Anda di halaman 1dari 3

Mekanisme Perubahan Patofisiologi Fraktur, Atrofi dan Kontraktur pada Lansia

Oleh Suci Juwita, 1006673020


Kelas Gerontik III B, Pemicu I Kasus I

Mobilitas meruapakan salah satu kebutuhan dasar yang penting bagi lansia. Masalah-masalah
muskuloskeletal yang terjadi pada banyak lansia bukan hal yang tidak dapat dihindari, namun
perubahan fisiologis terkait penuaan pada sistem skeletal dan muskular pada lansia
mengakibatkan risiko untuk jatuh dan fraktur semakin meningkat. Perubahan yang normal terjadi
pada lansia terkait usia adalah penurunan tinggi badan, redistribusi masa otot dan lemak
subkutan, peningkatan parositas tulanng, atrofi otot, pergerakan yang lambat, pengurangan
kekuatan dan kekakuan sendi-sendi (Stanley, 2002 ). Masalah patologis pada sistem
muskuloskeletal yang terjadi pada lansia seperti osteoartritis, osteoporosis, artritis reumatoid dan
fraktu sebenarnya dapat dicegah dan diterapi bahkan sampai lansia berumur 85 tahun (Stanley,
2002). Pada LTM ini akan dibahas megenai perubahan mekanisme perubahan patofisiologi
fraktur, atrofi dan kontraktur pada lansia.
Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma dan klasifikasinya
digolongkan berdasarkan jenis dan arah garis fraktur (Tambayong, 2000 ), namun fraktur yang
berhubungan dengan osteoporosis adalah penyebab utama pada disabilitas dan morbiditas pada
lansia (Stanley, ). Fraktur yang terjadi pada lansia sedikit berbeda dengan yang biasa terjadi pada
orang yang lebih muda. Terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan. Pertama adalah
tulang pada lansia bisa mengalami fraktur tanpa adanya trauma. Fraktur yang terjadi bukan
akibat trauma diklasifikasikan sebagai fraktur osteoporosis atau non-tramatik fraktur (Miller,
2012 ). Kedua, risiko fraktur akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Ketiga, fraktur
yang sering terjadi pada lansia adalah fraktur pinggul (Miller, 2012). Selain itu terdapat pula
fraktur kompresi vertebra dan faraktur panggul (Stanley, 2002).
Fraktur yang terjadi pada lansia akan sangat mempengaruhi kemandirian, kualitas hidup bahkan
morbiditas dan mortalitas lansia tersebut. Fraktur tulang belakangan dapat meppngakibatkan
deformitas dan fraktur panggul menyebabkan disfungsi tubuh. Namun fraktur pinggul

merupakan jenis fraktur yang dapat sangat mempengaruhi kualitas hidup lansia.. 40% klien yang
mengalami fraktur pinggul tidak dapat bertahan hidup 2 tahun setelah cedera ini. bahkan pada
pasien yang berasal dari panti jompo, 70% tidak dapat bertahan hidup 1 setelah mengalami
fraktur (Stanley, 2002). Manifestasi klinis pada fraktur pinggul adalah rotasi eksternal, nyeri
berat pada lokasi fraktur, dan pemendekan ekstermitas atau atrofi pada bagian yang terkena
fraktur.
Atrofi adalah penurunan ukuran suatu sel atau jaringan yang dapat terjadi akibat tidak
digunakannya otot atau terputusnya jaringan saraf pada bagian tubuh tersebut (Corwin, 2009 ).
Pada lansia hal tersebut terjadi secara normal akibat regenerasi jaringan otot yang melambat dan
jaringan yang atrofi banyak digantikan oleh jaringan fibrosa. Kekuatan muskular mulai menurun
menginjak usia 40 tahun dan dipercepat saat mencapai usia 60 tahun. Atrofi juga dapat terjadi
akibat imobilitas sebagai manifestasi dari terjadi fraktur, osteoporosis dan masalah
muskuloskeletal lainnya. Pada atorif otot ukuran miofobril berkurang serta densitas tulang dapat
berkurang akibat imobilitas atau penyakit defisiensi metabolik. Sebeneranya atrofi adalah
kondisi normal yang terjadi pada lansia akibat dari proses penuaan, namun kondisi tersebut dapat
diperparah apabila terjadi imobilitas akibat fraktur dan maslah muskuloskeletal lainnya. Setelah
otot mengalami atrofi maka manifestasi lain yang akan muncul adalah kontraktur.
Kotraktur adalah kondisi patologis akibat hilangnya atau kurangnya pemenuhan kebutuhan gerak
baik secara aktif maupun pasif akibat keterbatasan sendi, fobrosis jaringan penyokong, otot dan
kulit. Kontraktur otot dapat menjadi masalah yang cukup sulit pada lansia yang terjadi akibat
perubahan postur tubuh yang biasa disebut kifosis senil (postur fleksi) (Pudjiastuti & Utomo
2003 ). Kasus kontraktur yang banyak terjadi pada lansia terjadi akibat kurangnya disiplin untuk
melakukan mobilisasi dan posisi yang sesuai pada bagian tubuh yang mengalami luka, fraktur
atau gangguan lainnya. Efek yang ditimbulkan dari kontraktur adalah gangguan fungsional,
gangguan aktivitas dan gangguan mobilisasi tentunya.
Mobilitas dan aktivitas merupakan kebutuhan yang cukup vital bagi lansia. Peran keluarga sangat
diandalkan dalam hal ini, terlebih pada lansia yang sudah megalami masalah muskuloskeletal.
Intervensi dan terapi yang baik dapat memperbaiki kualitas hidup dan aktivitas dari lansia
tersebut. Peran perawat dalam memberikan direct care dan edukator sangat berperan besar
khususnya dalam lingkungan keperawatan keluarga.

Daftar pustaka:
Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku saku patofisiologi. Terj. Nikhe Budi. Jakarta: EGC
Miller, Carol A. (2012). Nursing for Wellness in Older Adults, 6th edition.Philadelphia:
Lippincott Williams.& Wilkins.
Pudjiastuti, Sri.S., Utomo, Budi. Fisioterapi pada lansia. 2003. Jakarta: EGC
Stanley, Mickey. (2002). Gerontological nursing: A health promotion/protection approach.
Second Edition. terj. Neti Juniarti dan Sari Kurnianingsih. Jakarta: EGC.
Tambayong, Jan. (2000). Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai