Anda di halaman 1dari 42

PENENTUAN POLA DISTRIBUSI PERAMBATAN

GETARAN PADA JALAN AKIBAT GAYA EKSITASI


DARI MOBIL
LAPORAN RESMI
PRATIKUM REKAYASA BAHAN-P2

PERCOBAAN BAHAN KERAMIK

GIGIS KINTAN MIYARTHALUNA


NRP 2411 100 035
Asisten
Yusnia Hamidah

2411 100 013

JURUSAN TEKNIK FISIKA


Fakultas Teknologi Indust ri
Institut Teknol ogi Sepuluh Nopember
Surabaya
2014

LAPORAN RESMI
PRATIKUM REKAYASA BAHAN-P2

PERCOBAAN BAHAN KERAMIK

GIGIS KINTAN MIYARTHALUNA


NRP. 2411 100 036
Asisten :
Yusnia Hamidah

2411 100 013

JURUSAN TEKNIK FISIKA


Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2014

Halaman ini sengaja dikosongkan.

ii

ABSTRAK
PERCOBAAN BAHAN KERAMIK
NAMA
NRP
JURUSAN
ASISTEN

: GIGIS KINTAN MIYARTHALUNA


: 2411 100 036
: TEKNIK FISIKA
: Yusnia Hamidah (2411 100 036)

Abstrak
Percobaan ini bertujuan untuk mengenal bahan keramik,
memahami proses pembuatan bahan keramik tradisional dan
menentukan harga kekerasan dari bahan keramik. Sampel dibuat
dari campuran semen dan pasir dengan komposisi semen:pasir
sebesar 1:1, 1:2, 1:3; dan 1:4. Proses sintering dalam furnace
dengan temperatur 200C dan 400C selama lima jam. Kekerasan
sampel diuji dengan metode gores dan pantulan. Urutan
kekerasan sampel dengan metode gores pada temperatur sintering
200C yaitu 1:3; 1:2; 1:1; dan 1:4. Sedangkan pada temperatur
sintering 400C yaitu 1:1; 1:2; 1:3; 1:4. Kekerasan tertinggi
sampel dengan metode gores yaitu sampel 1:3 pada temperatur
200C. Urutan kekerasan sampel dengan metode pantulan pada
temperatur sintering 200C yaitu 1:2; 1:4; 1:3; dan 1:1.
Sedangkan pada temperatur sintering 400C yaitu 1:2; 1:4; 1:3;
dan 1:1. Kekerasan tertinggi dan terendah sampel dengan metode
pantulan yaitu sampel 1:2 pada temperatur 400C. Dari hasil
percobaan didapatkan bahwa bahan keramik adalah bahan nonorganik yang terdiri dari unsur logam dan bukan logam. Proses
pembuatan keramik tradisional terdiri dari lima tahap yaitu
pengolahan bahan, pembentukan, pengeringan, pembakaran
(sintering), dan penglasiran. Harga kekerasan dari bahan keramik
dengan metode gores yaitu kekerasan tertinggi pada 1:3 dengan
temperatur 200C. Sedangkan dengan metode pantulan yaitu
kekerasan tertinggi pada 1:2 dengan temperatur 400C. Padahal
seharusnya kekerasan tertinggi pada 1:1 dengan temparatur
400C.
Kata KunciKekerasan, Keramik, Komposisi, Metode Gores,
Metode Pantul, Temperatur Sintering.
iii

Halaman ini sengaja dikosongkan.

iv

ABSTRACT
CERAMIC MATERIAL EXPERIMENT
NAME
NRP
DEPARTEMENT
ASISTANT

: GIGIS KINTAN MIYARTHALUNA


: 2411 100 036
: ENGINEERING PHYSICS
: Yusnia Hamidah (2411 100 036)

Abstract
The purpose of this experiment is to understand ceramic
materials, to understand manucfacturing process of traditional
ceramic materials and to determine hardness value of ceramic
materials. Specimen are made from mixture from cement and
sand with composition of cement : sand are 1:1, 1:2, 1:3, and 1:4.
Sintering process in furnace at temperature 200C and 400C for
five hours. Specimen hardness are tested with the scracth and
rebounding method. The order of sampel hardness with scracth
method at 200C are 1:3; 1:2; 1:1; dan 1:4. In other hand at 400C
are 1:1; 1:2; 1:3; 1:4. The hardest with scratch method is 1:3 at
200C. The order of sampel hardness with rebounding method at
400C are 1:2; 1:4; 1:3; dan 1:1.. In other hand at 400C are 1:2;
1:4; 1:3; dan 1:1. The hardest with scratch method is 1:2 at
200C. From the experimental results was found that ceramic
material is a non-organic material consisting of metallic and
nonmetallic elements. The manucfaturing process of traditional
ceramics consists of five stages: material processing, forming,
drying, sintering, and glasir. Hardness value of the ceramic
material with scratch method is the highest hardness is 1: 3 at
temperature 200C. While the method of reflection is the highest
hardness is 1: 2 at temperature 400C. When the hardest should
be 1: 1 at temperature 400C.
KeywordCeramic, Composition, Hardness, Scratch Method,
Sintering Temperature, Rebounding Methods.

Halaman ini sengaja dikosongkan.

vi

DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................... i
Abstrak ...................................................................................... iii
Abstract ..................................................................................... v
Daftar Isi .................................................................................... vii
Daftar Gambar ........................................................................... ix
Dafar Tabel ................................................................................ xi
Daftar Grafik ............................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................. 1
1.2 Permasalahan................................................................ 2
1.3 Batasan Masalah........................................................... 2
1.4 Tujuan .......................................................................... 2
1.5 Manfaat......................................................................... 2
BAB II DASAR TEORI
2.1 Bahan Keramik ............................................................. 3
2.2 Proses Pembuatan Bahan Keramik............................... 3
2.3 Kekerasan Bahan Keramik ........................................... 4
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Peralatan ....................................................................... 7
3.2 Prosedur Percobaan ...................................................... 7
3.2.1 Pembuatan Bahan Keramik ................................ 7
3.2.2 Pengujian Kekerasan dengan Metode Gores ...... 8
3.2.3 Pengujian Kekerasan dengan Metode Pantulan . 8
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Data ................................................................ 9
4.2 Pembahasan .................................................................. 17
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan................................................................... 19
5.2 Saran ............................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii

Halaman ini sengaja dikosongkan.

viii

DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Proses Penyetakan Sampel .................................... 11
Gambar 4.2 Hasil Metode Gores dengan sampel (a) 1:1, (b),
(c) 1:3, dan (d) 1:4 pada Temperatur Sintering
200C .................................................................... 12
Gambar 4.3 Hasil Metode Gores dengan sampel (a) 1:1, (b),
(c) 1:3, dan (d) 1:4 pada Temperatur Sintering
400C .................................................................... 13

ix

Halaman ini sengaja dikosongkan.

DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Hasil Pengujian Kekerasan dengan Metode
Pantulan. ......................................................................9
Tabel 4.1 Tebal Sampel .............................................................11
Tabel 4.2 Hasil Pengujian dengan Metode Goresan pada
Sampel, Temperatur Sintering 200C .......................12
Tabel 4.3 Hasil Pengujian dengan Metode Goresan pada
Sampel , Temperatur Sintering 400C ................... 13
Tabel 4.4 Hasil Pengujian dengan Metode Pantulan pada
Temperatur Sintering 200C ................................... 14
Tabel 4.5 Hasil Pengujian dengan Metode Pantulan pada
Temperatur Sintering 400C ................................... 15
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Error dengan Metode Pantulan
pada Temperatur Sintering 200C. .......................... 16
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Error dengan Metode Pantulan
pada Temperatur Sintering 200C. .......................... 16

xi

Halaman ini sengaja dikosongkan.

xii

DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1
Grafik 4.2

Tinggi Pantulan pada Sampel ............................... 15


Error pada Sampel ................................................ 17

xiii

Halaman ini sengaja dikosongkan.

xiv

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keramik adalah bahan non-organik yang tersusun dari unsur
logam dan bukan logam, daya tahan terhadap slip umumnya lebih
baik, sehingga keramik lebih keras dan selalu kurang ulet
dibandingkan bahan logam atau polimer [1]. Keunggulan keramik
secara umum adalah titik cair tinggi, tahan terhadap temperatur
tinggi, Modulus Young tinggi, tahan terhadap goresan, tahan
korosi, daya hantar panas rendah, densitas relatif rendah dan
koefisien muai panas rendah [1-2]. Namun, keramik juga
mempunyai kelemahan yaitu bersifat getas (brittle) dan fracture
toughness yang rendah [1]. Proses pembuatan keramik
mempengaruhi hasil akhir produk atau dikenal dengan efek
domino. Kesalahan pada salah satu tahap akan mempengaruhi
hasil akhirnya.
Keramik saat ini digunakan tidak hanya sebagai peralatan
rumah tangga tetapi penggunaannya sudah meluas. Keramik
digunakan pada komponen komputer, pengumpul energi surya,
reaktor nuklir dan kimia, pesawat angkasa luar, mesin kapal,
mobil, medis dan industri [2].
Kualitas bahan keramik dapat diketahui dari kekerasan
bahan keramik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan
bahan keramik yaitu temperatur dan hold time sintering, proses
pembuatan keramik, komposisi bahan dan sebagainya. Pengujian
kekerasan terdiri dari metode gores, pantulan dan identasi.
Pengujian kekerasan pada bahan keramik dengan metode gores
dan pantulan untuk mengetui kekerasan pada sampel. Dari
penjelasan di atas maka perlu dilakukan percobaan bahan keramik
dengan tujuan mengetahui bahan keramik, proses pembuatan
keramik tradisional dan harga kekerasan bahan keramik.
1

2
1.2 Permasalahan
Permasalahan yang harus diselesaikan dalam pratikum P2
bahan keramik ini yaitu sebagai berikut.
1. Apakah bahan keramik?
2. Bagaimana proses pembuatan bahan keramik tradisional?
3. Berapa harga kekerasan dari bahan keramik dengan
menggunakan metode gores dibandingkan dengan metode
pantulan (rebound)?
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah pada pratikum P2 bahan keramik yaitu sebagai
berikut.
1. Bahan keramik yang dibuat adalah semen dan pasir
dengan perbandingan 1:1, 1:2, 1:3, 1:4
2. Metode yang digunakan untuk menguji kekerasan
keramik adalah metode gores dan metode dan pantulan.
1.4 Tujuan
Tujuan pratikum P2 bahan keramik yaitu sebagai berikut.
1. Mengenal bahan keramik.
2. Memahami proses pembuatan bahan keramik tradisional.
3. Menentukan harga kekerasan dari bahan keramik.
1.5 Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari pratikum P2 bahan kerami
yaitu sebagai berikut.
1. Pratikan mampu memahami proses pembuatan dan
pengujian kekerasana bahan keramik dengan metode
gores dan metode pantulan.
2. Pratikan mampu menguji kekerasan bahan keramik
dengan metode gores dan metode pantulan.

BAB II
DASAR TEORI
2.1 Bahan Keramik
Keramik pada awalnya berasal dari bahasa Yunani keramikos
yang artinya suatu bentuk dari tanah liat yang telah mengalami
proses pembakaran. Definisi keramik secara modern adalah
adalah bahan non-organik yang tersusun dari unsur logam dan
bukan logam [1].
Pada prinsipnya keramik dapat dibagi dua bagian yaitu
keramik tradisional dan keramik modern Keramik tradisonal
adalah keramik yang terbuat dari bahan alam seperti kaolin,
feldspar, clay dan kwarsa. Keramik tradisional terdiri dari barang
pecah (dinner ware), keperluan rumah tangga (tile brick) dan
untuk industri (refractory). Keramik modern (fine keramik)
adalah keramik yang dibuat dengan oksida oksida logam atau
logam, seperti oksida. Contoh penggunaanya yaitu sebagai
elemen pemanas semikonduktor, komponen turbin [3].
Keunggulan keramik secara umum adalah titik cair tinggi,
tahan terhadap temperatur tinggi, Modulus Young tinggi, tahan
terhadap goresan, tahan korosi, daya hantar panas rendah,
densitas relatif rendah dan koefisien muai panas rendah [1-2].
Namun, keramik juga mempunyai kelemahan yaitu bersifat getas
(brittle) dan fracture toughness yang rendah [1].
2.2 Proses Pembuatan Bahan Keramik Tradisional
Proses pembuatan bahan keramik tradisional secara sederhana
terdiri lima tahap, yaitu pengolahan bahan, pembentukan,
pengeringan, pembakaran (sintering), dan pengglasiran.
1. Pengolahan Bahan
Pengolahan bahan bertujuan untuk mengolah bahan baku
dari material yang belum siap pakai menjadi bahan
keramik siap pakai. Pengolahan bahan terdiri dari teknik
basah dan kering. Teknik teknik kering dengan mengubah
bahan baku menjadi bentuk bubuk.
3

4
2. Pembentukan
Tahap pembentukan adalah tahap mengubah bongkahan
badan tanah liat plastis menjadi benda-benda yang
dikehendaki. Ada tiga keteknikan utama dalam
membentuk benda keramik: pembentukan tangan
langsung (handbuilding), teknik putar (throwing), dan
teknik cetak (casting).
3. Pengeringan
Tujuan utama dari tahap ini adalah untuk menghilangkan
air plastis yang terikat pada badan keramik. Ketika badan
keramik plastis dikeringkan akan terjadi 3 proses penting:
a. Air pada lapisan antarpartikel lempung mendifusi ke
permukaan, menguap, sampai akhirnya partikelpartikel saling bersentuhan dan penyusutan berhenti
b. Air dalam pori hilang tanpa terjadi susut
c. Air yang terserap pada permukaan partikel hilang.
Tahap-tahap ini menerangkan mengapa harus
dilakukan proses pengeringan secara lambat untuk
menghindari retak/cracking terlebih pada tahap (a).
Proses yang terlalu cepat akan mengakibatkan
keretakkan dikarenakan hilangnya air secara tiba-tiba
tanpa diimbangi penataan partikel tanah liat secara
sempurna,
yang
mengakibatkan
penyusutan
mendadak.
Untuk menghindari pengeringan yang terlalu cepat, pada
tahap awal benda keramik diangin-anginkan pada suhu
kamar. Setelah tidak terjadi penyusutan, pengeringan
dengan sinar matahari langsung atau mesin pengering
dapat dilakukan [4].
4. Pembakaran (sintering)
Sintering yaitu memanaskan sampel di dalam furnace
pada temperatur 2/3 dari titik cairnya supaya partikel
halus tersebut beraglomerasi menjadi bahan padat.
Tahap-tahap sintering dapat dibagi menjadi tiga tahap
yaitu tahap pertama (initial stage) terjadi rearrangement

5
dan neck formation, tahap kedua (intermediate stage)
terjadi neck growth, grain growth dan pore-phase
continuous, dan tahap terakhir atau tahap ketiga (final
stage) terjadi much grain growth, discountinuous porephase, grain boundary dan pores eliminated.
Peningkatan temperatur sintering meningkatkan grain
growth pada sampel yang mengalami proses sintering.
Selain itu, peningkatan holding time pada waktu sintering
menyebakan terbentuk grain yang besar karena graingrain yang berdekatan akan saling membentuk contact
area yang lebih besar. Sedangkan kekuatan bending-nya
akan menurun karena jumlah shear antar contact area
dari grain akan turun [1].
5. Pengglasiran
Pengglasiran merupakan tahap yang dilakukan sebelum
dilakukan pembakaran glasir. Benda keramik biskuit
dilapisi glasir dengan cara dicelup, dituang, disemprot,
atau dikuas. Untuk benda-benda kecil hingga sedang
pelapisan glasir dilakukan dengan cara dicelup dan
dituang; untuk benda-benda yang besar pelapisan
dilakukan dengan penyemprotan. Fungsi glasir pada
produk keramik adalah untuk menambah keindahan,
supaya lebih kedap air, dan menambahkan efek-efek
tertentu sesuai keinginan [4].
2.3 Kekerasan Bahan
Kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai
ketahanan material tersebut terhadap gaya penekanan atau
penetrasi semetara dari material yang lebih keras. Terdapat tiga
jenis ukuran kekerasan yang tergantung dari cara melakukan
pengujian yaitu:
a. Metode Gores (Scratch Hardness)
Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs. Metode ini
merupakan perhatian utama dari para ahli mineral.

6
Dengan mengukur kekerasan, berbagai mineral dan
bahan-bahan lain, disusun berdasarkan kemampuan
goresan yang satu terhadap yang lain.
Mohs membagi kekerasan material di dunia berdasarkan
skala (dikenal sebagai skala Mohs). Skala bervariasi dari
nilai 1 sampai 10. Dalam skala Mohs urutan nilai
kekerasan material di dunia diwakili oleh:
a. Talc
f. Orthoclase
b. Gipsum
g. Quartz
c. Calcite
h. Topaz
d. Fluorite
i. Corundum
e. Apatite
j. Diamond (intan)
Prinsip pengujian :
Bila suatu material mampu digores oleh Orthoclase tetapi
tidak mampu digores oleh apatite maka kekerasan
mineral berada pada apatite dengan orthoclase.
Kelemahan metode ini adalah ketidak akuratan nilai
kekerasan suatu material.
b. Metode Elastik /Pantul (Dynamic Hardness)
Metode ini menggunakan alat Shore Scleoroscope yang
gunanya untuk mengukur tinggi pantulan suatu pemukul
(hammer) dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari
suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi
pantulan yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji.
Semakin tinggi pantulan tersebut yang ditunjukkan oleh
dial pada alat pengukur maka kekerasan benda uji dinilai
semakin besar [1].

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Peralatan
Peralatan yang digunakan
antara lain:
1. Semen
2. Pasir
3. Air
4. Keramik Genteng
5. Keramik Kaca
6. Keramik Batu Bata
7. Furnace
8. Penggaris
9. Triplek
10. Cutter
11. Aqua gelas
12. Sendok

dalam pratikum bahan keramik


3 sendok
20 sendok
secukupnya
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
2 buah
1 lembar
2 buah
5 buah
2 buah

3.2 Prosedur Percobaan


3.2.1 Pembuatan Bahan Keramik
Langkah-langkah yang dilakukan pada pembuatan
bahan keramik.
1. Peralatan dan bahan disiapkan.
2. Delapan jenis campuran semen dan pasir dibuat
masing masing dengan komposisi semen : pasir
sebesar 1:1; 1:2; 1:3; 1:4.
3. Campuran semen dan pasir tersebut ditambahkan
dengan air dengan kondisi yang kental. Kemudian
campuran tersebut diaduk hingga rata.
4. Cetakan dibuat dari tripleks dengan panjang, lebar
dan tinggi masing-masing 7 cm x 3,5 cm x 4 cm.
5. Campuran dimasukkan dalam cetakan yang telah
disediakan.

8
6. Campuran dijemur selama 24 jam. Kondisi
lingkungan diusahakan benar benar kering.
Campuran yang telah kering dikeluarkan dari
cetakan.
7. Sampel tersebut dipanaskan dalam furnace dengan
temperatur 200C dan 400C selama 5 jam.
8. Sampel dibiarkan dingin secara alami setelah
pemanasan selesai. Sampel dikeluarkan dari dalam
furnace.
9. Seluruh permukaan sampel dihaluskan dengan
menggosokkan pada kertas ampelas.
3.2.2 Pengujian Kekerasan dengan Metode Gores
Langkah-langkah yang dilakukan pada pengujian
kekerasan dengan metode gores antara lain sebagai berikut.
1. Sampel pertama digores dengan genteng, kaca,
batu bata. Sampel yang tergores mempunyai sifat
lebih lunak dibanding yang lainnya hasil urutan
yang diperoleh dicatat.
2. Hal yang sama dilakukan untuk sampel kedua,
ketiga dan keempat.
3. Nilai kekerasan hasil eksperimen anda diurutkan
dari sifat yang kurang keras sampai yang terkeras
3.2.3 Pengujian Kekerasan dengan Metode Pantulan
Langkah-langkah yang dilakukan pada pengujian
kekerasan dengan metode pantulan antara lain sebagai
berikut.
1. Statip pengukuran kekerasan disiapkan.
2. Bola dijatuhkan diatas permukaan sampel 1.
Tinggi pantulan Ukur dan dilakukan sebanyak
lima kali percobaan. Pengukuran yang sama
dilanjutkan untuk sampel 2, 3 dan 4.

9
3. Semua data dimasukkan pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Hasil Pengujian Kekerasan dengan
Metode Pantulan.
Pengukuran Tinggi Pantulan (cm)
1:1 1:2 1:3 1:4
1
2
3
4
5
Rata-Rata
4. Perhitungan statistik dilakukan pada seluruh data
(rata-rata, standar deviasi, range, error).
5. Analisa data dilakukan pada hasil pengukuran
diatas dengan menghubungkan nilai tinggi
pantulan dengan nilai kekerasan sampel dan
komposisi campuran awal bahan keramik tersebut.

10

Halaman ini sengaja dikosongkan.

BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Data
Sampel dibuat dengan perbandingan semen:pasir sebesar 1:1,
1:2, 1:3, dan 1:4 dengan temperature sintering 200C dan 400C.
Proses penyetakan sampel ditunjukkan pada gambar 4.1. Tebal
sampel ditunjukkan pada tabel 4.1.

Gambar 4.1 Proses Penyetakan Sampel.


Tabel.4.1 Tebal Sampel
Temperatur
Sintering
1:1
(C)
1.1
200
1.1
400

Tebal (cm)
1:2

1:3

1:4

1.7
1.8

2
2.3

2.7
2.6

11

12
Data hasil pengujian dengan metode goresan pada temperatur
sintering 200 C ditunjukkan oleh gambar 4.2 dan tabel 4.2.
Sampel dengan kekerasan tertinggi dan terendah yaitu sampel 1:3
pada temperatur sintering 200C dan sampel 1:4 pada temperatur
sintering 200C.

c
d
Gambar 4.2 Hasil Metode Gores dengan sampel (a) 1:1, (b)1:2,
(c) 1:3, dan (d) 1:4 pada Temperatur Sintering 200C
Tabel 4.2 Hasil Pengujian dengan Metode Goresan pada Sampel,
Temperatur Sintering 200C.
Kaca
Genteng
Bata
Sampel
Tergores
Tergores
Tidak
tergores
1:1
Agak Tergores
Tergores
Agak Tergores
1:2
Agak Tergores Tidak tergores Tidak tergores
1:3
Tergores
Tergores
Agak Tergores
1:4

13

c
d
Gambar 4.2 Hasil Metode Gores dengan sampel (a) 1:1, (b) 1:2,
(c) 1:3, dan (d) 1:4 pada Temperatur Sintering 400C
Tabel 4.3 Hasil Pengujian dengan Metode Goresan pada Sampel ,
Temperatur Sintering 400C.
Kaca
Genteng
Bata
Sampel
1:1
Agak Tergores Agak Tergores Tidak tergores
Agak Tergores Agak Tergores Tidak tergores
1:2
1:3
Agak Tergores Agak Tergores Tidak tergores
Tergores
Agak Tergores Tidak tergores
1:4

14
Data hasil pengujian dengan metode pantulan (rebound)
ditunjukkan pada tabel 4.4 dan tabel 4.5. Sampel dengan
kekerasan tertinggi yaitu pada sampel pada temperatur sintering
400C.
Tabel 4.4 Hasil Pengujian dengan Metode Pantulan pada
Temperatur Sintering 200C.
Tinggi Pantulan (cm)
Pengukuran
1:1
1:2
1:3
1:4
13.9
17.3
17
15.3
1
13.9
18.3
16
17.3
2
14.9
18.8
17
18.3
3
14.9
16.3
17
18.3
4
14.9
18.3
18
18.3
5
Rata-Rata
14.5
17.8
17
17.5
Standard Deviasi 0.547723
1 0.707107
1.30384
Minimun
14.9
18.8
18
18.3
Maksimun
14.9
18.8
18
18.3

15
Tabel 4.6 Hasil Pengujian dengan Metode Pantulan pada
Temperatur Sintering 400C.
Tinggi Pantulan (cm)
Pengukuran
1:1
1:2
1:3
1:4
15.9
18.2
16.7
18.4
1
15.9
19.2
17.7
18.4
2
15.9
19.2
17.7
19.4
3
15.9
19.7
17.7
18.4
4
16.9
19.2
17.7
18.4
5
Rata-Rata
16.1
19.1
17.5
18.6
Standard Deviasi 0.447214 0.547723 0.447214 0.447214
Minimun
15.9
18.2
16.7
18.4
Maksimun
16.9
19.7
17.7
19.4
40

Tinggi Pantulan (cm)

35
30

25
T Sintering 400C

20
15

T Sintering 200
C

10
5
0
1:1

1:2

1:3

1:4

Komposisi

Grafik 4.1 Tinggi Pantulan pada Sampel.

16
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Error dengan Metode Pantulan pada
Temperatur Sintering 200C.
Tinggi Pantulan (cm)
Error
1:1
1:2
1:3
1:4
0 0.054645
0.0625 0.115607
e1
0.067114 0.026596 0.058824 0.054645
e2
0 0.153374
0
0
e3
0 0.10929 0.055556
0
e4
e rata-rata 0.016779 0.085976 0.04422 0.042563
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Error dengan Metode Pantulan pada
Temperatur Sintering 200C.
Tinggi Pantulan (cm)
Error
1:1
1:2
1:3
1:4
e1
0 0.052083 0.056497
0
e2
0
0
0 0.051546
e3
0 0.025381
0 0.054348
e4
0.059172 0.026042
0
0
e rata-rata 0.014793 0.025876 0.014124 0.026474

17
0.1
0.09
0.08
0.07
Error

0.06
0.05

T Sintering 200C

0.04

T Sintering 400 C

0.03
0.02
0.01
0
1:1

1:2

1:3

1:4

Komposisi

Grafik 4.2 Error pada Sampel.


4.2 Pembahasan
Kekerasan bahan tergantung pada komposisi bahan dan
temperatur sintering. Berdasarkan teori bahan maka bahan akan
memeliki tingkat kekerasan yang tinggi jika komposisi bahan
campuran di keramik sebanding. Sedangkan temperatur sintering
mempengaruhi porositas bahan keramik. Semakin tinggi
temperatur sintering semakin sedikit porositasnya. Semakin
sedikit porositas maka bahan keramik semakin keras dan getas.
Efek domino menunjukkan ketergantungan dari sifat akhir produk
keramik dalam produk yang di-sintering. Kesalahan pada salah
satu tahap saja akan mempengaruhi secara nyata hasil akhir bahan
keramik.
Urutan kekerasan dari yang tertinggi hingga terendah dengan
metode gores pada temperatur sintering 200C yaitu 1:3; 1:2; 1:1;
dan 1:4. Sedangkan pada temperatur sintering 200C yaitu 1:1;

18
1:2; 1:3; 1:4. Kekerasan tertinggi dan terendah sampel dengan
metode gores yaitu sampel 1:3 pada temperatur 200C dan sampel
1:4 pada temperatur 200C.
Urutan kekerasan dari yang tertinggi hingga terendah dengan
metode pantulan pada temperatur sintering 200C yaitu 1:2; 1:4;
1:3; dan 1:1. Sedangkan pada temperatur sintering 200C yaitu
1:2; 1:4; 1:3; dan 1:1. Kekerasan tertinggi dan terendah sampel
dengan metode pantulan yaitu sampel 1:2 pada temperatur 400C
dan sampel 1:1 pada temperatur 200C.
Padahal berdasarkan teori sampel dengan kekerasan tertinggi
dan terendah yaitu sampel 1:1 dengan temperatur 400C dan
sampel 1:4 dengan temperatur 200C. Hasil pengukuran yang
didapatkan tidak valid. Faktor-fakor yang menyebabkan
ketidakvalidan data yaitu kesalahan pada proses pembuatan
keramik sehingga terjadi efek domino, permukaan keramik yang
tidak rata, dan kesalahan baca pada goresan dan tinggi pantulan
bola pingpong yang dihasilkan, serta pemberian gaya yang tidak
seragam.
Kesalahan pada proses pencetakan yaitu penambahan air
pada bagian atas bahan yang telah dicetak sehingga kadar air
tinggi di bagian atas cetakan. Kesalahan pada proses pengolahan
yaitu bahan baku tidak disaring sehingga ukuran partikel pada
pasir dan semen tidak seragam. Selain itu pencampuran antara
semen dan pasir tidak homogen. Jumlah air yang terlalu banyak
juga menyebabkan bahan keramik yang dihasilkan rapuh.
Kesalahan pada proses pengeringan yang tidak sempurna
sehingga didalam badan keramik masih mengandung air. Setelah
badan keramik dipanaskan maka bahan keramik akan keropos.
Kesalahan pembacaan pada goresan karena sulitnya
menentukan parameter tidak tergores, agak tergores dan tergores.
Parameter ini ditentukan berdasarkan pengamatan tanpa ada
pengukuran panjang dan kedalaman goresan. Kesulitan ini dapat
diatasi dengan menggunakan parameter yang jelas juga
pengukuran panjang dan kedalaman goresan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil percobaan bahan
keramik yaitu sebagai berikut.
1. Bahan non-organik yang terdiri dari unsur logam dan
bukan logam.
2. Proses pembuatan keramik tradisional terdiri dari lima
tahap
yaitu
pengolahan
bahan,
pembentukan,
pengeringan, pembakaran (sintering), dan penglasiran.
3. Harga kekerasan dari bahan keramik dengan metode
gores yaitu kekerasan tertinggi pada 1:3 dengan
temperatur 200C. Sedangkan dengan metode pantulan
yaitu kekerasan tertinggi pada 1:2 dengan temperatur
400C. Padahal seharusnya kekerasan tertinggi pada1:1
dengan tempratur 400C.
5.2 Saran
Saran yang diberikan untuk percoaan bahan keramik yaitu
sebagai berikut.
1. Sebaiknya cetakan keramik disediakan sehingga ukuran
dan bentuk keramik menjadi seragam dan tidak menyita
waktu.
2. Sebaiknya pasir dan semen disaring terlebih dahulu pada
proses pengolahan bahan.

19

20

Halaman ini sengaja dikosongkan.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Amin, Muh dan Irawan, R.M. Bagus. 2009. Pengaruh
Tekanan Kompaksi dan Suhu Sintering terhadap Sifat Fisis
dan Mekanis Keramik Lumpur Lapindo. URL
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/141/jtptunimus-gdlmuhaminstm-7004-1-keramik-9.pdf. Diunduh pada 4
November 2014.
[2] Karo-karo, Uli dan Komaro, Mumu. 2006. Karakterisasi
Bahan Mentah dan Analisa Kegagalan Produk Keramik.
TORSI, Vol. IV, No.
2, Juli 2006. URL
http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_
MESIN/196605031992021-MUMU_KOMARO/Jurnal_
Torsi _Uli_Karo-karo_dan_Mumu_Komaro.pdf. Diunduh
pada 4 November 2014.
[3] Anonim. URL http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345678
9/25404/4/Chapter%20II.pdf. Diunduh pada 4 November
2014.
[4] URL http://pstkp.bppt.go.id/index.php/component/content/
article/2-uncategorised/180-proses-produksi diakses pada 4
November 2014.

Halaman ini sengaja dikosongkan.

LAMPIRAN A
REVIEW JURNAL TENTANG KERAMIK
Judul

: Net Shaped High Performance Oxide Ceramic


Parts by Selective Laser Melting
Pengarang : Hagedorn, Yves-Christiana; Wilkes, Jana; Meiners,
Wilhelma; Wissenbach Konrada; Poprawe,
Reinhartb
Jurnal
: Physics Procedia
Edisi
:5
Halaman
: 587594
Alumina (Al2O2) dan Zirconia (ZrO2) memiliki kekuatan
mekanik yang luar biasa dan ketahanan panas serta pemakaian
yang baik. Pembuatan dental restoration terkendala masalah
penyusutan selama proses sintering dan sebagainya. Metode SLM
(Selective Laser Melting) digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut.
SLM adalah teknik dengan powder-base dimana
functional part dimaknufaktur lapisan secara berulang-ulang.
Layer bukuk setebal 100 m pada sebuah plat subtrat dan
dilelehkan secara selekif berdasarkan data CAD. Gambar 1.
menunjukkan ilustrasi setup percobaan SLM pada keramik.
Gambar 2. menunjukkan thermal image pada preheating area
dimana bagian yang berwarna kuning memeliki suhu yang tinggi.
Sampel berukuran 2.5 mm x 18 mm. Dari hasil uji
didapatkan bahwa sampel dari campuran 58.5 wt% of Al2O3
(alumina) dan 41.5 wt% ZrO2 (zirconia) menghasilkan lelehan
bubuk yang sempurna.
Uji mikrostruktur menunjukkan hasil butiran yang halus.
Densitas sampel mencapaui 100% dan tidak ditemukan crack. Hal
ini diakibatkan oleh fast heating cycle yang mencapai 105 K/s
selama proses melting dan solidification pada bubuk keramik.
Namun terbentuk layer butiran yang kasar selama interval setebal
50 m. Kristal ZrO2 terbentuk dalam butiran besar.

Gambar 1. Ilustrasi Skematik dari Setup Percobaan SLM


pada Keramik.

Gambar 2. Thermal Image pada Proses SLM dengan Preheating


Area.

Gambar 3. Terbentuknya Butiran Kasar pada Saat Inverval.

Gambar 4. Struktur Mikro pada Sampel.


Besarnya flexural strength mencapai 500MPa. Namun,
belum memenuhi syarat pabrikan. Untuk mengurangi thermal
shock digunakan preheating pada bubuk mencapai temperatur
400C.

Gambar 5. Thermal Image pada Preheated Powder Bed.

Crack pada sampel dihindari dengan treatment berupa


preheating dengan temperatur tinggi di bawah temperature
lelehan sampel. Namun hasil permukaan, ditunjukkan pada
gambar 6, yang jelek perlu untuk diteliti lebih lanjut. Dari hasil
percobaan maka dapat disimpulkan bahwa SLM dapat digunakan
untuk proses sintering pada pembuatan gigi palsu.

Gambar 6. Hasil SLM pada Dental Restoration.

Anda mungkin juga menyukai