Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam
penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait
dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang
harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas
terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam
era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan
hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain.

1.2 Rumusan Masalah


1.
2.
3.
4.

Apakah yang dimaksud dengan perdagangan manusia ( Human Trafficking )?


Bagaimanakah Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak?
Apakah yang dimaksud dengan perdagangan anak ( Child Trafficking )?
Bagaimana caranya pemberantasan tindak pidana perdagangan manusia (Human

Trafficking )?
5. Apakah yang dimaksud dengan konsep perbudakan kontemporer (Contemporary
Forms Of Slavery)?
6. Bagaimana solusi masalah perdagangan manusia di Indonesia?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami isu-isu perdagangan manusia ( Human Trafficking ).
2. Mahasiswa dapat memahami tentang Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak.
3. Mahasiswa dapat mengetahui mengenai perdagangan anak ( Child Trafficking )
4. Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana pemberantasan tindak pidana perdagangan
manusia ( Human Trafficking ).
5. Mahasiswa dapat memahami konsep perbudakan kontemporer (Contemporary Forms
Of Slavery).
6. Mahasiswa dapat memberikan solusi masalah perdagangan manusia di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perdagangan manusia (Human Trafficking)


Perdagangan

Manusia

adalah

perekrutan,

pengiriman,

pemindahan,

penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan


kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan,
kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau
menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh
persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi.
Eksploitasi termasuk, paling tidak, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau
praktek-praktek serupa perbudakan, perhambaan atau pengambilan organ tubuh.
Perdagangan manusia (human trafficking) merupakan masalah yang cukup
kompleks, baik di tingkat nasional maupun internasional. Berbagai upaya telah
dilakukan guna mencegah terjadinya praktek perdagangan manusia. Sehingga
upaya yang secara normatif, aturan hukum telah diciptakan guna mencegah dan
mengatasi perdagangan manusia. Akan tetapi perdagangan manusia masih tetap
berlangsung khususnya yang berkaitan dengan anak-anak. Permasalahan yang
berkaitan dengan anak tidak lepas dari perhatian masyarakat internasional. Isu-isu
seperti tenaga kerja anak, perdagangan anak, dan pornografi anak, merupakan
masalah yang dikategorikan sebagai eksploitasi.
Adapun kemungkinan terjadinya perdagangan manusia antara lain sebagai berikut:
a.

Kurangnya pencatatan kelahiran


Anak dan orang dewasa yang tidak terdaftar serta tidak memiliki akta kelahiran
amat rentan terhadap eksploitasi. Orang yang tidak dapat memperlihatkan akta
kelahirannya sering kali kehilangan perlindungan yang diberi hukum karena
dimata negara secara teknis mereka tidak ada. Rendahnya registrasi kelahiran,
khususnya di kalangan masyarakat desa, memfasilitasi perdagangan manusia.
Agen dan pelaku perdagangan memanfaatkan ketiadaan akta kelahiran asli untuk
memalsukan umur perempuan muda agar mereka dapat bekerja di luar negeri.
Contoh, seperti yang dikemukakan dalam bagian Kalimantan Barat dari laporan
ini (bagian VF), agen yang sah maupun gelap memakai kantor imigrasi di
Entikong, Kalimantan Barat, untuk memproses paspor palsu bagi gadis-gadis di
bawah umur.
3

b.

Korupsi dan lemahnya penegakan hukum


Korupsi di Indonesia telah menjadi suatu yang lazim dalam kehidupan sehari-hari,
karena baik kalangan atas maupun bawah telah melakukan praktik korupsi ini.
Karena itulah, korupsi memainkan peran integral dalam memfasilitasi
perdagangan perempuan dan anak di Indonesia, disamping dalam menghalangi
penyelidikan dan penuntutan kasus perdagangan. Mulai dari biaya illegal dan
pemalsuan dokumen. Dampak korupsi ini terhadap buruh migran perempuan dan
anak harus dipelajari dari umur mereka yang masih muda dan lugu, yang tidak
tahu bagaimana cara menjaga diri di kota-kota besar karena mereka tidak terbiasa
dan sering malu untuk mencari bantuan. Tidak peduli berapa usia dan selugu apa
pun mereka, mereka yang berimigrasi dengan dokumen palsu takut status illegal
mereka akan membuat mereka jatuh ke dalam kesulitan lebih jauh dengan pihak
berwenang atau dapat dideportasi. Pelaku perdagangan memanfaatkan ketakutan
ini, untuk terus mengeksploitasi para perempuan dan proyek. Masalah lain yaitu
lemahnya hukum di Indonesia.
Untuk penyelidikan dan penuntutan kasus-kasus perdagangan, sistem hukum
Indonesia sampai sekarang masih lemah, lamban dan mahal. Sangat sedikit
transparansi, sehingga hanya sedikit korban yang mempercayakan kepentingan
mereka kepada sistem tersebut. Perilaku kriminal memiliki sumber daya dan
koneksi untuk memanfaatkan sistem tersebut. Akibatnya, banyak korban
perdagangan yang tidak mau menyelesaikan masalah melalui proses hukum. Hal
ini mengakibatkan praktik pedagangan/trafficking semakin meningkat dan masih
berlangsung.

c. Media massa
Media massa masih belum memberikan perhatian yang penuh terhadap berita dan
informasi yang lengkap tentang trafficking dan belum memberikan kontribusi
yang optimal dalam upaya pencegahan maupun penghapusannya. Bahkan tidak
sedikit justru memberitakan yang kurang mendidik dan bersifat pornografis yang
mendorong menguatnya kegiatan trafficking dan kejahatan susila lainnya.
d. Pendidikan minim dan tingkat buta huruf
Survei sosial-ekonomi nasional tahun 2000 melaporkan bahwa 34% penduduk
Indonesia berumur 10 tahun ke atas belum/tidak tamat SD/tidak pernah
bersekolah, 34,2% tamat SD dan hanya 155 yang tamat SMP. Menurut laporan
BPS pada tahun 2000 terdapat 14% anak usia 7-12 dan 24% anak usia 13-15 tahun
4

tidak melanjutkan ke SLTP karena alasan pembiayaan. Orang dengan pendidikan


yang terbatas atau buta aksara kemungkinan besar akan menderita keterbatasan
ekonomi. Dan mereka juga tidak akan mempunyai pengetahuan kepercayaan diri
untuk mengajukan pertanyaan tentang ketentuan-ketentuan dalam kontrak dan
kondisi kerja mereka. Selain itu, mereka akan sulit mencari pertolongan ketika
mereka kesulitan saat berimigrasi atau mencari pekerjaan. Mereka akan kesulitan
bagaimana mengakses sumber daya yang tersedia, tidak dapat membaca atau
mengerti brosur iklan layanan masyarakat lain mengenai rumah singgah atau
nomor telepon yang bisa dihubungi untuk mendapatkan bantuan. Seorang yang
rendah melek huruf sering kali secara lisan dijanjikan akan mendapat jenis
pekerjaan atau jumlah gaji tertentu oleh seorang agen, namun kontrak yang
mereka tanda tangani (yang mungkin tidak dapat mereka baca) mencantumkan
ketentuan kerja serta kompensasi yang jauh berbeda, mengarah ke eksploitasi.

2.2 Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak


Convention on the Rights of the Child (CRC) adalah merupakan salah satu
konvensi yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak
anak.
a. Perlindungan terhadap hak-hak anak
Child is every human being below the age of eighteen years unless under the law
applicable to the child, majority is attained earlier. Berdasarkan ketentuan ini
selanjutnya

ditentukan

bahwa

adanya

keharusan

bagi

negara

untuk

memperhatikan segala bentuk kekerasan terhadap anak.


b. Perhatian terhadap hak-hak anak.
States parties shall take all appropriate national, bilateral and multilateral
measures to prevent the abduction of the sale of or traffic in children for any
aspects of the childs welfare. Anak memerlukan perlindungan dalam rangka
menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh,
serasi, selaras, dan seimbang. Pemberitaan tentang perdagangan manusia
khususnya anak, di Indonesia kian marak baik dalam lingkup domestik maupun
yang telah bersifat lintas batas negara. Hal ini dapat dilihat dari berbagai
kejahatan yang dilakukan oleh orang perorangan maupun oleh korporasi dalam
5

batas wilayah suatu negara maupun yang dilakukan melintasi batas wilayah
negara lain yang semakin meningkat. Kejahatan tersebut juga termasuk antara
lain berupa penyeludupan tenaga kerja, penyeludupan imigran, perdagangan
budak, wanita dan anak. Salah satu persoalan serius dan sangat meresahkan
adalah dampak yang ditimbulkan dan berhubungan langsung terhadap nasib
anak, yaitu berkaitan dengan perdagangan anak (child trafficking).

2.3 Perdagangan Anak ( Child Trafficking )


Perdagangan anak yang terjadi di Indonesia telah mengancam eksistensi dan
martabat kemanusiaan yang membahayakan masa depan anak. Sisi global,
perdagangan anak merupakan suatu kejahatan terorganisasi yang melampaui
batas-batas negara, sehingga dikenal sebagai kejahatan transnasional. Indonesia
tercatat dan dinyatakan sebagai salah satu negara sumber dan transit perdagangan
anak internasional, khususnya untuk tujuan seks komersial dan buruh anak di
dunia. Komitmen penghapusan perdagangan anak ini dikenal sebagai Kesepakatan
Palermo Italia tahun 2001. Kesepakatan penghapusan perdagangan anak sebagai
isu global, sejalan dengan

lingkup

penyeludupan

smugling),

senjata

(arm

kesepakatan
peredaran

menghapus
gelap

terorisme,

narkotika

dan

psikotropika, pencucian uang (money laundry), penyeludupan orang (people


smugling) dan perdagangan orang termasuk anak (child trafficking). Indonesia
telah meratifikasi dan mengundangkan protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa
untuk penghapusan kejahatan transnasional tersebut. Saat ini sedang dalam proses
ratifikasi protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menghapus dan mencegah
perdagangan orang termasuk anak.
Penguatan komitmen pemerintah Republik Indonesia dalam penghapusan
perdagangan orang tercermin dari Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
88 Tahun 2002, tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan
Perempuan dan Anak (RAN-P3A) dan adanya Undang-Undang Penghapusan
Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO). Program Legislasi Nasional
2005-2009 menegaskan RUU Tindak Pidana Perdagangan Orang berada diurutan
22 dari 55 prioritas RUU yang akan dibahas pada tahun 2005. Penindakan hukum
kepada pelaku (trafficker) digiatkan melalui peningkatan kapasitas penegak
6

hukum serta peningkatan kerjasama dengan pemangku kepentingan yang lain dan
pihak penegak hukum negara sahabat sehingga Kepolisian Republik Indonesia
berhasil memproses 23 kasus dari 43 kasus yang terungkap.
Pada tahun 2004-2005 (Maret), sebanyak 53 terdakwa telah mendapat vonis
Pengadilan dengan putusan: bebas, dan hukuman penjara 6 bulan sampai yang
terberat 13 tahun penjara atau rata-rata hukuman 3 tahun 3 bulan.
Sosialisasi dan advokasi dari berbagai pihak kepada aparat penegak hukum
telah membuahkan dijatuhkannya vonis hukuman yang cukup berat kepada
trafficker.
Peningkatan perlindungan kepada korban perdagangan orang dilaksanakan dengan
meningkatkan aksesibilitas layanan melalui pembentukan Pusat Pelayanan
Terpadu di Rumah Sakit Umum milik Pemerintah Pusat, Propinsi dan
Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit Kepolisian Pusat dan Rumah Sakit
Bhayangkara di daerah. Hal ini bertujuan sebagai upaya meminimalisir tindakan
perdagangan manusia, Ruang Pelayanan Khusus Kepolisian yang dikelola oleh
Polisi Wanita semakin ditambah yang kini jumlahnya mencapai 226 unit di 26
Kepolisian Daerah (Propinsi) dan masih akan terus diperluas ke Kepolisian
Daerah yang lain dan Kepolisian Resort (Kabupaten/Kota) seluruh Indonesia.
Di samping itu juga semakin banyak Lembaga Swadaya Masyarakat dan
organisasi masyarakat yang mendirikan Womens Crisis Centre, Drop In Center,
atau Shelter yang kini jumlahnya 23 unit yang tersebar di 15 propinsi. Di samping
itu, untuk pengungsi didirikan sedikitnya 20 unit Children Center bekerjasama
dengan UNICEF dan Departemen Sosial. Beberapa pihak berpendapat bahwa para
TKI tersebut banyak di antaranya yang terjebak dalam praktek-praktek
perdagangan orang. Mereka dikirim ke Malaysia menggunakan paspor dan visa
kunjungan atau wisata untuk bekerja di sana.

2.4 Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Manusia (Human Trafficking)


Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah
mengesahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang. Adanya peningkatan jumlah korban
perdagangan anak di Indonesia, telah menempatkan Indonesia ke dalam kelompok
7

negara yang dikategorikan tidak berbuat maksimal. Menyadari hal ini, Indonesia
melalui Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2002 telah menetapkan suatu
kebijakan yang bersifat akseleratif tentang penghapusan perdagangan anak.
Berdasarkan Keputusan Presiden tersebut, maka penghapusan perdagangan anak
dilakukan secara terorganisir, komprehensif, dan melibatkan seluruh pemangku
kepentingan dengan prinsip utama, anak adalah korban. Untuk menterjemahkan
formulasi tersebut dalam bentuk implementasi, maka dikembangkan jejaring
kelembagaan peduli anak. Demikian pula secara yuridis dimunculkan norma
hukuman berat terhadap pelaku perdagangan anak. Adapun materi Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2002 antara lain, berisi:
1. Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak yang
selanjutnya disebut dengan RAN-P3A sebagai aspek konseptual atau formulasi.
2. Pembentukan Gugus Tugas Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak yang
selanjutnya disebut dengan GT-P3A pada lingkup nasional, propinsi, dan
kabupaten/kota, sebagai aspek operasional atau implementasi.
RAN-P3A bertujuan untuk menghapus segala bentuk perdagangan anak melalui
pencapaian 4 (empat) tujuan khusus yaitu:
a.
b.
c.
d.

Penetapan norma hukum dan tindakan hukum terhadap pelaku perdagangan anak.
Terlaksananya rehabilitasi dan reintegrasi sosial korban perdagangan anak.
Terlaksananya pencegahan perdagangan anak di keluarga dan masyarakat.
Terciptanya kerjasama dan koordinasi penghapusan perdagangan anak lingkup
internasional, regional, nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Office of The High Commisioner
of Human Rights telah mengeluarkan Fact Sheet No.14 dengan judul
Contemporary
Forms of Slavery.

2.4 Perbudakan Kontemporer (Contemporary Forms Of Slavery)


Perilaku yang termasuk dalam kategori bentuk-bentuk perbudakan kontemporer
(contemporary forms of slavery), adalah:
8

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

Perdagangan anak.
Prostitusi anak.
Pornografi anak.
Eksploitasi pekerja anak.
Mutilasi seksual terhadap anak perempuan.
Pelibatan anak dalam konflik bersenjata.
Penghambaan.
Perdagangan manusia.
Perdagangan organ tubuh manusia.
Eksploitasi untuk pelacuran, dan
Sejumlah kegiatan di bawah rezim apartheid dan penjajahan.

Berdasarkan informasi yang diterbitkan oleh United States Departement Of Justice,


diperoleh data yang berkenaan dengan perdagangan manusia, antara lain:
a.

700 ribu (tujuh ratus ribu) sampai dengan 4.000.000 (empat juta) orang setiap

tahun diperjualbelikan (dijual, dikirim, dipaksa, dan bekerja di luar kemauan) di


seluruh dunia.
b.
Sebagian besar manusia yang diperdagangkan berasal dari negara-negara
berkembang yang rendah tingkat ekonominya, untuk dibawa ke negara-negara maju.
c.
Sebagian besar dari korban tersebut adalah perempuan dan anak-anak.
d.
Para korban pada umumnya dijanjikan kehidupan yang lebih baik, pekerjaan
dengan imbalan yang menarik, oleh sang pedagang.
e.
Umumnya mereka dipaksa bekerja sebagai pelacur, pekerja paksa, pembantu
rumah tangga, bahkan pengemis.
f.
Untuk mengendalikan mereka biasanya dipakai upaya kekerasan atau ancaman
kekerasan.
g.
Lebih dari dua juta perempuan bekerja di industri seks di luar keinginan
mereka, dan diperkirakan sekitar 40% (empat puluh persen) adalah anak di bawah
umur.
Akan tetapi dalam banyak hal, kerap kali terdapat perbedaan dalam menentukan
batasan, pengertian, dan sumber dapat mengakibatkan perbedaan hasil yang
menimbulkan tafsiran serta implikasi yang berbeda. Dalam situasi yang demikian,
maka isu undocument migrant workers (pekerja pembantu rumah tangga anak)
apabila ditafsirkan dengan tanpa batasan dapat mengakibatkan perbedaan persepsi
tentang perdagangan anak. Untuk memberikan batasan yang pasti, maka dapat
mengacu kepada Protocol to Prevent, Suppres and Punish Trafficking in Person
Especially Women and Children. Protokol ini telah ditandatangani oleh pemerintah
Indonesia. Di luar dari batasan dari protokol itu, pengertian perdagangan anak masih
9

beragam. Hingga saat ini belum ada kesatuan yang bisa menggambarkan kejahatan
perdagangan anak. Hal ini disebabkan semakin meluasnya dimensi kriminal dari
perdagangan manusia sehingga batasan tradisional perdagangan manusia menjadi
usang.
Helge Konrad mengemukan bahwa human trafficking merupakan suatu masalah yang
disebabkan adanya beberapa dorongan. Ia menyatakan:
The cause of trafficking are complex. While there are numerous contributing factors,
which have to be analysed and taken into account in political decision making-the
unequal economic development of different countries, mass unemployment in many
countries of origin, but also inequality, discrimination and gender-based violence in
our societies, the prevailing market mechanisms; the patriarchal structures in the
source and destination countries; the demand side including the promotion of sex
tourism in many countries of the world, the mindsets of men, etc.- the primary root
cause is poverty, most particularly among women.
Indonesia dikategorikan sebagai negara yang tidak memenuhi standar dalam upaya
memerangi kejahatan terorganisir sebagai upaya penghapusan perdagangan manusia
secara serius, bahkan data akurat mengenai kejahatan ini sulit diperoleh. Hal ini
terkait dengan beberapa hal yaitu berupa defenisi perdagangan manusia dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana terbatas pada perdagangan perempuan dan anak; dan
berbagai perbuatan yang dapat dimasukkan ke dalam perdagangan manusia ditangani
oleh

berbagai

instansi

yang

berbeda

sehingga

menyulitkan

dalam

pertanggungjawaban. Sebagai Contohnya: Masalah pengiriman buruh migran secara


ilegal pada umumnya ditangani oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
yang melibatkan Penyedia Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) ke luar negeri,
sedangkan perdagangan anak ditangani oleh DinasSosial. Faktor lainnya berupa
lingkup wilayah Indonesia yang amat luas dan terbuka yang memungkinkan
perdagangan manusia terjadi di beberapa tempat namun sulit dipantau.

2.5 Solusi Masalah Perdagangan Manusia di Indonesia

10

Rendahnya tingkat ekonomi, pendidikan, dan situasi psikologis adalah


penyebab utama terjadinya perdagangan manusia. Ada beberapa solusi yang dapat
dilakukan agar kasus perdagangan manusia dapat berkurang. Solusi pertama adalah
meningkatkan kesadaran masyarakat melalui penyuluhan pemuka agama dan
pemerintah. Apabila kesadaran masyarakat akan bahaya dari perdagangan manusia
sudah muncul, maka diharapkan tingkat perdagangan manusia akan sdikit berkurang.
Solusi kedua adalah memperluas tenaga kerja, fokus pada program Usaha Kecil
Menengah (UKM), serta pemberdayaan perempuan. Apabila lapangan kerja di
Indonesia sudah cukup memenuhi kebutuhan masyarakat, maka keinginan untuk
bermigrasi dan bekerja di luar negeri akan berkurang dan resiko perdagangan manusia
pun akan semakin berkurang juga.
Solusi selanjutnya adalah meningkatkan pengawasan di setiap perbatas NKRI
serta meningkatkan kinerja para aparat penegak hukum. Kejahatan seperti
perdagangan manusia dapat saja terjadi. Kemungkinan untuk terjadi akan semakin
besar apabila tidak ada pengawasan yang ketat oleh aparat yang terkait. Apabila
pengawasan sudah ketat dan hukum sudah ditegakkan, maka kasus perdagangan
manusia dapat berkurang.
Solusi lainnya adalah memberikan pengetahuan dan penyuluhan seefektif
mungkin kepada masyarakat. Untuk dapat mencegah masalah ini, perlu diadakan
penyuluhan dan sosialisasi masalah yang rutin mengenai perdagangan manusia
kepada masyarakat. Dengan sosialisasi secara terus-menerus, masyarakat akan
mengetahui bahaya masalah ini dan bagaimana solusinya. Pendidikan tentu saja tidak
hanya diberikan kepada masyarakat golongan menengah ke atas. Justru pendidikan
tersebut harus diberikan kepada kaum kelas bawah, karena mereka rentan sekali
menjadi korban praktik perdagangan manusia. perdagangan manusia seringkali terjadi
pada masyarakat dengan taraf pendidikan yang cukup rendah. Pendidikan harus
diberikan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh semua lapisan masyarakat.
Setelah masyarakat mengetahui masalah ini, saatnya mereka memberitahu
keepada orang lain yang belum tahu. Apabila informasi seperti ini tidak
disebarluaskan, maka rantai masalah ini tidak akan pernah terputus. Sudah menjadi
kewajiban masyarakan untuk menyampaikan apa yang terjadi pada orang lain,
terlebih lagi orang-orang yang dianggap berpotensi mengalami tindakan perdagangan
manusia. Sebab, orang yang tidak mengetahui adanya permasalahan ini tidak akan
menyadari bahwa hal ini mungkin telah terjadi pada orang lain di sekitar mereka.
11

Solusi terakhir adalah berperan aktif untuk mencegah. Setelah mengetahui dan
berusahaa berbagi dengan masyarakat yang lain, kita juga dapat berperan aktif untuk
menanggulangi permasalahan ini. Berperan aktif dapat dilakukan dengan cara
melaporkan kasus perdagangan manusia yang diketahui kepada pihak yang berwajib.
Masyarakat juga bisa mengarahkan keluarganya untuk lebih berhati-hati terhadap
orang lain, baik yang tidak dikenal maupun yang sudah dikenal.
Mungkin hal yang dilakukan hanyalah sesuatu yang kecil dan sederhana,
namun apabila semua orang bergerak untuk turut melakukannya, bukan tidak
mungkin masalah ini akan teratasi.

12

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya
(Kaelan: 2002).
2. Perdagangan manusia (human trafficking) merupakan masalah yang cukup kompleks,
baik di tingkat nasional maupun internasional.
3. Convention on the Rights of the Child (CRC) adalah merupakan salah satu konvensi yang
mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak.
4. Indonesia melalui Keputusan Presiden RI. Nomor 88 Tahun 2002 telah menetapkan suatu
kebijakan yang bersifat akseleratif tentang penghapusan perdagangan anak.
5. Perilaku yang termasuk dalam kategori bentuk-bentuk perbudakan kontemporer
(contemporary forms of slavery), meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

Perdagangan anak.
Prostitusi anak.
Pornografi anak.
Eksploitasi pekerja anak.
Mutilasi seksual terhadap anak perempuan.
Pelibatan anak dalam konflik bersenjata.
Penghambaan.
Perdagangan manusia.
Perdagangan organ tubuh manusia.
Eksploitasi untuk pelacuran, dan
Sejumlah kegiatan di bawah rezim apartheid dan penjajahan.

13

Faktor lainnya berupa lingkup wilayah Indonesia yang amat luas dan terbuka yang
memungkinkan perdagangan manusia terjadi di beberapa tempat namun sulit
dipantau.
3.2 SARAN
Perdagangan manusia (human trafficking) merupakan permasalahan yang harus segera
diselesaikan oleh negara Indonesia sebagai negara asal dari korban serta oleh Malaysia
yang merupakan negara tujuan dari kasus human trafficking . Kedua negara tersebut harus segera
melakukan kerjasama yang erat dan konsisten dalam memerangi kegiatan human trafficking
yang terjadi di perbatasan negara tersebut. Selain itu, kedua belah harus senantiasa
meningkatkan pengawasan di perbatasan wilayah baik oleh pihak keamanan maupun oleh pihak
Imigrasi yang merupakan sebagai penjaga kedaulatan suatu negara.Selain dengan meningkatkan
kerjasama antar negara, setiap negara khususnya negara Indonesia harus secepat mungkin untuk
membentuk suatu aturan hukum yang jelas dan tegas dalam memerangi praktek human
trafficking yang sudah lama berkembang di negara ini. Yang aturan tersebut harus senantiasa di
publikasi dan di terapkan dalam pelaksanaan pengawasanterhadap praktek tersebut. Serta harus
menindak dengan tegas semua pelaku praktek humantrafficking , jangan adalagi praktek-praktek
suap yang dapat memudahkan pelaku untuk melakukan kegiatan tersebut.
Selain dari penyelesaian oleh Pemerintah, penyelesaian oleh setiap individu dalam
masyarakat juga perlu untuk di tingkatkan dan di awasi karena banyak kasus human
trafficking terjadi karena faktor ketidak tahuan masyarakat tentang human trafficking dan
bahayanya bagidirinya sendiri ataupun orang lain. Untuk hal ini, pemerintah harus senantiasa
melakukansosialisasi kepada masyarakat perbatasan ataupun masayarakat Indonesia secara global
agar lebih mengetahui tentang human trafficking dan agar dapat melindungi diri dari human
trafficking

14

DAFTAR PUSTAKA

Metode deskritif, Atherton dan Klemmac, (1982).


Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN-P3A) dan adanya
Undang-Undang Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO), KEPRES RI
Nomor 88 Tahun 2002.
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Adanya peningkatan jumlah korban
perdagangan anak di Indonesia, Pemerintah dan DPR RI, UUD NO. 21 Tahun 2007.
Contemporary Forms of Slavery Fact Sheet No. 14, PBB melalui Office of The High
Commisioner of Human Rights.
Karundeng, Narwasti Vike.2005.Sosialisasi Penyadaran Isu Trafiking : APA ITU TRAFIKING.
[terhubung

berkala]

http://osdir.com/ml/culture.region.

indonesia.ppi-india/2005-

03/msg01095.html(24 Februari 2014)


Shalahuddin,

Odi.2011.Kesekian

Kali

tentang

Prostitusi Anak

#3[terhubung

berkala]

http://odishalahuddin.wordpress.com/2011/03/22/kesekian-kali-tentang-prostitusi-anak-3/(2
Maret 2014)
Suharto, Edi.2003.PERMASALAHAN PEKERJA MIGRAN : PERSPEKTIF PEKERJAAN
SOSIAL[terhubung berkala] http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_35.htm (2 Maret
2014)

15

Anda mungkin juga menyukai