Anda di halaman 1dari 24

H

Vol. VIII, No. 05/I/P3DI/Maret/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

STATUS RUU KPK PASCA-PENUNDAAN


Shanti Dwi Kartika*)

Abstrak
Rencana revisi UU KPK telah mengalami perjalanan panjang yang berujung pada
penundaan revisi UU KPK berdasarkan hasil Rapat Konsultasi antara Presiden
dengan Pimpinan DPR. Pasca-penundaan, RUU KPK masih menimbulkan polemik di
masyarakat terkait dengan status RUU KPK. Saat ini, RUU KPK dalam posisi di Bamus
untuk penjadwalan ulang Rapat Paripurna dan masih berada dalam daftar Prolegnas
RUU Prioritas 2016. Untuk mengatasi masalah status RUU KPK ini, terdapat dua
pilihan. Pertama, diagendakan Rapat Paripurna untuk menyetujui usul RUU menjadi
Usul DPR, namun dengan perubahan. Selanjutnya DPR menunjuk alat kelengkapan
yang ditugasi dan dalam jangka waktu itu diadakan sosialisasi dan penyempurnaan
RUU. Kedua, penarikan RUU oleh pengusul dengan alasan perbaikan materi.
Sedangkan untuk memutuskan apakah RUU KPK perlu dicabut dari daftar prolegnas,
dapat digunakan mekanisme evaluasi atau dapat dikonstruksikan sama dengan
mekanisme penambahan RUU dalam daftar Prolegnas Prioritas Tahunan yang selama
ini pernah dilakukan. Keputusan untuk mencabut RUU dari Prolegnas merupakan
kesepakatan bersama antara Presiden dan DPR.

Pendahuluan
Rencana revisi atas UU No. 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) menuai
protes dan penolakan keras dari publik.
Dalam RUU KPK ini terdapat isu krusial
yang dinilai akan memperlemah KPK dan
memberikan jalan mundur pemberantasan
korupsi. Isu krusial itu mengenai penyelidik
dan penyidik independen, kewenangan
penyadapan, dewan pengawas, dan Surat
Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
RUU KPK yang telah diagendakan
untuk Rapat Paripurna penetapan RUU
KPK sebagai RUU Usul DPR mengalami

dua kali penundaan. Penundaan ini didasari


pada keputusan rapat konsultasi pengganti
Badan Musyawarah (Bamus), dengan
pertimbangan pertama, revisi UU KPK
saat ini menjadi isu yang sensitif karena
masih banyak kasus korupsi yang terjadi
sehingga dikhawatirkan akan melemahkan
KPK dan kedua, konsep revisi UU KPK
perlu diperjelas lagi. Sejumlah fraksi juga
menyatakan penolakan terhadap revisi UU
KPK karena menilai revisi UU KPK ini justru
akan memperlemah kelembagaan KPK.
Dalam hal revisi UU KPK, Presiden
mengambil sikap tegas akan tetap

*) Peneliti Muda Ilmu Hukum, pada Bidang Hukum, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
E-mail: shanti.kartika@dpr.go.id.
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-1-

konsisten terhadap revisi UU KPK jika


revisi dimaksudkan untuk memperkuat
kelembagaan KPK dan memperkuat upaya
pemberantasan korupsi. Jika dimaksudkan
untuk memperlemah maka Pemerintah akan
menarik diri dari pembahasan revisi UU KPK.
Untuk menjembatani permasalahan
ini, telah diadakan rapat konsultasi antara
Pimpinan DPR, Pimpinan Baleg, dan
Presiden. Rapat konsultasi ini menghasilkan
kesepakatan untuk menunda revisi UU KPK
dengan pertimbangan: pertama, revisi UU
KPK untuk menguatkan KPK sebagai lembaga
antikorupsi; kedua, penundaan revisi UU
KPK tidak akan menghapuskan agenda
RUU KPK dari Prolegnas RUU Prioritas
2016; dan ketiga, penundaan revisi UU KPK
untuk penyempurnaan materi RUU KPK dan
mensosialisasikan ke masyarakat tentang
substansi revisi UU KPK.
Pasca-kesepakatan penundaan revisi
UU KPK terdapat permasalahan mengenai
status usul RUU tersebut. Untuk itu, perlu
dilakukan kajian tentang status RUU KPK
pasca-penundaan dan status RUU KPK dalam
daftar Prolegnas, khususnya Prolegnas RUU
Prioritas 2016.

ketiga, penolakan. Apabila disetujui tanpa


perubahan, RUU dianggap disetujui tanpa
perubahan dan langsung disampaikan kepada
Presiden. Apabila ditolak usul RUU tersebut
tidak dapat menjadi RUU Usul DPR. Kedua
opsi pilihan tersebut menjadi tidak sejalan
dengan hasil konsultasi DPR dan Presiden,
sehingga yang paling memungkinkan
adalah persetujuan dengan perubahan/
penyempurnaan.
Mekanisme untuk menindaklanjuti
Rapat
Paripurna
yang
memutuskan
persetujuan dengan perubahan diatur dalam
Pasal 125-129 Tatib DPR. Mekanisme ini
dilakukan melalui penyempurnaan RUU.
Penyempurnaan RUU ini ditugaskan pada
Alat Kelengkapan Dewan (AKD) untuk
menyempurnakan rumusan RUU dalam
waktu 30 hari masa sidang dan perpanjangan
20 hari masa sidang [Pasal 127 ayat (1) dan
ayat (2) Tatib DPR]. Jangka waktu itulah
yang dapat digunakan untuk sosialisasi dan
penyempurnaan usul RUU KPK. Penjadwalan
dalam Rapat Paripurna akan menimbulkan
permasalahan apabila fraksi-fraksi tidak
sepakat
untuk
mengambil
keputusan
persetujuan dengan perubahan.
RUU KPK dimungkinkan untuk ditarik
oleh pengusul, dengan didasarkan pada UU
No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (UU No. 12
Tahun 2011) dan Peraturan DPR No. 3 Tahun
2012 tentang Tata Cara Penarikan Rancangan
Undang-Undang (Peraturan DPR No. 3
Tahun 2012).
Mekanisme penarikan RUU didasarkan
pada Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) UU
No. 12 Tahun 2011, yaitu pertama, RUU
dapat ditarik kembali sebelum dibahas
oleh DPR dan Presiden dan kedua, RUU
yang sedang dibahas hanya dapat ditarik
kembali berdasarkan persetujuan bersama
DPR dengan Presiden. Penarikan RUU
diatur lebih lanjut dalam Pasal 3 sampai
dengan Pasal 6 Peraturan DPR No. 3 Tahun
2012. Menurut Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2)
Peraturan DPR No. 3 Tahun 2012, suatu RUU
dapat dilakukan penarikan dalam proses
penyusunan dan pembahasan dengan alasan
sebagai berikut: (1) perbaikan materi RUU
oleh pengusul; (2) perbaikan materi RUU
yang berasal dari Presiden; (3) melampaui
batas waktu pembahasan setelah diberi waktu
perpanjangan; dan/atau (4) tidak terjadi
kesepakatan terhadap suatu materi dalam

Status RUU KPK Pasca-Penundaan


Dengan penundaan Rapat Paripurna
yang
mengagendakan
pengambilan
keputusan RUU KPK sebagai RUU Usul
DPR tersebut, posisi RUU KPK yang sudah
diharmonisasi Baleg berada di Bamus
untuk
menunggu
penjadwalan
ulang
Rapat Paripurna. Hal ini disebabkan Rapat
Paripurna DPR belum memutuskan RUU
KPK sebagai RUU Usul DPR. Penundaan
revisi UU KPK mengakibatkan status usul
RUU KPK menjadi 'menggantung' atau tidak
jelas. Untuk memperjelas status RUU ini
terdapat dua pilihan, yaitu tetap disampaikan
dalam Rapat Paripurna untuk diambil
keputusan atau dilakukan penarikan oleh
pengusul.
Berdasarkan ketentuan Pasal 122
dan Pasal 124 Peraturan DPR No. 1 Tahun
2014 tentang Tata Tertib (Tatib DPR), RUU
yang telah diharmonisasi diajukan oleh
pengusul kepada Pimpinan DPR untuk
disampaikan dalam Rapat Paripurna dengan
tiga kemungkinan keputusan terhadap RUU
KPK apabila Rapat Paripurna dilaksanakan.
Pertama, persetujuan tanpa perubahan;
kedua, persetujuan dengan perubahan; atau
-2-

pembahasan RUU setelah melalui dua kali


masa sidang.
Pasal 4 huruf a dan Pasal 5 ayat (1)
Peraturan DPR menentukan bahwa penarikan
RUU pada tahapan sebelum RUU diputuskan
menjadi RUU dalam Rapat Paripurna DPR
dilakukan oleh Anggota, Komisi, gabungan
Komisi, Baleg, atau DPD. Dengan mengacu
pada UU No. 12 Tahun 2011 dan Peraturan
DPR No. 3 Tahun 2012 tersebut, penarikan
RUU KPK dapat dilakukan oleh pengusul
karena masih dalam tahap penyusunan
dengan alasan perbaikan materi RUU oleh
pengusul.

RUU dari daftar Prolegnas diperlukan juga


suatu mekanisme kesepakatan antara DPR
dengan Pemerintah.
Sehubungan
dengan
kedudukan
RUU KPK dalam Prolegnas, terdapat silang
pendapat antara DPR dengan Pemerintah.
Menurut DPR, untuk mencabut RUU KPK
dari daftar Prolegnas harus berdasarkan
pada kesepakatan antara DPR dengan
Pemerintah, karena Prolegnas disusun
bersama antara DPR dengan Pemerintah.
Hal
ini
berbeda
dengan
pendapat
Pemerintah, yaitu untuk mencabut RUU
KPK dari Prolegnas merupakan kewenangan
DPR.
Untuk mencabut RUU KPK dari
Prolegnas, harus ada kesepakatan antara
DPR dengan Pemerintah karena Prolegnas
merupakan instrumen perencanaan hukum
yang telah disepakati bersama antara DPR
dengan Pemerintah [Perpres No. 87 Tahun
2014 tentang Pelaksanaan UU No. 12 Tahun
2011 (Perpres No. 87 Tahun 2014) dan
Peraturan DPR No. 1 Tahun 2012 tentang
Tata Cara Penyusunan Program Legislasi
Nasional (Peraturan DPR No. 1 Tahun
2012)].
Mekanisme pencabutan RUU dari
Prolegnas Prioritas Tahunan tidak diatur
mekanismenya secara eksplisit. Mekanisme
yang diatur secara eksplisit adalah
perubahan Prolegnas Jangka Menengah
(Perpres No. 87 Tahun 2014 dan Peraturan
DPR No. 1 Tahun 2012). Berdasarkan
peraturan perundang-undangan tersebut,
Prolegnas
Jangka
Menengah
dapat
dilakukan perubahan setelah melalui
mekanisme evaluasi. Dengan menggunakan
konstruksi ini, perubahan Prolegnas dapat
juga dilakukan terhadap Prolegnas Prioritas
Tahunan.
Atas dasar itu, perubahan Prolegnas
RUU Prioritas 2016 dapat dilakukan dengan
menggunakan mekanisme untuk perubahan
Prolegnas Jangka Menengah (Pasal 39
dan Pasal 40 Peraturan DPR No. 1 Tahun
2012). Mekanisme ini digunakan karena
pengusul RUU KPK berasal dari DPR. Untuk
mencabut RUU KPK dari daftar Prolegnas
RUU Prioritas 2016 perlu dilakukan
evaluasi terlebih dahulu oleh Baleg dengan
melakukan kajian terhadap urgensi RUU
KPK serta perkembangan dan kebutuhan
hukum masyarakat. Evaluasi ini akan
berimplikasi pada (a) perubahan judul RUU;

Pecabutan RUU KPK dari Daftar


Prolegnas RUU Prioritas 2016
RUU KPK masih berkedudukan sebagai
Prolegnas RUU Prioritas 2016. Namun
demikian, perjalanan panjang RUU KPK
melahirkan keinginan publik terkait dengan
status RUU KPK dalam daftar Prolegnas,
yaitu mencabut RUU KPK dari Prolegnas.
Keinginan publik ini merupakan implikasi
lain dari penundaan penetapan RUU KPK
sebagai RUU Usul DPR. Hal ini merupakan
bagian dari dinamika politik hukum saat ini.
Dorongan publik ini mempertimbangkan
pertama, jika RUU KPK masih ada dalam
Prolegnas maka peluang untuk merevisi
UU KPK tetap terbuka lebar sehingga
dimungkinkan akan ada upaya untuk
memperlemah KPK dan terjadi kegaduhan
sosial dan politik. Kedua, masih banyak
undang-undang atau revisi undang-undang
lain yang lebih mendesak untuk segera
dituntaskan oleh DPR, dan ketiga, saat ini
publik menyoroti kinerja legislasi DPR yang
masih belum maksimal.
Perlu dipahami bahwa RUU KPK
merupakan bagian dari sistem hukum
nasional yang akan dibangun melalui
proses politik hukum antara DPR dengan
Pemerintah. Politik hukum ini tertuang
dalam Prolegnas yang berfungsi sebagai
potret politik hukum, rencana materi
hukum, dan instrumen pembentukan hukum
(Moh. Mahfud MD, 2010). Oleh karena itu,
keinginan untuk tidak melakukan revisi
UU KPK harus ditinjau dari kedudukan
Prolegnas dalam sistem hukum nasional
dan kedudukan RUU KPK dalam Prolegnas.
Prolegnas sebagai dokumen perencanaan
hasil kesepakatan antara DPR dengan
Pemerintah, sehingga untuk membatalkan
-3-

(b) dikeluarkannya judul RUU dari daftar


Prolegnas; dan (c) jumlah RUU dalam daftar
Prolegnas.
Hasil evaluasi ini akan dibahas
bersama dengan Menteri Hukum dan
HAM, apabila disepakati adanya perubahan
Prolegnas RUU Prioritas 2016 disampaikan
dalam Rapat Paripurna untuk ditetapkan
dengan Keputusan DPR. Ini berarti bahwa
ada mekanisme yang harus dilalui apabila
ingin mencabut sebuah RUU dari daftar
Prolegnas RUU Prioritas 2016 dengan
menggunakan
konstruksi
perubahan
Prolegnas Jangka Menengah.
Hal ini berarti bahwa pencabutan
RUU KPK dari daftar Prolegnas RUU
Prioritas 2016 belum diatur mekanismenya
secara eksplisit dalam UU No. 12 Tahun
2011 maupun Peraturan DPR No. 1 Tahun
2012, sehingga masih terdapat kekosongan
hukum untuk masalah pencabutan RUU
dari daftar Prolegnas Prioritas Tahunan.
Kekosongan hukum ini perlu segera diatasi
dengan melakukan perubahan atas Perpres
No. 87 Tahun 2014, dan Peraturan DPR
No. 1 Tahun 2012. Namun, mekanisme
pencabutan RUU dari daftar prioritas
tahunan juga dapat dilakukan dengan
mengacu pada mekanisme penambahan
RUU dalam prioritas tahunan. Hal
ini
mengingat
penambahan
maupun
pencabutan memiliki esensi yang sama,
yaitu mengubah Keputusan DPR tentang
Prolegnas RUU prioritas tahun 2016.

mekanisme perubahan Prolegnas Jangka


Menengah yaitu melalui proses evaluasi
atau dengan mekanisme seperti pada saat
penambahan RUU dalam daftar Prolegnas
Prioritas Tahunan yang selama ini pernah
dilakukan.
Meskipun
bentuk
hukum
Prolegnas adalah keputusan DPR, namun
untuk menarik RUU KPK, baik di dalam
Prolegnas Jangka Menengah maupun
Prolegnas Prioritas Tahunan, merupakan
hasil kesepakatan bersama antara DPR
dengan
Presiden.
Dengan
demikian,
kesepakatan dalam rapat konsultasi antara
Presiden dengan DPR harus dijadikan
pertimbangan dan tidak dapat diabaikan.

Referensi:
Dimungkinkan, RUU KPK Dicabut, harian
Kompas, 25 Februari 2016.
Hasil dari Rapat Konsultasi DPR dengan
Pemerintah,
http://www.indopos.
co.id/2016/02/%E2%80%8Epegiat-antikorupsi-yakini-presiden-tolak-revisi-kpk.
html#sthash.9SCXXR1V.dpuf, diakses 29
Februari 2016.
Pemerintah dan DPR tunda revisi UU
KPK,
http://www.antaranews.com/
berita/546451/pemerintah-dan-dpr-tundarevisi-uu-kpk, diakses 29 Februari 2016.
Revisi UU KPK Ditunda Rapat Paripurna
DPR Jalan Terus, https://www.tempo.
co/read/news/2016/02/22/078747158/
revisi-uu-kpk-ditunda-rapat-paripurnadpr-jalan-terus, diakses 8 Maret 2016.
MD, Moh. Mahfud. 2010. Membangun
Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi,
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Republik Indonesia, Peraturan DPR Nomor 1
Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyusunan
Program Legislasi Nasional.
Republik Indonesia, Peraturan DPR Nomor 3
Tahun 2012 tentang Tata Cara Penarikan
Rancangan Undang-Undang.
Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor
87 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan.

Penutup
Sehubungan dengan status RUU
KPK pasca-penundaan, untuk memberikan
kepastian dan tidak menjadikan status
RUU KPK menggantung, maka terdapat
dua pilihan. Pertama, diadakan Rapat
Paripurna dengan mengupayakan putusan
yang diambil adalah persetujuan usul RUU
KPK menjadi usul DPR, namun dengan
perubahan. Dalam jangka waktu yang telah
ditetapkan berdasarkan Tatib DPR tersebut
dilakukan sosialisasi dan penyempurnaan
rumusan. Kedua, penarikan RUU KPK oleh
pengusul dengan alasan perbaikan materi
RUU.
Mengenai keinginan untuk mencabut
RUU KPK dari daftar Prolegnas, mekanisme
pencabutan RUU dari daftar Prolegnas
Prioritas Tahunan tidak diatur secara
eksplisit, namun dapat mengacu pada
-4-

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Vol. VIII, No. 05/I/P3DI/Maret/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

KTT AS-ASEAN DAN UPAYA MERESPONS


ANCAMAN CHINA DAN KOREA UTARA
Poltak Partogi Nainggolan*)

Abstrak
Tidak pernah AS mengundang 10 negara ASEAN untuk KTT yang pertama kali diadakan
menjelang berakhirnya Pemerintahan Obama. Upaya menyadarkan ASEAN atas
ancaman keamanan yang meningkat drastis akibat militerisasi Laut China Selatan
(LCS) dengan gelar rudal dan jet tempur China, dan aksi provokatif misil balistik Korea
Utara, serta aktor non-negara teroris internasional, lebih berhasil dicapai AS ketimbang
upayanya mendesak Presiden Jokowi bergabung dalam Trans Pacific Partnership
(TPP). AS tampaknya telah mengantisipasi dan bersiap menghadapi reaksi China jika
keputusan Mahkamah Internasional menolak klaim teritorial sepihak China atas LCS. AS
juga telah siap merespons reaksi agresif Kim Jong-un yang rawan dimanfaatkan sebagai
political gambit oleh penguasa China.

Pendahuluan

berakhir masa jabatannya tahun ini.


Juga, apa hubungannya retreat dengan
meningkatnya ancaman terorisme global
yang datang dari teroris ISIS/IS, yang juga
dibahas dalam KTT?
Info hubungan internasional terkini
dan kajian singkat ini mengulas relevansi
KTT AS-ASEAN dan kaitannya dengan
ancaman global yang datang dari China
yang tumbuh sebagai negara adidaya yang
terus memberikan ancaman di kawasan
dan terhadap kepentingan global AS.
Mengingat hal ini menyangkut juga ancaman
yang datang dari aktor non-negara, yakni
(kelompok) teroris internasional, kajian ini
juga akan membahas ancaman keamanan
yang timbul dari perspektif konvensional
dan nonkonvensional.

Pelaksanaan KTT AS-ASEAN di


Sunnylands, California, mulai 15 Februari
2016
tidak
dapat
dilepaskan
dari
perkembangan politik, keamanan, dan
ekonomi global. Pertemuan puncak ini
merupakan pertemuan yang mendesak
dalam bentuk retreat yang digelar Presiden
Obama, yang untuk pertama kalinya AS
mengundang 10 negara ASEAN, di tempat
Obama pernah menjamu Presiden China,
Xi Jinping. Apa relevansinya pelaksanaan
retreat dengan semakin meningkatnya
ancaman keamanan global yang datang dari
China di berbagai kawasan? Retreat dalam
bentuk KTT itu dilakukan di luar jadwal
pertemuan rutin ASEAN dan merupakan
inisiatif langsung Presiden Obama menjelang

*) Peneliti Utama Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Penelitian, Badan Keahlian
DPR RI. E-mail: pptogin@yahoo.com.
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-5-

Bahaya Konflik Terbuka di LCS

Penempatan sejumlah misil balistik di


Woody Island di Paracels, yang kemudian
diakui Pemerintah China sudah lama digelar
di sana, harus diantisipasi jika putusan
Mahkamah Internasional memenangkan
gugatan arbitrase Filipina dan menolak
klaim teritorial China di LCS. Putusan
seperti itu akan membuat pemerintah China
tersudutkan posisinya sebagai negara
adidaya. AS tampaknya telah siap dengan
mengumpulkan seluruh anggota ASEAN dalam
KTT di California untuk membahas segala
skenario yang mungkin terjadi, terutama yang
bersifat destruktif dan dapat mengancam
stabilitas keamanan di kawasan. Mengingat
LCS adalah jalur navigasi kapal-kapal
pembawa kebutuhan logistik dunia yang
tersibuk.
Setiap reaksi negatif militer China
diperhitungkan implikasi dan sekaligus
responsnya oleh dunia -khususnya AS, mitra
dekat ASEAN- yang selama ini berperan sebagai
polisi dunia dan penjaga kawasan. Langkah
China dinilai sangat rawan menimbulkan
risiko salah perhitungan yang berakibat pada
perang misil balistik AS dan China di LCS, yang
sebelumnya diragukan terjadi.

Retreat dikemas dengan nama USASEAN Leaders Summit bertemakan


Protecting Peace, Prosperity, and Security
in the Asia Pacific, yang menggambarkan
tujuan KTT. Pelaksanaan KTT di California
itu dilakukan menjelang ditetapkannya
putusan tetap Mahkamah Arbitrase PBB
mengenai status klaim teritorial sepihak
China pada April-Mei 2016 yang akan
datang. Klaim sepihak ini dikenal sebagai
nine dashes lines yang mulai diintroduksi
China 2 tahun lalu, namun kemudian
digugat Filipina ke Mahkamah Internasional
di Den Haag. Filipina sendiri optimis
memenangkan gugatan, yang jika itu terjadi,
China harus menghormati putusan tersebut.
Pemerintah
China
menentang
penyelesaian sengketa yang dibenarkan
masyarakat dunia melalui jalur hukum
internasional ini, sementara sebaliknya
Pemerintah Filipina tetap menolak mentahmentah solusi bilateral yang diinginkan China.
Presiden Aquino III tidak percaya Pemerintah
China mau menjalankan mekanisme diplomasi
secara elegan. Presiden Aquino III khawatir
Pemerintah China kian menggunakan
tekanan militer dan intimidasi dalam solusi
bilateralnya ini.
Upaya militerisasi Woody Island di
LCS, yang diperebutkan dengan Taiwan dan
Vietnam, dengan gelar sistem rudal pertahanan
udara tercanggih China, memperkuat keraguan
Aquino III dan claimants LCS lainnya atas
solusi diplomasi bilateral. Alasan bahwa
China telah membangun pulau kecil tersebut
-dengan fasilitas kota dan lebih provokatif
lagi, bandara militer- tampak dibuat-buat.
Argumen ini tetap ditolak negara lain yang
terlibat saling klaim di LCS, dan bukan
pengklaim, seperti AS dan Jepang yang
berkonflik teritorial dengan China di Laut
China Timur. Proliferasi melalui gelar rudal
kian memperjelas maksud China untuk
melakukan kontrol di perairan internasional,
yang akan diikuti dengan deklarasi Zona
Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ). Oleh
analis Australia dan AS, China dinilai telah
melanggar janjinya untuk tidak melakukan
militerisasi wilayah itu. Kepala US Pacific
Command, Laksamana Harry Harris,
bahkan mengatakan China telah mengubah
lanskap operasional dengan menggelar jet
tempurnya di wilayah yang diperebutkan 6
negara itu.

Bahaya Serangan Rudal Nuklir di


Asia Timur
KTT AS-ASEAN itu juga telah
dibayang-bayangi keputusan AS untuk
membuat payung perlindungan misil di
Asia Timur terhadap ancaman dari berbagai
bentuk uji coba dan kemungkinan serangan
nuklir Korea Utara (Korut). Ancaman ini
tidak main-main karena Presiden Korut,
Kim Jong-un, terus meningkatkan uji coba
rudal nuklirnya. Situasi ini meningkatkan
ancaman pada Korea Selatan (Korsel) dan
Jepang, dua sekutu dekat AS, walaupun
AS sendiri masih meragukan kemampuan
pengembangan
senjata
nuklir
Korut.
Namun, gelar empat pesawat tercanggih
AS, F-22, di langit Korsel untuk menangkal
serangan rudal balistik Korut menunjukkan
tingkat kekhawatiran AS atas stabilitas
keamanan di LCT, seperti halnya di LCS.
China merasa terganggu dengan
kehadiran payung penangkal nuklir AS,
yang juga dapat digunakan untuk melakukan
serangan balik. Korut selama ini dikenal
sebagai sekutu China yang menjalankan
kepentingan patron-nya itu di kawasan Asia
Timur. AS telah mengantisipasi dan tengah
-6-

bersiap terhadap kemungkinan munculnya


proxy war China di kawasan itu.
Antisipasi ini rasional sebab China
memiliki sengketa teritorial dengan Jepang
dan
berkepentingan
mempertahankan
klaimnya atas Kepulauan Senkaku. Pengalaman
sejarah pahit di bawah pendudukan Jepang
telah memperkeras sikap China untuk
mempertahankan mati-matian kepulauan itu
dari bekas penjajahnya. Begitu pula dengan
Jepang yang berusaha keras mempertahankan
klaim teritorialnya. Untuk itu, sistem
pertahanan anti-misil AS, sangat melindungi
kepentingan Jepang karena dapat dimanfaatkan
untuk menciptakan penangkalan terhadap
kemungkinan serangan rudal nuklir jarak jauh
Korea Utara maupun China, melalui proxy war.

agar segera masuk bergabung TPP.


Meningkatnya tekanan domestik,
khususnya dari kalangan LSM, seperti
Institute for Global Justice (IGJ) dan
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo),
serta parlemen, telah memaksa Presiden
Jokowi melunakkan sikapnya, sehingga
Indonesia belum memutuskan bergabung
dalam TPP. Tekanan domestik menguat
sehingga Jokowi perlu memperhitungkan
kemampuan Indonesia melakukan liberalisasi
yang diinginkan TPP, yang dapat menyebabkan
ketidakberdayaan negara melindungi hajat
hidup warganya. Untung ruginya harus
dikalkulasikan lagi secara cermat, sehingga
Indonesia perlu waktu 2-3 tahun lagi untuk
kesiapannya bergabung.

TPP dan Ancaman Terorisme


Internasional

Peran Parlemen
Untuk mengurangi eskalasi ketegangan
yang memuncak, parlemen di tingkat global
dan kawasan harus dapat merespons situasi
ini dengan memanfaatkan modalitas yang
ada selama ini, melalui Inter-Parliamentary
Union (IPU), ASEAN Inter-Parliamentary
Assembly
(AIPA),
dan
juga
Asian
Parliamentary Assembly (APA). Di IPU,
grup nasional Asia Pasifik dapat didorong
untuk menggelar sidangnya, tidak hanya
oleh salah satu negara yang terlibat dalam
konflik, tetapi juga oleh negara berpengaruh
dan besar di kawasan, seperti Indonesia dan
Jepang. Di AIPA, tata tertibnya mengenal
sidang darurat jika diperlukan. AIPA bisa
merekomendasikan dan mendorong High
Council ASEAN untuk mengambil langkah
darurat. Perlu diperhatikan, perkembangan
LCS kini menjadi test bagi 3 kekuatan besar,
yakni AS, China, dan ASEAN.
Sementara itu, APA sebagai sebuah
majelis parlemen negara-negara Asia
seharusnya juga dapat mengambil sikap
dan tidak membiarkan situasi berkembang
semakin anarkis dan rawan pecah konflik
militer terbuka. Di sini, negara-negara
anggotanya, baik yang di Asia Pasifik
maupun non-Asia Pasifik, dapat mendorong
sidang Komisi Politik menyiapkan sebuah
resolusi untuk segera mendorong peredaan
ketegangan (dtente). Selain itu, berbagai
forum bilateral bisa dijalankan Parlemen
Indonesia (DPR RI), terutama Komisi I, Badan
Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP), dan Grup
Kerja Sama Bilateral (GKSB), untuk melakukan
diplomasi parlemen meredam konflik ke

KTT AS-ASEAN semula fokus pada


upaya meningkatkan kesiapan dalam
merespons ancaman serangan terorisme
ISIS/IS
yang
semakin
mengglobal.
Momentum ini tepat, karena Indonesia
-sebagai negara besar dalam ASEAN yang
baru saja mengalami serangan pengikut
ISIS/IS yang berasal dari dalam negeri
(homegrowing terrorists)- sejauh ini
dinilai berhasil menangani dan menangkal
aksi-aksi lanjutan mereka. Presiden AS
mengapresiasi Pemerintah Indonesia yang
cepat mengatasinya dan meminta Presiden
Jokowi sebagai pembicara dalam retreat
untuk berbagi pengalaman. Forum KTT
berperan penting dalam perang melawan
terorisme global melalui deradikalisasi.
Selain telah dimanfaatkan Presiden
Obama untuk membentuk front persatuan
melawan China atas ambisi teritorialnya,
terutama di LCS, KTT telah dimanfaatkan
untuk
kampanye
memperluas
blok
perdagangan di kawasan lewat TransPacific Partnership (TPP). Negara yang
telah tergabung TPP antara lain China
dan Indonesia dan sekutu-sekutu AS,
seperti Jepang, Korea Selatan, Australia,
dan hampir seluruh anggota ASEAN.
Karena itulah dalam rangka membangun
containment
terhadap
kepentingan
China -termasuk di bidang ekonomi
dan perdagangan, yang menjadi pemicu
agresivitas China di bidang militer dan nafsu
perluasan teritorialnya- Presiden Obama
gigih mendekati Presiden Indonesia Jokowi
-7-

berbagai organisasi regional, pemerintah, dan


parlemen nasional negara-negara yang terlibat
konflik. Langkah serupa yang sebelumnya
telah efektif dilaksanakan dalam memerangi
teroris internasional dapat diadopsi dalam
meningkatkan kerja sama ekonomi regional.

dalam hubungan internasional ataukah


dapat menjadi penentu perkembangan di
tingkat regional dan global?

Referensi
Beijing Militerisasi Woody, Kompas, 18
Februari 2016: 10.
Buzan, Barry. 1991. People, States and Fear:
An Agenda for International Security
Studies in the Post-Cold War Era.
Hertfordshire: Harvester Wheatsheaf.
Buzan, Berry, and Ole Waever. 2003.
Regions and Power: The Structure of
International Security. Cambridge:
Cambridge University Press.
China Kirimkan Jet Tempur di Paracels,
Republika, 25 Februari 2016: 13.
Chinas Missile Provocations, International
NY Times, February 19, 2016: 8.
Empat F-22 di Angkasa Korsel, Kompas,
18 februari 2016: 9.
Feith, David. Chinas Proliferation Rap Sheet.
The Wall Street Journal, February 26-28,
2016: A13.
Gale, Alastair, "Korea Tensions Surge as
Exercises Begin", The Wall Street Journal,
March 8, 2016: A3.
Gale, Alastair and Cris Larano,Philippines
Seizes North Korea Ship, The Wall Street
Journal, March 7, 2016: A4.
KTT ASEAN-AS: Perlu Stabilitas Lawan
Terorisme, Kompas, 18 Februari 2016: 1
dan 15.
Oegroseno, Arif Havas. South China Sea
a test for three major powers, The
Jakarta Post, March 8, 2016: 2.
Sipahutar, Tassia. Jokowi softens stance
on TPP trade deal, The Jakarta Post,
February 17, 2016: 1.
Tiongkok Akui Senjata di Wilayah
Sengketa, Media Indonesia, 19 Februari
2016: 8.
Tiongkok Harus Hormati Putusan, Pikiran
Rakyat, 1 Maret 20116: 7.

Penutup
AS melihat absennya sentralitas
kepemimpinan dalam ASEAN dan vakumnya
kehadiran negara adidaya di luar China
di kawasan selama ini telah membuat
kian agresif dan provokatifnya ekspansi
ekonomi dan militer China, dan manuvermanuver angkatan bersenjatanya yang
sangat provokatif di kawasan. Untuk
itulah, AS mendorong munculnya setralitas
kepemimpinan Indonesia di bawah Presiden
Jokowi di lingkup ASEAN, selain AS
akan hadir kembali secara lebih intensif
melalui Asia pivot-nya untuk menciptakan
perimbangan kekuatan dengan kebijakan
rebalancing.
PBB telah menjatuhkan sanksi baru
embargo yang lebih ketat atas Korut, tetapi
beberapa minggu dan bulan ke depan di
tahun 2016 ini tampaknya masih akan terus
diwarnai eskalasi ketegangan di kawasan
yang dipicu manuver militer China dan
Korut yang amat provokatif, masingmasing di LCS dan LCT. Upaya Vietnam
melancarkan protes atas gelar rudal balistik
China di LCS ke PBB, dan persiapan serta
reaksi militer China mengantisipasi dan
menolak putusan Mahkamah Internasional
di Den Haag yang mungkin akan menolak
klaim teritorialnya di LCS, mewarnai
perubahan lingkungan strategis lebih jauh
di kawasan dan di tingkat global. Demikian
juga dengan sikap Filipina menyita kapal
Korut di perairannya, Subic Bay, pada 4
Maret 2016 lalu. Sementara itu di LCT, AS
dan Korsel telah mengelar latihan militer
bersama yang memperkeruh situasi.
Respons parlemen di kawasan untuk
bisa segera melakukan dtente langsung
secara efektif, ditunggu oleh masyarakat
dunia, di tengah sikap skeptis, mengingat
selama ini parlemen cenderung menunggu
pemerintah.
Sementara,
diplomasi
multijalur hanya dapat dijalankan jika
parlemen mau aktif dan mengambil inisiatif
cepat sebelum masalah berkembang genting.
Diplomasi parlemen benar-benar ditantang
eksistensinya, apakah sebagai komplementer
-8-

KESEJAHTERAAN SOSIAL

Vol. VIII, No. 05/I/P3DI/Maret/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

MEMAKNAI PERILAKU LGBT DI INDONESIA


(TINJAUAN PSIKOLOGI ABNORMAL)
Sulis Winurini*)

Abstrak
Isu legalisasi perilaku Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender (LGBT) tengah
memanas di Indonesia sejalan dengan pengakuan HAM LGBT di dunia internasional.
Dari sudut pandang kajian akademis, abnormalitas perilaku LGBT terus mengalami
pro dan kontra, namun yang diakui saat ini, orientasi seksual bukan lagi gangguan
mental selama mereka sudah nyaman dengan kondisi orientasi seksualnya. Dengan
menganalisa kasus-kasus yang ada berdasarkan tinjauan psikologi abnormal,
secara umum Indonesia memaknai perilaku LGBT sebagai persoalan kejiwaan yang
membutuhkan pemulihan, dan karenanya menolak beragam bentuk propaganda LGBT
di Indonesia. Dalam hal ini, Indonesia menggunakan perspektif sosio-kultural sebagai
kriteria dalam menggolongkan perilaku LGBT.

Pendahuluan
Isu LGBT berawal dari beredarnya poster
di media sosial mengenai adanya jasa konseling
untuk kaum LGBT, yaitu SGRC (Support Group
and Resource Center on Sexuality Studies) yang
beranggotakan mahasiswa dan alumni UI. Tidak
lama setelah itu, masyarakat kembali resah dengan
munculnya berita artis pria yang ditangkap karena
dugaan pencabulan terhadap remaja pria. Kasus
homoseksual dan pencabulan memang tidak
selalu beriringan, namun yang perlu digarisbawahi
adalah adanya indikasi semakin eksplisitnya
keberadaan LGBT.
Gerakan LGBT di Indonesia mulai
berkembang akhir tahun 1960-an. Mobilisasi pria
gay dan wanita lesbian terjadi pada tahun 1980an. Bersamaan dengan maraknya HIV pada tahun
1990-an, organisasi LGBT di berbagai daerah

semakin banyak. Setelah tahun 1998, gerakan LGBT


berkembang lebih besar dengan pengorganisasian
yang lebih kuat di tingkat nasional. Saat ini, kaum
LGBT lebih terbuka mengungkapkan jati dirinya.
Beberapa tahun terakhir bahkan propaganda LGBT
sudah terlihat secara terang-terangan, termasuk
giatnya aktivis LGBT menuntut legalisasi HAM.
Euforia eksistensi LGBT tidak lepas dari
pengakuan dunia internasional terhadap LGBT.
Amerika Serikat dengan mengatasnamakan HAM,
telah mendeklarasikan dukungannya bagi hak asasi
LGBT. Pada Sidang Dewan Hak Asasi Manusia PBB
bulan Juni 2011, Amerika Serikat, Afrika Selatan,
dan Amerika Latin, serta Uni Eropa mengupayakan
lolosnya Resolusi PBB yang pertama mengenai
HAM bagi LGBT. Salah satu realisasi PBB dan
Pemerintah Amerika Serikat terhadap Resolusi PBB

*) Peneliti Muda Psikologi pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: suliswinurini@yahoo.com.
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-9-

terkait hak asasi LGBT adalah adanya dukungan


UNDP bersama-sama dengan USAID terhadap
program kampanye LGBT di Asia Tenggara, Being
LGBT in Asia. Di Indonesia, program tersebut
diwujudkan dalam kegiatan Dialog Komunitas
LGBT Nasional Indonesia di Bali pada bulan Juni
2013. Pertanyaan yang akan dijawab melalui
tulisan ini adalah bagaimana Indonesia memaknai
perilaku LGBT?

Hooker. Kesimpulannya, penelitian Hooker


tidak reliabel dan cacat. Byrd
menegaskan
bahwa orientasi homoseksual bukan berarti
tidak bisa disembuhkan. Mengenai persoalan
perubahan orientasi homoseksual, NARTH
(National Association for Research and Therapy
of Homosexuality) mengungkapkan bahwa
mengembangkan potensi heteroseksual adalah
sesuatu yang memungkinkan. Ada bukti bahwa
orientasi seksual dapat berubah melalui terapi
reorientasi dan ini telah didokumentasikan
dalam literatur ilmiah sejak akhir abad ke-19.
NARTH juga mengungkapkan bahwa upaya
pengubahan orientasi seksual tidak ditunjukkan
secara berbahaya. Keberhasilan NARTH dalam
menyembuhkan perilaku homoseksual kemudian
dibantah oleh APA melalui Task Force on
Appropriate Therapeutic Responses to Sexual
Orientation. Mengacu pada tinjauan ilmiah yang
dilakukan oleh Task Force pada tahun 2009,
APA mengeluarkan resolusi yang menyatakan
bahwa tidak adanya bukti pendukung untuk
menggunakan intervensi psikologis dalam
mengubah orientasi seksual. Pembahasan ini
menunjukkan tajamnya pro kontra abnormalitas
perilaku LGBT.
Saat ini, pedoman klasifikasi gangguan
mental yang digunakan adalah DSM versi V
yang diterbitkan oleh APA (The American
Psychiatric Association), ICD (The International
Classification of Diseases and Related Health
Problem) versi X yang diterbitkan oleh WHO
pada tahun 1992. Di Indonesia, pedoman
yang digunakan adalah PPDGJ (Pedoman
Penggolongan Penyakit dan Diagnosis Gangguan
Jiwa) versi III yang diterbitkan oleh Kemenkes
pada tahun 1993, yang mana mengacu pada ICD
versi X. LGB baru dianggap gangguan mental
apabila yang bersangkutan merasa labil tentang
orientasi seksualnya. Berbeda dengan LGB, T
masuk ke dalam gangguan identitas jenis kelamin,
yaitu keinginan untuk hidup dengan identitas
gender yang berlawanan dengan jenis kelamin
secara biologis.

Kontroversi Abnormalitas dan


Normalitas Perilaku LGBT
Untuk memahami perkembangan LGBT,
perlu dilihat juga perjalanannya mencapai
eksistensinya. Sejak zaman Nabi Luth beberapa
ribu tahun lalu, LGBT dianggap sebagai perilaku
menyimpang, dosa, dan dilaknat Allah SWT. Di
Eropa, ketika masyarakat Barat masih didominasi
oleh gereja, LGBT tidak hanya dikategorikan
sebagai perbuatan dosa, tetapi juga pelanggaran
hukum karena termasuk penyimpangan sosial.
Mulai abad ke-19, para peneliti berusaha mencari
penjelasan ilmiah mengenai persoalan ini.
Hasil penelitian pada saat itu pada umumnya
mengungkapkan bahwa homoseksualitas adalah
gangguan jiwa. Kemudian di akhir abad ke-19,
mulai terjadi perubahan pandangan mengenai
homoseksualitas.
Homoseksualitas
dianggap
sebagai bawaan lahir dan perlu diklasifikasi sebagai
gender ketiga. Perlu dipahami, dalam dunia
ilmiah istilah LGBT memang tidak populer. Istilah
yang biasa digunakan adalah homoseksualitas,
biseksualitas, dan transgender. Persoalan orientasi
seksual dan identitas gender ini pada umumnya
diteliti dalam konsep homoseksualitas.
Ada beberapa penelitian yang menjadi
momentum
deklasifikasi
homoseksualitas
sebagai gangguan mental, yaitu penelitian
Kinsey dan Hooker. Kinsey menyatakan bahwa
homoseksual dan heteroseksual bukan dua entitas
yang terpisah, melainkan sebuah kontinum di
dalam diri seseorang. Sementara hasil studi
Hooker menunjukkan bahwa para psikolog
yang telah berpengalaman sekalipun tidak dapat
membedakan hasil tes antara homoseksual dan
heteroseksual, serta tidak ada perbedaan antara
fungsi mental keduanya. Hasil studi inilah yang
kemudian memengaruhi keputusan APA untuk
menghapus homoseksualitas sebagai gangguan
mental dalam seri DSM (Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder) versi III di tahun
1973.
Banyak ahli yang tidak sependapat dengan
keputusan APA. Krik Cameron dan Paul Cameron
menguji ulang penelitian yang dilakukan oleh

Sikap Pemerintah dan Masyarakat


terhadap Gerakan LGBT
Indonesia adalah salah satu dari 14 negara
yang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap
Resolusi PBB terkait hak-hak LGBT. Penolakan
ini ditunjukkan secara konkret oleh kementerian,
lembaga, dan kelompok masyarakat di dalam
negeri. Kemenkominfo mengeluarkan kebijakan
untuk membatasi konten tidak layak di berbagai
aplikasi media sosial yang diwujudkan dengan
- 10 -

Pemaknaan Perilaku LGBT:


Tinjauan Psikologi Abnormal

pemblokiran 477 situs berkonten negatif, termasuk


LGBT. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melarang
televisi dan radio untuk mengampanyekan LGBT
dengan alasan melanggar Pedoman Perilaku
Penyiaran dan Standar Program Siaran KPI tahun
2012. Sebagai tindak lanjut, KPI mengeluarkan
surat edaran tentang pelarangan pembawa acara
televisi berpenampilan kewanitaan pada 23
Februari 2016.
Dari kalangan pemuka lintas agama yang
terdiri dari Majelis Ulama Indonesia (MUI),
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Perwakilan
Umat Buddha Indonesia (Walubi), dan Majelis
Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin),
menyatakan penolakan perilaku LGBT karena
menyimpang dari ajaran agama dan/atau hukum
alam. Di sisi lain, mereka menganggap kaum LGBT
perlu dilindungi karena mereka adalah warga
negara yang punya hak sama dengan siapapun.
Sedangkan Pengurus Pusat Perhimpunan
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia
(PP PDSKJI) menyatakan sikapnya terhadap
LGBT sebagai berikut: 1) mengategorikan
homoseksual dan biseksual sebagai Orang
Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) sesuai UU
No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa (UU
Kesehatan Jiwa); 2) mengategorikan transeksual
sebagai Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)
dengan mengacu pada UU Kesehatan Jiwa dan
PPDGJ III; 3) mendukung upaya pemenuhan
hak dan kewajiban bagi ODGJ dan ODMK
dengan memberikan pelayanan kesehatan jiwa
bagi ODGJ dan ODMK; 4) PDSKJI mendukung
upaya riset tentang homoseksual, biseksual,
dan transeksual berbasis kearifan lokal, budaya,
religi, dan spiritual bangsa Indonesia; dan 5)
dalam upaya preventif dan promotif, PDSKJI
melakukan advokasi secara proaktif pada
masyarakat.
Lebih lanjut, Ikatan Psikologi Klinis (IPK)
menyatakan: 1) memandang bahwa LGBT perlu
diperlakukan secara manusiawi, berkeadilan, dan
beradab; 2) berkomitmen untuk memberikan
layanan yang profesional baik preventif maupun
kuratif bagi individu atau kelompok dengan
kecenderungan LGBT yang membutuhkannya;
3) menentang segala upaya eksploitasi,
manipulasi, dan penyalahgunaan kecenderungan
LGBT termasuk membujuk dan menghalanghalangi pemulihan; dan 4) tidak membenarkan
keberadaan organisasi maupun komunitas
formal atau informal yang mendukung LGBT
karena bertentangan dengan budaya bangsa
dan berpotensi merusak tatanan kehidupan
bermasyarakat di Indonesia.

Bagaimana Indonesia bersikap terhadap


gerakan LGBT tidak lepas dari pemaknaannya
terhadap perilaku LGBT. Berbeda dengan dunia
internasional, secara umum Indonesia menganggap
perilaku LGBT adalah persoalan kejiwaan yang
membutuhkan
pemulihan,
dan
karenanya
menolak beragam bentuk propaganda LGBT di
Indonesia. Sikap yang demikian mengacu kepada
norma-norma yang berlaku di Indonesia yang
berbeda dengan norma-norma di negara lain, yaitu
Pancasila. Sila pertama-nya menunjukkan nilainilai Ketuhanan menjadi bagian dari jiwa bangsa
Indonesia sehingga budi pekerti serta cita-cita
moral rakyat yang luhur dan sesuai dengan prinsipprinsip Ketuhanan yang harus dipegang teguh.
Nilai-nilai
Pancasila
sebagai
hukum
dasar menjiwai UU No.1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan. Undang-undang ini menjelaskan
bahwa perilaku seksual hanya diwadahi perkawinan
yang merupakan ikatan lahir batin antara pria
dan wanita sebagai suami isteri yang bertujuan
membentuk keluarga berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa. Mira Fajri, Ketua Kajian Hukum
dan HAM PP KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa
Muslim Indonesia), menerjemahkannya bahwa
perkawinan di Indonesia bukan sekedar catatan
sipil, tapi lebih dari itu. Perkawinan adalah
pengurusan sebuah tatanan kemasyarakatan
dan pemeliharaan sebuah generasi. Hal inilah
yang menurutnya membedakan kultur Indonesia
dengan Barat. Bangsa Indonesia adalah kesatuan
masyarakat organis. Model kemanusiaan sebagai
orang Indonesia adalah pemuliaan generasi dengan
jelasnya garis keturunan yang membentuk rumpun
kemasyarakatan.
Di dalam psikologi abnormal, ada beberapa
perspektif yang digunakan sebagai kriteria
dalam mengonsepsikan abnormalitas, yaitu
statistik, sosio kultural, dan maladaptive. Dalam
hal ini, sangat jelas terlihat bahwa Indonesia
menggunakan perspektif sosio-kultural sebagai
kriteria dalam menggolongkan perilaku LGBT.
Ini memang menjadi sesuatu yang relatif, namun
APA menyatakan di dalam DSM versi IV bahwa:
It is important to note that notions of deviance,
standards of sexual performance, and concepts
of appropriate gender role can vary from culture
to culture. Pernyataan ini menyiratkan bahwa
perbedaan budaya masing-masing bangsa turut
menentukan penggolongan perilaku menyimpang.
Perilaku LGBT disebut menyimpang di Indonesia,
alasannya karena tidak sesuai dengan normanorma yang berlaku di Indonesia.
- 11 -

Penutup
Indonesia tidak mendukung gerakan
LGBT yang marak belakangan ini. Untuk itu, ada
beberapa persoalan yang perlu ditindaklanjuti.
Pertama, PPDGJ versi III yang diterbitkan
Kemenkes tahun 1993 belum sepenuhnya selaras
dengan pandangan Indonesia terhadap perilaku
LGBT. Untuk mendukung revisi PPDGJ-III,
riset-riset mengenai LGBT, terutama mengenai
terapi penyembuhan LGBT dengan mengacu
kepada situasi dan kondisi di Indonesia perlu
dilakukan secara masif dan bebas kepentingan.
Selama ini riset-riset Barat yang menjadi acuan,
padahal situasi dan kondisi di Barat tidak sama
dengan di Indonesia, di samping hasil riset di
Barat terus mengalami pro kontra dan sarat
dengan kepentingan politis. Kedua, kerjasama
dengan organisasi dan lembaga penelitian
yang fokus kepada pemulihan perilaku LGBT,
seperti NARTH, perlu dilihat sebagai upaya yang
signifikan untuk mendukung keperluan riset dan
optimalisasi peran para ahli kesehatan mental.
Ketiga, pusat rehabilitasi untuk kaum LGBT
masih belum terdengar. Dalam hal ini, para
ahli kesehatan mental perlu memaksimalkan
perannya.
Dokumentasi
laporan
terkait
temuan-temuan di dalam upaya rehabilitasi
juga diperlukan untuk mendukung hasil riset
di Indonesia. Keempat, program Revolusi
Mental perlu diwujudkan secara nyata melalui
upaya yang terintegrasi dari pemerintah dan
masyarakat. Pendidikan karakter, pendidikan seks,
perbaikan pola asuh, termasuk perbaikan pola
komunikasi dengan anak sangat diperlukan untuk
mengoptimalkan jati diri anak sesuai dengan
perkembangannya. Pendidikan pranikah menjadi
upaya yang sangat baik untuk meningkatkan
kualitas keluarga. Kelima, DPR RI, khususnya
Komisi I, Komisi III, Komisi VIII, Komisi IX, dan
Komisi X perlu menjalankan fungsi pengawasan
terhadap pemerintah dalam menyikapi perilaku
LGBT.

Referensi
Byrd, A. Dean. (2010). Homosexuality: Innate
and Immutable? What Science Can and
Cannot Say. Liberty University Law
Review. Vol. 4: Iss. 3, Article 4.
Cameron, Paul., Cameron, Kirk, (2012). ReExamining Evelyn Hooker: Setting the
Record Straight with Comments on
Schumm's (2012) Reanalysis. Marriage &
Family Review. 48 (6), 491-523.

E.Phelan, James., Whitehead, Neil., Sutton,


Philip M. (2009) What Research Shows:
NARTHs Response to the APA Claims on
Homosexuality. Journal of Human Sexuality.
Vol 1.
Getzfeld, Andrew R. (2006). Essentials
of
Abnormal Psychology. New Jersey: John
Wiley and Sons.
Hooker, E. (1956). A Preliminary Analysis of
Group Behavior of Homosexuals. Journal Of
Psychology Interdisciplinary And Applied. 41
(2), 217-225.
Kartono, Kartini. (2000). Psikologi Abnormal.
Bandung: Mandar Maju.
Kinsey, Alfred C., Pomeroy, Wardell R., Martin,
Clyde E. (2003). Sexual Behavior in the
Human Male. American Journal of Public
Health. 93 (6), 894-898.
WHO. The ICD-10 Classification of Mental and
Behavioural Disorders: Clinical Descriptions
and Diagnostic Guidelines. http://www.who.
int/classifications/icd/en/bluebook.pdf, diakses
pada 3 Maret 2016.
Amerika Serikat Mendukung Perlindungan
Hak Kaum Lesbian, Gay, Transeksual dan
Biseksual, http://indonesia.jakarta.usembassy.
gov/news/embnews_15052012.html, diakses 29
Februari 2016.
Hidup Sebagai LGBT di Asia: Laporan Nasional
Indonesia, https://www.usaid.gov/sites/default/
files/documents/2496/Being_LGBT_in_Asia_
Indonesia_Country_Report_Bahasa_language.
pdf, diakses 29 Februari 2016.
Ini Sikap Pemuka Agama Terhadap LGBT,
http://news.liputan6.com/read/2439645/inisikap-pemuka-agama-terhadap-lgbt, diakses 29
Februari 2016.
Kemenkominfo: 477 Situs Sudah Diblokir,
Termasuk Yang Terkait Dengan LGBT,
http://kabarlgbt.org/2016/02/17/kemenkominfo477-situs-sudah-diblokir-termasuk-yang-terkaitdengan-lgbt/, diakses 29 Februari 2016.
KPI Larang TV dan Radio Promosikan
LGBT,
http://nasional.kompas.com/
read/2016/02/13/08060081/KPI.Larang.
TV.dan.Radio.Promosikan.LGBT, diakses 29
Februari 2016
LGBT dalam Perspektif Hukum di Indonesia,
http://www.republika.co.id/berita/jurnalismewarga/wacana/16/02/29/o3a5s0388-lgbt-dalamperspektif-hukum-di-indonesia,
diakses
29
Februari 2016.

- 12 -

EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Vol. VIII, No. 05/I/P3DI/Maret/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

POLEMIK PELIK
MODEL PENGEMBANGAN BLOK MASELA
Iwan Hermawan*)

Abstrak
Potensi gas bumi Blok Masela yang sangat besar telah menyita perhatian banyak pihak.
Nilai investasinya diperkirakan mencapai USD30 miliar atau sekitar Rp390 triliun.
Silang pendapat tentang model pengembangan Blok Masela di offshore atau onshore
bermunculan sehingga menimbulkan polemik. Di sisi lain, masyarakat Maluku berharap agar
pengembangan Blok Masela dapat menjadi salah satu solusi mengurangi tingkat kemiskinan
yang tinggi. Oleh sebab itu, keputusan tentang pengembangan Blok Masela memerlukan
kajian yang komprehensif dan transparan, meskipun hal tersebut membutuhkan waktu
yang sedikit lebih lama. Aspek ekonomi, teknis, sosial, dan lingkungan menjadi bagian dari
pertimbangan utuh pengembangan Blok Masela, tanpa mengesampingkan sisi penyerapan
tenaga kerja, pengembangan wilayah pesisir, dan kedaulatan wilayah Indonesia.

Pendahuluan

Cubic Feet (TCF) atau memiliki reserve to


production selama 70 tahun yang melebihi
gas bumi di Qatar. Bahkan beberapa pihak
memprediksikan proyek Liquefied Natural Gas
(LNG) Blok Masela akan menjadi proyek gas
bumi terbesar di dunia dengan nilai investasi
mencapai USD30 miliar atau sekitar Rp390
triliun. Temuan ini justru direspons dengan
penundaan keputusan presiden terkait model
pengembangan Blok Masela di darat (onshore)
atau lepas pantai (offshore), meskipun telah
dilakukan kajian oleh beberapa pihak, seperti
dari Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas
Bumi (SKK Migas), Kementerian Koordinator
Maritim dan Sumber Daya, serta Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM).
Hal ini tentu saja akan menjadi disinsentif
bagi investor, memengaruhi sosial-ekonomi

Gas bumi menjadi pilihan bahan bakar


penting abad ini. Hal tersebut didorong oleh
adanya evolusi struktural perekonomian
global, perkembangan sumber daya energi
baru, pertumbuhan permintaan energi, isu
lingkungan, dan pertumbuhan permintaan
industri petrokimia. Pemerintah Indonesia
menyadari dan memiliki kepentingan terhadap
kondisi tersebut karena statusnya sebagai
salah satu produsen gas bumi besar di dunia.
Apalagi sejak tahun 2004, Indonesia menjadi
net importir minyak bumi sehingga dibutuhkan
ketersediaan energi lain, termasuk gas bumi.
Provinsi Maluku sebagai salah satu
wilayah bagian timur Indonesia kembali
menjadi perhatian dunia bukan karena rempahrempahnya, namun karena potensi gas bumi
yang diperkirakan mencapai 10,7 Trillion

*) Peneliti Muda Ekonomi Terapan pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: iwan.hermawan@dpr.go.id.
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 13 -

miliar dibanding offshore sebesar USD22


miliar. Di samping itu, rencana pembangunan
jaringan pipa gas sepanjang 600 km dari Blok
Masela ke Kepulauan Aru akan memberikan
dampak pengganda ekonomi yang tinggi bagi
masyarakat. Selain produksi dan distribusi gas
lebih aman melalui pipa, kondisi tersebut juga
akan mendorong pengembangan konektivitas
antarwilayah di Maluku dan sekitarnya. Nilai
tambah penggunaan pipa gas dapat mencapai
tiga hingga lima kali lipat dibandingkan
menggunakan FLNG.
Di antara dua pendapat tersebut,
pengamat ekonomi, Faisal Basri, mengkritisi
bahwa kedua model pengembangan Blok
Masela sarat kepentingan. Pada onshore,
indikasinya dapat dilihat saat dikaitkan dengan
pembangunan pipa gas dan pembebasan lahan
seluas 600 ha oleh pelaku usaha tertentu.
Begitu pula dengan offshore, yang dilihat
dari manfaat pembuatan kapal FLNG hanya
akan dinikmati oleh korporasi multinasional
besar. Oleh sebab itu, saat ini Presiden Jokowi
belum memutuskan model pengembangan
Blok Masela karena berusaha mengkaji dari
berbagai aspek, seperti ekonomi, teknis,
sosial, lingkungan, dan kedaulatan kawasan.
Keputusan tersebut akan diambil pada tahun
2018 dan sekaligus memberikan waktu
kepada investor untuk menimbang kembali
model pengembangan yang diinginkan tanpa
mengesampingkan kepentingan masyarakat.
Namun menurut kajian LPEM-UI, penundaan
satu tahun atas pengembangan proyek tersebut
akan merugikan perekonomian (PDB) sebesar
USD4,2 miliar.

masyarakat Maluku, mengancam ketersediaan


pasokan gas bumi domestik, dan menurunkan
investasi hulu minyak dan gas bumi (migas) di
masa mendatang.

Silang Pendapat Opsi Model


Pengembangan Blok Masela
Potensi Blok Masela yang sangat besar
menjadikannya lebih menarik dibandingkan
blok migas lainnya. Silang pendapat model
pengembangan Blok Masela yang bermunculan
sejatinya dilatarbelakangi oleh semangat
optimistis memberikan manfaat yang lebih
baik bagi masyarakat dan negara. Seluruh
pendapat tersebut, baik pemerintah, akademisi,
pelaku usaha, lembaga swadaya masyarakat
(LSM), dan politikus, terdikotomi antara
pengembangan Blok Masela di offshore dan/
atau onshore.
Menurut perspektif Kementerian ESDM,
model pengembangan Blok Masela dengan
offshore yang berbentuk Floating Liquefied
Natural Gas (FLNG) dianggap memiliki biaya
lebih murah, yaitu USD14,8 miliar dibanding
onshore sebesar USD19,3 miliar. Di sisi lain,
biaya operasional pembangunan jaringan pipa
gas juga lebih mahal, yaitu USD356 juta per
tahun, sedangkan pembangunan FLNG hanya
USD304 juta. Pengembangan Blok Masela
dengan offshore juga akan (a) menumbuhkan
industri maritim dalam negeri, seperti industri
perkapalan, (b) lebih efisien karena prosesnya
tidak memerlukan pembebasan tanah, dan
(c) memberikan sumbangan yang lebih
besar kepada Produk Domestik Bruto (PDB).
Penerimaan negara diproyeksikan mencapai
USD51,8 miliar dibandingkan onshore yang
hanya USD42,3 miliar. Selain itu, jika model
offshore dipilih maka rangkaian berikutnya
adalah KESDM akan mempersiapkan dana
pembangunan Blok Masela. Dana tersebut
digunakan untuk mengembangkan wilayah
di sekitar ladang gas sehingga infrastruktur
terbangun lebih cepat. Dana akan dikelola
oleh badan percepatan pembangunan Maluku
dan disisihkan dari penjualan gas Blok Masela
sebesar Rp5 triliun per tahun, lalu dibagi rata ke
daerah yang berada di sekitar blok. Tantangan
pemerintah berikutnya adalah kecemburuan
dari daerah penghasil migas lainnya untuk
mendapatkan perlakuan yang sama, seperti
Aceh, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Menurut Kemenko Maritim dan Sumber
Daya, model pengembangan Blok Masela di
onshore dianggap lebih murah, yaitu USD16

Perbandingan Model Pengembangan


Blok Masela
Kedua opsi model pengembangan Blok
Masela dapat diperbandingkan tanpa memihak
kepada kelompok yang pro ataupun skeptis
terhadap pilihan model pengembangan Blok
Masela. Pada Tabel 1 disajikan perbandingan
tersebut dengan beberapa indikator secara
sederhana.
Berdasarkan hasil review, secara umum
model offshore relatif lebih baik dibandingkan
onshore dari sisi ekonomi, teknis, sosial, dan
lingkungan. Meskipun demikian, kondisi ini
tidak serta-merta menjadikan onshore sebagai
opsi buruk dilihat dari sisi penyerapan tenaga
kerja, pengembangan wilayah pesisir, dan
kedaulatan wilayah. Apalagi salah satu isu
utama tentang biaya investasi proyek terdapat
- 14 -

Tabel 1. Perbandingan Indikator dalam Model Pengembangan Blok Masela


No.

Indikator

Offshore

Onshore

A. Ekonomi
1.

Pengadaan Lahan

Terbatas untuk basis pengadaan


logistik wilayah

Tersedia sangat luas dan dapat mengembangkan logistik wilayah

2.

Fasilitas
pasca
berakhirnya kontrak

Dapat dipindahkan ke tempat lain


karena sifatnya floating

Tidak dapat dipindahkan

3.

Biaya belanja modal

USD14,8 miliar (versi KESDM)


USD22 miliar (versi Kemenko)

USD19,3 miliar (versi KESDM)


USD16 miliar (versi Kemenko)

4.

PDB

USD126,3 miliar (LPEM, UI)

USD122 miliar (LPEM, UI)

5.

Penyerapan
kerja

657.000 orang (LPEM UI)

> 657.000 orang (800.000-an orang)

6.

Pengembangan
wilayah pesisir

Telekomunikasi dan transportasi


kurang berkembang

Telekomunikasi dan transportasi berkembang

50 bulan membangun FLNG

45 bulan membangun pipa gas di luar waktu pembebasan lahan

tenaga

B. Teknis
1.

Waktu
pembangunan fisik

C. Sosial
1.

Konflik tanah

Kemungkinan terjadi sangat kecil

Kemungkinan terjadi sangat besar

2.

Konflik sosial

Risiko kecil

Risiko besar karena migrasi tenaga kerja besar (650 ribu orang)
dan kecemburuan sosial antarkabupaten

D. Lingkungan
1.

Bencana alam

Risiko kecil akibat gempa bumi

Risiko besar karena pipa gas berada di daerah rawan gempa bumi

2.

Kerusakan
biota
laut/terumbu karang

Risiko kecil

Risiko besar adanya pembangunan jaringan pipa gas

3.

Kerusakan hutan

Risiko kecil

Risiko besar dengan pembukaan hutan dan vegetasi (600-800 ha)

Posisinya sulit menjadi penanda


batas maya di laut

Posisinya tegas menjadi penanda pengelolaan

E. Kedaulatan
1.

Kedaulatan wilayah

Sumber: disarikan dari berbagai referensi dan hasil review penulis.

dari 11 kabupaten/kota yang ada di Maluku.


Eksplorasi Blok Masela tidak berarti pasti
akan menurunkan penduduk miskin, namun
paling tidak kesempatan kerja bertambah dan
masyarakat kecil dapat lebih berpartisipasi.
Pengalaman di Pulau Wetar, Kabupaten MBD,
diharapkan tidak terjadi, ketika manfaat
ekonomi dari penambangan emas tidak didapat
masyarakat, tapi justru dampak negatif dari
lingkungan.
Ketika Blok Masela dioperasikan, Provinsi
Maluku akan mendapatkan participating
interest (PI) atau penyertaan modal 10 persen
dari pemerintah pusat. Konsekuensi PI tersebut,
Pemprov Maluku perlu melibatkan investor
di Maluku dan orang Maluku di luar wilayah
Maluku. Untuk itu, Pemprov Maluku melalui
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yaitu PT
Maluku Energi, dapat bekerja sama dengan
Pertamina atau BUMN lain di bidang migas.
Jadi terlepas dari opsi model pengembangan
Blok Masela, masyarakat Maluku akan tetap
mendapatkan manfaatnya.
Dampak pengembangan Blok Masela bagi
kesejahteraan rakyat di sekitarnya tidak hanya

perbedaan dan cenderung kontroversial


berdasarkan kepentingan masing-masing pihak.
Selain itu, dampak pengganda onshore yang
belum diukur tidak boleh dikesampingkan,
seperti kemunculan kawasan industri hilir dan
perkotaan. Pada akhirnya yang perlu disadari
oleh semua pihak bahwa seluruh biaya tersebut
akan dibayar oleh negara melalui mekanisme
cost recovery.

Blok Masela dan Pemerataan Hasil


Pembangunan Ekonomi
Pemerintah daerah berharap agar Blok
Masela dapat bermanfaat bagi pembangunan
ekonomi wilayahnya, baik dengan model
pengembangan offshore maupun onshore.
Harapan tersebut tidak berlebihan karena
menurut data BPS Maluku, sebanyak 18,84
persen dari 1,6 juta jiwa penduduk Provinsi
Maluku ternyata terkategori miskin atau secara
nasional menempati urutan keempat setelah
Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur
(NTT). Bahkan Blok Masela yang berada di
Pulau Masela wilayah Kabupaten Maluku
Barat Daya (MBD) menjadi daerah termiskin
- 15 -

berhenti pada saat proyek dijalankan tetapi


juga saat proyek berakhir, khususnya terkait
infrastruktur dan dana merawat infrastruktur
tersebut. Oleh sebab itu, pemerintah daerah
harus memerhatikan beberapa hal, yaitu (1)
menghindari pengembangan daerah kantong
sehingga daerah yang tidak berhubungan
langsung dengan Blok Masela juga berkembang,
(2) membangun secara inklusif dengan
pembangunan sarana yang terintegrasi antara
kebutuhan pengelolaan gas bumi Blok Masela
dengan kebutuhan ekonomi masyarakat,
misalnya pembangunan pelabuhan, dan (3)
mengelola dana hasil pengembangan Blok
Masela secara bijaksana agar kegiatan ekonomi
lainnya tetap berjalan ketika proyek telah
berakhir.

Penutup
Polemik opsi model pengembangan Blok
Masela menjadi salah satu indikator tingginya
perhatian dan kepentingan dari berbagai pihak.
Keputusan Presiden Jokowi terkait opsi tersebut
perlu ditunggu dengan optimistis dan kepala
dingin bahwa tujuannya digunakan sebesarbesarnya bagi kepentingan masyarakat. Kehatihatian diperlukan terutama saat investasi hulu
migas sedang lesu karena rendahnya harga
minyak dunia. Hasil kajian yang komprehensif
dan transparan diperlukan guna mendasari
penentuan kebijakan tersebut. Pertimbangan
bahwa
dengan
biaya
termurah
untuk
mendapatkan manfaat terbesar juga tidak dapat
digunakan dalam menentukan opsi. Oleh sebab
itu, pemerintah harus meninjau kembali rencana
pengembangan dan tahapan studi konseptual
pengembangan Blok Masela, sehingga dapat
menentukan fasilitas terbaik pengembangan
blok.
Nilai strategis Blok Masela berkaitan
erat dengan kedaulatan energi dan kedaulatan
wilayah Indonesia. Fungsi pengawasan DPR RI
menjadi koridor esensial untuk mengawal bahwa
pemilihan model pengembangan Blok Masela
didasarkan pada kajian yang komprehensif dan
mengawasi Blok Masela saat pra-pengembangan
hingga proyek blok tersebut telah berjalan.

Referensi
Asydhad, A. Offshore atau Onshore Proyek Gas
Masela Bukan Hal Utama, http://finance.
detik.com/read/2016/01/13/103202/3117228/1
034/offshore-atau-onshore-proyek-gas-maselabukan-hal-utama, diakses 03 Maret 2016.
Bahmannia, G. dan Abgoon, N. 2008. The
Impact of Natural Gas Geopolitics in World
Gas Sustainable Markets: Opportunities for
Irans Developing Gas Industries. National
Iranian Gas Company, Iran.
Fajriah, L. R. SKK Migas Ungkap Dampak Jika
Blok Masela Pakai Skema Darat, http://ekbis.
sindonews.com/read/1089859/34/skk-migasungkap-dampak-jika-blok-masela-pakai-skemadarat-1456917680, diakses 04 Maret 2016.
Hanifiyani, M. N. Blok Masela Disarankan
Dibangun Onshore, https://m.tempo.co/read/
news/2016/01/13/087735488/blok-maseladisarankan-dibangun-onshore, diakses 03 Maret
2016.
Hidayatullah, Y. Rizal Ramli-Sudirman Rebutan
Si Cantik Masela, http://www.netralitas.com/
nasional/read/1072/rizal-ramli--sudirmanrebutan-si-cantik-masela, diakses 03 Maret 2016.
Koalisi Masela: Blok Masela Bisa Timbulkan Gejolak
Sosial, http://portalkbr. com/02-2016/koalisi_
masela_blok_masela_bisa_timbulkan_gejolak_
sosial/78587.html, diakses 04 Maret 2016.
Kusuma, H. Dengan Blok Masela, RI Bisa
Kalahkan Qatar, http://economy.okezone.com/
read/2015/10/07/19/1227960/dengan-blokmasela-ri-bisa-kalahkan-qatar, diakses 03 Maret
2016.
Mahendra, D. I. Skema Offshore Lebih
Menguntungkan, Media Indonesia, 02 Maret
2016.
Sirait, A. Sudirman Said Lebih Percaya
Hitungan SKK Migas Soal Blok Masela,
http://katadata.co.id/berita/2015/09/23/
sudirman-said-lebih-percaya-hitungan-skkmigas-soal-blok-masela#sthash.HDYON8Tv.
dpbs, diakses 04 Maret 2016.
Sutianto, F. D. Rizal Ramli: Blok Masela Harus
Dorong Ekonomi Indonesia Timur, http://
finance.detik.com/read/2016/01/25/155934/3126
490/1034/rizal-ramli-blok-masela-harus-dorongekonomi-indonesia-timur, diakses 04 Maret
2016.
Wibisana, T. Masela dalam Perspektif
Pengembangan Kawasan Berkelanjutan,
http://www.indeksberita.com/maseladalam-perspektif-pengembangan-kawasanberkelanjutan/, diakses 04 Maret 2016.

- 16 -

PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Vol. VIII, No. 05/I/P3DI/Maret/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

SILANG PENDAPAT
ANTARMENTERI KABINET KERJA
Aryojati Ardipandanto*)

Abstrak
Pada pemerintahan Presiden Jokowi, beberapa silang pendapat antarmenteri telah
terjadi. Beberapa diantaranya adalah silang pendapat terkait program pembangkit
listrik, rencana pembelian pesawat untuk Garuda Indonesia, pembangunan kilang
gas Blok Masela, persoalan kapal sapi, impor ikan, impor sapi, dan masalah harga
pangan, yang mana hal-hal tersebut melibatkan perbedaan pandangan antara
beberapa Menteri, seperti Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber
Daya, Menteri BUMN, Menteri ESDM, Menteri Pertanian, Menteri Perhubungan,
Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, dan
Kepala Bappenas. Banyak pihak berharap Presiden Jokowi dapat menyelesaikan
permasalahan tersebut, sehingga kinerja Kabinet untuk melayani kepentingan
rakyat tidak terganggu. Beberapa usulan penanganan masalah ini adalah pertama
pembuatan code of conduct bagi para Menteri dalam melaksanakan kinerjanya, serta
meningkatkan fungsi kepemimpinan Presiden dalam mengedepankan prinsip team
working bagi kabinet.

Pendahuluan
Akhir-akhir ini, kinerja Kabinet Kerja dalam
pemerintahan Presiden Jokowi diuji sinergitasnya.
Beberapa silang pendapat antarmenteri terjadi
terutama terkait masalah program pembangkit
listrik, rencana pembelian pesawat Garuda
Indonesia, pembangunan kilang gas Blok Masela,
masalah kapal sapi, persoalan impor ikan dan
sapi, serta masalah kemahalan harga pangan yang
mana hal-hal tersebut melibatkan perbedaan
pandangan kebijakan politik antara Menteri
Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber
Daya, Menteri BUMN, Menteri ESDM, Menteri
Pertanian, Menteri Perhubungan, Menteri Kelautan
dan Perikanan, Menteri Perdagangan, Menteri
Keuangan, dan Kepala Bappenas.

Contoh yang terjadi, dalam masalah


rencana pembangunan kilang gas Blok Masela
di lepas pantai yang diusulkan Menteri ESDM,
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman
dan Sumber Daya menolaknya dengan alasan
penerapan teknologinya masih bersifat uji
coba, sehingga akan mengalami pembengkakan
biaya dan dinilai sebagai suatu pemborosan.
Dalam masalah impor ikan, kebijakan impor
ikan teri yang dimudahkan melalui regulasi
Menteri Perdagangan sangat disesalkan oleh
Menteri Kelautan dan Perikanan karena tidak
berkoordinasi terlebih dahulu. Kebijakan impor
ikan itu dinilai akan membahayakan program
ekonomi kreatif masyarakat. Dalam masalah

*) Peneliti Pertama Ilmu Politik pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: aryojati.ardipandanto@gmail.com.
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 17 -

kapal sapi, Kementerian Perhubungan dan


Kementerian Pertanian saling menyalahkan
terkait tidak optimalnya pengangkutan ternak
pada kapal yang telah difasilitasi oleh Kementerian
Perhubungan. Pada masalah impor sapi, disesalkan
tidak adanya koordinasi antara Menteri Keuangan
dengan Menteri Perdagangan, terutama terkait
dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan
tentang penggunaan PPn sebesar 10% pada sapi
yang diimpor.
Terkait melonjaknya harga bahan pangan,
terjadi silang pendapat antara Kementerian
Perdagangan dengan Kementerian Pertanian,
terutama terkait pandangan bahwa persoalan
harga pangan yang melambung adalah persoalan
tata niaga, bukan pada masalah produksi
pertanian. Terkait masalah pembangunan
listrik, Menteri ESDM Sudirman Said diminta
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan
Sumber Daya Rizal Ramli untuk mengevaluasi
program pembangunan listrik 35.000 megawatt.
Menurut Rizal Ramli, target pembangunan
listrik yang dicanangkan Presiden Jokowi terlalu
ambisius, apalagi ditambah masih ada program
pembangunan 7.000 MW dari era SBY.
Beberapa contoh di atas disayangkan
banyak kalangan terutama karena dibawanya
silang pendapat antarmenteri tersebut ke ranah
publik. Dengan demikian, publik menjadi
khawatir apabila silang pendapat antarmenteri
itu
akan
mengganggu
jalannya
proses
pemerintahan. Hal yang perlu segera dilakukan
oleh Presiden Jokowi adalah bagaimana
meredam silang pendapat para menteri tersebut
dan menyelesaikannya secepat mungkin.

Manajemen Pemerintahan
Dalam mengatasi masalah silang pendapat
antarmenteri
tersebut,
yang
diperlukan
adalah efektifitas manajemen pemerintahan.
Manajemen pemerintahan yang efektif adalah
seperangkat proses yang diberlakukan dalam
organisasi baik swasta maupun negeri untuk
menentukan keputusan secara efektif dan tepat
sasaran. Manajemen pemerintahan yang efektif
ini walaupun tidak dapat menjamin sepenuhnya
segala sesuatu akan menjadi sempurna, namun
apabila dipatuhi jelas dapat mengurangi
penyalahgunaan kekuasaan.
Manajemen pemerintahan yang baik dan
efektif menjadi salah satu tujuan pembangunan
nasional. Nilai-nilai yang perlu diperhatikan
antara
lain:
keterbukaan,
akuntabilitas,
efektifitas dan efisiensi, serta keserasian dan
keterpaduan tugas dan fungsi penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan. Untuk itu,

diperlukan langkah-langkah kebijakan yang


terarah pada perubahan kelembagaan dan
sistem ketatalaksanaan, kualitas sumber daya
manusia aparatur, serta sistem pengawasan dan
pemeriksaan yang efektif.
Dalam sistem pemerintahan presidensial,
para menteri adalah pembantu presiden yang
diangkat dan bertanggung jawab kepada presiden.
Konsentrasi kekuasaan ada pada presiden sebagai
kepala negara dan kepala pemerintahan. Oleh
karena itu, diperlukan kepemimpinan politik
yang kuat dan efektif dari presiden untuk
mengatur dan mengarahkan para menterinya
agar mampu bersinergi atau bekerja sama dalam
mencapai suatu tujuan nasional.
Kepemimpinan adalah proses untuk
mempengaruhi
kegiatan
seseorang
atau
sekelompok orang dalam upaya mencapai tujuan
dalam suatu situasi tertentu. Ada beberapa ahli
yang mendefinisikan kepemimpinan diantaranya
menurut Dr. Thomas Gordhon Group Centered
Leadership bahwa:
Kepemimpinan dapat dikonsepsualisasikan
sebagai suatu interaksi antara seseorang
dengan suatu kelompok, tepatnya antara
seorang
dengan
anggota-anggota
kelompok setiap peserta di dalam interaksi
memainkan peranan dan dengan caracara tertentu peranan itu harus dipilahpilahkan dari suatu dengan yang lain.
Dasar
pemilihan
merupakan
soal
pengaruh,
pemimpin
mempengaruhi,
dan orang lain dipengaruhi.

Menurut Terry Hoyt 'kepemimpinan adalah


kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain
agar mau bekerjasama yang didasarkan pada
kemampuan orang tersebut untuk membimbing
orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan
yang diinginkan kelompok'. Pendapat para
ahli lainnya menurut james, mengemukakan
berkaitan dengan teori kepemimpinan tersebut
yaitu 'kepemimpinan adalah kemampuan
meyakinkan dan menggerakkan orang lain agar
mau bekerja sama dibawah kepemimpinannya
sebagai satu tim untuk mencapai tujuan tertentu'.
Dalam konteks kepresidenan, hal yang
lebih spesifik dari kepemimpinan adalah konsep
kepemimpinan nasional. Kepemimpinan nasional
adalah kelompok pemimpin bangsa pada segenap
strata kehidupan nasional di dalam setiap gatra
pada bidang/sektor profesi baik di suprastruktur,
infrastruktur dan substruktur, formal dan
informal yang memilki kemampuan dan
kewenangan untuk mengarahkan/mengerahkan
kehidupan nasional (bangsa dan negara) dalam
rangka pencapaian tujuan nasional berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945, serta memerhatikan dan
memahami perkembangan lingkungan strategis

- 18 -

guna mengantisipasi berbagai kendala dalam


memanfaatkan peluang. Karakter yang dibutuhkan
dalam kepemimpinan nasional adalah perilaku
dan sifat-sifat antara lain memiliki kemampuan
berkomunikasi, semangat team work, kreatif,
percaya diri, inovatif, dan mobilitas.

Sikap Presiden Jokowi dan Penyelesaian


Masalah Silang Pendapat Antarmenteri
Presiden Jokowi cukup prihatin terhadap
beberapa peristiwa yang melibatkan beberapa
menteri saling 'menyerang' di ranah publik.
Presiden Jokowi menegaskan untuk menghentikan
situasi ini. Presiden meminta perdebatan para
menterinya hanya diperbolehkan dalam rapat
terbatas atau rapat kabinet saja. Hal ini sudah
pernah disampaikan oleh presiden dengan bahasa
jangan gaduh di luar. Presiden marah dengan
silang pendapat antarmenteri yang terlihat
semakin meruncing, bahkan sudah mengarah pada
pribadi. Jadi kembali ditegaskan oleh presiden,
agar semuanya dihentikan. Ke depan, siapa pun
menterinya harus sadar untuk memposisikan diri
bahwa menteri itu adalah pembantu presiden.
Selain itu, presiden akan menampung
perbedaan pendapat, namun hanya terjadi
dalam rapat terbatas ataupun sidang kabinet.
Ketika sudah menjadi keputusan dalam rapat
terbatas atau sidang kabinet, maka menteri harus
melaksanakannya karena sudah dibuka ruang
untuk diskusi oleh presiden. Demikian halnya
diungkapkan Johan Budi, Juru Bicara Presiden
Jokowi, bahwa presiden masih memantau
perkembangan terkait menterinya yang terlibat
kegaduhan dan yang meneruskan polemik tersebut
di ranah publik dalam beberapa hari ini. Jika
polemik masih diteruskan, maka presiden akan
mengambil sikap tegas.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki
harmonisasi
Kabinet
dalam
rangka menyelesaikan masalah silang pendapat
antarmenteri Kabinet Kerja yang sedang terjadi
adalah pertama, berdasarkan usulan dari mantan
Deputi Bidang Politik Wapres, Djohermansyah
Djohan, yaitu perlu dibuatnya 'aturan main' para
menteri khusus persoalan etika. Code of Conduct
untuk anggota kabinet diperlukan agar para
menteri mengetahui apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan. Ini nantinya perlu dilengkapi
dengan sanksi, bisa sanksi yang dimulai dari
tingkat ringan yaitu mendapatkan teguran,
sampai sanksi yang berat yaitu diganti. Kode etik
ini juga harus berisi persoalan apa yang boleh
disampaikan ke publik setelah rapat. Dengan
adanya pengaturan ini, ke depannya kabinet
bisa lebih bersatu secara visi dengan presiden di

depan publik. Hal-hal yang bersifat confidential


tidak boleh disampaikan ke ranah publik. Kalau
ada keputusan yang belum final sebelum ada
pendapat dari sidang kabinet, maka tidak boleh
ada menteri-menteri yang saling 'menyerang'
pendapat atau pandangan kebijakan politik
masing-masing.
Kalau tidak ada kode etik menteri, potensi
untuk saling menyerang dalam hal perbedaan
pendapat antarmenteri akan rawan terjadi. Para
menteri dari kalangan profesional yang bersilang
pendapat bisa terjadi karena ada kepercayaan
diri yang tinggi dengan pengetahuan yang
dimiliki masing-masing. Apalagi, mereka terbiasa
menyampaikan pendapat-pendapatnya dengan
lugas. Hal tersebut sah-sah saja selama mereka
melakukan adu argumentasinya dalam sidang
kabinet, bukan dalam forum publik.
Dari sisi aspek manajerial, para menteri
sudah diatur tentang apa yang menjadi tugasnya.
UU Kementerian pun sudah ada sehingga pola
hubungan antarkementerian dan posisinya
terhadap presiden seharusnya sudah diketahui
oleh semua menteri. Namun, melihat bahwa
sengketa pendapat akhir-akhir ini sering dan
masih terjadi, usulan adanya Code of Conduct
bagi para menteri menjadi pilihan solusi yang
sangat berguna.
Hal kedua yang dapat dilakukan untuk
menyelesaikan sengketa pendapat dalam kabinet
adalah melakukan perencanaan terhadap apa
yang akan dikerjakan, dalam arti, programprogram kabinet harus dilakukan dengan
integritas
tanpa
memikirkan
kepentingan
golongan atau partai. Hal ini tentu harus menjadi
komunikasi politik yang intens antara presiden
dengan para menterinya. Ketiga, presiden
perlu mengingatkan kepada para menterinya
agar jangan sampai mau didikte oleh pihak
manapun. Dan yang keempat, presiden juga
harus mengarahkan para menterinya agar
mereka memperkuat koordinasi satu dengan yang
lainnya. Dengan kabinet yang kompak, maka
semua program bisa dengan mudah dieksekusi.
Dilihat dari perspektif kepemimpinan politik
presiden yang berlandaskan konsep kepemimpinan
nasional, presiden harus lebih meningkatkan
nilai-nilai transparansi dalam berkomunikasi dan
mengedepankan semangat team work dalam
kabinet. Presiden perlu memberi rasa aman
kepada bawahan untuk menyampaikan pandangan
yang tampaknya kurang maksimal terjadi dalam
hubungan antara presiden dengan para menterinya.
Dalam kasus silang pendapat antarmenteri
dalam sebuah kabinet, hendaknya jangan sampai
timbul kesan di mata masyarakat bahwa seorang

- 19 -

presiden itu berada 'di luar arena' perseteruan


beberapa menterinya. Jadi, faktor kepemimpinan
politik nasional presiden yang harus diperkuat
dalam kasus ini adalah faktor kemampuan
menjalankan komunikasi politik yang baik dan
efektif, serta faktor mempraktekkan semangat
team work dalam tubuh kabinet. Hal inilah
yang sebaiknya Presiden Jokowi tingkatkan agar
konflik antarmenteri ini segera terselesaikan.
Dalam hal ini, presiden dapat menjadi
penentu. Kalau kapasitas kepemimpinan seorang
presiden mantap, beliau akan mampu mengelola
perubahan menuju visinya. Tetapi kalau
kepemimpinannya masih ada unsur yang belum
optimal, maka wibawa presiden di mata para
menterinya juga tidak akan maksimal. Presiden
perlu menunjukkan ketegasannya, terkait dengan
posisi seorang presiden yang membawahi para
menteri, sesuai dengan sistem pemerintahan
presidensial sebagaimana diamanatkan dalam
Konstitusi. Dengan demikan, kepemimpinan
politik presiden diuji terkait bagaimana beliau
mampu menjadi integrator dan dinamisator yang
produktif sehingga politik menjadi kondusif.
Dengan berpegang pada prinsip di atas,
dalam konteks tertentu presiden sebaiknya
jangan terlalu memberi ruang yang longgar
kepada para pembantunya sehingga para
menteri memilih ruang yang terlalu lebar untuk
berinisiatif. Presiden perlu me-review kembali
sistem koordinasi kepada para pembantunya.
Selain problem komunikasi antar menteri, ada
beberapa problem yang penting diselesaikan
segera, baik di level tingkat Menko-nya maupun
di level presiden dan wakil presiden.

Penutup
Adapun silang pendapat antarmenteri
Kabinet Kerja membutuhkan tindakan cepat
dari presiden, yaitu komunikasi politik yang
efektif. Presiden perlu mengedepankan prinsip
efektivitas team work dalam manajerial
kabinetnya. Posisi presiden sebagai atasan para
menteri haruslah diimplementasikan secara
tegas.
Ke depan, diperlukan suatu Code of
Conduct bagi kabinet agar para menteri
diberikan koridor yang jelas dan tegas terkait
apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam
suatu proses mengeluarkan suatu kebijakan
politik. Kode etik yang jelas dan tegas juga akan
menjamin bahwa perbedaan pandangan terkait
suatu kebijakan publik akan dapat diselesaikan
secara internal antarmenteri bersama presiden,
dan tidak dilakukan dalam ranah publik

yang mana akan menimbulkan kekhawatiran


di kalangan masyarakat tentang kelancaran
pemerintahan. Rencana kerja kabinet juga harus
disusun secara lebih matang sehingga kebijakankebijakan politik yang saling terkait akan lebih
mudah dieksekusi.
Dalam menyikapi silang pendapat antarmenteri
yang terjadi di Kabinet Kerja, hendaknya DPR ikut
mendorong atau memberi saran kepada presiden
agar segera berkomunikasi secara tuntas dengan
para menterinya, terutama yang sedang berbeda
pendapat. DPR harus mengingatkan Presiden Jokowi
bahwa dalam sistem pemerintahan Indonesia, para
menteri adalah pembantu presiden dan bertanggung
jawab kepada presiden. Mereka tidak bisa berjalan
sendiri-sendiri tanpa suatu koordinasi dan 'restu' dari
presiden.
DPR juga perlu mengingatkan agar
perbedaan pendapat yang terjadi antarmenteri
Kabinet Kerja hendaknya tidak terlalu diekspos
dalam ranah publik, karena itu akan menimbulkan
kekhawatiran di masyarakat bahwa Kabinet Kerja
di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi tidak
kompak. Selain itu, hal ini dikhawatirkan dapat
menghambat jalannya pemerintahan yang pada
akhirnya akan menyebabkan kebijakan-kebijakan
politik bagi kesejahteraan masyarakat akan
terganggu pelaksanaannya.

Referensi
"Cegah Kegaduhan Jokowi disarankan bikin Kode
Etik untuk Menteri", https://news.detik.com/
berita/3158061/, diakses 9 Maret 2016.
"Enam Sengketa Kabinet Kerja yang Bikin
Jokowi Marah", http://www.tribunnews.com/
nasional/2016/03/05/, diakses 2 Maret 2016.
"Jejak Kegaduhan Menteri Rizal Ramli di Kabinet
Jokowi", http://news.detik.com/berita/3156619/,
diakses 2 Maret 2016.
Kartini Kartono. 2005. Pemimpin dan Kepemimpinan.
Raja Grafindo, Jakarta.
"Menteri Kabinet Kerja Gaduh, Ketegasan Jokowi
dipertanyakan", http://nasional.sindonews.com/
read/1090813/12/, diakses 1 Maret 2016.
"Menteri Kabinet Kerja terlibat Cekcok Melebar
Hingga ke Media Massa", http://www.jurnalasia.
com/2016/03/03/, diakses 2 Maret 2016.
SHM Lerrick. 2010. Implementasi Kepemimpinan
Pada Tingkat Strategik, Modul II: Kepemimpinan
Nasional, Lemhannas.
Upaya Menciptakan Manajemen Pemerintahan yang
Efektif, https://www.academia.edu/7104166/,
diakses 8 Maret 2016
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
- 20 -

Anda mungkin juga menyukai