Anda di halaman 1dari 24

H

Vol. VIII, No. 04/II/P3DI/Februari/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

PENGESAMPINGAN PERKARA PIDANA


ABRAHAM SAMAD DAN BAMBANG WIDJOJANTO
Prianter Jaya Hairi*)

Abstrak
Jaksa Agung akan melakukan pengesampingan perkara pidana (deponering) terhadap
dua orang mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni Abraham
Samad dan Bambang Widjojanto. Dalam pelaksanaannya, Jaksa Agung telah meminta
pandangan kepada beberapa lembaga negara, termasuk kepada Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR). Namun dalam prosesnya, Komisi III DPR memberi rekomendasi kepada
Pimpinan DPR untuk menolak rencana Jaksa Agung, karena langkah deponering
tersebut dinilai tidak cukup memenuhi unsur kepentingan umum. Dipahami bahwa
keputusan untuk melakukan deponering merupakan kewenangan mutlak Jaksa Agung.
Namun dalam pelaksanaannya, langkah tersebut semestinya diambil Jaksa Agung
secara hati-hati dan dengan pertimbangan yang matang, sebab apabila penerapannya
disalahgunakan, maka akan menimbulkan efek negatif terhadap perkembangan
hukum dan masyarakat. Makna demi kepentingan umum dalam wewenang
deponering harus digunakan oleh Jaksa Agung dengan memperhatikan nilai-nilai
kemanfaatan, kelayakan, dan kesempatan yang baik bagi kepentingan masyarakat
luas.

Pendahuluan
Jaksa Agung, Muhammad Prasetyo,
akan melakukan langkah pengesampingan
perkara pidana (deponering) terhadap dua
mantan Pimipinan KPK Abraham Samad
dan Bambang Widjojanto (Abraham dan
Bambang). Mengenai rencananya ini, Jaksa
Agung menyatakan bahwa deponering
merupakan hak prerogatifnya sebagai Jaksa
Agung. Pertimbangan deponering bukan
hanya dengan melihat pandangan dari
lembaga-lembaga negara, namun juga melihat
aspirasi yang tumbuh dan berkembang di

masyarakat. Sebagaimana diketahui, Abraham


Samad ditetapkan menjadi tersangka atas
kasus dugaan pemalsuan dokumen. Adapun
Bambang Widjojanto adalah tersangka
perkara dugaan menyuruh saksi memberi
keterangan palsu di Sidang Mahkamah
Konstitusi (MK) pada tahun 2010 silam. Saat
itu, Bambang adalah kuasa hukum Ujang
Iskandar, calon Bupati Kotawaringin Barat.
Mengenai unsur demi kepentingan
umum, menurut Jaksa Agung, pemberantasan
korupsi adalah salah satu bentuk kepentingan

*) Peneliti Muda Hukum, pada Bidang Hukum, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
E-mail: prianter.hairi@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-1-

umum. Dalam hal ini, Abraham dan Bambang


sudah dikenal sebagai pegiat anti korupsi di
Indonesia. Jika perkara dua orang tersebut
dilanjutkan prosesnya, dikhawatirkan akan
berdampak pada semangat pemberantasan
korupsi di Indonesia.
Hingga saat ini, Jaksa Agung mengaku
telah meminta pandangan kepada beberapa
lembaga negara seperti seperti DPR,
Mahkamah Agung (MA), dan Kepolisian
Republik Indonesia (POLRI). Permintaan
pandangan terkait deponering ini dilakukan
Jaksa Agung berdasarkan ketentuan yang
ada dalam penjelasan Pasal 35 huruf c
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004
tentang Kejaksaan RI (UU Kejaksaan), yang
pada intinya menentukan bahwa deponering
hanya dapat dilakukan Jaksa Agung setelah
memperhatikan saran dan pendapat dari
badan-badan
kekuasaan
negara
yang
mempunyai hubungan dengan masalah
tersebut.
Perbedaan
pandangan
terkait
langkah deponering oleh Jaksa Agung ini
belakangan
bermunculan.
Penggunaan
kewenangan deponering oleh Jaksa Agung
kembali diperdebatkan, terutama persoalan
pemaknaan demi kepentingan umum dalam
pengesampingan perkara pidana.

deponering
sepenuhnya
merupakan
hak dan kewenangan Kejaksaan Agung,
namun demikian Komisi III menilai syarat
deponering yakni menyangkut kepentingan
umum belum terpenuhi. Oleh karenanya
Komisi III merekomendasikan agar perkara
tersebut dilanjutkan ke pengadilan untuk
mendapatkan keadilan dan kepastian hukum.
Komisi III berpandangan bahwa unsur
kepentingan umum tidak terpenuhi bagi
Jaksa Agung mengambil langkah deponering
untuk kedua mantan pimpinan KPK tersebut.
Deponering bagi Abraham dan Bambang
dipandang hanya akan mendegradasi kerja
institusi kepolisian yang telah mengusut kasus
tersebut.
Dalam hal ini, Jaksa Agung berpendapat
bahwa kepentingan pemberantasan korupsi
merupakan kepentingan umum. Ada 3
alasan pertimbangan deponering Abraham
dan Bambang, alasan tersebut adalah
filosofis, sosiologis dan yuridis. Alasan
filosofis terjadinya kegaduhan publik karena
terganggunya harmonisasi antar-institusi
penegak hukum. Sehingga hukum tidak
dapat terwujud secara maksimal. Alasan
sosiologisnya adalah karena terganggunya
pemberantasan korupsi sebab tersangka
adalah tokoh dan aktivis yang diakui luas oleh
masyarakat. Sementara alasan yuridis, yakni
dalam rangka untuk mewujudkan kepastian
hukum.
Sementara itu Presiden Joko Widodo
dalam posisi menyerahkan sepenuhnya
kepada Jaksa Agung. Presiden telah
memanggil dan meminta Jaksa Agung
agar perkara yang menjerat penyidik KPK
Novel Baswedan serta mantan Pimpinan
KPK Abraham dan Bambang untuk segera
diselesaikan. Presiden juga meminta Jaksa
Agung untuk mencari cara penyelesaian yang
tidak melanggar hukum.
Sebagai
perbandingan,
wewenang
deponering sebelumnya pernah dilakukan
pada tahun 2010 oleh Jaksa Agung Basrief
Arief untuk kasus dua pemimpin KPK aktif
saat itu, yakni Bibit Samad Rianto dan
Chandra M. Hamzah. Salah satu alasan
Kejakgung
mengeluarkan
deponering
adalah
mendukung
upaya
pemerintah
dalam pemberantasan korupsi. Keputusan
itu diambil Kejakgung setelah meminta
pernyataan dan saran kepada lima lembaga
tentang deponering. Lembaga-lembaga yang
dimaksud adalah Presiden RI, DPR, MA, MK,

Perbedaan Pandangan
POLRI dalam masalah ini mengambil
sikap mempersilahkan Kejaksaan Agung
(Kejakgung) untuk melakukan deponering
terhadap kasus Abraham dan Bambang.
Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti
menjelaskan bahwa persoalan penuntutan
sepenuhnya berada di tangan Kejakgung.
Kejakgung dinilai memiliki hak untuk
deponering perkara apabila memenuhi syarat.
Namun demikian, POLRI menyatakan bahwa
penyidikan yang dilakukan POLRI diharapkan
sampai ke pengadilan.
Sementara itu Komisi III DPR RI
yang membidangi Hukum dan Hak Asasi
Manusia, juga telah memberi rekomendasi
kepada pimpinan DPR untuk menyatakan
pendapat atas penanganan kasus Abraham
dan Bambang. Adapun substansi rekomendasi
tersebut adalah menolak usul dari Jaksa
Agung terkait deponering bagi dua mantan
Pimpinan KPK tersebut. Ketua Komisi
III DPR RI, Bambang Soesatyo, dalam
keterangannya pada hari Kamis, 11 Februari
2016
menyatakan
bahwa
pemberian
-2-

dan POLRI. Saat itu menurut Basrief, kelima


lembaga sudah menyatakan memahami
alasan Kejakgung memilih deponering kasus
Bibit-Chandra.
Kasus Bibit-Candra pada saat itu
menarik perhatian masyarakat luas, antara
lain dukungan yang disebut Gerakan Sejuta
Facebook dan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono membentuk tim delapan yang
kemudian
menyarankan
penghentian
kasus tersebut. Pada zaman pemerintahan
Presiden Soeharto, upaya pengesampingan
perkara demi kepentingan umum juga
pernah diterapkan pada kasus M. Yasin
(tokoh petisi 50). Ketika berkas perkara
dilimpahkan ke penuntut umum dalam tahap
prapenuntutan, Jaksa Agung menggunakan
hak
oportunitasnya,
yaitu
dengan
mengesampingkan perkara demi kepentingan
umum, kepentingan umum dalam hal ini
adalah kepentingan politik.

dan negara dan/atau kepentingan


masyarakat luas. Mengesampingkan
perkara
sebagaimana
dimaksud
dalam
ketentuan
ini
merupakan
pelaksanaan asas oportunitas, yang
hanya dapat dilakukan oleh Jaksa
Agung setelah memperhatikan saran
dan
pendapat
dari
badan-badan
kekuasaan negara yang mempunyai
hubungan dengan masalah tersebut.

Pasal beserta penjelasannya tersebut


dalam
implementasinya
menimbulkan
banyak pertanyaan, khususnya terkait dengan
kejelasan maksud 'demi kepentingan umum',
dan juga 'badan-badan kekuasaan negara
yang mempunyai hubungan dengan masalah
itu'. Wewenang yang jarang sekali digunakan
Jaksa Agung ini tidak memiliki pentunjuk
teknis, dan penjelasan pasalnya juga masih
bersifat abstrak. Ketidakjelasan ini kerap
menimbulkan perdebatan, disebabkan bunyi
pasal dan penjelasan yang multitafsir.
Persoalan penggunaan kewenangan
deponering sudah lama menjadi kajian
hukum pidana. Jarangnya instrumen ini
dipakai Jaksa Agung disebabkan penggunaan
asas oportunitas semestinya tidak mudah
dilakukan karena menafikan asas legalitas
yang dianut hukum positif Indonesia. Asas
oportunitas membuat suatu perbuatan yang
sudah nyata-nyata merupakan perbuatan
pidana dikesampingkan dengan alasan demi
kepentingan umum. Padahal dalam logika
hukum pidana, ketika seseorang melanggar
ketentuan hukum pidana maka orang tersebut
dipidana. Oleh sebab itu, Jaksa Agung sudah
seyogyanya untuk bersikap arif dan bijaksana
untuk menggunakan wewenang deponering
tersebut, sebab penggunaan asas oportunitas
itu sendiri dapat membawa efek yang negatif
bagi perkembangan hukum dan masyarakat
apabila penerapannya disalahgunakan.
Sebagaimana
telah
dikatakan
sebelumnya, bahwa penjelasan Pasal 35 huruf
c UU Kejaksaan, arti kepentingan umum
itu sendiri masih bersifat abstrak, artinya
masih perlu penjelasan lebih lanjut, yaitu
diartikan sebagai kepentingan negara dan/
atau masyarakat. Di Inggris kepentingan
umum diartikan secara luas, termasuk
kepentingan anak di bawah umur dan orang
yang sudah terlalu tua. Dengan demikian
perlu adanya pedoman bagi jaksa untuk
dapat melakukan pengesampingan perkara
pidana sebagai jaminan dalam kerangka
kebijakan penuntutan yang transparan.
Kemandirian terhadap penggunaan asas

Memahami Deponering

Pengesampingan perkara pidana dalam


proses pidana merupakan pengecualian dari
asas legalitas. Menurut Prof. A.L. Melai,
tidak diadakannya penuntutan oleh jaksa
sebagai penuntut umum adalah merupakan
penemuan hukum baru (rechtvinding)
yang harus dipertimbangkan masak-masak
berhubung hukum menuntut adanya keadilan
dan persamaan hukum. Osman Simanjuntak
mengatakan
bahwa
pengesampingan
perkara ini adalah wewenang yang diberikan
undang-undang kepada Jaksa Agung untuk
mengesampingkan perkara demi kepentingan
umum.
Adapun
dasar
pelaksanaan
pengesampingan perkara adalah karena
hukum acara menganut asas oportunitas,
bahwa suatu perkara (perbuatan pidana)
bilamana dilimpahkan ke persidangan
diperkirakan akan menimbulkan suatu
goncangan di kalangan masyarakat atau
dengan penyidangan perkara tersebut akan
menimbulkan akibat negatif di kalangan
masyarakat luas.
Dalam UU Kejaksaan, asas oportunitas
tercantum dalam Pasal 35 huruf c yang
menentukan bahwa Jaksa Agung mempunyai
tugas dan wewenang mengesampingkan
perkara demi kepentingan umum. Makna
'kepentingan
umum'
dijelaskan
dalam
penjelasan Pasal 35 butir c sebagai berikut:
Yang dimaksud dengan 'kepentingan
umum' adalah kepentingan bangsa
-3-

oportunitas yang juga meliputi pengawasan


dan pertanggungjawaban penggunaan asas
oportunitas, sumber daya penegak hukum,
serta hubungan yang terkait dalam sistem.
Dari segi pengawasan, dalam praktik
selama ini Jaksa Agung kerap terlebih dahulu
meminta pandangan kepada beberapa
lembaga negara terkait langkah deponering.
Namun pandangan dari berbagai lembaga
tersebut tidak bersifat mengikat dan tidak
memiliki pengaruh bagi keputusan Jaksa
Agung, serta terkesan hanya bersifat
formalitas.
Sementara itu jika ditelisik dari
segi tujuan, dapat dijelaskan bahwa
makna harfiah tentang oportunitas adalah
ketepatan,
kepantasan,
menguntungkan
saat yang tepat, layak/kesempatan, dan
manfaat yang baik. Maka jelas sekali bahwa
asas ini tiada lain adalah bermaksud dan
bertujuan untuk memberi kemanfaatan,
kelayakan, dan kesempatan baik, guna
kepentingan masyarakat, sebagaimana yang
dimaksud dengan kosa-kata oportunitas
itu sendiri. Dengan demikian makna 'demi
kepentingan
umum'
dalam
wewenang
deponering seharusnya digunakan oleh Jaksa
Agung dengan memperhatikan nilai-nilai
kemanfaatan, kelayakan, dan kesempatan
yang baik bagi kepentingan masyarakat luas.

negara tetap penting untuk menjadi


bahan pertimbangan Jaksa Agung dalam
memutuskan secara lebih objektif. Pandangan
berbagai
lembaga
negara
sebenarnya
merupakan bentuk pengawasan terhadap
wewenang
deponering
Jaksa
Agung,
sebagaimana yang terjadi saat peristiwa
deponering Bibit Chandra tahun 2010.

Referensi
Alasan
Jaksa
Agung
Terbitkan
Deponering
Samad-BW,
http://
www.cnnindonesia.com/nasion
al/20160212141756-12-110574/alasanjaksa-agung-terbitkan-deponeringsamad-bw/, diakses 12 Februari 2016.
Bahas Deponering, Komisi III Panggil Jaksa
Agung, Suara Pembaruan, 12 Februari
2016.
Kasus
AbrahamBambang
Akan
Berakhir
Seperti
BibitChandra?,
http://nasional.kompas.com/
read/2016/02/12/05200051/Kasus.
Abraham-Bambang.Akan.Berakhir.
seperti.Bibit-Chandra.?page=all, diakses
12 Februari 2016.
Kejaksaan Resmi Deponering Kasus Bibit
Chandra, Koran Tempo, 25 Januari 2011.
Komisi
III
DPR
Tolak
Deponering
Kasus
Abraham
dan
Bambang,
http://nasional.kompas.com/
read/2016/02/11/17005441/Komisi.III.
DPR.Tolak.Deponering.Kasus.Abraham.
dan.Bambang, diakses 11 Februari 2016.
Langkah Jaksa Agung Mewakili Pemerintah,
Kompas, 13 Februari 2016.
Ngotot Deponering, DPR Pertanyakan Motif
Jaksa Agung, http://www.surabayapagi.
com/index.php?read~NgototDeponering,-DPR-Pertanyakan-MotifJaksa-Agung;3b1ca0a43b79bdfd9f9305b8
12982962244db1d0a8cf10209b540393da
d8866e, diakses 13 Februari 2016.
POLRI: Deponering Harus Sesuai Syarat,
Republika, 13 Februari 2016.
Djoko Prakoso (1985). Eksistensi Jaksa Di
tengah-tengah Masyarakat, Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Osman
Simanjuntak
(1995).
Tehnik
Penuntutan Dan Upaya Hukum. Jakarta:
PT.Gramedia Widiasarana Indonesia.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan RI.

Penutup
Deponering
mutlak
merupakan
wewenang Jaksa Agung. Namun demikian,
hukum senantiasa menuntut akan tegaknya
keadilan dan persamaan di mata hukum.
Oleh sebab itu, langkah deponering yang
akan diambil oleh Jaksa Agung dalam suatu
kasus, semestinya benar-benar didasarkan
pada pertimbangan yang matang dengan
memperhatikan berbagai aspek, baik aspek
kepentingan penegakan hukum, aspek
kemanfaatan, maupun aspek kepentingan
sosial atau kepentingan masyarakat luas.
Demikian pula terkait rencana deponering
untuk kasus dua mantan pimpinan KPK
Abraham Samad dan Bambang Widjojanto,
Jaksa Agung dituntut untuk berlaku arif dan
bijaksana dalam menentukan keputusannya.
Penulis berpandangan, langkah Jaksa
Agung yang selalu meminta pandangan
kepada berbagai lembaga negara termasuk
DPR merupakan langkah yang tepat.
Meskipun
hanya
terkesan
formalitas,
namun pandangan dari berbagai lembaga
-4-

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Vol. VIII, No. 04/II/P3DI/Februari/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

INTERNATIONAL FLEET REVIEW 2016:


NILAI STRATEGISNYA BAGI INDIA, KAWASAN, DAN INDONESIA
Rizki Roza*)

Abstrak
Setelah lebih dari satu dekade, India kembali mengadakan fleet review berskala
internasional. Dilaksanakan dengan persiapan serius dan melibatkan jauh lebih banyak
negara dibanding kegiatan sebelumnya pada 2001, International Fleet Review 2016
menjadi sorotan masyarakat internasional. Kebutuhan untuk menunjukkan pada
dunia bahwa India memiliki kekuatan militer yang memadai dan untuk menegaskan
komitmennya terhadap kawasan Samudera Hindia merupakan faktor pendorong India
melaksanakan kegiatan ini. Kegiatan ini memiliki arti penting bagi upaya membangun
stabilitas dan keamanan kawasan, serta bagi Indonesia yang juga memberikan prioritas
pada kawasan Samudera Hindia. Untuk itu, pemerintah Indonesia perlu mencermati
tumbuhnya India sebagai kekuatan berpengaruh di lingkungan strategis Indonesia.

Pendahuluan

mereka. Kegiatan skala internasional ini baru


kedua kalinya dilaksanakan oleh AL India
dan merupakan yang pertama kali dilakukan
di belahan timur wilayah perairan India.
Kegiatan sebelumnya dilaksanakan pada
tahun 2001 dan hanya dihadiri oleh 21 negara
partisipan. Setelah jeda waktu lebih dari satu
dekade, apa yang mendorong pemerintah
India kembali melakukan kegiatan ini dengan
skala yang lebih besar? Apa arti penting
kegiatan ini bagi India dan juga bagi negaranegara
yang
berkepentingan
terhadap
kawasan tersebut, termasuk Indonesia?
Bagaimana Indonesia harus menyikapi
kegiatan ini?

Pada 4-8 Februari 2016, Komando


Wilayah Timur Angkatan Laut India menjadi
tuan rumah bagi lebih dari 100 kapal laut
dari berbagai negara. Kapal-kapal tersebut
hadir memenuhi undangan pemerintah India
dalam rangka pelaksanaan International
Fleet Review (IFR) 2016. Kapal-kapal
perang dan pelaut dari beberapa negara
besar seperti Amerika Serikat, Rusia, China,
Jepang, Australia, dan Korea Selatan, serta
puluhan negara lainnya turut berpartisipasi.
Mengangkat tema United through Ocean
dengan melibatkan lebih dari 50 negara
partisipan, kegiatan tersebut menjadi sorotan
masyarakat internasional.
Melihat pada keseriusan pemerintah
India dalam melakukan persiapan, kegiatan
ini tampaknya memiliki arti penting bagi

International Fleet Review 2016

Naval Fleet Review merupakan tradisi


yang umum dilakukan oleh angkatan laut di

*) Peneliti Muda Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Penelitian, Badan Keahlian
DPR RI. E-mail: rizki.roza@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-5-

India sebagai Kekuatan Kawasan

berbagai negara. Awalnya kegiatan semacam


ini dilakukan untuk memamerkan kekuatan
angkatan laut atau sebagai kegiatan inspeksi
kesiapan armada laut untuk menghadapi
pertempuran.
Dalam
perkembangannya,
kegiatan ini dilaksanakan dalam skala
internasional dengan mengundang negaranegara tetangga dan negara mitra untuk
berpartisipasi. Fleet review digunakan sebagai
kesempatan bagi negara-negara peserta untuk
meningkatkan sikap saling percaya. Bagi
negara tuan rumah, kegiatan ini merupakan
kesempatan untuk memamerkan kapabilitas
maritimnya dan menunjukkan hubungan
persahabatan yang telah dibangunnya dengan
negara-negara maritim lain.
Bagi AL India, fleet review merupakan
agenda rutin bagi setiap presiden India
sebagai
panglima
tertinggi
angkatan
bersenjata, yang dilakukan sekali di setiap
masa jabatannya. Diadakan pertama kali pada
tahun 1953, IFR 2016 merupakan pelaksanaan
fleet review yang ke-11. Pada awalnya, fleet
review yang dilaksanakan India terbatas
hanya melibatkan kapal-kapal perang dari
AL India, Coast Guard India, dan kapalkapal niaga. Di bawah inisiatif Kepala Staf
AL India, Admiral Susheel Kumar, sejak 2001
fleet review bertransformasi menjadi kegiatan
berskala internasional.
Meskipun India sudah memulai kegiatan
skala internasional ini sejak tahun 2001,
IFR 2016 memiliki perbedaan yang cukup
signifikan dari kegiatan sebelumnya, sehingga
tidak hanya menjadi perhatian para pejabat
AL India ataupun pengamat kemaritiman,
tetapi juga menjadi sorotan masyarakat
internasional. Perhatian ini terkait beberapa
hal, yaitu: pertama, kegiatan ini dilaksanakan
setelah jeda waktu yang cukup panjang, lebih
dari satu dekade; kedua, pemerintah India
melakukan persiapan yang sangat serius
untuk kegiatan ini, baik mempersiapkan
infrastruktur maupun keamanannya; ketiga,
lebih dari 50 negara berpartisipasi dalam
kegiatan ini. Jauh lebih banyak dari IFR
2001 yang hanya melibatkan 21 negara;
keempat, merupakan pertama kalinya India
melaksanakan fleet review di Teluk Benggala,
belahan timur wilayah perairan India; dan
kelima, India mengerahkan kapal-kapal
buatan dalam negeri. Beberapa hal tersebut
menempatkan IFR 2016 menjadi kegiatan
yang memiliki nilai strategis tidak hanya
bagi India, tetapi juga bagi negara-negara di
kawasan, termasuk Indonesia.

Memulai
fleet
review
berskala
internasional pada 2001 di Mumbai, belahan
barat perairan India, kegiatan ini lebih
diarahkan untuk mengangkat moral dan
semangat AL India, sehingga kemudian
berhasil mengalami perkembangan pesat
menuju sebuah blue water navy. Memastikan
kesiapan, semangat, dan disiplin AL,
merupakan tujuan dasar dilaksanakannya
suatu kegiatan fleet review, demikian pula
halnya dengan IFR 2016. Namun, dengan
melibatkan lebih dari 100 kapal dari 50
negara, pemerintah India ingin mencapai
sasaran yang lebih besar melalui IFR 2016.
AL India berharap kegiatan ini
dapat melahirkan semangat untuk saling
bekerja sama di antara negara partisipan,
bersama-sama
memerangi
ancamanancaman keamanan dan kemanusiaan di
laut. Diharapkan pula dapat meningkatkan
solidaritas, persahabatan, dan niat baik di
antara lebih banyak negara. Perlu menjadi
catatan pula bahwa, dilaksanakan untuk
mencapai
tujuan-tujuan
persahabatan,
IFR 2016 berhasil melibatkan beberapa
negara yang dewasa ini masih bersikap
saling mencurigai. Kehadiran delegasi China
misalnya, menjadi perhatian masyarakat
internasional. Hubungan India dan China
yang diwarnai persaingan memperebutkan
posisi dan peran strategis di kawasan
Samudera
Hindia
tampaknya
justru
mendorong China untuk memenuhi undangan
India. Namun tidak demikian halnya
dengan Pakistan yang menolak untuk ikut
berpartisipasi.
Kegiatan fleet review yang melibatkan
begitu banyak pelaut dan perwira laut telah
menandakan suatu era baru diplomasi
maritim. India tampaknya menempatkan AL
sebagai instrumen penting dari upayanya
untuk menjadi negara maritim yang
berpengaruh di tingkat regional maupun
global. Dengan persiapan yang sangat serius,
pemerintah India juga ingin menunjukkan
kekuatan maritimnya kepada dunia, bahwa
AL India merupakan angkatan bersenjata
profesional yang dapat digunakan sebagai
instrumen kebijakan nasional yang memadai,
baik di masa perang maupun damai.
Selain itu, melalui IFR 2016, India ingin
menunjukkan kemampuan mereka untuk
memenuhi kebutuhan alat-alat pertahanannya
dari dalam negeri. Sejak beberapa tahun
terakhir pemerintah India berkomitmen ingin
-6-

mencapai kemandirian dalam pemenuhan


kebutuhan alat pertahanan dari industri
pertahanan dalam negeri. Kapal-kapal
yang dikerahkan oleh AL India sebagian
besar merupakan hasil produksi industri
pertahanan dalam negeri India.
Hal penting lainnya, IFR 2016 dilakukan
di belahan timur wilayah perairan India, di
Teluk Benggala, yang dapat dilihat sebagai
sebagai upaya India untuk mempertegas arah
politik luar negerinya yang menempatkan
kawasan timur sebagai prioritas. Look East
Policy sudah mempengaruhi arah kebijakan
luar negeri India sejak dua dekade lalu.
Namun, pemerintahan Perdana Menteri
Narenda Modi pada awal memasuki masa
jabatannya memberikan isyarat bahwa
kawasan Samudera Hindia merupakan
prioritas teratas kebijakan pemerintahannya.

Terciptanya kawasan Samudera Hindia


yang aman dan stabil merupakan kepentingan
banyak pihak, tidak hanya bagi negara-negara
yang berbatasan langsung dengan perairan
Samudera Hindia, tetapi juga negara-negara
di luar kawasan yang bergantung pada
potensi-potensi kawasan ini. Oleh karena
itu, upaya-upaya untuk membangun sikap
saling percaya di antara negara-negara di
kawasan ini melalui kegiatan seperti IFR 2016
akan memberi arti positif bagi masa depan
kawasan.
Upaya India menyampaikan pesan
kepada negara-negara tetangganya di kawasan
bahwa India memiliki kekuatan militer
yang cukup memadai dan dapat diandalkan
untuk menjamin keamanan dan stabilitas
di kawasan tidak dapat dipisahkan dari
meningkatnya kehadiran kekuatan China
di kawasan Samudera Hindia. Terdapat
kekhawatiran India melihat semakin besarnya
pengaruh China terhadap negara-negara
tetangga India. India tidak ingin posisinya
sebagai negara berpengaruh di kawasan akan
tergerus seiring meningkatnya kehadiran
China. Sebagian pihak di kawasan Samudera
Hindia menyambut peningkatan kehadiran
China, namun beberapa pihak lainnya
mengkhawatirkan
kehadiran
kekuatan
China di perairan Samudera Hindia dapat
menghambat kebebasan navigasi sebagaimana
yang dikhawatirkan beberapa negara terkait
kawasan Laut China Selatan.
Kehadiran China sebagai partisipan IFR
2016 diharapkan dapat memberi sinyal positif
bagi kawasan, bahwa pertumbuhan kedua
negara dan persaingannya memperbesar
pengaruh di kawasan dapat berlangsung
damai tanpa mengganggu stabilitas dan
keamanan. Diharapkan kegiatan semacam
ini dapat meredam persepsi ancaman dan
pandangan saling curiga di antara negaranegara
yang
berkepentingan
terhadap
kawasan, tidak hanya antara India dan China.
Indonesia, sebagai negara yang juga
berbatasan langsung dengan Samudera
Hindia
tidak
dapat
mengabaikan
perkembangan ini. Pemerintahan Presiden
Joko Widodo melalui Doktrin Poros Maritim
Dunia-nya menempatkan kawasan Samudera
Hindia sebagai salah satu prioritasnya.
Jokowi menyebutkan bahwa Indonesia juga
berkepentingan untuk ikut menentukan masa
depan kawasan Pasifik dan Samudera Hindia.
Pemerintahan Jokowi menginginkan kawasan
Samudera Hindia dan Pasifik tetap damai

Membangun Stabilitas dan


Keamanan Kawasan
Dilaksanakan di Teluk Benggala dan
dihadiri oleh lebih dari 50 negara yang
memiliki beragam kepentingan di kawasan
Samudera Hindia, IFR 2016 tentunya juga
memiliki nilai strategis bagi negara-negara
yang secara langsung berbatasan dengan
kawasan tersebut maupun negara lainnya
yang memiliki kepentingan di kawasan itu.
Kawasan Samudera Hindia merupakan
lautan terluas ketiga di dunia, setelah Pasifik
dan Atlantik yang mencakup hampir 20
persen lautan dunia. Setidaknya terdapat 38
negara yang berbatasan dan mempengaruhi
kawasan ini. Untuk melintasi Samudera
Hindia ke lautan lainnya hanya dapat
dilakukan melalui beberapa choke points,
yaitu Mozambique Channel, Selat Bab el
Mendeb, Terusan Suez, Selat Hormuz, Selat
Malaka, Selat Sunda, dan Selat Lombok.
Bagi beberapa negara besar seperti India dan
Tiongkok yang perekonomiannya sedang
tumbuh, Samudera Hindia merupakan jalur
penting untuk pengapalan impor batubara
maupun minyak bumi. Kawasan Samudera
Hindia sendiri juga kaya akan sumber daya
alam, baik berupa mineral, logam, dan lainnya
seperti perikanan, bahan mentah, dan energi,
serta didukung sumber daya manusia dan
teknologi yang signifikan. Negara-negara di
kawasan ini sedang tumbuh menjadi kekuatan
yang mampu bersaing secara global dan juga
sedang membangun kemampuan-kemampuan
baru yang dimanfaatkan bersama-sama
melalui upaya kerjasama regional.
-7-

dan aman bagi perdagangan dunia, bukan


menjadi ajang perebutan sumber daya alam,
sengketa wilayah dan supremasi maritim.
Ini merupakan perubahan penting dari
pelaksanaan kebijakan luar negeri Indonesia
yang selama ini didominasi sentralitas
ASEAN.
Berusaha hadir sebagai negara yang
turut memengaruhi masa depan kawasan
Samudera Hindia, maka Indonesia harus
mencermati profil negara maritim yang
sedang dibangun India, dan kekuatankekuatan lainnya yang telah lebih dulu hadir.
Perekonomian India yang tumbuh pesat,
peningkatan kapabilitas AL India, serta
kemandirian pemenuhan alat peralatan
pertahanan India akan melahirkan potensipotensi kerjasama bagi Indonesia dan
India.
Potensi
peningkatan
kerjasama
Indonesia-India, perebutan pengaruh IndiaChina di kawasan Samudera Hindia, dan
meningkatnya kerjasama Indonesia-China
mengharuskan
Indonesia
berhati-hati
mengelola hubungan-hubungan kerjasama
tersebut.

kegiatan semacam IFR 2016 memiliki nilai


positif bagi stabilitas dan keamanan kawasan,
tidak terkecuali bagi Indonesia yang di bawah
Pemerintahan Jokowi berkomitmen untuk
turut memengaruhi masa depan kawasan
Samudera Hindia. Sangat penting bagi
Indonesia, tidak hanya pemerintah tetapi juga
DPR, untuk terus mencermati tumbuhnya
kekuatan-kekuatan di lingkungan strategis
Indonesia, agar Indonesia tidak terjepit
di tengah perebutan pengaruh di antara
kekuatan-kekuatan baru tersebut. Indonesia
harus mampu memperoleh keuntungan
dari potensi-potensi kerjasama yang lahir,
serta tumbuh pula sebagai kekuatan yang
berpengaruh. DPR perlu terus meminta
penjelasan dari pemerintah terkait komitmen
pemerintah terhadap kawasan Samudera
Hindia.

Referensi:
Abhijit
Singh,
"Indias
International
Fleet Review: Building Bridges on
Shifting
Sands",
http://thediplomat.
com/2016/02/indias-international-fleetreview-building-bridges-on-shiftingsands/, diakses 12 Februari 2016
Ankit Panda, "With Over 50 Navies
Participating, India Concludes 2016
International Fleet Review", http://
thediplomat.com/2016/02/with-over50-navies-participating-india-concludes2016-international-fleet-review, diakses 12
Februari 2016
Commdore RS Vasan IN (Ret), "India:
International Fleet Review 2016", http://
www.southasiaanalysis.org/node/1932,
diakses 12 Februari 2016
"Inilah Prioritas Politik Luar Negeri Indonesia
5 Tahun ke depan", http://setkab.go.id/
inilah-prioritas-politik-luar-negeriindonesia-5-tahun-ke-depan/, diakses 12
Februari 2016
Ruchi Bambha, "International Fleet Review
2016 curtain raiser: 6 Key Things to
Know", http://economictimes.indiatimes.
com/news/defence/international-fleetreview-2016-curtain-raiser-6-key-thingsto-know/articleshow/49375814.cms,
diakses 12 Februari 2016.

Penutup
Memastikan kesiapan, semangat, dan
disiplin AL selalu menjadi tujuan dasar
dilaksanakannya kegiatan fleet review.
Melibatkan lebih dari 50 negara, pemerintah
India ingin mencapai tujuan yang lebih besar
melalui IFR 2016. India ingin membangun
sikap saling percaya, meredam persepsi
ancaman dan sikap saling curiga di antara
lebih banyak negara, serta mendorong
kerjasama untuk menghadapi berbagai
ancaman dan tantangan di laut. Pemerintah
India juga ingin menunjukkan kepada dunia
bahwa India memiliki kekuatan militer yang
dapat diandalkan sebagai pemain utama
yang turut menjaga keamanan dan stabilitas
kawasan, serta didukung pula industri
pertahanan dalam negeri yang memadai.
Pelaksanaan IFR 2016 juga menegaskan
kembali komitmen India terhadap kawasan
Samudera Hindia.
Terciptanya
kawasan
Samudera
Hindia yang aman dan stabil merupakan
kepentingan banyak pihak. Upaya-upaya
membangun sikap saling percaya melalui

-8-

KESEJAHTERAAN SOSIAL

Vol. VIII, No. 04/II/P3DI/Februari/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

KONTROVERSI IZIN LINGKUNGAN


PROYEK KERETA CEPAT JAKARTA-BANDUNG
Teddy Prasetiawan*)

Abstrak
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) tak henti menuai kontroversi. Sebagian
pihak beranggapan bahwa KCJB belum dibutuhkan di tengah upaya pemerintah
mengembangkan perkeretaapian nasional ke wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
dan Papua. Namun, pemerintah nampaknya memberikan perhatian besar agar proyek
ini dapat berlangsung dalam waktu yang cepat, terutama dalam hal perizinan. Proses
izin lingkungan KCJB yang terkesan terburu-buru dan tidak selaras dengan RTRW
dapat saja mengakibatkan izin yang dikeluarkan tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan sehingga memunculkan kekhawatiran akan merusak
rezim perizinan lingkungan yang merupakan instrumen penting dalam melindungi
lingkungan hidup.

Pendahuluan

Proyek KCJB yang bernilai US$5,5


miliar atau sekitar Rp74 triliun lebih ini
diusung oleh PT. Kereta Cepat Indonesia
Cina (KCIC), yakni perusahaan patungan
antara PT. Pilar Sinergi BUMN Indonesia
(konsorsium BUMN Indonesia) dan China
Railway International, Co. Ltd. (konsorsium
perusahaan Cina). Rencananya, KCJB
akan melewati 2 provinsi (DKI Jakarta
dan Jawa Barat) dan 9 kabupaten/
kota (Kota Jakarta Timur, Kota Bekasi,
Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang,
Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bandung
Barat, Kota Cimahi, Kota Bandung, dan
Kabupaten Bandung), dengan trase (jalur)

Pemerintah
berencana
akan
membangun kereta cepat yang melintasi
Jakarta hingga Bandung melalui proyek
KCJB. Menurut Direktur Transportasi
Bappenas, Bambang Prihartono, sebenarnya
proyek KCJB sudah direncanakan sejak
tahun 2008. KCJB tidak hanya dibangun
untuk
mengatasi
kepadatan
arus
transportasi Jakarta-Bandung yang selama
ini bergantung pada jalan tol Cikampek,
Cipularang, dan Padaleunyi, tetapi juga
untuk membangun konektivitas antarkota
dan antarkawasan dalam rangka mendukung
capaian target pertumbuhan ekonomi 5
hingga 6 persen.

*) Peneliti Muda Kebijakan Lingkungan pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: teddy@dpr.go.id.
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-9-

sepanjang 142,3 kilometer. Total lahan yang


dipergunakan seluas 637,6 hektar yang
merupakan lahan milik TNI AU, ruang milik
jalan tol (Jakarta-Cikampek, Cipularang,
dan Padaleunyi), lahan Perhutani Region 3,
lahan PTPN VIII, lahan PT. KAI, dan lahan
publik.
KCJB
menggunakan
platform
teknologi Electric Multiple Unit (EMU) Cina
yang memungkinkan kereta melaju dengan
kecepatan mencapai 350 km/jam. Namun,
pada tahap awal operasi baru akan dicoba
dengan kecepatan 200 km/jam sehingga
waktu tempuh Jakarta-Bandung akan
menjadi 45 menit. Tahap konstruksi KCJB
direncanakan dimulai pada pertengahan
2016 hingga akhir tahun 2018, sedangkan
tahap operasional akan dimulai pada 2019
dengan kurang lebih 50 tahun masa konsesi.
Dalam perkembangannya, proyek
yang telah diselenggarakan peletakan batu
pertama (groundbreaking) pada 21 Januari
2016 lalu, menimbulkan kontroversi dalam
perizinan lingkungannya. Proses izin
lingkungan yang berlangsung memunculkan
anggapan dari banyak kalangan bahwa izin
lingkungan yang diberikan hanya untuk
mengejar
seremonial
groundbreaking
saja. Namun, semua pihak perlu menilai
KCJB secara objektif dalam kerangka yang
utuh untuk mengambil kesimpulan atas
kontroversi yang ada, baik dampak yang
ditimbulkan maupun proses perizinan yang
berlangsung.

konstruksi saja, tetapi juga selama KCJB


beroperasi.
Di samping mengatasi kepadatan
arus
transportasi
Jakarta-Bandung,
pembangunan
KCJB
juga
dipandang
sebagai pemicu berkembangnya sentra
ekonomi baru di kawasan yang dilintasi.
Rencana pembangunan tujuan wisata baru
di kawasan perkebunan Walini merupakan
salah satu dampak positif yang perlu
dipertimbangkan.
Namun, proyek KCJB juga membawa
dampak negatif, seperti permasalahan
sosial-ekonomi yang muncul diakibatkan
oleh pembangunan. Ada puluhan ribu
penduduk, sebagian besarnya adalah petani
gurem dan buruh tani, yang akan kehilangan
pekerjaan. Belum lagi dampak ekologis yang
ditimbulkan akibat pembangunan KCJB
yang melalui kawasan resapan air, kawasan
hutan produksi tetap dan terbatas, kawasan
pertanian pangan, dan daerah aliran sungai.
Begitu pula dengan jalur KCJB yang melalui
beberapa titik rawan gerakan tanah (di Km
87, 74, 79, dan 82) dan rawan banjir (di
kawasan Tegalluar). Semua dampak penting
tersebut, baik positif atau negatif, perlu
ditelaah secara cermat dan penuh kehatihatian agar pembangunan KCJB dapat
mencapai tujuan diselenggarakannya kajian
lingkungan, yaitu mengembangkan dampak
penting positif dan menekan dampak
penting negatif yang ditimbulkan.

Dampak Positif dan Negatif

Izin lingkungan merupakan prasyarat


bagi sebuah usaha dan/atau kegiatan
untuk memperoleh izin usaha. Dokumen
penting yang harus ada dalam permohonan
izin lingkungan adalah Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) yang
merupakan instrumen bagi pihak yang
berwenang dalam mengambil keputusan
'layak' atau 'tidak layak'-nya suatu usaha/
kegiatan berdasarkan penilaian terhadap
dampak pentingnya bagi lingkungan hidup.
Dokumen Amdal terdiri atas Kerangka
Acuan (KA), Analisis Dampak Lingkungan
Hidup (Andal), serta Rencana Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
dan
Rencana
Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL).
Proses
izin
lingkungan
KCJB
berlangsung
sangat
cepat.
Dokumen
formal masuk pada 4 November 2015 dan
ditetapkan pada 20 Januari 2016. Praktis,

Izin Lingkungan KCJB

Pembangunan
KCJB
berpotensi
menggerakkan
ekonomi
masyarakat
di sekitar lokasi proyek. Diperkirakan
proyek KCJB akan menyerap tenaga kerja
sebanyak 39 ribu orang pertahun pada masa
konstruksi 3 tahun, 20 ribu orang selama 15
tahun pada masa konstruksi transit oriented
development (TOD), dan 28 ribu orang
selama 35 tahun pada masa operasional.
Direktur Utama KCIC, Hanggoro Budi
Wiryawan, menegaskan bahwa proyek KCJB
mengutamakan penggunaan tenaga kerja
informal lokal. Di samping itu, proyek KCJB
akan menumbuhkan peluang pengadaan
barang dan jasa, seperti penyewaan rumah,
tumbuhnya
rumah
makan,
penyedia
katering,
penyedia
jasa
transportasi,
dan asisten rumah tangga. Peluang ini
berlangsung tidak hanya pada tahap
- 10 -

proses perizinan lingkungan dilakukan


hanya dalam 41 hari saja. Wajar bila banyak
kalangan yang beranggapan bahwa izin
lingkungan yang diberikan hanya untuk
mengejar seremonial groundbreaking saja.
Dalam
peraturan
perundangundangan memang tidak disebutkan berapa
waktu minimal yang diperlukan untuk
mengurus izin lingkungan, termasuk waktu
minimal untuk menyusun Amdal hingga
diterbitkan keputusan kelayakan lingkungan.
Hal yang diatur adalah waktu maksimal
pemrosesan sehingga sulit menilai apakah
Amdal yang dikerjakan 'super cepat' serta
merta melanggar aturan. Namun, percepatan
yang dilakukan sebenarnya hanya sebatas
administrasi atau birokrasi pengurusan.
Selebihnya,
secara
teknis
dokumen
Amdal
harus
disusun
menggunakan
metode studi yang terukur dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Idealnya Amdal dilakukan dalam
jangka waktu setahun atau setidaknya
melalui dua musim, yaitu hujan dan
kemarau. Berdasarkan data BMKG untuk
wilayah Jawa Barat, prakiraan awal musim
hujan tahun 2015/2016 jatuh sekitar bulan
Oktober dan November 2015. Ini berarti,
pengambilan data primer untuk kebutuhan
penyusunan Amdal sebaiknya dilakukan
beberapa bulan sebelum dan setelah
bulan Oktober/November agar data yang
dikumpulkan
dapat
merepresentasikan
kondisi musim sepanjang tahun.
Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, Siti Nurbaya, menyatakan
bahwa dari sisi lingkungan hidup, proyek
KCJB sudah layak. Namun, tidak dipungkiri
bila masih banyak perbaikan yang perlu
dilengkapi KCIC. Dinyatakan pula bahwa
perbaikan atas dokumen Amdal merupakan
sesuatu yang lumrah dalam pengurusan
Amdal. Akan tetapi, Direktur Eksekutif
Walhi Jawa Barat, Dadan Ramdan,
berpandangan lain. Ia menilai proyek KCJB
dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap
aturan, baik tata ruang, perizinan, maupun
Amdal.
Sejumlah catatan diberikan oleh
Tim Teknis Komisi Penilai Amdal pada
18 Januari 2016 untuk ditindaklanjuti
dalam Rapat Komisi Penilai Amdal sehari
setelahnya. Catatan yang diberikan Tim
Teknis tidak hanya bersifat teknis, tetapi
juga tinjauan terhadap aspek legalitas,

seperti kesesuaian dengan rencana tata


ruang wilyah (RTRW) dan kesesuaian
dengan peraturan dan perundang-undangan
terbaru. Di samping itu, Tim Teknis
meminta pemrakarsa untuk melakukan
kembali koordinasi dengan instansi terkait
dan sosialisasi kepada masyarakat yang
terkena dampak, meninjau ulang data
rona lingkungan awal agar menggunakan
data terbaru yang bersifat kuantitatif,
memperdalam kajian dampak beberapa
komponen lingkungan yang terkena dampak,
bahkan pemrakarsa diminta untuk meninjau
kembali proses pelingkupan dan metodologi
prakiraan
dampak
yang
notabene
merupakan substansi pembahasan KA Andal
yang telah ditetapkan sebelumnya pada 12
Januari 2016 .
Keputusan
kelayakan
lingkungan
dan izin lingkungan semestinya diberikan
setelah catatan perbaikan telah selesai
ditindaklanjuti oleh pemrakarsa. Dengan
catatan panjang yang diberikan oleh Tim
Teknis Komisi Penilai Amdal, banyak pihak
yang meragukan KCIC mampu melakukan
perbaikan yang memadai dalam waktu
hanya satu hari, mengingat Sidang Komisi
Penilai Amdal diselenggarakan pada 19
Januari dan izin lingkungan ditetapkan pada
20 Januari 2016.

Ketidakselarasan Dokumen Amdal


dan RTRW
Keganjilan yang mendasar dalam
proses perizinan lingkungan KCJB adalah
pada saat ditetapkan, revisi RTRW tingkat
provinsi maupun kabupaten/kota belum
selesai dilaksanakan. Padahal, dalam Pasal
4 ayat (3) PP No. 27 Tahun 2012 tentang
izin lingkungan dijelaskan bahwa dokumen
Amdal tidak dapat dinilai dan wajib
dikembalikan kepada Pemrakarsa apabila
tidak sesuai dengan RTRW. Semestinya
revisi RTRW dilakukan terlebih dahulu
daripada penilaian dokumen Amdal.
Terkait
revisi
RTRW
tersebut,
pemerintah pusat telah merekomendasikan
kepada gubernur dan 9 bupati/walikota yang
dilalui jalur KCJB untuk segera melakukan
revisi RTRW. Namun, surat rekomendasi
tersebut tidak cukup mewakili proses revisi
RTRW yang dalam pembahasannya masih
akan melalui pertentangan dari berbagai
pihak, salah satunya adalah surat keberatan
yang dilayangkan oleh 5 perusahaan di
- 11 -

Referensi

Karawang yang lahannya akan dilalui


jalur KCIC. Ketidakselarasan dokumen
Amdal KCJB dengan RTRW tersebut dapat
menjadikan izin lingkungan KCJB yang telah
diterbitkan menjadi tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Izin Kereta Api Cepat Direvisi", Kompas, 10


Februari 2016.
"Update Prakiraan Musim Hujan 2015 2016 di Indonesia", http://www.bmkg.
go.id/BMKG_Pusat/Informasi_Iklim/
Prakiraan_Iklim/Prakiraan_Musim.
bmkg, diakses 16 Februari 2016.
Agus Supriyanto dan Khairul Anam,
"Akrobat Proyek Kereta Cepat", Tempo,
14 Februari 2016.
Arie C. Meliala, "Kereta Cepat Masih
Tersendat", Pikiran Rakyat, 5 Februari
2016.
Edi Ginting. 16 Februari 2016. Metro
Realitas: "Kereta Cepat Penuh Siasat".
Metro TV: Jakarta.
Ichsan Amin, Nuazis, M. Solehudin, " Tim
Penilai Sebut Amdal Dibuat Terlalu
Dini", Koran Sindo, 21 Januari 2016.
Indra Nugraha, " Amdal Kereta Api Cepat
Bandung-Jakarta
Dinilai
Banyak
Kelemahan ", http://www.mongabay.
co.id/2016/01/18/amdal-kereta-apicepat-bandung-jakarta-dinilai-banyakkelemahan/, diakses 16 Februari 2016.
Lily Rusna Fajriah, Alasan Pemerintah
Jokowi
Bangun
Kereta
Cepat
Jakarta-Bandung,
12
Februari
2016,
http://ekbis.sindonews.com/
read/1084819/34/alasan-pemerintahjokowi-bangun-kereta-cepat-jakartabandung-1455272619,
diakses
22
Februari 2016.
Muhammad Nursyamsyi, "Tarik Ulur Kereta
Cepat", Republika, 11 Februari 2016.
Novianti Nurulliah dan Nuryani, "Kereta
Cepat
Dihadang
PTUN",
Pikiran
Rakyat, 6 Februari 2016.
Rizky Jayamara, "Kereta Cepat Bukan
Prioritas", Republika, 11 Februari 2016.

Penutup
Rencana pembangunan KCJB perlu
dilihat dari berbagai sisi, baik dampak positif
maupun dampak negatif yang ditimbulkan.
Namun, proses perizinan lingkungan
pembangunan KCJB yang dilakukan dalam
waktu singkat dikhawatirkan akan merusak
tatanan perizinan lingkungan di Indonesia.
Bukan tidak mungkin, pengabaian terhadap
kualitas dokumen Amdal dan prosedur
perizinan
lingkungan
akan
semakin
marak terjadi di masa mendatang. Izin
lingkungan pembangunan KCJB semestinya
dilakukan secara berjenjang. Dimulai
dari revisi RTRW, penyusunan dokumen
Amdal, penilaian dokumen Amdal, dan
bermuara pada penetapan kelayakan
lingkungan serta izin lingkungan yang
diselenggarakan secara transparan dan
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
DPR RI, melalui komisi terkait, perlu
mendorong pemerintah agar menerapkan
azas kehati-hatian dalam menetapkan
izin lingkungan pembangunan KCJB. Bila
diperlukan, pemerintah dapat menelaah
kembali izin lingkungan yang telah diberikan
jika ditemukan hal yang menyalahi aturan
peraturan
perundang-undangan
dalam
proses perizinan tersebut.

- 12 -

EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Vol. VIII, No. 04/II/P3DI/Februari/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

GELOMBANG PHK
KUARTAL PERTAMA TAHUN 2016
Ari Mulianta Ginting*)

Abstrak
Kondisi perekonomian global yang mengalami perlambatan ditambah dengan harga
komoditas yang mengalami penurunan memberikan dampak yang cukup serius bagi
perekonomian Indonesia. Salah satu dampak tersebut adalah terpukulnya sektor Industri
sehingga mengakibatkan terjadinya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh
perusahaan-perusahan yang beroperasi di Indonesia. Dari data yang berhasil dikumpulkan,
perusahaan seperti Panasonic, Toshiba, perusahaan migas, dan perusahaan farmasi
telah melakukan PHK terhadap buruh dan karyawannya. Untuk mencegah gelombang
PHK yang lebih besar, sudah waktunya stakeholder terkait duduk bersama mengatasi hal
tesebut. Pemerintah bersama dengan pelaku usaha didampingi oleh DPR RI harus membuat
kebijakan yang tepat sararan. Salah satunya dengan mempercepat pengeluaran secara
intensif melalui belanja pemerintah di bidang infrastruktur dan pembangunan sarana
fisik lainnya yang menyerap banyak tenaga kerja. Apabila PHK menjadi langkah terakhir
bagi perusahaan, Pemerintah harus dapat memastikan bahwa buruh yang terkena PHK
mendapatkan haknya secara penuh.

Pendahuluan
Laporan Bank Dunia terhadap kondisi
perekonomian menyebutkan bahwa kondisi
finansial ekonomi internasional mengalami
penurunan dalam beberapa bulan terakhir.
Hal ini mengakibatkan meningkatnya
tantangan pengelolaan ekonomi makro di
Indonesia dan risiko penurunan terhadap
prospek jangka pendek. Penghindaran risiko
global meningkat karena kekhawatiran
perlemahan pertumbuhan Tiongkok dan
volatilitas pasar keuangan, serta prospek
jangka pendek kebijakan moneter Amerika
Serikat (AS). Selain itu, prospek bagi

pasar berkembang dan perdagangan dunia


semakin
melemah
dengan
kelebihan
pasokan, mendorong penurunan hargaharga komoditas.
Di
Indonesia,
perlambatan
pertumbuhan dan peningkatan harga bahan
pangan telah menghambat laju penurunan
kemiskinan. Ditambah dengan tekanan
kurs yang berlanjut yang membatasi pilihan
kebijakan moneter. Bersamaan dengan
itu, rendahnya harga komoditas global
dan perlambatan pertumbuhan di negaranegara berkembang dan perdagangan

*) Peneliti Muda Ekonomi Terapan pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: ari.ginting@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 13 -

Gambar 1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara


Tahun 2009-2015
12, 0
10, 0
8, 0
6, 0
4, 0
2, 0
-2, 0

2009

2010

2011

2013

2014

2015

-4, 0
-6, 0
-8, 0

Amerika Serikat

Indonesia

Tiongkok

Malaysia

Sumber : Bank Indonesia (2016).

khususnya sektor industri selain akibat


dampak dari kondisi perlambatan global
seperti yang telah dijelaskan. Masalah lain
yang cukup menekan sektor industri adalah
kenaikan upah buruh. Kenaikan upah buruh
tersebut sering kali tidak diiringi dengan
produktivitasnya. Kenaikan upah buruh
di Indonesia juga lebih tinggi dari pada
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini
terlihat dari kenaikan upah buruh pada
tahun 2016 yang naik rata-rata sebesar 11,5%
padahal pertumbuhan ekonomi tahun 2015
hanya sebesar 4,79%. Belum lagi jumlah
waktu kerja yang bisa berbeda hingga 20%.
Kondisi tersebut membuat sektor industri
mau tidak mau harus melakukan efisiensi dan
rasionalisasi pekerja serta penutupan sektor
usaha yang dianggap tidak menguntungkan
bagi industri.

dunia menyebabkan ekspor asal Indonesia


mengalami penurunan. Dengan lemahnya
lingkungan luar negeri, PDB riil tumbuh
dengan laju yang moderat sebesar 4,79%
year on year pada tahun 2015. Perlambatan
pertumbuhan ekonomi bukan hanya dialami
oleh Indonesia tetapi juga negara lainnya.
(lihat Gambar 1).
Sektor
industri
manufaktur
yang selama ini merupakan backbone
yang menyokong pertumbuhan utama
perekonomian nasional juga mulai rapuh.
Rapuhnya sektor industri di Indonesia
dapat terlihat dari mulai menurunnya
kontribusi
sektor
industri
terhadap
PDB secara nasional. Jika dibandingkan
kontribusi
sektor
industri
terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2014,
maka kontribusi sektor industri terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional mengalami
penurunan dari 1% menjadi 0,92%. Ekonom
Institute for Development of Economics
and Finance (Indef), Dzulfian Syafrian,
mengatakan bahwa dampak dari perlemahan
nilai tukar dan perlambatan perekonomian
global beberapa bulan terakhir membuat
rata-rata pabrik di Indonesia mengalami
kenaikan ongkos produksi. Seperti diketahui
bersama, konten bahan impor dari industri
nasional sangat tinggi. Tingginya bahan
baku impor menjadi bumerang bagi industri
saat daya beli masyarakat sedang melemah.
Dampak akhirnya sudah jelas terjadi,
industri melakukan efisiensi.
Banyak faktor yang menyebabkan
semakin
tertekannya
perekonomian

Gelombang PHK di Indonesia


Kondisi seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya berdampak terhadap ancaman
pengurangan ribuan tenaga kerja yang
bekerja di sektor industri tersebut. Setidaknya
terdapat tiga perusahaan di Cikarang,
Kabupaten Bekasi, Jawa Barat yang
melakukan PHK, yaitu Toshiba, Panasonic,
dan PT DMC Teknologi Indonesia. Menurut
Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia
(SPSI), PHK dilakukan karena perusahaan
tersebut tutup. Konfederasi Serikat Buruh
Sejahtera Indonesia (KSBSI) menyoroti
kondisi perekonomian global dan anjloknya
harga minyak dunia dapat membuat ribuan
buruh migas terancam PHK.
- 14 -

Tabel 1. Jumlah Buruh yang Terkena PHK sejak Januari 2016


Klaim Pemerintah

Klaim KSPI

Jumlah buruh yang terkena PHK Jumlah Buruh yang terkena


menurut Kementerian Tenaga PHK di PT. Panasonic Lighting
Kerja adalah sejumlah 1.377 orang sejumlah 1.700 orang
Jumlah buruh yang terkena
PHK di PT. Toshiba Indonesia
sejumlah 970 orang
Jumlah buruh yang terkena PHK
di PT Ford Motor Indonesia
sejumlah 35 orang

Klaim Pelaku Usaha


Jumlah buruh yang di PHK
menurut PT Panasonic Lighting
berjumlah 408 orang mundur dan
50 pindah lokasi pabrik
Jumlah buruh yang terkena
PHK dari PT Toshiba Indonesia
sejumlah 362 orang atau 40
persen dari 906 karyawan.

Potensi penambahan buruh yang Potensi


penambahan
buruh terkena PHK adalah sejumlah yang terkena PHK hingga 2.000
2.562 orang
berasal dari 44 dealer Ford Motor
di Indonesia
Sumber: Data diolah (2016)

Pecegahan PHK Massal

Data mengenai jumlah PHK yang


sudah terjadi sejak tahun 2016 berbeda
antara
versi
Kementerian
Tenaga
Kerja (Kemenaker), versi Konfederasi
Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dan
versi
Perusahaan.
Berdasarkan
data
dari Kementerian Tenaga Kerja jumlah
buruh yang terkena PHK sejak Januari
2016 sebanyak 1.377 orang dan potensi
penambahan buruh yang akan terkena PHK
sebanyak 2.562 orang. Data ini jumlahnya
lebih kecil dibandingkan dengan data jumlah
buruh yang di PHK menurut versi KSPI,
yaitu 1.700 orang untuk Perusahaan PT.
Panasonic Lighting ditambah 970 orang
untuk PT. Toshiba Indonesia dan 35 orang
dari PT Ford Motor Indonesia (lihat Tabel 1).
Di luar itu, PHK juga sudah
membayangi industri padat karya yang
berada di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY). Wakil Ketua Asosiasi
Industri
Permebelan
dan
Kerajinan
Indonesia (Asmindo) DIY, Endro Wardoyo,
mengatakan bahwa PHK telah menghantui
seluruh sektor industri di DIY. Hal ini terjadi
karena kondisi perekonomian yang lesu.
Daya beli masyarakat juga masih rendah,
sehingga penjualan ataupun pemasukan
perusahaan menjadi tidak menggembirakan.
Kondisi ini diperparah dengan kenaikan
upah buruh yang menjadi momok bagi
pengusaha dan industri yang ada di DIY.
Dengan demikian, keputusan PHK menjadi
jalan terakhir yang ditempuh apabila tidak
ada jalan keluar dan tergantung kepada
kebijakan industri masing-masing. Sampai
dengan Februari 2016 sudah terdapat 85
kasus PHK dari sejumlah perusahaan di
bidang perdagangan dan pertekstilan.

Menghadapi
permasalahan
gelombang PHK yang terjadi, Kementerian
Perindustrian
(Kemenperin)
akan
melakukan pengawasan terhadap industri
yang melakukan PHK melalui Peraturan
Pemerintah (PP) yang tengah dalam tahap
penyusunan. PP tersebut akan mewajibkan
industri
untuk
melaporkan
kegiatan
produksinya
secara
berkala.
Dengan
adanya laporan kegiatan produksi berkala,
pemerintah dapat mencegah kegiatan
produksi yang berhenti secara mendadak
atau investor yang hengkang secara tibatiba dari Indonesia. Artinya, Kemenperin
sekarang ini akan terus memantau secara
intensif
industri
secara
keseluruhan
agar jika ditemukan permasalahan yang
dihadapi oleh industri, semua stakeholder
dapat dengan cepat duduk bersama untuk
menyelesaikannya sebelum terjadi PHK.
Ketua
Majelis
Permusyawaratan
Rakyat (MPR) Zulkilfi Hasan meminta
pemerintah memperbanyak proyek padat
karya sebagai alternatif untuk meredam
gelombang PHK. Zulkifli Hasan juga
meminta pemerintah memberikan jaminan
suasana yang nyaman bagi para investor
jika ingin berinvestasi di Indonesia. Di
tengah situasi yang serba sulit seperti
ini maka pemerintah harus memberikan
kondisi dan iklim investasi yang mendukung
peningkatan investasi di Indonesia. Terlebih
bagi investor yang ingin membuka usaha di
bidang padat karya, harus menjadi prioritas
dan diberikan fasilitas khusus.
Kemenaker
mengklaim
telah
menggelar pertemuan dengan sejumlah
perusahaan yang akan melakukan PHK
- 15 -

Penutup

terhadap para karyawannya. Direktur


Pencegahan dan Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industri (P3HI) Kemenaker,
Sahat Sinurat, mengatakan telah meminta
kepada perusahaan untuk melakukan
efisiensi terlebih dahulu sebelum melakukan
PHK. Beberapa opsi yang diminta oleh
Kemenaker sebelum PHK dilakukan adalah
mengurangi jam kerja, lembur, dan tidak
memperpanjang kontrak kerja.

Kondisi perekonomian global yang


mengalami perlambatan, harga komoditas
di pasar global yang menurun serta harga
minyak mentah yang berada pada level
terendah telah memberikan dampak serius
terpukulnya sektor industri yang ada
sehingga berujung pada upaya efisiensi,
rasionalisasi, dan pengurangan jumlah
karyawan. Di beberapa tempat dan lokasi,
sejumlah perusahaan telah melakukan PHK
terhadap buruh.
Semua stakeholder, baik pemerintah,
pelaku usaha, maupun DPR RI harus duduk
bersama untuk membicarakan tindakan
konkret untuk mengatasi hal tersebut.
Tindakan preventif dan proaktif harus
dilakukan untuk mencegah hal tersebut.
Namun jika PHK telah menjadi jalan
terakhir, Pemerintah dan DPR RI harus
memantau secara intensif hak yang harus
diterima oleh buruh secara penuh. Jangan
sampai gelombang PHK yang sudah terjadi
menjadi lebih besar dan menghantam
perekonomian nasional.

Penanganan Korban PHK


Lebih lanjut mengenai PHK yang
dilakukan oleh perusahaan, Pengamat
ketenagakerjaan Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia
(LIPI),
Titik
Handayani,
menyatakan bahwa pemerintah harus dapat
melindungi hak-hak normatif buruh seperti
pesangon. Menurut Titik, pemerintah harus
memikirkan solusi untuk menampung
limpahan penganggur baru. Programprogram yang merupakan bagian dari paket
kebijakan ekonomi yang sudah diluncurkan
harus diefektifkan.
Menurut Titik, pemerintah bukan
hanya pada posisi mencegah terjadinya PHK.
Jika beberapa opsi tersebut tidak mampu
menyelamatkan perusahaan, maka PHK
harus dilakukan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, yakni memberikan pesangon,
penghargaan masa kerja, dan uang
penggantian hak bagi buruh yang terkena
PHK. Kemenaker harus secara jelas berpihak
kepada buruh korban PHK dan memantau
proses pemberian hak yang harus diterima
oleh buruh. Hal ini dimaksudkan agar buruh
korban PHK tersebut mendapatkan apa yang
sudah menjadi hak mereka dan perusahaan
tidak lagi menunda-nunda melaksanakan
kewajibannya kepada mereka.
Menurut penulis, momen perlambatan
perekonomian global yang berdampak
hampir pada semua industri nasional
yang pada akhirnya berdampak terhadap
gelombang PHK, harus disikapi secara bijak
oleh pemerintah. Pemerintah seharusnya
mempercepat pengeluaran secara intensif
melalui belanja pemerintah di bidang
infrastruktur dan pembangunan sarana fisik
lainnya yang menyerap banyak tenaga kerja.
Hal ini harus dilakukan secara cepat dan
masif. Penyerapan tenaga kerja yang besar
di proyek-proyek pemerintah, terutama
di sektor infrastruktur, dapat secara cepat
mengurangi pengangguran dan meredam
gelombang PHK yang terjadi saat ini.

Referensi
85 Kasus PHK Terjadi di DIY, Kedaulatan
Rakyat, 11 Februari 2016.
Belanja Pemerintah Redam PHK Masal,
Koran Tempo, 9 Februari 2016.
Cegah PHK, Kemnaker Tawarkan Solusi
Efisiensi, Kontan, 9 Februari 2016
Cegah PHK Massal, Daya Beli Masyarakat
Harus Ditingkatkan, Sindo, 9 Februari
2016.
Daerah Menanggung Dampak Gelombang
PHK, Koran Tempo, 11 Februari 2016.
Ditengah Volatilitas Dunia, World Bank
Report, Oktober 2015.
Kemenperin Awasi Industri PHK
Karyawan, Sindo, 9 Feburari 2016.
Lindungi Pekerja Korban PHK, Pelita, 11
Februari 2016.
Pemerintah Harus Lindungi Pekerja Korban
PHK, Neraca, 9 Februari 2016.
Serikat Pekerja Ungkap PHK Massal,
Republika, 9 Februari 2016.

- 16 -

PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Vol. VIII, No. 04/II/P3DI/Februari/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

PILKADA SERENTAK
MENUJU DEMOKRASI SUBSTANSI
Prayudi*)

Abstrak
Pilkada serentak sebagai agenda politik nasional menuju demokrasi substansi
memiliki makna yang penting bagi masa depan sistem politik Indonesia. Pengalaman
Pilkada serentak 2015 masih memunculkan persoalan bagi terciptanya kehidupan
politik demokratis yang substansi. Langkah perbaikan yang perlu dilakukan
antara lain mengenai pencalonan, penganggaran, sosialisasi, peran Bawaslu, dan
penyelesaian sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara. Meskipun bersifat parsial,
pembenahan Pilkada menyangkut beberapa tahapan tertentunya, baik sebelum,
selama, dan sesudah pelaksanaan pemungutan suara hingga proses penanganan
sengketa, kiranya dapat memberikan kontribusi penting bagi keinginan menciptakan
peranan strategis kelembagaan Pilkada dimaksud.

Pendahuluan

celah bias tertentu bagi terwujudnya prinsip


kedaulatan rakyat sebagai pemegang hak pilih
dan sekaligus fairness di antara peserta yang
saling berkompetisi.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah
menetapkan tanggal pemungutan suara pilkada
serentak gelombang II tahun 2017, yaitu 15
Februari 2017. KPU berharap revisi UU Pilkada
dapat dituntaskan pada awal atau setidaknya
paling lambat akhir April 2016. Alasannya,
tenggat waktu ini memungkinkan KPU
menyesuaikan Peraturan KPU (PKPU) sejalan
dengan UU Pilkada yang telah direvisi. Proses
penyusunan PKPU direncanakan berlangsung
hingga akhir April 2016. Apabila revisi UU
Pilkada dapat diselesaikan sesuai jadwal, maka
penyesuaian PKPU yang sejalan dengan UU

Sesudah
pilkada
serentak
2015,
pilkada serentak kedua direncanakan pada
Februari 2017 untuk kepala daerah yang masa
jabatannya berakhir pada semester kedua
2016 dan yang berakhir pada 2017. Demikian
seterusnya pilkada serentak dilaksanakan secara
bertahap dalam beberapa gelombang, ketiga
Juni 2018, dan berikutnya tahun 2020, 2022,
dan 2023 hingga pilkada serentak nasional
pada tahun 2027 yang meliputi seluruh wilayah
Indonesia. Pilkada secara rutin menjadi agenda
nasional yang dilakukan dalam kurun waktu 5
tahun sekali.
Dari penyelenggaraan pilkada serentak
2015, masih ditemui adanya kendala secara
kelembagaan, meskipun pada skala parsial
lokal. Hal tersebut memungkinkan terjadinya

*) Peneliti Utama Politik Pemerintahan Indonesia pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: prayudi@yahoo.com.
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 17 -

Pilkada sebanding dengan tahapan pilkada


serentak 2017. Masalahnya, bagaimana pilkada
serentak sebagai agenda politik nasional menuju
demokratisasi dapat berjalan secara substansi
dan tidak sekedar ritual prosedur semata?

tahapan pilkada serentak 2017, KPU sejak awal


2016 telah melakukan proses penyempurnaan
sejumlah PKPU. KPU memiliki rencana untuk
menyusun PKPU khusus untuk daerah-daerah
yang pilkadanya diatur dalam UU yang bersifat
khusus, seperti halnya Aceh, DKI Jakarta,
Yogyakarta, Papua, dan Papua Barat.
Beberapa hal substansi dapat dipetik
dari pengalaman pelaksanaan pilkada serentak
2015. Dari rangkaian persoalan di lapangan
yang muncul, setidaknya dapat dikelompokkan
tiga tataran guna membangun demokrasi
yang substansi. Pertama, di tataran sebelum
pemungutan suara. Tataran ini munculnya
persoalan mengenai pencalonan, birokrasi
penganggaran, dan batasan dukungan partai
politik. Di tingkat pencalonan, penetapan
pasangan calon bagi yang berasal dari unsur
PNS, TNI/Polri, anggota DPR, DPD, dan DPRD,
sebaiknya wajib mundur sejak ditetapkan
sebagai pemenang terpilih. Artinya, bukan
pada saat penetapan pasangan calon oleh KPU
setempat. Hal ini untuk mencegah munculnya
calon tunggal sehingga peserta dari unsur
tersebut terdorong berani maju mencalonkan
dirinya.
Dari
tahapan
penganggaran,
dana
penyelenggaraan pilkada sebaiknya disediakan
melalui APBN, bukan APBD, alasannya adalah
untuk menghindari 'permainan' anggaran
akibat
benturan
kepentingan
(conflict
of interest) yang sering mengakibatkan
keterlambatan disahkannya RAPBD menjadi
APBD atau dari APBD menjadi APBD P
(Perubahan).
Keterlambatan
pengesahan
anggaran pilkada jelas menghambat proses
penyelenggaraan tahapan pilkada.
Dalam tataran ini pula, ketiadaan batas
atas dukungan partai politik untuk proses
pencalonan telah membuka peluang bagi
kandidat untuk memborong dukungan partai
politik dalam proses pencalonan. Peluang ini
mendorong, pada kasus tertentu, lahirnya
daerah yang bercalon tunggal.
Politik uang dalam tahapan pencalonan
ataupun ketika di tahapan pemungutan suara
masih berkembang. UU Pilkada belum dapat
digunakan untuk menjerat pelaku politik
uang. Sanksi pidana bagi pelaku politik uang
sulit diimplementasikan. UU Pilkada memang
cenderung sangat progresif, tetapi ironisnya
justru kurang operasional. Meskipun pada
saat pilkada serentak 2015, akhirnya muncul
nama tersangka akibat dugaan politik uang,
sebagaimana terjadi pada pilkada Kabupaten
Halmahera Timur.

Demokrasi Substansi
Menurut Afan Gaffar (2000), dikenal dua
pemahaman tentang demokrasi, yaitu secara
normatif atau yang dikenal sebagai demokrasi
prosedural dan secara empirik atau yang dikenal
sebagai demokrasi substansi. Secara normatif
prosedural, yaitu mengenai prinsip kedaulatan
rakyat di UUD 1945 dan tujuan dari pilkada
secara langsung oleh rakyat (UU No. 8 Tahun
2015 di Pasal 1 ayat (1)). Adapun demokrasi
substansi jauh dari sekedar melampaui
prosedural
rutinitas,
karena
mengenai
hal-hal yang sangat mendasar. Rumusan
tersebut meliputi apakah dalam sistem politik
memberikan ruang yang cukup bagi warga
masyarakat untuk berpartisipasi politik melalui
kelembagaan yang ada? Kemudian, sejauh mana
kompetisi antara pemimpin dilakukan secara
fair dan terbuka (fair and open in regular base)
untuk mengisi jabatan politik yang ada?
Pembenahan kelembagaan pilkada harus
mampu mewadahi tidak sekedar rutinitas
penggunaan hak suara rakyat dan persaingan
antarelit
semata.
Konteks
pembenahan
dimaksud adalah upaya menuju demokrasi yang
substansi. DPR menjanjikan untuk membahas
revisi UU Pilkada paling lambat memakan
waktu satu bulan, sehingga Pemerintah perlu
segera mengajukan RUU Pilkada ke DPR paling
lambat akhir Februari 2016. Apabila kurun
waktu pengajuan itu dapat dipenuhi, maka
diperkirakan pembahasan di Tingkat I dapat
dimulai pada Masa Persidangan IV Tahun
Sidang 2015-2016 yang dimulai awal April 2016.
Berdasarkan draft yang disusun, pemerintah
menargetkan 15 pasal yang akan direvisi, yaitu
Pasal 1, 11, 13, 41, 54, 71, 85, 153, 157, 162, 163,
165, 166, 200, dan 201.
Pilkada
serentak
2017
akan
diselenggarakan di 7 provinsi, 18 kota, dan
76 kabupaten atau khusus bagi kepala daerah
dan wakil kepala daerah yang akan mengakhiri
masa jabatannya pada Juli 2016-Desember
2017. Ketujuh provinsi itu adalah Aceh,
Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta,
Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua
Barat. Sementara ke-94 kabupaten dan kota
yang akan menyelenggarakan pilkada serentak
gelombang II tersebar di 28 provinsi. Dalam
rangka proses penyiapan PKPU tentang jadwal
- 18 -

Kedua, di tataran proses pemungutan


suara, pilkada serentak 2015 ditandai oleh
rendahnya partisipasi politik masyarakat
untuk menggunakan hak pilihnya. Kurangnya
sosialiasi pilkada yang dilakukan oleh KPU
menjadi faktor rendahnya partisipasi politik.
Di sisi lain, berkembang pula kesan oligarki
partai telah menyebabkan keterbatasan pilihan
terhadap calon dan pasangannya menjadi
penyebab rendahnya partisipasi. Padahal peran
partai sendiri bukan faktor penting bagi pilihan
politik masyarakat dalam pilkada, karena faktor
personal figur lebih berperan. Pengalaman
atas kepemimpinan incumbent, baik yang
tergolong buruk seperti halnya terlibat kasus
korupsi, maupun sukses menjalankan kinerja
pemerintahannya, dapat menjadi anti klimaks
terhadap partisipasi pemilih.
Alternatif
calon
yang
terbatas
menurunkan
minat
masyarakat
untuk
menggunakan hak pilihnya. Meskipun kuantitas
persentase penggunaan hak pilih dalam
pilkada bukan indikator tunggal demokrasi
substansi, tetapi partisipasi politik ketika
pilkada menjadi salah satu indikator penting
terhadap perkembangan sistem politik suatu
negara. Partisipasi politik yang kontras dalam
penggunaan hak pilih antara daerah yang
satu dengan daerah lainnya, menunjukkan
pentingnya pembenahan kelembagaan pilkada
terkait sebelum dan sesudah pemungutan suara.

penetapan calon terpilih. Akibatnya, tujuan


pilkada serentak untuk menyatukan akhir masa
jabatan kepala daerah guna menuju pilkada
serentak secara nasional harus dilakukan secara
bertahap. Kemudian juga terdapat kontroversi
atas pelantikan bagi kepala daerah/wakil kepala
daerah yang berstatus hukum tertentu, terutama
yang berstatus tersangka.
Ketiga, dari kasus-kasusnya yang muncul,
gugatan sengketa hasil, putusan PTUN yang
berlanjut dengan kasasi di tingkat MA memakan
waktu lama. Kurun waktu penyelesaian sengketa
pilkada yang lama tersebut, telah berakibat pada
tertundanya pilkada serentak di lima daerah atau
gagal dilaksanakan.
Pasca putusan MK, muncul desakan
agar desain perselisihan hasil pilkada harus
lebih jelas dan tegas. MK telah menegaskan
posisinya hanya sebagai institusi korektif untuk
hasil pemilihan yang memenuhi ambang batas
selisih suara yang ditentukan UU No. 8 Tahun
2015. Dari total 148 perkara, sebanyak 135 di
antaranya tidak diterima karena tidak memenuhi
syarat ambang batas selisih suara, yaitu 0,52 persen dari peraih suara mayoritas. Hanya
satu perkara yang diputus MK untuk dilakukan
pemungutan suara ulang, yaitu Kabupaten
Halmahera Selatan, Maluku Utara.

Langkah Perbaikan Substansi


Sehubungan
dengan
pengalaman
penyelenggaran pilkada serentak 2015, penting
kiranya dilakukan beberapa langkah untuk
memperkuat demokrasi substansi sistem
pemerintahan nasional dan daerah. Pertama,
di tingkat pencalonan, penganggaran pilkada,
batasan dukungan pencalonan dari jalur
partai politik harus direvisi agar nantinya
masyarakat semakin memperoleh alternatif
pilihan politik lebih longgar. Pada tataran
ini sekaligus dibarengi oleh tanggungjawab
Pusat dan dukungan birokrasi pemerintah
daerah yang menegaskan pilkada sebagai
agenda nasional dan memperkuat otonomi
daerah. Biaya penyelenggaraan pilkada yang
sebelumnya berasal dari APBD dengan didukung
APBN, sebaiknya dibalik posisinya menjadi
bersumber dari APBN dengan didukung oleh
APBD. Hal ini berarti kembali ke aturan yang
tertuang pada Pasal 166 UU No. 1 Tahun
2015 sebelum kemudian direvisi menjadi
UU No. 8 Tahun 2015. Pada tataran ini pula,
proses penyelenggaraannya menjadi penting
bagi keterlibatan Pusat untuk memastikan
administrasi pelantikan pasangan calon terpilih
tidak terhambat yang dapat menjadi kendala

Tabel: Partisipasi Politik Pemilih Yang Kontras di


Pilkada 2015
Partisipasi Tinggi

Partisipasi Rendah

Kabupaten Mamuju Tengah,


Sulbar (92,17 %)

Kota Medan, Sumut


(26, 86 %)

Kabupaten Sorong Selatan,


Papua Barat (89,92 %)

Kabupaten Serang,
Banten (50,84 %)

Bolaang Mongondow Timur, Kota Surabaya, Jatim


Sulawesi Utara (88,83 %)
(52,18 %)
Kota Tomohon, Sulawesi
Utara (88,47 %)

Kabupaten Jember,
Jatim (52,19 %)

Konawe Utara, Sulawesi


Tenggara (88,24 %)

Kabupaten Tuban,
Jatim (52,15 %)

Sumber: Kompas, 12 Desember 2015.

Sedangkan pada masalah pelantikan, pada


kenyataannya tidak dapat dilakukan secara
serentak. Hal ini berkaitan dengan masa jabatan
kepala daerah yang sedang menjabat dan
konsekuensi bagi memperpanjang masa jabatan
bagi daerah yang dijabat oleh Pelaksana Tugas
(Plt). Di tingkat pelantikan pula, masih adanya
kasus keterlambatan usulan dari gubernur
kepada Pusat melalui Mendagri terkait SK
- 19 -

substansi
penyelenggaraan
pemerintahan
daerah nantinya.
Kedua, perlunya dukungan sosialisasi
pilkada bagi KPU daerah agar partisipasi politik
pemilih saat pemungutan suara bisa berjalan
signifikan. Di samping itu, persyaratan status
hukum tersangka bagi calon sebaiknya tidak
lagi digunakan, agar semangat pemilih untuk
menggunakan hak pilihnya tetap tinggi. Hal
ini juga berkorelasi dengan proses pelantikan
calon terpilih agar komitmen pembentukan
pemerintahan daerah yang baik dapat terjaga.
Ini mengingat di satu sisi, mayoritas kepala
daerah yang terpilih pada pilkada serentak
Desember 2015 merupakan pemimpin tergolong
baru. Padahal di sisi lain, dana dari pemerintah
pusat ke daerah cenderung naik signifikan.
Data dari postur APBN 2016, jumlah transfer ke
daerah dan dana desa mencapai Rp770 triliun
lebih. Dibandingkan 2015, di tahun 2016 terjadi
peningkatan dana transfer Rp105,5 triliun.
Ketiga, peranan Bawaslu perlu didetailkan
dari berbagai tahapan, mulai dari kampanye
hingga pasca-pilkada, dengan membuat dua
klasifikasi penanganannya., yaitu:
1. Klasifikasi tindak pidana yang dapat
berpengaruh secara tidak langsung bagi
hasil pilkada. Untuk penanganannya,
Bawaslu harus menyelesaikan kasusnya
sebelum
KPU
mengumumkan
hasil
pemungutan suara pilkada. Alternatif bagi
langkah penyelesaian klasifikasi pelanggaran
ini, perkara politik uang dapat ditempatkan
solusi penanganannya melalui administrasi
saja, dibandingkan secara administrasi dan
pidana sebagaimana dipraktekkan selama
ini; dan
2. Klasifikasi tindak pidana yang secara
langsung berpengaruh terhadap hasil
pilkada. Pada klasifikasi tindak pidana
semacam ini, Bawaslu harus segera
memprosesnya
dengan
bekerjasama
Bareskrim Polri dan penuntutannya oleh
Kejaksaan Agung.
Keempat,
dalam
hal
penyelesaian
sengketa proses penyelenggaraan pilkada di
PTUN, sebaiknya diberikan batasan waktu,
misalnya mengacu pada ketentuan batasan
waktu penyelesaian sengketa hasil pemilu di
MK yaitu selama maksimal 45 hari. Sedangkan
mengenai gugatan sengketa hasil pilkada
yang diajukan ke MK, ketentuan berupa
syarat selisih tipis kisaran 0,5 persen s.d.
2 persen sebaiknya tetap dipertahankan.
Alasannya, ketentuan tersebut sangat signifikan
untuk mengurangi jumlah gugatan yang
masuk dan harus ditangani MK. Meskipun

demikian, tampaknya UU Pilkada perlu pula


mempertimbangkan kemungkinan pembentukan
peradilan khusus bagi penyelesaian sengketa
pilkada/pemilu, agar penanganan kasus sengketa
yang bermuatan pelanggaran yang bersifat
sistematis dan masif dapat ditangani secara
memadai. Hal tersebut berarti perlunya desain
kelembagaan penyelenggara dan penegakan
hukum yang mampu bekerja optimal. Sekaligus
pula Ini menjadi masukan penting nantinya bagi
penyusunan kodifikasi dan pembahasan Kitab
Hukum Pemilu.

Penutup
Pilkada serentak merupakan agenda
politik nasional strategis dan memiliki aspek
pemerintahan dan kemasyarakatan yang luas
dengan segala konsekuensinya bagi masa
depan sistem politik Indonesia. Bukan hanya
mengejar target keserentakan pencalonan,
dinamika kampanye, dan pelantikannya, tetapi
juga kesejalanannya dinamika di daerah dengan
agenda pembangunan yang dicanangkan Pusat
agar dapat mencapai sasaran dengan hasil
maksimal. Konstruksi politik beroperasinya
sistem presidensial yang tidak terpencar masingmasing kegiatannya di tingkat lokal sebagai
akibat latar belakang politik kepala daerahnya
yang beragam dengan pemerintah koalisi di
Pusat, adalah sintesa besar dari pembahasan
substansi penting dari demokrasi pilkada sebagai
agenda nasional.

Referensi
Harmonisasi RUU Pikada Selesai Hari Ini,
Kompas, 16 Februari 2016.
Kepala Daerah Baru Butuh Pendampingan,
Kompas, 15 Februari 2016.
Revisi UU Diharapkan Cepat, Kompas, 16
Februari 2016.
RUU Pilkada Dibahas Paling Lambat Sebulan,
Kompas, 17 Februari 2016.
Simalungun Tunggu Kajian Kemendagri, Media
Indonesia, 19 Februari 2016.
Sosialisasi
Kurang,
Partisipasi
Rendah,
Kompas, 12 Desember 2015.
Afan Gaffar. 2000. Politik Indonesia: Transisi
Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Tjahjo Kumolo. 2015. Politik Hukum Pilkada
Serentak, Bandung: Penerbit Expose.
Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No. 1
Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.
1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, Walikota Menjadi Undang-Undang.
- 20 -

Anda mungkin juga menyukai