Anda di halaman 1dari 4

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Era globalisasi menuntut adanya sumber daya manusia yang mampu
berkompetensi dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi sangat ditentukan oleh penguasaan sains.
Penguasaan sains dapat diupayakan melalui peningkatan mutu pendidikan.
Pendidikan sekarang senantiasa melakukan inovasi dalam pembelajaran, pada
berbagai aspeknya, mulai dari visi, misi, tujuan, program, layanan, metode,
teknologi, proses dan evaluasi. Pembaharuan di bidang pendidikan merupakan
salah satu bentuk upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Ada tiga hal utama
yang perlu disoroti dalam konteks pembaharuan pendidikan yaitu pembaharuan
kurikulum,

peningkatan

kualitas

pembelajaran

dan

efektifitas

metode

pembelajaran (Nurhadi dan Senduk, 2004:1).


Saat ini, pendidikan mulai diperkenalkan dengan kurikulum 2006 yaitu
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Sejalan dengan semangat otonomi daerah,
sekolah kemudian diberi kewenangan untuk mengembangkan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Pemberian otonomi sekolah untuk mengembangkan
KTSP merupakan pengembalian jati diri guru dan sekolah sebagai pengembang
kurikulum tingkat instruksional, operasional, dan eksperensial yang memang
semestinya

menjadi

tugas

pokok

sekolah.

Pada

tataran

ini,

tuntutan

pengembangan aneka model pembelajaran inovatif yang sesuai kebutuhan sekolah


menjadi

terdepan

karena

bagian

penting KTSP adalah pengembangan

pembelajaran. Sesempurna apapun standar kompetensi lulusan dan standar isi


telah disusun, tapi apabila implementasinya dalam wujud proses pembelajaran
tidak optimal maka tidak akan memberikan hasil pembelajaran yang maksimal.
Oleh karena itu, perlu dikembangkan model-model pembelajaran yang
mendukung optimalisasi pelaksanaan kurikulum yang berdimensi pembudayaan
ilmu dan nilai. Peningkatan mutu pendidikan tidak terlepas dari kualitas kegiatan
belajar mengajar (KBM) di kelas. Melalui KBM tersebut akan diperoleh hasil
peserta didik seperti yang diharapkan. Dengan demikian, proses belajar mengajar

diharapkan mampu memanfaatkan secara optimal prinsip-prinsip pembelajaran


seperti pendekatan, strategi, model atau metode pembelajaran sehingga mampu
mengembangkan semua unsur internal yang dimiliki siswa secara lebih intensif.
Menurut Brochhaus (dalam Druxes, 1986:3), fisika merupakan bagian
dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains yang menerangkan berbagai gejala
dan kejadian alam yang memungkinkan penelitian dengan percobaan, pengukuran
apa yang didapat, penyajian secara matematis dan berdasarkan peraturanperaturan umum. Fisika tidak hanya berisi tentang teori-teori atau rumus-rumus
untuk dihafal, akan tetapi dalam fisika berisi banyak konsep yang harus dipahami
secara mendalam. Dengan demikian, siswa dituntut untuk dapat membangun
pengetahuan dalam benak mereka sendiri dengan peran aktifnya dalam proses
belajar mengajar. Fisika dipandang sebagai suatu proses dan sekaligus produk
sehingga dalam pembelajarannya harus mempertimbangkan model atau metode
pembelajaran yang efektif dan efesien. Telah diketahui bahwa di kalangan siswa
telah berkembang kesan bahwa pelajaran fisika merupakan salah satu mata
pelajaran yang tidak digemari siswa karena kurangnya motivasi untuk belajar
fisika, sehingga ada anggapan bahwa fisika itu sulit dan membosankan. Hal ini
dapat dilihat dengan masih rendahnya prestasi siswa ditinjau dari NEM siswa
dimana fisika menduduki urutan paling bawah yaitu di bawah pelajaran
matematika (Suharto et al, 2004:1). Salah satu penyebab rendahnya prestasi siswa
untuk bidang studi fisika dikarenakan pembelajaran fisika sampai saat ini masih
diajarkan melalui pembelajaran konvensional.
Pembelajaran konvensional adalah suatu pembelajaran yang dilakukan
disekolah secara terus menerus tanpa adanya variasi dalam kegiatan belajar. Pada
umumnya, metode yang paling banyak digunakan dalam pembelajaran fisika
adalah metode ceramah. Dimana kegiatan belajar mengajar fisika berlangsung
searah yaitu guru sebagai pusat kegiatan. Sementara murid diposisikan sebagai
objek yang akan selalu menerima apa yang disampaikan guru. Selain itu,
pembelajaran fisika yang selama ini telah berlangsung, lebih cenderung untuk
mengikat peserta didik pada suatu disiplin, ketenangan duduk, mendengarkan,
mencatat rumus dan membaca. Sehingga fisika menjadi pelajaran yang kurang

menarik bagi siswa disebabkan fisika selalu identik dengan menghafal rumus dan
ketika pembelajaran siswa cenderung pasif.
Oleh sebab itu, guru hendaknya tidak menyajikan materi pelajaran fisika
dalam bentuk jadi yang membuat siswa bersikap pasif, melainkan harus diatur
sehingga mendorong siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Salah satu
alternatif cara untuk mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar dikelas
adalah dengan pembelajaran inovatif. Pembelajaran inovatif adalah model
pembelajaran yang diharapkam mampu memberikan inspirasi bagi guru dalam
mengembangkan pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Beberapa tipe model
pembelajaran inovatif antara lain; (1) pembelajaran depp dialogue and critical
thinking

(DDCT);

(2)

pemberdayaan

berfikir

melalui

pertanyaan;

(3)

pembelajaran kontekstual; (4) pembelajaran berbasis multicultural; (5) teknik


asesmen otentik; dan model-model potensial lainnya. Model pembelajaran depp
dialogue and critical thinking (DDCT) adalah model pembelajaran yang dalam
pembelajaran dikonsentrasikan dalam mendapatkan pengetahuan dan pengalaman
melalui dialog secara mendalam dan berpikir kritis, tidak saja menekankan
keaktifan peserta didik pada aspek fisik, akan tetapi juga aspek intelektual, sosial,
mental, emosional dan spiritual. Peserta didik yang telah belajar di kelas dengan
menggunakan model DDCT, diharapkan akan memiliki perkembangan kognisi
dan psikososial yang lebih baik. Kelebihan model pembelajaran deep dialogue
and critical thinking dapat digunakan melatih peserta didik untuk mampu berpikir
kritis dan imajinatif, menggunakan logika, menganalisis fakta-fakta dan
melahirkan ide-ide. Dialog mendalam dan berfikir kritis bertujuan untuk
mendapatkan pemahaman paling lengkap.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitan dengan judul
Penerapan Model Pembelajaran (Deep Dialogue and Critical Thinking)
DDCT pada Pembelajaran Fisika Di SMP.
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian ini memfokuskan pada masalah bagaimanakah

penerapan

model pembelajaran (depp dialogue and critical thinking) DDCT terhadap hasil

belajar siswa. Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka fokus masalah


tersebut dijabarkan menjadi 2 pertanyaan penelitian yaitu:
1. Adakah perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang
menggunakan model pembelajaran (depp dialogue and critical thinking)
DDCT dengan pembelajaran model konvensional?
2. Apakah penerapan model pembelajaran (depp dialogue and critical thinking)
DDCT berpengaruh terhadap peningkatan aktifitas belajar siswa di SMP?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, secara umum
penelitian bertujuan untuk mengkaji pengaruh penerapan model pembelajaran
(depp dialogue and critical thinking) DDCT terhadap hasil belajar dan aktivitas
siswa.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengkaji adakah perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang
menggunakan model pembelajaran (depp dialogue and critical thinking)
DDCT dengan pembelajaran model konvensional.
2. Mengetahui aktivitas siswa selama pembelajaran dengan menggunakan model
(depp dialogue and critical thinking) DDCT.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Bagi guru, dapat digunakan sebagai informasi untuk pengembangan model
dan metode pengajaran sesuai dengan materi yang disampaikan.
2. Bagi peneliti lain, dapat digunakan sebagai masukan atau acuan dalam
kegiatan penelitian lanjutan.
3. Bagi Program Studi Pendidikan Fisika, dapat digunakan sebagai alternatif
untuk mengembangkan keterampilan mengajar mahasiswa.

Anda mungkin juga menyukai