kejawen.
Mistikisme subur di masyarakat pedesaan karena pada masa kolonial Hindia Belanda
aliran-aliran ini menampilkan figur
simbolis Imam Mahdi yang berhasil menyokong semangat rakyat menentang penjajahan
. Karena itu, mistikisme lantas
dianggap aliran kepercayaan marginal, yang tidak mampu menyokong aspirasi masyar
akat perkotaan yang umumnya
terpelajar serta lebih rasional.
Baru pada tahun 1920-an hingga 1930-an aliran mistikisme mendapat tempat di hati
masyarakat pribumi yang tertekan
sebagai akibat depresi besar yang tengah melanda dunia pada saat itu. Hal ini me
rupakan konsekuensi logis dari suatu
masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan akibat krisis ekonomi. Sementara itu
, agama dirasakan tidak mampu
membangkitkan kesadaran spiritual masyarakat, yang terutama disebabkan oleh pene
ntangan kaum Muslim azali yang
mengedepankan ketaatan lahiriah dan rasional dengan nilai-nilai "pahala-dosa" da
n "surga-neraka". Bersamaan dengan
itu, bermunculan figur-figur yang mengaku mendapat wahyu dari Tuhan untuk member
sihkan dosa-dosa umat
menghadapi kiamat-isu yang meluas menyusul kondisi dunia yang kacau-balau diterp
a depresi besar.
TERDAPAT dua landasan analisis di balik munculnya tren spiritualitas perkotaan b
elakangan ini. Pertama, dari sudut
pandang psikologi sosial, kebutuhan akan jalan spiritual merupakan konsekuensi p
enderitaan psikis masyarakat yang
tertekan oleh krisis ekonomi. Kedua, dari sudut pandang anti-religious intellect
ualism yang menganggap tren belakangan
ini sebagai upaya popularisasi aliran mistikisme yang esoterik.
Landasan kedua kurang dapat diterima mengingat sejumlah jalan spiritual yang dim
asuki masyarakat kota dewasa ini
telah eksis di Indonesia sejak lama, meski masih bersifat marginal. "Popularisas
i" rasanya kurang tepat, melainkan lebih
merupakan "pengadopsian" dampak positif amalan sejumlah konsepsi spiritualitas y
ang diterima sebagai solusi bagi
derita psikis masyarakat kota.
Dalam kaitan kondisi psikologis akibat krisis berkepanjangan, landasan pertama d
apat diterima sebagai latar belakang
maraknya tren kebutuhan akan Jalan Spiritual di tengah dinamika perkotaan. Di sa
mping itu, juga kemerosotan nilai-nilai
moral yang demikian mudah merembes ke gaya hidup masyarakat kota.
Spiritualitas selama ini termarginalisasi. Dan memang konsepsi penghayatan kepad
a kekuasaan Tuhan dapat diterima
dengan mudah oleh alam bawah sadar masyarakat pedesaan karena hidup mereka yang
"apa adanya". Mereka bekerja
untuk memenuhi keperluan hidup. Berbeda dengan kecenderungan masyarakat perkotaa
n yang menjadikan agama
sekadar kewajiban, bagi masyarakat desa agama adalah kebutuhan, yang secara prak
tis-setelah melalui proses
pemberdayaan sisi spiritualitasnya-dapat memberi mereka jawaban-jawaban esensial
untuk melakoni hidup. Bagi
masyarakat kota, situasi kehidupan materialisme membuat materi menjadi solusi ke
bahagiaan sehingga penghayatan
agama terkesampingkan.
Ketika intelektualisme dan materialisme kian mengakar dalam segala segi kehidupa
n kota, masyarakat mulai gamang,
terutama sejak pukulan krisis ekonomi berdampak pada merosotnya nilai materi seb
agai solusi kebahagiaan.
Intelektualisme pun, pada tingkat tertentu, berbenturan dengan dinding kokoh yan
g menghalangi jalan manusia menuju
Tuhan. Hakikatnya, manusia adalah makhluk spiritual yang hidup di alam materi. B
ukan sebaliknya!
Mengapa pemberdayaan spiritualitas dapat dengan mudah dicerap masyarakat kota ya
ng gamang? Sejauh yang dapat
diketahui, jalan spiritual jarang menerapkan ketaatan yang dipaksakan atau doktr
in dogmatis. Sifat esoterisme jalan
spiritual juga mempunyai peran penting dalam memudahkan orang menerima amalan-am
alannya. Dalam hal ini,
hubungan dengan Tuhan bersifat pribadi, yang menyebabkan proses penyembuhan keji
waan si pelaku berlangsung
relatif mudah karena ia cenderung mematuhi tuntunan diri pribadinya.
Sebagai contoh praktis, simak pendekatan-pendekatan yang diterapkan beberapa Jal
an Spiritual di bawah ini (yang dipilih
karena pengaruhnya yang mendunia).
Tasawuf, merupakan interpretasi transformatif dari Islam. Bagaimanapun, banyak d
ari para eksponennya menyokong
doktrin-doktrin yang dapat dipandang kaum Muslimin sebagai sesuatu yang asing ba
gi agama mereka. Kawasan
perkembangannya terpusat di Timur Tengah dan Asia. Terdapat ribuan tarekat Sufi
di seluruh dunia, baik yang eksklusif
Islam maupun lintas agama. Aspek-aspek tertentu dari tasawuf belakangan ini mula
i merebut perhatian dan popularitas di
antara para pencari spiritual, terutama karena upaya-upaya yang dilakukan ekspon
en terkemukanya di zaman modern ini,
yaitu Idries Shah (meninggal tahun 1996).
Penyerahan diri secara langsung kepada Tuhan merupakan tema sentral amalan batin
iahnya. Apa yang disinggung oleh
para penulis Sufi adalah suatu keadaan yang direpresentasi oleh "kemabukan", "pe
mbebasan", "penyerapan diri ke dalam
Sang Kuasa" (imanensi) dan sebagainya, yang timbul sebagai hasil dari kepasrahan
sepenuhnya, dan tidak didukung
oleh upaya yang bersangkutan. Gagasannya adalah bila kita menyerahkan semua hasr
at, harapan, ketakutan dan angan-
angan tanpa terkecuali, maka yang tersisa adalah rasa diri yang hakiki.
Pengkajian tasawuf kini banyak dilakukan di dalam pengajian-pengajian eksklusif
pengusaha dan selebriti di kota-kota
besar. Belakangan malah mewabah diskusi-diskusi wacana "tasawuf modern" atau "ta
sawuf saintifik" di Jakarta,
Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya.
Susila Budhi Dharma (Subud), merupakan suatu perkumpulan spiritual yang didirika
n oleh Muhammad Subuh
Sumohadiwidjojo. Yang mengagumkan dari sebuah aliran yang berasal dari Indonesia
, yang tidak punya reputasi
internasional di bidang spiritualitas, pada tahun 1957 Subud menarik perhatian d
an menyebar ke seluruh dunia, dan
menarik minat para pengikut spiritual lainnya, termasuk para penganut dari semua
agama utama. Hingga kini, organisasi
internasionalnya beranggotakan hampir tujuh puluh negara. Di Indonesia sendiri S
ubud berkembang baik di perkotaan
maupun pedesaan dan anggotanya mencakup kalangan intelektual, birokrat, dan pebi
snis.
Subud mewakili suatu paradigma baru di mana kekuasaan di balik kehidupan manusia
dapat diakses langsung oleh
semua orang tanpa syarat amalan khusus serta meniadakan ketergantungan murid kep
ada guru. Meski berasal dari
suatu pengalaman spiritual, Subud bukan agama ataupun aliran kepercayaan, sehing
ga keanggotaannya terbuka bagi
semua pemeluk agama, bangsa maupun budaya. Tidak ada teori, ajaran atau pelajara
n, maupun tata cara ritual
penyembahan.
Di Subud unsur yang konstan dan aktif adalah latihan berserah dirinya yang diken
al sebagai latihan kejiwaan, suatu
bentuk pelatihan pada isi dari diri. Latihan kejiwaan merupakan suatu keadaan pe
nyerahan diri secara ikhlas di mana di
dalamnya akan terasa suatu energi. Energi ini memotivasi seorang peserta sesuai
dengan kondisinya pada waktu itu.
Penyerahan diri di Subud dilakukan langsung kepada kekuasaan Tuhan tanpa upaya a
tau perantaraan apa pun.
Mengadakan upaya atau perantaraan justru bertentangan dalam konteks ini.
Aliran eklektis (electic movements)-disebut demikian karena aliran-aliran esoter
is tersebut menyempal dari tradisi
keagamaan yang sudah mapan dan mencampuradukkan gagasan-gagasan dari agama atau
kepercayaan yang lain.
Pergerakan biasanya dipelopori pendeta, imam atau pemimpin pada institusi keagam
aan yang disempalinya. Faktor
penyebabnya, pada umumnya adalah terabaikannya pemberdayaan spiritualitas dalam
praktik-praktik ibadahnya serta
ketidakpuasan terhadap doktrin-doktrin dogmatis yang menjunjung rasionalisme. Ze
n dan Scientology adalah contoh dari
pergerakan ini. Beberapa ashram Yoga juga berimplementasi menjadi aliran pemberd
ayaan spiritualitas dengan
mengadaptasi filsafat etika Hindu. Kebanyakan aliran eklektis memakai pendekatan
teosofi (paduan teologi dan filsafat)
serta meditasi transendental dalam membawa pengikutnya ke jalan spiritual. Di Am
erika Serikat dan Eropa banyak
pengikut aliran eklektis berasal dari kalangan selebriti, intelektual, dan pejab
at pemerintahan.

Anda mungkin juga menyukai