Anda di halaman 1dari 25

Journal Reading

ALCOHOL-INDUCED PSYCHOTIC DISORDER AND DELIRIUM IN


GENERAL POPULATION

Oleh:
Andreas Rexy Tumbol
14014101259

Masa KKM : 30 November 27 Desember 2015

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2015
1

Gangguan Psikotik dan Delirium Diinduksi oleh Alkohol pada Masyarakat

Latar Belakang
Data epidemiologi tentang gangguan psikotik dan delirium diinduksi oleh alkohol
yang masih sangat kurang
Tujuan
Untuk meneliti data-data epidemiologi gangguan psikotik diinduksi oleh alkohol,
faktor risikonya pada orang dengan ketergantungan alkohol, dan tingkat kematian
dihubungkan dengan ketergantungan alkohol dengan atau tanpa gangguan
psikotik pada sampel yang diambil dari masyarakat umum di Finlandia
Metode
Sampel yang berjumlah 8028 orang diwawancara dengan metode Composite
International Diagnostic Interview (CIDI) dan sisaring gejala psikotiknya
menggunakan berbagai sumber. Perkiraan diagnosis terbaik untuk gangguan
psikotik adalah menggunakan Structured Clinical Interview for DSM-IV Axis 1
Disorders dan laporan kasus
Hasil
Prevalensi untuk gangguan psikotik yang diinduksi oleh alkohol adalah 0,5% dan
yang tertinggi pada orang usia produktif yaitu 1,8%. Usia yang muda saat onset
ketergantungan alkohol, status sosial ekonomi rendah, masalah alkohol pada ayah,
dan perawatan di berbagai rumah sakit dihubungkan dengan peningkatan risiko
menderita gangguan psikotik. Partisipan dengan riwayat tersebut mempunyai
komordibitas medis dan 37% dari mereka meninggal selama observasi 8 tahun
Kesimpulan
Gangguan psikotik akibat penggunaan alkohol adalah gangguan jiwa berat dengan
prognosis yang buruk

Alkohol mempunyai peran penting dalam gangguan akibat penyalahgunaan


zat,1 dan gangguan akibat penyalahgunaan zat dihubungkan dengan beban yang
cukup besar dalam hal morbiditas dan mortalitas.2,3 Gejala-gejala psiotik dapat
terjadi dalama beberapa kondisi medis terkait dengan alkohol seperti intoksikasi,
gangguan psikotik dihubungkan penyalahgunaan alkohol, delirium, dan gangguan
yang terjadi setelah tidak mengonsumsi alkohol. Dalam gangguan psikotik yang
diinduksi oleh alkohol, gejala psikotik harus menonjol dan lebih dari mereka
biasanya berhubungan dengan intoksikasi alkohol atau gangguan persepsi yang
disebabkan oleh pengurangan konsumsi alkohol, dan cukup berat untuk menjamin
perhatian klinis. Delirium dikaitkan dengan gangguan kesadaran. Hubungan
antara gangguan psikotik yang diinduksi alkohol dan delirium masih perlu
klarifikasi, tapi keduanya telah dianggap mempunyai gejala yang berbeda dari
proses yang sama.4 Delirium telah dikaitkan dengan tingginya tingkat kesakitan
dan kematian, walaupun prognosis halusinasi akibat alkohol dianggap lebih baik. 5
Meskipun alkohol berperan sentral dalam gangguan akibat penyalgunaan zat, 6
penelitian terbaru pada gangguan psikotik akibat penyalahgunaan zat umumnya
terfokus pada psikosis yang diinduksi oleh penggunaan narkoba. Data sebelumnya
pada gangguan psikotik yang diinduksi oleh alkohol didasarkan pada sampel yang
mempunyai gejala klinis,7-11 yang biasanya diambil di unit-unit pengobatan
alkohol.7-9 Studi epidemiologis pada prevalensi gangguan psikotik yang
disebabkan oleh induksi alkohol kurang. Oleh karena itu, dengan menggunakan
data dari survei populasi umum, kami memperkirakan prevalensi hidup,
sosiodemografi dan karakteristik klinis, dan mortalitas gangguan psikotik yang
diiduksi alkohol dan delirium - selanjutnya disebut sindrom psikotik yang
diinduksi oleh alkohol ( AIPS ) dalam masyarakat umum. Akhirnya, kami
membandingkan peserta ketergantungan alkohol dengan dan tanpa riwayat hidup
psikosis.

METODE
Penelitian Health 2000 ini didasarkan pada sampel yang mewakili secara
nasional yaitu 8.028 orang yang berusia 30 tahun dan lebih. 12 Prosedur
pengambilan sampel secara dua tahap per bagian dan bertingkat digunakan untuk

memilih 80 daerah di Finlandia, setelah sampel acak dari individu yang berada
dari daerah ini diambil dari daftar populasi nasional. Individu yang berusia 80
tahun atau lebih melebihi sampel ( 2 : 1 ). Orang tunawisma dan individu yang
tinggal di sebuah institusi juga disertakan. Ini berlangsung pada tahun 2000-2001
dan terdiri dari wawancara di rumah dan pemeriksaan kesehatan di pusat
kesehatan setempat atau bagi mereka tidak dapat datang, wawancara dan
pemeriksaan kesehatan di tempat tinggal mereka masing-masing. Tingkat
responnya mencapai 93%.12 Pemeriksaan kesehatan menggunakan Munich
Composite International Diagnostic Interview ( CIDI ).13 Karena CIDI tidak
memadai untuk mendiagnosis psikosis,14,15 investigasi tahap kedua - penelitian
psikosis di Finlandia - dilakukan untuk menemukan dan mendiagnosa orang
dengan gangguan psikotik.15 Komite etik dari Institut Kesehatan Publik Nasional
dan Distrik Rumah Sakit Helsinki dan Uusimaa menyetujui survei Health 2000
dan penelitian ulang psikosis di Finlandia. Peserta yang bersedia ikut penelitian
wajib mengisi lembar persetujuan penelitian.
Penyaringan dan Penilaian Diagnostik Gangguan Psikotik
Rincian data penelitian psikosis di Finlandia dijelaskan di mana saja.15
Pertama, sampel Health 2000 disaring untuk gangguan psikotik. Kedua, orangorang di subkelompok yang positif mengalami gangguan diwawancarai dengan
Structured Clinical Interview untuk DSM IV Gangguan Axis I ( SCID - I). 16
Akhirnya, perkiraan diagnosis seumur hidup yang terbaik dibuat berdasarkan
jawaban dari SCID - I dan/atau laporan kasus ( seumur hidup ). Penyaringan
psikosis terdiri unsur-unsur berikut : perawatan rumah sakit untuk gangguan
psikotik atau delirium ( Daftar Pasien Pulang di Rumah Sakit secara Nasional );
penggantian obat antipsikotik untuk gangguan jiwa berat ( Daftar Penggantian
Obat Lembaga Asuransi Sosial Finlandia); pensiun bagi kecacatan yang diberikan
untuk gangguan psikotik atau depresi (Daftar Pensiun dari Pusat Pensiun
Finlandia); penggunaan obat untuk menstabilkan mood tanpa indikasi somatik
seperti epilepsi (Daftar Resep Nasional Finlandia dari Lembaga Asuransi
Nasional); gejala-gejala berhubungan dengan psikotik atau gangguan bipolar tipe
1 dalam wawancara CIDI; pengobatan yang dilaporkan sendiri untuk gangguan

psikotik; atau gangguan psikotik yang pasti atau masih suspek menurut dokter
yang melakukan pemeriksaan kesehatan di survey Health 2000.15
Dalam proses penyaringan, teridentifikasi 746 orang yang diantaranya 444
orang berhasil diwawancarai dengan SCID-I selama 2002-2004. Kami
mengumpulkan catatan kasus dari seluruh rumah sakit dan pasien rawat jalan
untuk kesehatan mental atau masalah-zat terkait, termasuk individu tidak
diwawancarai. perkiraan diagnosis yang terbaik berdasarkan DSM-IV,17
berdasarkan semua informasi yang telah dievaluasi yang tersedia secara sistematis
dari SCID-I dan / atau catatan kasus, yang dibuat oleh tiga dokter (JP, JS dan SS)
untuk 692 peserta. Kami tidak menghubungi atau mengumpulkan catatan kasus
bagi mereka yang menolak untuk berpartisipasi dalam Health 2000 (n = 32) dan
kami tidak menemukan catatan kasus untuk 22 orang. Tak satu pun dari 54 orang
yang bukan responden memiliki diagnosis gangguan psikosis yang diinduksi oleh
alkohol yang tersebut dalam daftar di atas. Hanya gangguan psikotik hanya yang
pasti menurut DSM-IV yang didiagnosa. 15 Nilai Kappa antara penilai adalah 0,740,97 untuk gangguan psikotik yang berbeda. Tingkat prevalensi seumur hidup
gangguan psikotik diperkirakan pada saat survei dasar Health 2000.
Penilaian Gangguan Psikotik yang Diinduksi Alkohol dan Delirium
Penilaian diagnostik dari gangguan psikotik yang diinduksi oleh alkohol dan
delirium mengikuti pedoman dari DSM- IV : diagnosis gangguan psikotik primer
diberikan jika tidak ada bukti penggunaan zat berat atau penarikan, atau jika
gejala psikotik ditegakkan sebelum penggunaan narkoba berat, atau jika gejalagejala berlangsung selama lebih dari sebulan selama periode tanpa penggunaan
zat psikotik. Gangguan psikotik yang diinduksi oleh alkohol didiagnosis hanya
jika gangguan psikotik primer telah dikesampingkan. Dalam gangguan psikotik
yang diinduksi alkohol, gejala-gejala psikotik yang menonjol terjadi selama atau
segera setelah periode berat penggunaan alkohol. Selama periode ini, gejala-gejala
psikotik yang berat dari yang biasanya berhubungan dengan keracunan alkohol
atau gangguan persepsi akibat penarikan alkohol, dan cukup parah untuk
menunjukkan perhatian klinis. Untuk meningkatkan kepercayaan, gejala psikotik
harus berlangsung setidaknya 1 hari, yang adalah durasi minimum dari gangguan

psikotik singkat. Durasi minimum gejala psikotik pada gangguan psikotik yang
diinduksi zat, tidak didefinisikan dalam DSM - IV.
Gangguan persepsi oleh karena penarikan alkohol dibedakan dengan
diagnosa gangguan psikotik yang diinduksi oleh alkohol jika didapatkan
halusinasi pada tes kemampuan menilai realitas, sebuah kriteria yang telah banyak
diperdebatkan.18 Akan tetapi, kami tidak selalu bisa untuk mengevaluasi apakah
seseorang yang didapati gejala-gejala psikotik ini diinduksi oleh alkohol. Oleh
karena itu, jika seseorang mencari bantuan oleh karena gejala-gejala psikotik
dihubungkan dengan penyalahgunaan alkohol, gejala-gejala ini biasanya
berlebihan dibandikan dengan efek-efek yang biasanya ada pada intoksikasi dan
penarikan. Karena menguraikan hubungan antara gangguan penyalahgunaan zat
dan gangguan psikotik merupakan tantangan pembuatan diagnosis, data SCID-1
dan laporan kasus dari suspek gangguan psikotik terinduksi penyalahgunaan zat
sebaiknya ditinjau ulang oleh ahli kejiwaan senior, yang berpengalaman di
bidangnya. Perkiraan diagnosis terbaik diubah berdasarkan tinjauan ulang ini jika
nantinya terjadi perbantahan. DSM-IV memperbolehkan adanya komorbiditas
pada gangguan psikotik akibat penyalahgunaan zat dan gangguan psikotik akibat
kondisi medik umum dengan gangguan psikotik lainnya, meskipun ada hierarki
diagnostik dengan gangguan psikotik lainnya. Pada penelitian ini, diagnosis dari
gangguan psikotik akibat penyalahgunaan alkohol tidak dimasukkan jika
partisipan dengan diagnosis gangguan psikotik primer menjadi episode psikosis
relaps akibat penyalahgunaan allkohol. Akan tetapi, orang-orang yang mempunyai
episode gangguan psikotik akibat penyalahgunaan alkohol yang diikuti dengan
bebas gejala selama bertahun-tahun dan kemudian menjadi gangguan psikotik
primer didiagnosis seperti itu sepanjang hidupnya.
Perkiraan data yang terbaik merupakan sumber informasi pada usia onset
saat gangguan psikotik terjadi pertama kalinya, tipe-tipe gejala, usia saat
tatalaksana keseatan mental untuk pertama kali, dan masalah-masalah
ketergantungan, dan usia saat episode psikosis akibat penyalahgunaan alkohol
yang pertama kali. Kami menilai pasien-pasien psikiatri yang masuk rumah sakit
sesuai dengan informasi daftar pasien-pasien rumah sakit sejak tahun 1969 dan

laporan-laporan kasus yang terjadi sebelum itu. Usia onset saat gangguan
penyalahgunaan alkohol merupakan usia paling muda terlihat dari berbagai
sumber yang didapat seperti SCID-1, CIDI, laporan-laporan kasus dan tatalaksana
yang berhubungan dengan alkohol di daftar pasien-pasien rumah sakit.
Penilaian Ketergantungan Alkohol pada Populasi Penelitian Seluruhnya
Pada sampel penelitian Health 2000 yang tersisa, diagnosis seumur hidup
dari ketergantungan alkohol didasarkan oleh wawancara menggunakan CIDI
(n=6005).19 Diagnosis ini meliputi diagnosis gangguan mood, gangguan cemas,
dan gangguan penyalahgunaan zat selama 1 tahun dan diagnosis seumur hidup
oleh karena ketergantungan alkohol (n=482) dan ketergantungan akibat zat
psikoaktif lain. Partisipan-partisipan yang tidak membedakan usia, kelamin atau
jumlah rumah sakit yang melakukan tatalaksana, tetapi usianya biasa lebih tua
(rata-rata 38,5 tahun, 95% CI 31,6-45,4) pada tatalaksana pada rumah sakit yang
pertama pada ganggun berhubungan dengan alkohol pada partisipan yang
menghadiri wawancara (rata-rata 30 tahun, 95% CI 27,5-32,5)
Variabel-Variabel Sosiodemografi
Informasi-informasi pada usia, kelamin, dan tempat tinggal diambil dari
Daftar Populasi Nasional. Pendapatan rumah tangga diperoleh dari daftar pajak,
dan keuntungan pribadi, diatur sedemikian rupa menggunakan skala ekuivalensi
dari Organisasi Koperasi dan Ekonomi.20 Informasi-informasi tentang status
pernikahan, tingkat pendidikan dan status pekerjaan diambil selama wawancara
Health 2000.
Variabel-Variabel Terkait dengan Kesehatan dan Kematian
Data dari jumlah rumah sakit yang melakukan perawatan dan usia saat
pertama kali dirawat di rumah sakit akibat gangguan yang berhubungan dengan
alkohol dan trauma diperoleh dari daftar pasien rumah sakit nasional dari tahun
1969 hingga 2002. Informasi terhadap kematian partisipan diperoleh dari data
sensus penduduk hingga Maret 2008 dari Institusi Penduduk Sosial Finlandia.
Penyebab kematian yang diperoleh merupakan kejadian kematian yang terjadi

pada akhir 2006 yang berasal dari Daftar Penyebab Kematian dari Badan Statistik
Finlandia, dan ini dikelompokkan ke dalam kematian yang alamiah dan non
alamiah. Kematian yang berhubungan dengan alkohol terdiri dari semua kematian
yang mempunyai faktor penyebab atau salah satu penyebab yang bertanggung
jawab yang dikaitkan dengan alkohol.21
Analisis Statistik
Semua analisis dikerjakan menggunakan SUDAAN 9.0 for Windows.22
Desain pengambilan sampel secara kluster dengan dua tahap dimasukkan di
semua analisis statistik. Berat sampel digunakan untuk mengukur apakah ada
kelebihan sampel pada individu berumur 80 tahun ke atas. Ketika informasi yang
diperoleh dari CIDI atau pemeriksaan kesehatan berdasarkan survei Health 2000;
Berat data post stratifikasi digunakan untuk mengukur data yang hilang. 23 Semua
digunakan untuk memperoleh jumlah yang merepresentasikan populasi umum
orang Finlandia. Analisis-analisis yang berbeda dilakukan pada jumlah partisipan
yang terbanyak yang datanya sudah ada.
Kami mempresentasikan tingkat rata-rata dan prevalensi berdasarkan usia,
kelamin, dihitung sebagai margin yang diprediksi dengan model-model regresi.
Regresi linier digunakan untuk variabel yang bergerak. Regresi logistik juga
digunakan untuk menghitung odd ratio untuk variabel kategorial. Semua model
ini disesuaikan dengan umur dan kelamin. Model Cox Proportional Hazards
digunakana

untuk

mengukur

efek-efek

dari

sindrom

psikotik

akibat

penyalahgunaan alkohol pada tingkat kematian, cara mengontrolnya sesuai tingkat


umur dan jenis kelamin. Model-model yang sama bagusnya seperti analisisanalisis dari perawatan rumah sakit yang disebabkan oleh penggunaan alkohol,
dibatasi penggunaannya pada populasi yang berusia 70 tahun ke bawah karena
hanya satu partisipan dengan sindrom psikotik akibat penyalahgunaan alkohol
pada waktu dilakukannya penelitian ini. Rasio bahaya (hazard ratio) pada
kematian di antara para partisipan dengan gangguan psikotik dan atau delirium
akibat penggunaan alkohol, partisipan yang mengalami ketergantungan pada
alkohol, dan sampel-sampel lainnya dihitung juga. Derajat skor residual
digunakan untuk menilai pengaruh dari pengamatan yang berdasarkan perkiraan

kemungkinan yang maksimal sebagian dari sebuah koefisien demi menghapus


tiap-tiap pengamatan per tahap.24 Jarak dari derajat skor residual sama, yang dapat
mengindikasikan bahwa tidak satupun dari pengamatan yang terlalu berpengaruh
secara perorangan.

HASIL
Sindrom psikotik akibat penggunaan alkohol didiagnosis pada 39 partisipan.
Dari jumlah 39 partisipan ini, 31 partisipan didiagnosa dengan gangguan psikotik
akibat penggunaan alkohol dan 14 partisipan lainnya didiagnosa dengan delirium.
Terdapat 6 orang partisipan yang didiagnosa dengan keduanya. Gangguan psikotik
lainnya akibat penggunaan alkohol ditemukan pada 2 partisipan. Informasi yang
didapat dari berbagai sumber diperlukan untuk mencari orang-orang dengan
sindrom psikotik akibat penggunaan alkohol. Proporsi orang dengan sindrom
psikotik akibat penggunaan alkohol ditelaah menggunakan metode yang berbeda
yang digunakan pada sampel Health 2000 dibandingkan penelitian psikosis di
Finlandia yang ditampilkan pada tabel 1. Walaupun 28 orang dari 39 individu
dengan sindrom psikotik akibat penggunaan alkohol mengikuti wawancara
dengan metode CIDI sebagai penyaring untuk psikosis, hanya setengah dari
mereka dilaporkan menderita gejala-gejala psikotik. Hanya 18 partisipan dengan
sindrom psikotik akibat penggunaan alkohol yang mengikuti wawancara dengan
metode SCID-1. Oleh karena itu, laporan kasus begitu penting untuk keakuratan
diagnosis pada lebih dari setengah dari partisipan yang ikut penelitian.
Prevalensi Seumur Hidup dan Karakteristik Demografi
Prevalensi seumur hidup pada gangguan psikotik akibat penggunaan alkohol
adalah 0,41% (95% CI 0,29-0,57) sedangkan pada delirium sebesar 0,18% (95%
CI 0,11-0,32%). Ketika tiap individu dihitung sekali saja, prevalensi seumur
hidupnya untuk sindrom campuran adalah 0,51%. Sebagian besar yang menderita
sindrom psikotik akibat penggunaan alkohol adalah laki-laki, dimana prevalensi
seumur hidup tertinggi ( 1,8 % ) berada pada kelompok usia 45-54 tahun (Tabel
2). Karakteristik demografi pada kelompok dengan sindrom psikotik akibat
penggunaan alkohol dan sisa sampel yang lainnya ditampilkan pada tabel DS2

secara online. Peserta dengan sindrom psikotik akibat penggunaan alkohol berusia
lebih muda (usia rata-rata 46,3 tahun) dibandingkan dengan sampel lainnya (usia
rata-rata 52,6 tahun). Setelah menghitung berdasarkan usia dan jenis kelamin,
rasio kemungkinan memiliki diagnosis seumur hidup sindrom psikotik akibat
penggunaan alkohol secara signifikan lebih tinggi pada orang-orang yang belum
pernah menikah, janda, atau bercerai, pensiunan dan pengangguran, dan kelompok
berpenghasilan menengah-rendah. Perbedaan yang signifikan dalam karakteristik
demografi antara gangguan psikotik akibat penggunaan alkohol dan delirium tidak
ditemukan (data tersedia atas permintaan).
Karakteristik Klinik
Pada peserta yang menderita gangguan psikotik akibat penggunaan alkohol,
30 orang (97 %) diantaranya memiliki subtipe 'halusinasi' menurut gejala yang
dominan ditemukan, tetapi 16 orang (53 %) dari mereka telah mengalami delusi
selain halusinasi. Pada peserta yang menderita delirium , 12 orang (86 %) telah
menderita halusinasi, 6 orang (43 %) mengalami delusi dan 5 (42 %) mengalami
halusinasi dan delusi. Dianggap sebagai kelompok tunggal, 37 partisipan (95 %)
telah mengalami halusinasi dan 20 partisipan ( 51 % ) telah mengalami delusi.
Tidak ada informasi tentang jenis halusinasi pada 9 peserta; terhadap mereka yang
telah tersedia informasi tentang tipe halusinasinya, 11 orang (28 %) telah
mengalami halusinasi pendengaran , 5 orang (14 %) halusinasi visual dan 22
orang (59 %) mengalami halusinasi auditorik dan pendengaran selama episode
psikotik. Sebagian besar peserta (87 %) telah memiliki beberapa episode psikosis
akibat penggunaan dengan pemulihan penuh di antara tiap episodenya.
Pada partisipan yang menderita sindrom psikotik akibat penggunaan
alkohol, usia rata-rata pada saat pertama kali minum minuman beralkohol menurut
data yang diambil dengan metode CIDI adalah 15,5 tahun (95 % CI 14,4-16,7).
Durasi rata-rata penggunaan alkohol adalah 29,5 tahun (rentang 14-50 , 95 % CI
26,8-32,2). Menurut data perkiraan yang terbaik, usia onset rata-rata partisipan
adalah 24,6 tahun (95 % CI 22,2-27,1) untuk gangguan penyalahgunaan alkohol
dan 34,3 tahun (95 % CI 31,3-37,2) untuk gejala psikotik. Waktu antara minum

10

minuman beralkohol pertama kali dan awal terjadinya gejala psikotik psikotik
pertama kali adalah 18,4 tahun (kisaran 6-34, 95 % CI 15.4-21,4) dan waktu
antara timbulnya gangguan penggunaan alkohol dan gejala psikotik adalah 10,4
tahun (kisaran 1-28, 95 % CI 7,8-12,7).
Tabel 1. Orang dengan diagnosis sindrom psikotik diinduksi oleh alkohol
(n=39) diidentifikasi dengan penyaring spesifik pada Penelitian Psikosis di
Finlandia
Sindrom Psikotik Diinduksi oleh Alkohol
n
%

Penyaringan
Daftar Nasional
Semua Penduduk
Gangguan
psikotik
yang

29

74

23

59

23

14
13
3

36
33
8

21

terdaftar di

rumah sakit
Gangguan psikotik di
daftar lainnya
CIDI
Semua
Gejala psikotik
Gejala Manik
Gejala
berkaitan
dengan psikotik
Penelitian Dasar
Laporan
dokter
terhadap psikosis
Laporan perorangan
terhadap psikosis

Tabel 2. Prevalensi dari Sindrom Psikotik Diinduksi Alkohol berdasarkan Umur dan Jenis
Kelamin
Umur

Total
30-44
45-54
55+

39
15
20
4

%
0,51
0,56
1,04
0,13

Semua
(95% CI)
(0,38-0,70)
(0,34-0,92)
(0,66-1,65)
(0,06-0,35)

%
0,96
0,99
1,77
0,32

11

Pria
(95% CI)

(0,68-1,35)
(0,58-1,67)
(1,06-2,94)
(0,12-0,84)

%
0,12
0,15
0,31
0

Wanita
(95% CI)

(0,05-0,29)
(0,04-0,59)
(0,10-0,97)

Komorbiditas Gangguan Kesehatan Mental Seumur Hidup pada AIPS


Sebagian besar (n = 25, 64%) partisipan yang menderita sindrom psikotik
akibat penggunaan alkohol memiliki komorbiditas atau penyakit penyerta
gangguan kesehatan mental seumur hidup, peserta dengan gangguan psikotik
akibat penggunaan alkohol memiliki tingkat yang lebih tinggi (n = 19, 76%)
dibandingkan dengan delirium (n = 6, 43%) (Tabel 3). Gangguan penggunaan zat
lain ditemukan pada 10 partisipan (26%) dengan rinciannya sebagai berikut 6
orang dengan ketergantungan ataupun penyalahgunaan obat penenang, 2 orang
dengan penyalahgunaan bermacam-macam zat, 1 orang penyalahgunaan pada obat
penenang dan bermacam-macam zat dan 1 orang dengan ketergantungan opioid,
ganja dan macam-macam zat. Namun, selama episode psikosis akibat penggunaan
alkohol, tidak ada bukti yang ditemukan untuk penggunaan zat secara bersamaan.
Di beberapa titik setelah episode psikotik akibat penggunaan alkohol, lima
partisipan (13%) menderita psikosis primer, satu partisipan mengalami
skizofrenia, satu partisipan mengalami gangguan schizophreniform dan satu
partisipan mengalami gangguan psikotik lainnya. Salah satu peserta dengan
delirium mengalami gangguan bipolar dengan fitur psikotik dan yang lainnya
kemudian memiliki episode gangguan psikotik singkat. Waktu antara onset
psikosis akibat penggunaan alkohol dan psikosis primer bervariasi dari 5 sampai
10 tahun (rata-rata 7,8, 95% CI 6,0-9,6).

Tabel 3. Komorbid pada orang dengan gangguan psikotik dan delirium


akibat induksi alkohol pada Penelitian Psikosis di Finlandia
Sindrom
Gangguan
Delirium
psikotik
psikotik
diinduksi
diinduksi
diinduksi
alkohol
alkohol
alkohol
%
(s.e)
%
(s.e)
%
(s.e)
Komorbiditas

12

X2

Gangguan
afektif
Gangguan
cemas
Gangguan
penggunaan
zat lainnya
Gangguan
jiwa lainnya
Gangguan
Kepribadian
Diagnosis
lainnya

30,8

7,66

40,0

10,12

14,3

9,43

3,11

0,08

23,1

6,68

24,0

8,59

21,4

10,20

0,04

0,85

25,6

7,38

20.0

8,14

35,7

11,86

1,29

0,26

12,8

4,96

20,0

7,48

4,96

0,03

28,2

6,98

36,0

9,29

14,3

8,71

2,86

0,09

64,1

7,44

76,0

8,27

42,6

12,22

4,62

0,03

Sindrom Psikotik Akibat Penggunaan Alkohol pada Orang dengan


Ketergantungan Alkohol
Prevalensi seumur hidup dari sindrom psikotik akibat penggunaan alkohol
pada partisipan yang ketergantungan alkohol adalah 4,83 % (95 % CI 3,23-7,17)
dimana rinciannya adalah 4.00 % (95 % CI 2,61-6,08) untuk gangguan psikotik
akibat penggunaan alkohol dan 1,89 % (95 % CI 0,98-3,60) untuk delirium. Di
antara mereka dengan ketergantungan alkohol, kemungkinan besar menderita
sindrom psikotik akibat penggunaan alkohol lebih besar pada partisipan yang
memiliki pendapatan rendah, tidak pernah menikah, penggangguran, dan berada
pada kelompok usia 45-54 tahun (tabel DS2 online). Tidak ada perbedaan
signifikan dari usia antara orang yang dengan atau tanpa psikosis (usia rata-rata 45
tahun hingga 46,8 tahun). Mereka yang menderita sindrom psikotik akibat
penggunaan alkohol dilaporkan lebih dewasa dibandingkan pada partisipan
dengan ketergantungan alkohol. Keterkaitan dengan masalah kesehatan mental
pada dewasa juga ditemukan. Hasilnya adalah sama ketika gangguan psikotik
primer diekslusi.
Usia rata-rata partisipan saat pertama kali mengonsumsi minuman
beralkohol adalah 15,5 tahun hingga umur 16,2 tahun (95% CI 14.416.7 v. 95%
CI 15.816.6) dan onset saat pertama kali menderita gejala ketergantungan

13

alkohol adalah 27,3 tahun hingga 28,7 tahun (95% CI 22,332,3 v. 95% CI 27,6
29,7). Kisaran usia ini sama pada partisipan dengan sindrom psikotik akibat
penggunaan alkohol dan pada partisipan dengan ketergantungan alkohol. Akan
tetapi, seperti pernah telah disebutkan sebelumnya, kelompok dengan sindrom
psikotik akibat penggunaan alkohol memiliki onset lebih awal terjadi gangguan
penggunaan alkohol sesuai dengan data-data sebelumnya (24,6 tahun). Kelompok
ini tidak dibedakan dengan dalam ukuran remisi (kriteria dari ketergantungan
alkohol pada saat dilakukan wawancara dengan metode CIDI (AIPS 31,7%, 95%
CI 17,6-50,2; ketergantungan alkohol 49,1%, 95% CI 44,6-53,6). Ketika hanya
partisipan dengan ketergantungan alkohol yang aktif dimasukkan, kelompok ini
tidak dibedakan oleh jumlah maksimum yang diminum selama satu peristiwa
selama 1 tahun sebelumnya (15,0 minuman hingga 15,8 minuman) atau dalam
konsumsi alkohol (299,1 gr hingga 318,2 gr per minggu).
Tatalaksana dan Morbiditas Berhubungan dengan Sindrom Psikotik akibat
Penggunaan Alkohol
Waktu dari onset terjadinya gangguan psikotik akibat penggunaan alkohol
dengan kontak tatalaksana medis pertama kali karena masalah alkohol adalah 6,8
tahun (95% CI 4,5-9,1), dan dengan perawatan pertama kali akibat psikosis adalah
10,4 tahun (95% CI 7,9-12,9) pada partisipan yang menderita sindrom psikotik
akibat penggunaan alkohol. Tempat perawatan pertama kali untuk psikosis akibat
penggunaan alkohol sesuai urutan sebagai berikut: rumah sakit jiwa 46%, rumah
sakit umum 3%, pelayanan rawat jalan pasien kejiwaan 3%, pusat kesehatan
masyarakat 28%, dan tidak ada perawatan sama sekali 13%. Selama hidupnya,
semua partisipan dengan sindrom psikotik akibat penggunaan alkohol telah
dirawat secara medis akibat alkoholnya dan hanya 82,1% yang telah dirawat di
rumah sakit jiwa. Akan tetapi, hanya 59% yang kadang-kadang dirawat di rumah
sakit jiwa dengan diagnosis gangguan psikotik lainnya.
Rawat inap oleh karena penggunaan alkohol pada partisipan dengan
sindrom psikotik akibat penggunaan alkohol, ketergantungan alkohol dan yang
lainnya pada populasi penelitian ditampilkan pada tabel 4. Rawat inap dengan

14

penyebab utama alkohol ditemukan sebanyak 91% dari partisipan dengan sindrom
psikotik akibat penggunaan alkohol, 16% pada partisipan dengan ketergantungan
alkohol dan 3% pada sampel lainnya. Di antara partisipan yang menerima
perawatan medis terkait dengan alkohol, partisipan dengan sindrom psikotik
akibat penggunaan alkohol ditemukan berusia muda pada perawatan pertama
(rata-rata berusia 32,9 tahun, 95% CI 30,2-35,6) dan lebih banyak mendapat
perawatan (rata-rata 6.5, 95% CI 2.810.2) dibandingkan partisipan dengan
ketergantungan alkohol (pada ketergantungan alkohol rata-rata berusia 39.8 tahun,
95% CI 37.642.1; rata-rata yang mendapat perawatan 2.8, 95% CI 1.93.7) atau
pada partisipan yang tidak memiliki ketergantungan alkohol (rata-rata berusia
40.9 tahun, 95% CI 38.942.9; rata-rata yang mendapat perawatan 2.5, 95% CI
1.83.3). Kemungkinan mendapat perawatan inap di rumah sakit akibat alkohol
atau

intoksikasi lainnya, akibat penggunaan zat psikoaktif lainnya, akibat

gangguan hati terkait dengan alkohol, gastritis, patah tulang atau cedera kepala
lebih tinggi didapatkan pada partisipan dengan riwayat dengan sindrom psikotik
akibat penggunaan alkohol dibandingkan dengan partisipan dengan atau tanpa
ketergantungan alkohol. Pankreatitis merupakan penyakit yang jarang dijumpai
pada sindrom psikotik akibat penggunaan alkohol dibandingkan dengan partisipan
dengan ketergantungan alkohol lainnya dan lebih banyak dijumpai pada orangorang tanpa ketergantungan alkohol.
Kematian dan Sindrom Psikotik Akibat Penggunaan Alkohol
Kematian pada partisipan dengan sindrom psikotik akibat penggunaan alkohol
tergolong tinggi seperti ditampilkan pada tabel 5. Lebih dari sepertiga partisipan
(37%) dengan sindrom psikotik akibat penggunaan alkohol meninggal selama
periode observasi. Tidak ada perbedaan signifikan angka kematian pada partisipan
dengan gangguan psikotik akibat penggunaan alkohol dengan delirium. Angka
kematian pada sindrom psikotik akibat penggunaan alkohol adalah 40%
sedangkan pada delirium sebesar 30% (HR = 1.38, 95% CI 0.434.48). Risiko
kematian selama periode observasi lebih tinggi pada partisipan dengan sindrom
psikotik akibat penggunaan alkohol dibandingkan dengan pada partisipan dengan

15

ketergantungan alkohol (HR = 12.33, 95% CI 6.2824.21) dan pada partisipan


lainnya dalam penelitian (HR = 19,91). Penyebab dasar kematian didapatkan pada
10 partisipan dengan sindrom psikotik akibat penggunaan alkohol dengan rincian
sebagai berikut: empat partisipan meninggal oleh karena sebab organik ( dua oleh
karena penyebab kardiovaskular dan dua lainnya penyakit organik lainnya ), dua
partisipan meninggal bunuh diri dan empat partisipan lainnya oleh karena
penyebab non organik. Enam dari penyebab-penyebab ini diidentifikasi terkait
dengan alkohol.
Tabel 5. Rasio Kematian pada Partisipan
Jumlah Kematian antara
Tahun 2000-2008
n
%
95%CI
Orang tanpa
ketergantungan alkohol
Orang dengan
ketergantungan alkohol
tanpa gangguan psikotik
Sindrom psikotik
diinduksi alkohol

242

4,11

29

6,54

14

36,84

3,5 4,2
4,519,41
22,1354,50

Model
HR

95%CI

1,61

1,05-2,45

19,91

11,48-34,53

PEMBAHASAN
Prevalensi Seumur Hidup pada Sindrom Psikotik akibat Penggunaan
Alkohol
Prevalensi seumur hidup pada sindrom psikotik akibat penggunaan alkohol lebih
tinggi pada laki-laki usia produktif (1,8%) dibandingkan dengan prevalensi
skizofrenia pada kelompok yang sama.15 Sejalan dengan penemuan sebelumnya,7,8
orang-orang dengan riwayat sindrom psikotik akibat penggunaan alkohol
mempuyai pendapatan yang rendah, pengangguran, atau mengandalkan dana
pensiun, dan hidup sendiri. Hubungan ini didapatkan berdasarkan perbandingan
pada masyarakat pada umumnya, tetapi sebagian besar juga berdasarkan
perbandingan pada orang-orang dengan ketergantungan alkohol tanpa gejala
16

psikotik. Informasi sebelumnya pada gangguan psikotik akibat penggunaan


alkohol dan delirium didasarkan sampel klinis seperti pasien-pasien pada unit
perawatan akibat alkohol.7-9 Di antara pasien dengan ketergantungan alkohol yang
dirawat rumah sakit jiwa di Jerman, prevalensi awalnya pada gangguan psikotik
akibat penggunaan alkohol dan delirium adalah berturut-turu 0,6-0,7% dan 4,97,4%.

10,11

Pada orang-orang yang dilakukan perawatan oleh karena penggunaan

alkohol, 2-7% mengalami halusinasi,8,9 5-11% mengalami delirium tremens,5,8 dan


seperempatnya mengalami gejala-gejala psikotik subklinis selama hidupnya.7
Berlawanan dengan penelitian sebelumnya, kami menemukan prevalensi
seumur hidup dari gangguan psikotik akibat penggunaan alkohol lebih tinggi
sebesar 4% dibandingkan delirium sebesar 1,9% pada orang-orang dengan
ketergantungan alkohol. Ini dapat dijelaskan menurut distribusi umur dimana
orang-orang dengan riwayat delirium hidup tidak lebih lama dibandingkan dengan
sampel dalam penelitian. Ini juga dapat menjelaskan prevalensi yang lebih rendah
pada kelompok lanjut usia dan perbedaan yang tidak signifikan pada tingkat
kematian pada orang-orang dengan riwayat gangguan psikotik akibat penggunaan
alkohol dengan yang delirium. Ada berbagai kemungkinan dimana alkohol dan
farmasi diatur.25 Di beberapa negara, sektor psikiatri memainkan peran yang lebih
banyak pada perawatan alkohol, narkotika, dan zat psikoaktif sedangkan di negara
lain seperti Finlandia, banyak berbagai lembaga sosial masyarakat yang ikut
dalam perawatan alkohol, dan napza. Walaupun delirium adalah kondisi medis
yang mengancam nyawa yang biasanya membutuhkan perawatan yang intensif,
terdapat berbagai pelayanan perawatan di masyarakat pada orang dengan
ketergantungan alkohol dengan gangguan psikotik. Hanya sepertiga partisipan
dengan episode pertama dari gejala psikotik akibat penggunaan alkohol dirawat di
rumah sakit jiwa.
Gejala Klinis
Variabilitas dari gejala psikotik pada gangguan psikotik akibat penggunaan
alkohol sepertinya lebih banyak dari pada yang dijelaskan di panduan DSM-IV.
Halusinasi visual dan auditori yang terjadi bersamaan dengan waham kelihatannya

17

biasa terjadi dibandingkan yang dijelaskan. Sama seperti penelitian klinis


sebelumnya,7 kami menemukan onset yang lebih muda pada masalah akibat
alkohol dan penggunaan narkoba lain pada mereka dengan ketergantungan
alkohol dengan gangguan psikotik dibandingkan pada mereka yang tanpa
gangguan psikotik. Kami juga menemukan prevalensi yang tinggi pada
penyalahgunaan zat-zat sedatif dan hipnotik dan jumlah masalah medis yang besar
dan gejala psikiatrik yang dihubungkan dengan riwayat episode penarikan alkohol
berat.8 Hasil ini juga sejalan dengan penelitian sebelum yang melaporkan bahwa
penggunaan alkohol berat selama beberapa tahun mengakibatkan gangguan
psikotik dan delirium.7,8 Walaupun tidak semua partisipaan mencari pengobatan
saat episode psikotik yang pertama, semua partisipan mendapat beberapa
perawatan untuk masalah alkohol atau kesehatan jiwa. Secara keseluruhan,
terdapat bermacam-macam tempat perawatan yang digunakan para penderita.
Komorbiditas
Didapatkannya komorbid gangguan psikiatrik pada dua per tiga dari partisipan
dengan sindrom psikotik akibat penggunaan alkohol sesuai dengan penemuan
sebelumnya bahwa masalah psikiatrik biasa ditemukan pada sindrom ini. 8 Ini
dimungkinkan oleh karena sistem saraf pusat biasanya lebih sensitif pada efek dari
penarikan alkohol dan intoksikasi dibandingkan dengan pada partisipan tanpa
komorbid psikiatrik. Akan tetapi, ini juga memungkinkan bahwa komorbiditi
psikiatrik hanya indikator lain dari riwayat minum alkohol berat atau penarikan
alkohol berat.8 Partisipan dengan sindrom psikotik akibat penggunaan alkohol
mempunyai gangguan terkait alkohol lebih banyak dibandingkan pada yang
mengalami ketergantungan alkohol tanpa gangguan psikotik. Kami tidak
menemukan bukti bahwa kelainan pada organ spesifik akibat alkohol yang telah
didukung oleh penelitian kembar.26,27 Penemuan ini sesuai dengan laporan
sebelumnya yang menunjukkan bahwa ketergantungan alkohol berat dan psikotik
terkait alkohol dikaitkan dengan komorbiditas medik yang berat.2,28
Partisipan dengan gangguan psikotik akibat penggunaan alkohol
mempunyai lebih banyak komorbid di kesehatan jiwa dibandingkan dengan

18

partisipan dengan delirium. Walaupun kami berharap untuk mendapatkan


komorbid dan mortalitas yang lebih banyak pada partisipan dengan delirium, 5
kami tidak menemukan perbedaan berarti pada kelompok tersebut. Manifestasi
klinis yang timbul pun mirip (data tidak ditampilkan). Hasil penelitian ini
mendukung hipotesa sebelumnya bahwa dua kondisi ini mempunyai manifestasi
yang berbeda pada proses yang sama.4 Akan tetapi, jumlah partisipan tidak
melihat adanya perbedaan kecil.
Tingkat Kematian
Tingkat kematian yang tinggi didapatkan pada partisipan dengan sindrom
psikotik akibat penggunaan alkohol; lebih dari sepertiga partisipan meninggal
selama 8 tahun observasi dan rasio risiko berdasarkan umur maupun jenis kelamin
adalah 20 dibandingkan dengan populasi yang lainnya dan 12 dibandingkan
dengan partisipan dengan ketergantungan alkohol tanpa sindrom psikotik. Hasilhasil yang kami secara langsung dapat dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya yang didapatkan sesuai dengan sampel klinis dari mulai observasi
dari episode pertama.28-31 Pada sampel kami, waktu rata-rata onset dimulainya
gejala psikotik adalah 10,7 tahun (rentang 0-29). Akan tetapi, ini memberi kami
informasi tentang tingkat mortalitas jangka panjang dari partisipan dengan riwayat
sebelumnya menderita sindrom psikotik akibat penggunaan alkohol. Risiko
mortalitas yang ditemukan pada penelitian ini dapat dibandingkan dengan tingkat
mortalitas dihubungkan dengan beberapa penyakit kanker.
Keterbatasan
Prevalensi-prevalensi yang disajikan di sini masih tidak sesuai harapan.
Penyaringan terhadap sindrom psikotik akibat penggunaan alkohol merupakan
tantangan; daftar nasional merupakan sumber informasi yang terbaik tetapi
bahkan dengan daftar pasien rumah sakit hanya dapat mendapatkan 59% dari
partisipan dibandingkan dengan 81% pada orang denga psikosis non afeketif dan

19

wawancara perorangan dengan SCID-1, kami tidak akan dapat membuat diagnosis
yang spesifik untuk sebagian besar partisipan tanpa informasi dari laporan kasus.
Ekslusi dari dewasa muda membatasi perbandingan dengan penelitian
klinis. Akan tetapi, karena paparan pada alkohol yang terus menerus dan kronis,
didukung oleh onset usia yang tua pada gejala psikotik yang diperoleh di sini,
prevalensi dari sindrom psikotik akibat penggunaan alkohol pada orang di bawah
30 tahun biasanya lebih rendah dari kelompok yang lebih tua.
Prevalensi seumur hidup dari psikosis akibat zat psikoaktif lainnya di
Finlandia rendah,15 menandakan tingkat yang rendah penggunaan obat-obatan
secara ilegal di antara orang berusia di atas 30 tahun. 2 Karena kelangkaannya,
kami tidak memasukkan psikosis akibat zat psikoaktif lain.
Kami tidak selalu memiliki informasi yang cukup tentang wawasan yang
berkaitan dengan gejala psikotik selama episode psikotik; Dengan demikian, kami
memasukkan peserta yang mencari bantuan khusus untuk gejala psikotik. Ini bisa
menaikkan prevalensi seumur hidup gangguan psikotik akibat penggunaan
alkohol yang diperoleh di sini dibandingkan dengan studi klinis lainnya. Namun,
mencari bantuan menunjukkan suatu gejala klinis yang berarti dan kebutuhan
untuk pengobatan,18 yang juga ditunjukkan oleh tingka kesakitan dan tingkat
kematian yang tinggi dilihat dalam hasil.
Keabsahan dari diagnosis psikosis akibat penggunaan zat tampaknya
menjadi kontroversial. Setengah dari mereka dengan gangguan psikotik diinduksi
oleh golongan kanabis dirawat di rumah sakit ternyata memiliki diagnosis
gangguan spektrum skizofrenia ketika diobservasi.33
Dalam penelitian kami, 13% peserta dengan sindrom psikotik akibat
penggunaan alkohol berkembang menjadi psikosis lain, dan satu individu lainnya
menjadi skizofrenia. Meskipun kita tidak bisa menilai efek gangguan psikotik di
keluarganya,34 kami menemukan bahwa masalah alkohol dan masalah kesehatan
jiwa pada orangtua laki-laki dikaitkan dengan psikosis akibat penggunaan alkohol
pada partisipan dengan ketergantungan alkohol . Hasilnya adalah keterkaitan
dengan studi sebelumnya yang menemukan hubungan antara gangguan terkait

20

alkohol pada orang tua dan keturunannya.35,36 Itu merupakan hubungan khusus
terkait untuk masalah orangtua laki-laki menunjukkan bahwa risiko meningkat
mungkin terkait dengan lingkungan keluarga bukannya predisposisi genetik saja. 37
Faktor genetik dan faktor lingkungan dalam meningkatkan risiko psikosis yang
berkaitan dengan alkohol dan zat lainnya adalah suatu isu penting yang menjamin
studi di masa depan.

Daftar Pustaka
1 Somers JM, Goldner EM, Waraich P, Hsu L. Prevalence studies of
substancerelated disorders: a systematic review of the literature. Can J Psychiatry
2004; 49: 37384.
2 World Health Organization. Global Status Report on Alcohol 2004. WHO, 2004.
3 Hiroeh U, Kapur N, Webb R, Dunn G, Mortensen PB, Appleby L. Deaths from
natural causes in people with mental illness: a cohort study. J Psychosom
Res 2008; 64: 27583.

21

4 Glass IB. Alcohol hallucinosis: a psychiatric enigma 1. The development of an


idea. Br J Addict 1989; 84: 2941.
5 Glass IB. Alcohol hallucinosis: a psychiatric enigma 2. Follow-up studies. Br J
Addict 1989; 84: 15164.
6 Caton CL, Drake RE, Hasin DS, Dominguez B, Shrout PE, Samet S, et al.
Differences between early-phase primary psychotic disorders with concurrent
substance use and substance-induced psychoses. Arch Gen Psychiatry 2005; 62:
13745.
7 Tsuang JW, Irwin MR, Smith TL, Schuckit MA. Characteristics of men with
alcoholic hallucinosis. Addiction 1994; 89: 738.
8 Schuckit MA, Tipp JE, Reich T, Hesselbrock VM, Bucholz KK. The histories
of withdrawal convulsions and delirium tremens in 1648 alcohol dependent
subjects. Addiction 1995; 90: 133547.
9 Victor M, Adams RD. Effects of alcohol on the nervous system. Res Publ Assoc
Res Nerv Ment Dis 1953; 32: 52673.
10 Soyka M. Prevalence of alcohol-induced psychotic disorders. Eur Arch
Psychiatry Clin Neurosci 2008; 258: 3178.
11 Soyka M. Prevalence of delirium tremens. Am J Addict 2008; 17: 452.
12 Aromaa A, Koskinen S (eds). Health and Functional Capacity in Finland:
Baseline Results of the Health 2000 Health Examination Survey. National Public
Health Institute, 2004.
13 Wittchen HU, Pfister H. DIA-X-Interviews: Manual fu r screening-verfahren
und Interview; Interviewheft La ngsschnittuntersuchung (DIA-X-Lifetime);Erga

22

nzungsheft (DIAX-Lifetime); Interviewheft Querschnittuntersuchung (DIA-X-12


Monate); Erga nzungsheft (DIA-X-12 Monate); PC-Programm zur Durchfu
hrung des Interviews (La ngs- und Querschnittuntersuchung). [DIA-X
Interviews: Manual for Screening and Interview; Interview book for longitudinal
assessment (DIA-X-Lifetime); Supplementary book (DIA-XLifetime); Interview
book for cross-sectional assessment (DIA-X-12 months); Supplementary book
(DIA-X-12 months); PC-Program for performing the interviews (longitudinal and
cross-sectional assessment); Analysis program.]
Swets & Zeitlinger, 1997.
14 Kendler KS, Gallagher TJ, Abelson JM, Kessler RC. Lifetime prevalence,
demographic risk factors, and diagnostic validity of nonaffective psychosis as
assessed in a US community sample: the National Comorbidity Survey. Arch Gen
Psychiatry 1996; 53: 102231.
15 Pera la J, Suvisaari J, Saarni SI, Kuoppasalmi K, Isometsa E, Pirkola S, et al.
Lifetime prevalence of psychotic and bipolar I disorders in a general population.
Arch Gen Psychiatry 2007; 64: 1928.
16 First MB, Anthony JC, Tepper S, Dryman A. Structured Clinical Interview for
DSMIV Axis I Disorders, Research Version, Nonpatient Edition (SCIDI/NP).
Biometrics Research, New York State Psychiatric Institute, 2001.
17 American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders (4th edn, text revision) (DSMIVTR). APA, 2000.
18 Mathias S, Lubman DI, Hides L. Substance-induced psychosis: a diagnostic
conundrum. J Clin Psychiatry 2008; 69: 35867.
19 Pirkola SP, Isometsa E, Suvisaari J, Aro H, Joukamaa M, Poikolainen K, et al.

23

DSMIV mood-, anxiety- and alcohol use disorders and their comorbidity in the
Finnish general population: results from the Health 2000 Study. Soc Psychiatry
Psychiatr Epidemiol 2005; 40: 110.
20 Organisation for Economic Cooperation and Development. The OECD List of
Social Indicators. OECD, 1982.
21 Ma kela P. Alcohol-related mortality as a function of socio-economic status.
Addiction 1999; 94: 86786.
22 Research Triangle Institute. SUDAAN Language Manual, Release 9.0.0.
Research Triangle Institute, 2004.
23 Lehtonen R, Pahkinen EJ. Practical Methods for Design and Analysis of
Complex Surveys (2nd edn). Wiley, 2004.
24 Therneau T, Grambsch P. Modeling Survival Data: Extending the Cox Model.
Springer, 2000.
25 Babor TF, Stenius K, Romelsjo A. Alcohol and drug treatment systems in
public health perspective: mediators and moderators of population effects. Int J
Methods Psychiatr Res 2008; 17 (suppl 1): 509.
26. Kendler KS. A twin study of individuals with both schizophrenia and
alcoholism. Br J Psychiatry 1985; 147: 4853.
27 Hrubec Z, Omenn GS. Evidence of genetic predisposition to alcoholic cirrhosis
and psychosis: twin concordances for alcoholism and its biological end points by
zygosity among male veterans. Alcohol Clin Exp Res 1981; 5: 20715.
28 Moos RH, Brennan PL, Mertens JR. Mortality rates and predictors of mortality
among late-middle-aged and older substance abuse patients. Alcohol Clin Exp Res
1994; 18: 18795.

24

29 Achte K, Seppa la K Ginman L, Colliander N. Alcoholic Psychoses in


Finland. Finnish Foundation for Alcohol Studies, 1969.
30

Lehtonen

ML.

Alkoholipsykoosipotilaan

Ennuste.

Seurantatutkimus

Alkoholipsykoosiin Sairastuneista Miehista . [The outcome of alcohol-induced


psychotic disorder a follow-up study of men with alcohol-induced psychotic
disorder.] Tampere University, 1996.
31 Lindelius R, Salum I. Mortality. Acta Psychiatr Scand Suppl 1972; 235: 8699.
32 Coleman MP, Quaresma M, Berrino F, Lutz JM, De Angelis R, Capocaccia R,
et al. Cancer survival in five continents: a worldwide population-based study
(CONCORD). Lancet Oncol 2008; 9: 73056.
33 Arendt M, Rosenberg R, Foldager L, Perto G, Munk-Jrgensen P. Cannabisinduced psychosis and subsequent schizophrenia-spectrum disorders: follow-up
study of 535 incident cases. Br J Psychiatry 2005; 187: 5105.
34 Arendt M, Mortensen PB, Rosenberg R, Pedersen CB, Waltoft BL. Familial
predisposition for psychiatric disorder: comparison of subjects treated for
cannabis-induced psychosis and schizophrenia. Arch Gen Psychiatry 2008; 65:
126974.
35 Merikangas KR, Stolar M, Stevens DE, Goulet J, Preisig MA, Fenton B, et al.
Familial transmission of substance use disorders. Arch Gen Psychiatry 1998; 55:
9739.
36 Cook BL, Winokur G. Separate heritability of alcoholism and psychotic
symptoms. Am J Psychiatry 1985; 142: 3601.
37 Jaffee SR, Moffitt TE, Caspi A, Taylor A. Life with (or without) father: the
benefits of living with two biological parents depend on the fathers antisocial
behavior. Child Dev 2003; 74: 10926.

25

Anda mungkin juga menyukai