Anda di halaman 1dari 14

ETIKA PROFESI DAN TATA KELOLA KORPORAT

TEORI ETIKA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN


BERETIKA

Kelompok 5:
Prasaja Suganda

(1506315006)

Made Subianta Adnyana

(1506315015)

Ni Luh Nyoman Sherina Devi

(1506315016)

Ni Wayan Indah Suwarningsih

(1506315017)

Edhi Praptono

(1506315019)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
0

TEORI ETIKA DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERETIKA


I.

Etika dan Moral


Terdapat beberapa definisi mengenai etika. Brooks dan Dunn (2012) menggunakan

definisi dari Encyclopedia of philosophy, yang melihat etika dari tiga definisi, yaitu:
1) Pola umum atau cara pandang kehidupan
2) Sekumpulan aturan perilaku atau kode moral
3) Pertanyaan mengenai cara pandang kehidupan dan aturan perilaku
Definisi pertama terkait dengan etika agama, definisi kedua terkait dengan etika
professional dan perilaku tidak beretika, dan definisi ketiga berkaitan dengan cabang filsafat.
Etika profesi akuntan berhubungan dengan definisi kedua.
Jika definisi kedua dikaji lebih lanjut, maka menurut Encyclopedia of Philosophy,
aturan perilaku atau kode moral ini memiliki empat karakteristik, yaitu:
1) Keyakinan tentang sifat manusia
2) Keyakinan tetang cita-cita, sesuatu yang berharga atau baik untuk dicapai
3) Aturan mengenai apa yang harus dikerjakan dan tidak dikerjakan
4) Motif yang mendorong kita untuk memilih tindakan yang benar atau salah.
Keempat karakteristik ini yang menjadi perhatian dari teori-teori etika. Seluruh teori
pada dasarnya membahas apa yang harus dilakukan dan tidak dilakukan. Namun masingmasing teori memiliki penekanan yang berbeda. Misalanya, utilitarianisme menekankan
pentingnya aturan untuk mengejar apa yang baik atau diinginkan, sementara itu deontology
lebih menekankan pada motif pengambilan keputusan beretika. Etika virtue

cenderung

melihat secara lebih utuh sifat kemanusiaan manusia.


Menurut Brooks dan Dunn (2012) terdapat tiga dasar mengapa manusia melakukan
tindakan beretika, yaitu agama, hubungan dengan pihak lain dan persepsi tentang diri sendiri.
Brooks dan Duun (2012) membedakan antara mementingkan diri sendiri dengan egois. Egois
adalah melakukan tindakan yang memberikan manfaat bagi diri sendii dengan tidak
memmerdulikan apakah tindakan tersebut merugikan pihak lain atau tidak. Sedangkan
mementingkan diri sendiri adalah melakukan tindakan yang member manfaat bagi diri sendiri
dengan tidak merugikan pihak lain.
II.

Enlightened Self Interest sebagai Etika


Thomas Hobber (1588-1679) dan Adam Smith (1723-1790) memiliki keyakinan bahwa

pada dasarnya manusia memiliki sifat self interest. Sifat ini bukan ditiadakan tapi justru
dimanfaatkan untuk kebaikan. Dengan melakukan tindakan kepentingan diri sendiri maka
akan tercipta suatu kemanfaatan bagi orang banyak.
Menurut Thomas Hobbes, manusia memiliki kebutuhan dasar untuk menjaga dan
mempertahankan kehidupannya. Manusia juga memiliki orientasi jangka pendek. Untuk
mempertahankan kehidupannya, manusia berupaya untuk menguasai sumber daya untuk
1

kehidupannya dengan segala cara. Jika semua manusia melakukan tindakan sama maka akan
terjadi konflik dan peperangan. Sebaliknya, dengan berdamai maka kehidupan akan lebih
baik dalam jangka yang lebih panjang, lebih aman dan lebih pasti.
Dari perspektif Hobbes, masyarakat madani dapat melihat sebagai kontrak sukarela
antara individu di mana setiap orang mengorbankan hak dan kebebasan individu mereka
untuk mendapatkan perdamaian dan mempertahankan kehidupannya. Masyarakat yang secara
sukarela membatasi kebebasannya untuk mendapatkan harmoni sosial. Masyarakat ini disebut
masyarakat Leviathan, sesuai dengan judul buku Hobbes yang berisi konsepnya mengenai
masyarakat. Bagi Hobbes, self-interest mendorong terciptanya kerjasama dan terbentuknya
masyarakat madani.
Pemikiran yang sama datang dari Adam Smith. Menurutnya self-interest mendorong
terciptanya kerjasama ekonomi. Pembeli dan penjual sama-sama memiliki kepentingan untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka secara individual. Pembeli ingin memperoleh
kepuasan yang sebesar-besarnya dari pembelian mereka, sedangkan penjual ingin
memperoleh laba yang sebesar-besarnya dari penjualan mereka. Dalam pasar sempurna,
pembeli dan penjual bernegosiasi sehingga tercapai ekilibrium, yang disebut Smith sebagai
natural price. Harga yang terlalu tinggi menyebabkan pembeli tidak mau membeli,
sebaliknya harga terlalu rendah menyebabkan penjual tidak mau menjual. Inilah yang disebut
pasar bebasmendorong harga di mana barang yang tersedia terjual pada harga di mana
pembeli bersedia membayar untuk barang tersebut dan penjual bersedia menjualnya.
Ada beberapa hal mengenai konsep ekonomi dari Adam Smith. Pertama, ekonomi
adalah kegiatan sosial. Perusahaan menghasilkan produk barang dan jasa yang dibutuhkan
oleh masyarakat. Bisnis adalah kegiatan sosial dan masyarakat berjalan dalam prinsip-prinsip
etika. Kedua, pasar adalah kompetitif, bukan konflik. Perdagangan tergantung kepada tata
cara yang adil, menghormati kontrak dan janji, dan kerjasama yang saling menguntungkan.
Persaingan sehat akan menghasilkan barang dan jasa dengan kualitas terbaik dengan harga
termurah. Persaingan mendorong perusahaan untuk beroperasi seefisien dan efektif mungkin,
untuk memaksimumkan keuntungan jangka paanjang. Ketiga, etika membatasi perilaku
oportunistik. Etika akan mengawasi egoism dan kerakusan yang tidak terkendali. Manusia
akan mengikuti prinsip-prinsip etika untuk kebaikan bagi masyarakat, dan untuk kebaikan
bagi ekonomi.
III. Teori Etika
3.1. Teleologi: Utilitarianisme dan Impact Analysis
Menurut teori teleology, suatu keputusan etika yang benar atau salah tergantung
apakah keputusan tersebut memberikan hasil yang positif atau negative. Sebuah
2

keputusan yang secara etika benar memberikan hasil yang positif, sedangkan keputusan
yang secara etika saslah adalah keputusan dengan hasil negatif.
Kualitas etika dari pengambil keputusan dan keputusannya ditentukan berdasarkan
hasil dari keputusan tersebut. Jika keputusan memberikan hasil yang positif, seperti
membantu seseorang sehingga berhasil mencapai yangdicita-citakan, maka keputusan
tersebut secara etika benar. Hasil positif lainny antara lain kebahagian, kenikmatan,
kesehatan, kecantikan, dan pengetahuan. Sedangkan hasil keputusan yang negative
seperti ketidakbahagiaan, penderitaan, sakit, terlihat buruk, dan ketidakpedulian.
Penjabaran mengenai teori teleologi ada pada utilitarianisme. Utiliarianisme
mendifinisikan baik atau buruk dalam bentuk konsekuensi kesenangan dan kesakitan.
Tindakan beretika adalah tindakan yang menghasilkan kesenangan atau rasa senang
yang paling banyak atau rasa sakit yang paling sedikit. Teori ini berdasarkan asumsi
bahwa tujuan hidup adalah untuk bahagia dan segala sesuatu yang mendorong
kebahagiaan secara etika baik.
Terdapat dua aliran dari utilitarianism, yaitu utilitarianisme tindakan dan
utilitarianisme aturan. Pada aliran utilitarianisme tindakan, atau lebih dikenal sebagai
consequentialisme, tindakan yang secara etika baik atau benar jika tindakan tersebut
akan menghasilkan

lebih

banyak

kebaikan

daripada

keburukan.

Sedangkan

utilitarianisme, aturan menyarannkan agar manusia mengikuti aturan yang akan


menghasilkan lebih banyak kebaikan daripada keburukan, dan menghidari aturang yang
menghasilkan kebalikannya.
Prasyarat untuk dapat melakukan tindakan yang secara etika baik atau benar adalah
bahwa selisih antara kesenanga dan kesakitan dapat dihitung dan setiap pengambil
keputusan harus melakukan kalkulasi, sebagaimana proses pengambilan keputusan
rasional.
Sedangkan utilitarianisme aturan relatif lebih sederhana. Aliran ini memahami
bahwa dalam melakukan pengambilan keputusan, manusia sering menggunakan aturan
atau prinsip-prinsip. Orientasi kepada konsekuen atau hasil menyebabkn banyak yang
salah mengartikan utilitarianisme dengan prinsip politik, tujuan menghalalkan cara.
Prinsip politik bukan merupakan teori etika karena salah mengasumsikan cara dan
hasil merupakan hal yang ekuivalen secara etika dan mengasumsikan hanya satu cara
untuk mencapai hasil tertentu. Tidak ada pembenaran (rasionalisai) untuk pemilihan
cara yang salah.
Utilitarianisme memiliki beberapa kelemahan, kelemahan pertama adalah belum
ada satu ukuran untuk kesenangan dan kebahagiaan. Kedua adalah permasalahan dalam
distribusi dan intensitas kebahagiaan. Permasalahan ketiga adalah menyangkup
3

cakupan. Permasalahan keempat adalah kepentingan minoritas yang terabaikan akibat


keinginan untuk memenuhi kebahagiaan orang yang lebih banyak (mayoritas). Kelima,
utilitarianisme mengabaikan motivasi dan hanya berfokus pada konsekuensi,
permasalahan motivasi ini yang ingin dipecahkan melalui teori deontologi.
3.2. Etika Deontologi: Motivasi untuk Berperilaku
Deontologi berasal dari bahasa yunani deon yang berarti tugas atau kewajiban.
Menurut teori deontologi, suatu tindakan dapat saja secara etika benar walaupun tidak
menghasilkan selisih positif antara kebaikan dan keburukan untuk pengambil keputusan
atau masyarakat secara keseluruhan.
Immanuel Kant (1724-1804) merupakan tokoh utama dalam teori deontologi ini.
Bagi Kant, suatu kebaikan yang tidak terbantahkan adalah niat baik, niat untuk
mengikuti apapun yang menjadi alasan untuk melakukan tindakan tersebut tanpa
memperdulikan konsekuensi dari tindakan tersebut terhadap diri sendiri. Menurut Kant
seluruh konsep moral diturunkan lebih berasal dari pemikiran daripada pengalaman.
Bagi Kant, tugas adalah standar di mana perilaku beretika dievaluasi. Moral ada
jika orang bertindak berdasarkan tugas yang dirasakannya. Bertindak benar jika
mengikuti tugas dan kewajiban etika, bukan karena tindakan tersebut menghasilkan
hasil yang baik atau karena tindakan tersebut akan meningkatkan kesenangan dan
kebahagiaan kita.
Kant mengembangkan dua hukum untuk menilai tindakan yang beretika.
Pertama adalah categorical imperative. Ini menurutnya, merupakan prinsip utama dari
moralitas. Hukum ini disebut imperative karena harus ditaati dan disebut categorical
karena tidak bersyarat dan absolut. Terdapat dua aspek dalam hukum categorical
imperative ini. Pertama, Kant mengasumsikan bahwa hukum mengandung kewajiban.
Hukum etika mengandung kewajiban etika. Kedua, suatu tindakan yang beretika
dengan benar jika dan hanya jika tindakan tersebut konsisten secara universal.
Hukum Kant yang kedua adalah Practical Imperative dalam berhubungan dengan
pihak lain. Setiap orang harus kita perlakukan sama, sebagaimana kita memperlakukan
diri sendiri. Jika kita menjadikan diri kita sebagai tujuan, demikian pula kita
menjadikan orang lain sebagai tujuan bagi dirinya. Setiap orang berhak untuk mengejar
tujuan hidup mereka sepanjang tidak melanggar Practical Imperative. Memperlakukan
orang lain sebagai tujuan berarti mengakui bahwa kita semua merupakan bagian dari
masyarakat. Kita harus bertindak positif untuk mencapai tujuan kita, namun kita
memiliki tugas atau kewajiban untuk menolong orang lain mencapai tujuannya.
4

Teori Deontologi juga memiliki kelemahan. Kelemahan pertama adalah


categorical imperative tidak memberikan pedoman yang jelas untuk memutuskan apa
yang benar dan yang salah ketika dua hukum moral bertentangan dan hanya satu yang
dapat diikuti, teori deontologi tidak menganggap konsekuensi relevan. Hal yang
terpenting bagi teori deontologi adalah niat dari pengambil keputusan dan ketaatan
pengambil keputusan terhadap categorical imperative.
3.3. Justice and Fairness Memeriksa Keseimbangan
Filsuf Inggris David Hume (1711-1776) meyakini bahwa kebutuhan keadilan
muncul karena dua alasan. Pertama bahwa manusia tidak selalu bersifat baik dan
penolong, dan kedua adalah masalah kelangkaan sumber daya. Hume berargumentasi
justice sebagai mekanisme. Justice adalah proses pemberian atau alokasi sumber daya
dan beban berdasarkan alasan rasional. Ada dua aspek dari justice, yaitu procedural
justice (proses penentuan alokasi) dan distributive justice (alokasi yang dilakukan).
Procedural justice berkepentingan dengan bagaimana justice diadministrasikan.
Aspek utama dari suatu sistem hukum yang adil adalah prosedur yang adil dan
transparan. Keadilan juga dapat dinilai berdasarkan fakta. Artinya informasi yang
digunakan untuk menilai sebuah tuntutan harus relevan, dapat dipercaya dan mudah
diperoleh. Selain itu ada kesempatan untuk mengajukan banding.
3.4. Distributive Justice
Aristoteles (384-322 SM) dikenal sebagai orang pertama yang berargumentasi
bahwa kesamaan harus diperlakukan secara sama sedangkan ketidaksamaan harus
diperlakukan secara tidak sama sesuai dengan proporsi perbedaan yang terjadi.
Terdapat dua hal yang terkait dengan perbedaan antara masing-masing orang. Pertama
adalah pembuktian bahwa ada ketidaksamaan antara masing-masing orang dan yang
kedua adalah bagaimana melakukan suatu distributive justice, melakukan alokasi yang
adil berdasarkan ketidaksamaan.
Paling tidak terdapat tiga kriteria yang dapat digunakan untuk melakukan alokasi ,
yaitu berdasarkan kebutuhan, aritmatika kesamaan, dan merit. Persepsi merupakan hal
yang penting dalam distributive justice dan dapat menimbulkan rasa ketidakadilan.
John Rawls (1921-2002) mengembangkan sebuah argumentasi justice as fairness,
di mana yang disebut benar dan adil adalah setiap orang memperoleh kemanfaatan dari
situasi ketidaksamaan (perbedaan) sosial ekonomi. Justice as fairness artinya adalah
apapun prinsip-prinsip yang disepakati akan dianggap adil untuk semua pihak. Ia juga
mengembangkan theory of justice berdasarkan asumsi self-interest dan self-reliance dan
5

prinsip principles of justice, suatu prinsip untuk alokasi yang adil antar anggota
masyarakat. Rawls yakin orang akan sepakat pada dua prinsip, yaitu harus ada
kesamaan dalam pembagian hak-hak dasar dan tanggungjawab, dan jika terjadi
ketidaksamaan (kesenjangan) sosial dan ekonomi, maka harus diberikan kepada
masyarakat yang paling tidak beruntung (different principle) dan akses untuk
ketidaksamaan (perbedaan) harus terbuka untuk siapa saja (fair equality of
opportunity).
3.5. Virtue Ethics
Virtue Ethics yang berasal dari pemikiran Aristoteles merupakan konsep mengenai
kehidupan yang baik, di mana tujuan hidup adalah kebahagian dalam bentuk kegiatan jiwa,
bukan kebahagiaan fisik (hedonisme) dan berfokus kepada karakter moral dari pengambilan
keputusan, bukan konsekuensi dari keputusan (utilitarianisme) atau motivasi dari
pengambilan keputusan (deontologi). Sedangkan menurut Brooks dan Dunn (2012), dua
permasalahan utama dari virtue ethics adalah menentukan virtues apa yang harus dimiliki
seseorang sesuai dengan jabatan dan tugasnya dan bagaimana virtues ditunjukkan di tempat
kerja. Sebuat virtues yang menjadi kunci dalam bisnis adalah integritas yang meliputi
kejujuran dan ketulusan.
IV.

Pengambilan Keputusan Beretika


Beberapa pedoman yang dapat digunakan pengambilan keputusan beretika adalah

sebagai berikut:
4.1. Sniff Test
Sniff test merupakan semacam preliminiary test yang dapat dilakukan dengan cepat
sekedar untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil telah melalui beberapa test
etika. Selain itu, banyak eksekutif menggunakan semacam rule of thumb dalam proses
pengamnilan keputusan beretika
4.2. Stakeholder Impact Analysis
Stakeholder impact analysis merupakan penerapan teori utilitarianisme dalam
keputusan bisnis yang dapat memberikan kerangka analisis mengenai pihak-pihak yang
kemungkinan terpengaruh dari keputusan yang diambil. Adapun tahapan dalam
stakeholder impact analysis adalah (1) menganalisis kepentingan dari masing-masing
pemangku kepentingan, (2) Menghitung laba yang dapat dikuantifikasi, dan (3)
melakukan penilaian terhadap dampak yang tidak dapat dikuantifikasi.
V.

Kasus Ford Pinto


6

5.1. Kronologi Kasus Ford Pinto


Kasus Ford Pinto bermula dari kesengajaan perusahaan mendesain mobil seperti itu
dengan maksud mendapat keuntungan yang besar. Dari kelalaian perusahaan, banyak terjadi
kecelakaan yang menyebabkan beberapa orang meninggal. Sistem keselamatan terlihat tidak
ada sama sekali. Hal ini tidak disebutkan di seluruh artikel. Seperti Lee Iacocca, salah
seorang General Motors di Ford, yang sering katakan, adalah "Keselamatan tidak menjual".
Desain produk ini memang cacat. Seorang insinyur Ford, yang tidak ingin namanya
disebutkan, berkomentar: "Perusahaan ini dijalankan oleh salesman, bukan insinyur, maka
prioritas adalah styling, bukan keselamatan."
Dalam kasus Ford Pinto ini, desainer dan pihak Ford secara keseluruhan tidak
memikirkan dampak berbahaya yang bisa terjadi. Desain dari mobil Ford Pinto tidak
memikirkan aspek keamanan dan keselamatan bahkan nyawa seseorang. Padahal mobil ini
diproduksi secara massal. Pada bulan Mei 1972 kecelakaan pun terjadi, Lily Gray sedang
bepergian dengan anak berumur 13 tahun Richard Grimshaw dan mengalami kecelakaan
diserempek mobil lain dalam kecepatan 30mil/jam. Dampaknya menyulut api di Pinto yang
menewaskan Lily Gray dan meninggalkan Richard Grimshaw dengan luka bakar akibat
ledakan mobil Ford Pinto. Pada pengadilan pertama, sebuah penilaian diberikan terhadap
Ford dan jaksa memutuskan pihak Ford wajib menggati rugi atas kecelakaan kepada keluarga
Gray $ 560.000 dan Matius Grimshaw $ 2,5 juta pada tetapi yang mengejutkan datang ketika
hakim pada awalnya memutuskan memdakwa uang ganti rugi sebesar $ 125 juta dan
kemudian diturunkan menjadi $ 3,5 juta. Satu kejadian besar lagi terjadi pada tanggal 10
Agustus 1973, tiga gadis remaja tewas karena ditabrak dari belakang ketika Ford Pinto yang
mereka kendarai berhenti di US Highway dan membuat mereka terjebak.
Tahun 1977, menurut Dowie dalam majalah Bunda Jones, menggunakan dokumen di
Pusat file, menerbitkan suatu artikel yang melaporkan bahaya dari disain tangki bahan bakar,
dan mengutip Dokumen perusahaan Ford yang membuktikan Ford itu mengetahui kelemahan
di dalam tangki bahan bakar sebelum dipasarkan tetapi bahwa suatu cost/benefit diusulkan
studi dilaksanakan bahwa itu akan lebih murah untuk Ford membayar kewajiban untuk
kematian dan luka-luka karena kebakaran dibandingkan memodifikasi tangki bahan bakar
untuk mencegah api. Dowie menunjukkan Ford itu memiliki suatu hak paten atas suatu tangki
gas yang dirancang lebih baik pada waktu itu, tetapi pertimbangan gaya dan biaya itu
mengesampingkan perubahan apapun didalam mendesain tangki bensin Pinto.
Beberapa orang merasa isu yang diangkat dalam kasus-kasus Ford Pinto adalah contoh
dari dalam perusahaan yang mengabaikan keselamatan konsumen dan lebih memilih
7

mengejar keuntungan. Beberapa pihak lain merasa mereka adalah contoh kasus yang
terhindarkan dari liputan media. Terlepas dari semua pendapat itu, kasus Ford Pinto adalah
salah satu dari banyak masalah hukum dan etika yang kompleks.
Kritikan dan hujatan pun berdatangan, namun ternyata pihak Ford memilih untuk tidak
mengganti desain dari mobilnya dan lebih memilih menghadapi tuntutan di pengadilan. Pada
tanggal 9 Juni 1978 pihak Ford menarik 1,5 juta Pinto. Penarikan kembali terlambat untuk
menyelamatkan reputasi Ford. Jutaan dolar dalam gugatan telah diajukan dan kalah melawan
si penggugat. Ford Motor Co, Ford telah terkenal menjadi perusahaan AS pertama yang
pernah didakwa atau dituntut atas tuduhan pembunuhan kriminal (atas kasus tewasnya tiga
gadis remaja dalam Pinto akibat tabrakan belakang). Meskipun Ford dibebaskan atas tuduhan
pembunuhan sembrono Maret 1980, reputasi Pinto turun drastis dan menimbulkan
malapetaka; Ford menghentikan produksi mobil lima bulan setelah sidang.
5.2. Pembahasan Analisis Kasus
Kasus Ford Pinto bermula dari keinginan untuk bersaing dengan Volkswagen dengan
cara kesengajaan yang dilakukan perusahaan untuk mendesain mobil dengan biaya seminimal
mungkin dan mendapatkan profit yang banyak dari harga jual sebesar $2.000 tanpa
menganalisis kelayakan mobil itu sendiri atau seperti menutup mata akan laporan yang
menguraikan hasil tabrakan dan perbaikan kecenderungan mobil akan terbakar di bagian
belakang mobil pada kecepatan 21 mil per jam. Akibatnya banyak terjadi kecelakaan yang
menyebabkan beberapa orang meninggal.
Kesalahan yang dilakukan oleh Ford, yaitu:
1) Menyelesaikan desain, proses pra produksi, pengaturan produksi dalam kurun waktu 2
tahun, yang seharusnya memakan waktu 3,5 tahun.
2) Menetapkan harga jual sebesar $2.000 atau kurang yang artinya akan meminimalkan
biaya-biaya. Padahal sebenarnya ada beberapa biaya yang harus ditambahkan demi
menunjang kesempurnaan mobil yang menjaga keselamatan konsumennya.
3) Desain mobil Pinto yang dinilai cacat. Pertama keunggulan bagasi yang luas dengan
menempatkan tangki gas di bagian belakang mobil yang dapat memicu kebakaran
ketika mobil ditabrak dari belakang. Kedua ketika terjadi tabrakan, pintu mobil
menjadi sulit dibuka sehingga pengendara dan penumpang akan terperangkap di
dalamnya.
Akibat yang harus diterima Ford, yaitu:
1) Biaya ganti rugi kematian konsumen sebesar $200.000.
2) Reputasi perusahaan Ford yang sudah buruk dimata calon konsumen.
8

3) Berbagai macam gugatan dilayangkan oleh keluarga konsumen terhadap Ford Motor
Co. yang merasa dirugikan.
4) Ford melakukan penarikan atas unit Pinto yang telah beredar di pasaran untuk
diperbaiki dan di desain ulang yang juga menambah biaya yang tidak pernah dihitung
sebelumnya.
Menurut kelompok kami, tindakan yang diambil Ford sudah sangat jelas salah karena
hanya mementingkan tujuan perusahaan dan dengan sengaja tidak memperhitungkan
keselamatan konsumen Ford Pinto yang melanggar etika dalam pembuatan mobil Pinto.
Kesengajaan yang dilakukan oleh Ford yang memakan banyak korban meninggal saat
mengendarai mobil Pinto pasti akan merusak citra perusahaan dan kepercayaan konsumen
akan produk-produk Ford. Keefisienan pengaturan biaya yang diterapkan oleh Ford Motor
Co. pada mobil Pinto justru mengakibatkan banyak masalah bagi Ford Motor Co., padahal
konsumen akan mau membayar lebih untuk desain atas kenyamanan, keamanan, fasilitas dan
lain-lain.

Etika yang berkaitan :


1) Virtue Ethics
Menurut kelompok kami, kasus ini bermula dari keinginan presiden Ford Motor Co.,
Lee Iacocca yang memutuskan untuk memproduksi Pinto dengan proses singkat, biaya
diminimalisasikan, sehingga desain yang dilakukan oleh para insinyur Ford hanya
memaksakan dengan biaya seminimal mungkin untuk mencapai target harga $2.000.
Tindakan yang diambil Lee lacocca ini dapat kita lihat dari karakter/sifat Iacocca yang kurang
baik, sehingga ia mengabaikan hal-hal penting yang berdampak fatal.
2) Teori Egoisme Etis
Menurut kelompok kami, kasus mobil Pinto Ford Motor Co. juga berkaitan dengan teori
egoisme etis karena proses desain, pengujian pra produksi dilakukan dalam waktu yang cepat
dibandingkan dengan waktu normalnya, sehingga ada beberapa laporan-laporan rantai
komando yang terlewatkan.
Dampak bagi pemangku kepentingan :
1) Pemilik Ford Motor Co.
Dampak yang didapat oleh Ford Motor Co. yaitu citra perusahaan buruk hanya kaerna
satu produk mobil yaitu Pinto. Konsumen akan menganggap bahwa mobil keluaran Ford
9

berkualitas sama buruknya dengan Pinto, padahal belum tentu semua mobil-mobil yang
dikeluarkan oleh Ford berkualitas buruk sama dengan Pinto. Dampak lainnya yaitu banyak
biaya yang tidak terduga yang harus dikeluarkan oleh Ford untuk ganti rugi atas keluhankeluhan konsumen dan penjualan yang turun drastis untuk produk-produk Ford lainnya.
2) Konsumen
Dampak yang didapat oleh konsumen adalah kematian. Karena informasi mengenai
keselamatan pengemudi disembunyikan oleh Ford. Akibatnya mereka terjebak di dalam
mobil tanpa tau bagaimana cara menyelamatkan diri jika terjadi kecelakaan. Dampak lainnya
yaitu konsumen sudah tidak percaya lagi dengan Ford dan menjadi lebih selektif untuk
memilih mobil yang akan dibelinya.
3) Pemasok
Dampak bagi pemasok-pemasok Ford adalah kehilangan penjualan spare part yang di
suplai ke Ford Co. untuk produk Pinto.
4) Pemerintah
Dampak bagi pemerintah adalah pemerintah harus meninjau ulang peraturan
mengenai keselamatan penumpang yang harus dipenuhi oleh perusahaan mobil serta
memberikan sanksi tegas bagi perusahaan yang melanggar aturan tersebut.
Pesan Moral:
1) Jika ingin tetap bertahan, perusahaan dalam membuat produk harus memperhatikan
hal-hal yang dapat merugikan bagi banyak pengguna termasuk memperhatikan etika
dalam pembuatan produk, yaitu dengan mengetahui hal yang dapat membahayakan
jika produk digunakan. Dari adanya pertimbangan tersebut maka dapat mengurangi
timbulnya kecelakaan yang dapat menimbulkan korban yang banyak.
2) Trust is the best soul of business: Jangan sampai merusak kepercayaan pelanggan.
Jika terjadi suatu kecelakaan yang di sebabkan oleh kesalahan yang disengaja oleh
perusahaan itu sendiri, maka persepsi negatif masyarakat akan produk tersebut akan
muncul dan hal tersebut tentu saja bisa merusak reputasi perusahaan. Kepercayaan
konsumen berkurang dan menjadi lebih berhati-hati dalam memilih produk.
3) Efisiensi bukanlah segala-galanya dalam bisnis. Dalam pembuatan sebuah produk,
pasti ingin memperoleh keuntungan dan juga produknya disukai banyak consumen.
Keuntungan merupakan tujuan utama dari sebuah perusahaan, maka diperlukan
kenyamanan dalam pemakaiannya. Keuntungan yang diperoleh berdasarkan produk
yang di desain dengan ketentuan kenyamanan, bentuknya menarik, dan sebagainya.
Jadi, perusahaan haruslah memperhatikan kenyamanan konsumen.
10

Solusi:
1) Solusi Mengenai Desain. Desain pada mobil ford pinto masih memiliki kelemahan
terutama dibagian body bagian belakang, dimana pada body bagian belakang terdapat
tangki bahan bakar. Seharusnya pihak yang terkait dalam produksi ford pinto telah
menyadarinya dan memperbaikinya agar aman bagi pengguna produknya. Selain itu,
komponen yang digunakan untuk mmbuat mobil Ford Pinto sharusnya menggunakan
bahan yang berkualitas dan yang telah memiliki standar yang telah ditetapkan oleh
lembaga-lembaga yang terkait dalam proses pembuatan mobil, sehingga mobil dapat
bertahan lama dalam artian tidak gampang rusak.
2) Solusi Sistem Elektrikal. Seharusnya mobil Ford Pinto tidak seluruh bagian mobilnya
terhubung secara otomatis, seperti pada bagian pintu mobil yang tidak terkunci secera
otomatis apabila listrik pada mobil mati. Selain itu terdapat suatu signal
pemberitahuan apabila terjadi masalah pada bagian fatal yang terdapat pada mobil,
seperti pada bagian tangki bahan bakar, sensor jarak apabila akan terjadi tumbukan.
3) Solusi Asuransi. Pihak Ford dapat memberikan asuransi keselamatan jiwa bagi
konsumen yang membeli mobil Ford Pinto, sehingga para konsumen dapat merasa
nyaman apabila terjadi kecelakan yang disebabkan oleh sistem yang terdapat dalam
mobil Ford Pinto. Selain itu juga pihak Ford harus siap menarik seluruh mobilnya
apabila terjadi kerusakan yang menyebabkan kecelakan atau keselamatan jiwa
pengemudinya.
Kesimpulan:
Dari peristwa Ford pinto yang kita pelajari dapat kita ambil sebuah kesimpulan,
bahwa setiap kegiatan produksi haruslah mengikuti etika profesi, karena apabila kegitan etika
profesi tidak dilakukan dengan baik maka akan menimbulkan keriguan yang sifatnya
membahayakan, bagi masyarakat, khususnya konsumen pengguna dari hasil produksi mobil
Ford pinto, Peristiwa gagal produk Ford pinto tidak sebenarnya disebabkan oleh beberapa
faktor, selain dari faktor adanya tindakan yang tidak sesuai dengan etika profesi juga ada
faktor lain, seperti pertimbangan teknis dalam hal desain produk, dimana pada waktu itu
desain produk yang dibuat tidaklah sesuai dengan desain safety yang baik, sehingga
mengakibatkan, output produk yang yang tidak layak untuk dipasarkan.
Hal teknis yang terjadi pada Ford pinto sendiri seperti yang sudah dijelaskan bahwa
adanya kesalahan, desain dari penerapan pengaplikasian bahan bakar gas didalam
pengoperasian mobil tersebut yang ternyata sangat menghawatirkan karena pipa atau saluran
ke mesin, menggunakan pipa logam yang tidak fleksibel dan juga rawan bocor sehingga
11

mengakibatkan dengan mudahnya terjadi kebakaran apabila terjadi benturan, dan juga dalam
sistem elektroniknya, mobil ini bersifat paralel sehingga apa bila terjadi kerusakan atau putus
terhadap salah satu saja sirkuitnya, maka akan berakibat seluruh transmisi elektronik yang
ternyata sudah didesain otomatis menjadi mati, dalam hal ini sistem lock terhadap pintu
mobil bekerja otomatis saat mobil dioperasikan, menjadi mati atau tidak berfungsi apabila
sirkuitnya ada yang terputus.
Hubunganya dengan peristiwa tragedi Ford pinto, saat terjadi kecelakaan terhadap
mobil yang mengakibatkan tabung gas bahan bakar mobil meledak, sirkuit dalam sistem
elektroniknya akan mati secara keseluruhan karena sifatnya paralel, sehingga menyebabkan
sistem lock atau kunci otomatis yang ada pada menjadi tidak dapat matikan, atau dirubah
untuk membuka pintu mobil sehingga menyebabkan penumpan terjebak didalam mobil, yang
dalam keadaan terbakar, dapat kita bayangkan yang terjadi terhadapa para penumpang yang
ada didalam mobil, penumpang dapat terluka bahkan meninggal karena terbakar.
Solusi yang dapat ditawarkan untuk produk Ford pinto tentunya adalah solusi
perbaikan desain, dengan mempertimbangkan etika profesi yang menjunjung tinggi
keselamatan konsumen sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, mungkin langkah awal dari
perbaikan desain sendiri yaitu memperbaiki sistem tabung gas yang ada beserta saluransaluran pipanya, sebaiknya dibuat dari bahan yang fleksibel, untuk pendektesian keselamatan
alangkah baiknya mobil ini juga menggunakan sistem pemadaman api yang berupa tabung
nitrogen cair yang diletakan disekitar tabung gas sebagai langkah antisipasi awal, bahkan
mungkin ada solusi lain yang mungkin bermanfaat untuk tabung gas memberikan sistem
pendingin radiator dan juga sirkulasi udara. Untuk sistem elektronik yang ada alangkah
baiknya jika sistem elektronik dibagi menjadi 2 bagian yaitu untuk bagian pengapian atau
transmisi, dan juga untuk bagian sistem sirkuit mobil dengan catatan untuk sirkuit mobil
diberi perlindungan dari kebakaran sehingga aman saat terjadi kejadian seperti tragedi Ford
pinto.
Seluruh kejadian yang ada sangat erat sekali kaitanya denagn etika profesi dimana
pada saat itu yang didahulukan hanyalah profit, karena teknologi baru mungkin dilirik (mobil
berbahan bakar gas), tanpa memikirkan prosedur desain yang matang dan juga aman bagi
konsumen yang menggunakan, sebenarnya hal seperti ini tidak hanya menimbulkan kerugian
bagi konsumen namun juga kerugian yang besar dialami pula oleh Ford oleh karena itu
alangkah baiknya sebuah prosedur keteknikan dijalankan dengan sebaik-baiknya sehingga
tidak menyababkan kejadian buruk yang akan tertulis didalam sejarah.
12

DAFTAR PUSTAKA
Brooks, Leonard J. & Paul Dunn. 2012. Business & Professional Ethics for Directors,
Executives, & Accountants. Seventh Edition. Cengage Learning, USA.
Modul Chartered Accountant: Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat. 2015. Ikatan Akuntan
Indonesia.

13

Anda mungkin juga menyukai