Anda di halaman 1dari 21

DEFINISI

Hemofilia merupakan penyakit gangguan pembekuan darah bawaan yang


pertama dikenal dan sudah banyak diketahui sejak tahun 1911. Pada waktu itu
penyakit hemofilia sudah diketahui sebagai akibat gangguan pembekuan darah
bawaan laki-laki yang diturunkan seorang wanita sehat. (1)
EPIDEMIOLOGI
Laporan dari badan dunia menyebutkan insidensi hemofilia A berkisar
antara 1 kasus/5000 laki-laki, dan diperkirakan 1/3 diantaranya tidak didapatkan
riwayat keluarga dengan hemofilia. Hemofilia B berkisar antara 1 kasus/25.000 lakilaki, merupakan dari seluruh kasus hemofilia.(3)
Insidensi hemofilia A di Eropa dan Amerika Utara berkisar antara 1 kasus
diantara 5000 bayi laki-laki yang lahir hidup. Insidensi hemofilia B berkisar antara 1
kasus diantara 30.000 bayi laki-laki yang lahir hidup. Di Amerika Serikat prevalensi
hemofilia A berkisar antara 20,6 kasus diantara 100.000 laki-laki dan 60%
diantaranya berat. Sedangkan untuk hemofilia B berkisar antara 5,3 kasus/100.000
laki-laki, 44% diantaranya berat. (3)
Sementara itu menurut Rebecca Elstrom (2002) dari University of
Pennsylvania Medical Center Philadelphia, insidensi hemofilia A pada pria adalah 1 :
5.000, dan insidensi hemofilia B berkisar 1 : 32.000 pria. (4,5)
Sedangkan untuk hemofilia C prevalensi tertinggi diderita orang-orang
Ashkenazi Jews (di Israel, diperkirakan sekitar 8%). Di Inggris, 383 pasien menderita
hemofilia C dari sekitar 59 orang penduduk. Di Perancis terdapat 39 penderita
diantara 290.000 penduduk. (6)
Prevalensi hemofilia terendah pada orang Cina. Sedangkan jika ditinjau dari
jenis kelamin, karena hemofilia dikaitkan dengan sex-linked koagulopati yang
berkaitan dengan X-linked; maka prialah yang terkena, wanita hanya menjadi karier
yang berkaitan dengan gennya dan biasanya tidak didapatkan adanya manifestasi
gangguan perdarahan. (3)

ETIOLOGI
Hemofilia A dan hemofilia B disebabkan oleh kerusakan pada pasangan
kromosom. Defek genetik ini berpengaruh pada produksi dan fungsi dari faktor
pembekuan. Semakin sedikit faktor pembekuan tersebut maka semakin berat derajat
hemofili yang diderita. Hemofilia A disebabkan oleh kelainan produksi dari faktor
VIII, sedangkan hemofilia B disebabkan oleh kelainan produksi dari faktor IX. (7)
Meskipun hemofilia merupakan penyakit genetik, hemofilia dapat timbul
secara spontan ketika kromosom yang normal mengalami abnormalitas (mutasi) yang
berpengaruh pada gen untuk faktor pembekuan VIII atau IX. Anak yang mewarisi
mutasi tersebut dapat lahir dengan hemofilia atau dapat juga hanya sebagai carrier. (7)
Sementara itu untuk hemofilia C disebabkan defisiensi kongenital faktor XI
yang disebabkan mutasi gen faktor XI. Hal ini dapat terlihat dari 6 orang Ashkenazi
Jewish, dimana pada pasien hemofilia C tersebut terlihat adanya mutasi gen faktor
XI. Akibat dari mutasi ini terjadi kegagalan produksi protein aktif yang berkaitan
dengan disfungsi molekul faktor pembekuan.

(6)

PATOFISIOLOGI
Mekanisme pembekuan normal pada dasarnya dibagi 3 jalur yaitu : (1)
1. Jalur intrinsik, jalur ini dimulai aktivasi F XII sampai terbentuk F X aktif.
2. Jalur ekstrinsik, jalur ini mulai aktivasi F VII sampai terbentuk F X aktif.
3. Jalur bersama (common pathway), jalur ini dimulai dari aktivasi F X sampai
terbentuknya fibrin yang stabil.

Faktor XII

Tromboplastin

Faktor XI

jaringan

Faktor IX

Faktor VII

Faktor trombosit 3

Faktor X
Intrinsik

Faktor V

Ekstrinsik

Faktor IV

Protrombin

Trombin

Bagan. Sistem pembekuan intrinsik dan ekstrinsik. (11)

Semua faktor yang diperlukan dalam sistem pembekuan intrinsik terdapat


dalam darah dalam bentuk inaktif, sedangkan sistem ekstrinsik bergantung kepada
suatu lipoprotein, tromboplastin, atau faktor III, yang dilepaskan dari dalam sel yang
rusak dan hanya memerlukan sebagian faktor pembekuan dari sistem intrinsik.
Tromboplastin jaringan mempunyai dua komponen aktif, suatu enzim yang
mengakibatkan faktor VII dan suatu fosfolipid. Sistem pembekuan ekstrinsik dapat
pula bekerja di dalam pembuluh darah, karena endotelnya mengandung tromboplastin
jaringan. Sistem pembkuan intrinsik mula-mula dipicu melalui aktifasi faktor XII
(Hageman) antara lain oleh sejumlah kecil tromboplastin jaringan, faktor trombosit
(PF3) atau serabut kolagen, sedangkan dalam tabung reaksi sentuhan pada permukaan
asing (gelas). Faktor XIIa (aktif) kemudian mengubah faktor XI menjadi bentuk
aktifnya (XIa) dan selanjutnya mengubah faktor IX (PTC) menjadi faktor Ixa. Faktor
IXa ini bergabung dengan faktor VIIIa (AHG yang diaktifkan oleh trombin) dan
bersama-sama akan mengaktifkan faktor X dengan adanya fosfolipid dan ion Ca+++.
Kemudian faktor Xa mengubah protrombin menjadi trombin dan ini akan mengubah
fibrinogen menjadi fibri monomer yang labil dan akhirnya oleh faktor XIII dan
trombin diubahj menjadi fibrin polimer yang stabil.

Jalur intrinsik

Jalur ekstrinsik

PK
HMWK

XII

XIIa

XI

XIa

IX

Tissue factor

IXa

VIIa

VIII

Ca

VII

PG
Ca

Xa
V
Pf
3
Ca

Fibrinogen

Protrombin

Trombin
Fibrin

Faktor VIII adalah glikoprotein yang dibentuk di sel sinusoidal hati. Produksi
FVIII dikode oleh gen yang terletak pada kromosom X. di dalam sirkulasi FVIII akan
membentuk kompleks dengan faktor von Willebrand. Faktor von Willibrand adalah
protein berat molekul besar yang dibentuk di sel endotel dan megakariosit. Fungsinya
sebagai protein pembawa FVIII dan melindunginya dari degradasi proteolisis. Di
samping itu faktor von Willebrand juga berperan pada proses adhesi trombosit. Faktor
VIII berfungsi pada jalur intrinsik sistem koagulasi yaitu sebagai kofaktor untuk F
IXa dalam proses aktivasi F X (lihat skema koagulasi). Pada orang normal aktifitas
faktor VIII berkisar antara 50-150%. Pada hemofilia A, aktifitas F VIII rendah. faktor
VIII termasuk protein fase akut yaitu protein yang kadarnya meningkat jika terdapat
kerusakan jaringan, peradangan, dan infeksi. Kadar F VIII yang tinggi merupakan
faktor resiko trombosis. Faktor IX adalah faktor pembekuan yang dibentuk di hati
dan memerlukan vitamin K untuk proses pembuatannya. Jika tidak tersedia cukup
vitamin K atau ada antagonis vitamin K, maka yang terbentuk adalah protein yang
mirip F IX tetapi tidak dapat berfungsi. Gen yang mengatur sintesis F IX juga terletak
pada kromosom X. Faktor IX berfungsi pada jalur intrinsik sistem koagulasi yaitu
mengaktifkan faktor X menjadi Xa (lihat skema koagulasi). Nilai rujukan aktifitas F
IX berkisar 50-150%. Aktifitas F IX rendah dijumpai pada hemofilia A, defisiensi
vitamin K, antikoagulan oral, penyakit hati. (8)

MANIFESTASI KLINIS
Beratnya perdarahan pada seorang penderita hemofilia ditentukan oleh kadar
F VIII C di dalam plasma. Berdasarkan kadar FVIII C dan klinik, hemofilia dibagi 4
golongan : (1,9,10)
a.

Hemofilia berat : kadar F VIII C di dalam plasma 0-2%


Perdarahan spontan sering terjadi. Perdarahan pada sendi-sendi (hemarthrosis)
sering terjadi. Perdarahan karena luka atau trauma dapat mengancam jiwa.

b.

Hemofilia sedang: kadar F VIII C di dalam plasma 3-5%


Perdarahan serius biasanya terjadi bila ada trauma. Hemarthrosis dapat terjadi
walaupun jarang dan akalu ada biasanya tanpa cacat.

c.

Hemofilia ringan : kadar F VIII C di dalam plasma berkisar antara 6-25%


Perdarahan spontan biasanya tidak terjadi. Hemarthrosis tidak ditemukan.
Perdarahan biasanya ditemukan sewaktu operasi berat, atau trauma.

d.

Sub hemofilia
Beberapa penulis menyamakannya dengan karier hemofilia. Kadar F VIII C 2650%. Biasanya tidak disertai gejala perdarahan. Gejala mungkin terjadi sesudah
suatu operasi besar dan lama.
Salah satu gejala khas dari hemofilia adalah hemarthrosis yaitu perdarahan ke
dalam ruang sinovia sendi, misalnya pada sendi lutut. Persendian besar lainnya
seperti lengan dan bahu juga dapat terkena. Perdarahan ini bisa dimulai dengan luka
kecil atau spontan dalam sendi. Darah berasal dari pembuluh darah sinovia, mengalir
dengan cepat mengisi ruangan sendi. Penderita dapat merasakan permulaan
timbulnya perdarahan pada sendi ini karena ada rasa panas. Akibat perdarahan, timbul
rasa sakit yang hebat, menetap disertai engan spasme otot, dan gerakan sendi yang
terbatas. Karena perdarahan berlanjut, tekanan di dalam ruangan sendi terus
meningkat dan menyebabkan iskemia sinovia dan pembuluh-pembuluh darah
kondral. Keadaan ini merupakan permulaan kerusakan sendi yang permanen. (3)

Akibat perdarahan yang berulang pada sendi yang sama, sering terjadi
peradangan dan penebalan jaringan sinovia, kemudian terjadi atropi otot. Keadaan
kontraksi sendi yang stabil ini merupakan predisposisi kerusakan selanjutnya.
Akhirnya kartilago dan substansi tulang hilang. Kista tulang dan kontraktus yang
permanen menyebabkan hilangnya gerakan sendi. Bisa juga terjadi hipertrofi karena
radang sinovia kronik dan menghasilkan pembengkakan sendi yang persisten tanpa
disertai nyeri yang nyata. (3)
Selain hemarthrosis, ada sebuah fenomena perdarahan yang terlambat
(delayed bleeding) yang juga merupakan gejala khas dari hemofilia A. Peristiwa ini
biasanya ditemukan sesudah tindakan ekstraksi gigi. Pada permulaan perdarahan
berhenti dan sesudah beberapa jam sampai beberapa hari kemudian, perdarahan
timbul kembali. Hal ini dapat diterangkan, pada permulaan trombosit dan pembuluh
darah dapat menghentikan perdarahan untuk sementara, tetapi karena jaringan fibrin
tidak ada atau kurang terbentuk untuk menutup luka maka timbul perdarahan
kembali. (1,9)
Perdarahan bawah kulit atau di dalam otot juga merupakan manifestasi
hemofilia yang paling umum. Lesi ini biasanya dimulai sebagai akibat trauma dan
menyebar mengenai satu daerah yang luas dan sering tanpa ada perbedaan warna
kulit diatasnya. Perdarahan jaringan lunak di daerah leher karena trauma kecil bisa
menyebabkan komplikasi yang serius karena jalan napas bisa tertekan; dan bahkan
menyebabkan kematian. Perdarahan di bawah leher ini dapat terjadi sesudah anestesi
mandibular, punksi vena jugular. (1,9)
Pada penderita hemofili C, pada pemeriksaan fisik biasanya normal kecuali
jika terjadi manifestasi perdarahan. Pada beberapa tempat dapat terjadi memarmemar. Pasien juga kadang mengeluhkan demam, kelemahan, dan takikardia jika
terjadi perdarahan yang masif. (6)

PEMERIKSAAN
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penderita
hemofilia A, B dan C, diantaranya :

(3,6)

1. Pemeriksaan laboratorium :

Derajat berat ringannya hemofilia didasarkan pada konsentrasi FVIII atau FIX
di dalam plasma.
o

Kadar beberapa faktor tersebut berlawanan dengan kadar dalam plasma


dari orang normal yang diperkirakan mencapai 100-150%

Usia, kehamilan, kontrasepsi dan pemberian terapi estrogen juga dapat


mempengaruhi tinggi rendahnya faktor-faktor tersebut.

Pada neonatus yang lahir prematur, kadar FIX lebih rendah 20-50% dari
kadar normal, dan akan kembali normal setelah jangka waktu 6 bulan.
sedangkan FVIII normal selama periode tersebut.

Defisiensi protein pada hemofilia A dan hemofilia B menyebabkan terjadinya


abnormalitas dari whole blood clotting times, prothrombin time (PT), dan
aktifitas partial thromboplastin times (aPTT).

Konfirmasi laboratorium untuk penghambat FVIII atau FIX secara klinis


merupakan hal yang penting kalau perdarahan tidak dapat dikontrol setelah
diberikan infus faktor konsentrat yang adekuat selama episode perdarahan.
o

Untuk

penghambat

autoantibody

dan

alloantibody,

akan

terjadi

perpanjangan aPTT setelah pemberian plasma dalam jangka aktu 1-2 jam.
o

Kalau tidak terkoreksi perpanjangan aPTT, digunakan metode Bethesda


dengan cara titrasi untuk mengetahui konsentrat bilogis faktor
penghambat. Secara konvensional didapatkan lebih dari 0,6 BU untuk
menunjukkan faktor penghambat yang positif, titer kurang dari 5 BU

menunjukkan titer inhibitor yang rendah, dan titer lebih dari 10 BU


menunjukkan titer yang tinggi.

Sedangkan pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk mengetahui adanya


hemofilia C antara lain :
o

CBC

Kadar faktor XI

Pengukuran faktor VIII, von Willebrand factor

Prothrombin time (PT), aPTT, and thrombin time (TT) : aPTT memanjang
jika terjadi defisiensi faktor XI, dimana PT dan TT normal. Pengukuran
spesifik aktifitas faktor XI sangat diperlukan untuk konfirmasi diagnosis.
Selain itu juga diperlukan pengukuran faktor pembekuan lainnya serta
fungsi platelet untuk mengetahui adanya kombinasi herediter dari
defisiensi XI dan faktor-faktor lainnya.

2. Pemeriksaan pencitraan :

Hipertropi sinovial, deposit hemosiderin, fibrosis, dan kerusakan kartilago


yang progresif dengan terbentuknya bone kista dapat diperlihatkan dengan
film konvensional, terutama terdapat pada pasien yang tidak diobati atau
diobati dengan tidak adekuat atau jika sering terjadi perdarahan sendi yang
berulang.

Pemeriksaan Ultrasonography digunakan untuk evaluasi sendi yang berkaitan


dengan efusi akut atau kronik. Namun tehnik ini tidak didapat digunakan
untuk evaluasi tulang atau kartilago.

MRI digunakan untuk evaluasi kartilago, sinovial dan hubungan antara sendi.

Sedangkan untuk hemofilia C tidak satupun pemeriksaan pencitraan


(raadiologi) yang diperlukan dalam konfirmasi diagnosis defisiensi faktor XI.

10

Namun

demikian,

pemeriksaan

radiologis

dapat

dilakukan

untuk

mengevaluasi perdarahan saat dilakukan tindakan terapi terhadap perdarahan


pada tempat-tempat tertentu.
3. Pemeriksaan histologis
Perdarahan sendi yang berulang dengan pemeriksaan histologis akan
memperlihatkan adanya hipertropi sinovial, deposit hemosiderin, fibrosis dan
kerusakan dari kartilago. Ada beberapa tahapan yang terlihat dari pemeriksaan
histologis untuk menunjukkan adanya artropati hemofilia yang dimulai dengan
adanya edema intraartikular dan periartikular; terjadinya erosi yang luas dari
kartilago yang menyebabkan hubungan antara sendi menghilang, terjadi fusi dari
sendi, dan pembentukan fibrosis dan kapsul sendi.
Analisis genetik pada hemofilia C digunakan untuk mengetahui adanya
mutasi dari gen faktor XI yang menyebabkan terjadinya defisiensi.

DIAGNOSIS
Diagnosis hemofilia dibuat berdasarkan riwayat perdarahan, gambaran klinik
dan pemeriksaan laboratorium. Pada penderita dengan gejala perdarahan atau riwayat
perdarahan, pemeriksaan laboratorium yang perlu diminta adalah pemeriksaan
penyaring hemostasis yang terdiri atas hitung trombosit, uji pembendungan, masa
perdarahan, PT (prothrombin time masa protrombin plasma), APTT (activated
partial thromboplastin time masa tromboplastin parsial teraktivasi) dan TT
(thrombin time masa trombin). Pada hemofilia A atau B akan dijumpai
pemanjangan APTT sedangkan pemeriksaan hemostasis lain yaitu hitung trombosit,
uji pembendungan, masa perdarahan, PT dan Ttdalam batas normal. Pemanjangan
APTT dengan PT yang normal menunjukkan adanya gangguan pada jalut intrinsik
sistem pembekuan darah. Faktor VIII dan IX berfungsi pada jalur intrinsik sehingga
defisiensi salah satu faktor pembekuan ini akan mengakibatkan pemanjangan APTT
yaitu tes yang menguji jalur intrinsik sistem pembekuan darah. (8)

11

DIAGNOSA BANDING
Untuk membedakan hemofilia A dari hemofilia B atau menentukan mana
yang kurang dapat dilakukan pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test) atau
dengan diferensial APTT. Namun dengan tes ini tidak dapat ditentukan aktivitas
masing-masing faktor. Untuk mengetahui aktifitas F VIII dan IX perlu dilakukan
assay F VIII dan IX. Pada hemofilia A aktifitas F VIII rendah sedang pada hemofilia
B aktifitas F IX rendah. (8)
Selain harus dibedakan dari hemofilia B, hemofilia A juga perlu dibedakan
dari penyakit von Willebrand, karena pada penyakit ini juga dapat ditemukan aktifitas
F VIII yang rendah. Penyakit von Willebrand disebabkan oleh defisiensi atau
gangguan fungsi faktor von Willebrand. Jika faktor von Willebrand kurang maka F
VIII juga akan berkurang, karena tidak ada yang melindunginya dari degradasi
proteolitik. Disamping itu defisiensi faktor von Willebrand juga akan menyebabkan
masa perdarahan memanjang karena proses adhesi trombosit terganggu. Pada
penyakit von Willebrand hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan pemanjangan
masa perdarahan aPTT, aPTT bisa normal atau memanjang dan aktifitas F VIII bisa
normal atau rendah. Disamping itu akan ditemukan kadar serta fungsi faktor von
Willebrand yang rendah. Sebaliknya pada hemofilia A akan dijumpai masa
perdarahan normal, kadar dan fungsi von Willebrand juga normal. (8)
KOMPLIKASI
Sebelum penggunaan terapi pengganti diketahui, pasien dengan hemofilia
berat A dan B, memiliki kesempatan hidup yang pendek dan kualitas hidup yang
rendah berkaitan dengan terjadinya artropati hemofilia. Beberapa komplikasi yang
sering terjadi antara lain : (1,3)

Komplikasi virus yang timbul antara lain infeksi HIV. Kematian pertama kali
dilaporkan tahun 1980 yang berkaitan dengan hemofilia dan HIV. Rata-rata

12

serokonversi lebih dari 75% untuk penyakit yang berat, 46% untuk yang moderat,
dan 25% untuk penyakit yang ringan. Pada kasus hemofilia berat, serkonversi
yang diobservasi rata-rata 46%. Di Amerika Serikat kematian akibat hemofilia
meningkat dari 0,4 kematian per 1 juta penduduk dari tahun 1979-1981 menjadi
1,2 kematian per 1 juta penduduk pada tahun 1987-1989. penyebab kematian
terutama disebabkan perdarahan intrakranial dan perdarahan lainnya dari AIDS
serta serosis hepatis.

Komplikasi lainnya adalah penyakit hepatitis dan sirosis hepatis. Jika ini terjadi
maka angka kematian akan meningkat menjadi 1,2 kali lebih banyak
dibandingkan kematian hemofilia murni.

Perdarahan intrakranial terjadi pada 2-8% penderita dan hal ini menyebabkan
kematian. Perdarahan lainnya yang dapat timbul terutama pada jaringan lunak
akibat obstruksi saluran napas atau kerusakan organ dalam.

Diperkirakan 25% anak-anak dengan hemofilia pada usia 6-18 tahun akan
terhambat pertumbuhan skil dan kemampuan kognitifnya demikian pula halnya
dalam emosi dan masalah perilaku.
Kadar faktor XI tidak berkaitan dengan tendensi perdarahan pada hemofilia C,

khususnya pada orang-orang dengan defisiensi parsial. Manifestasi perdarahan baru


muncul kalau terdapat defisiensi aktifitas faktor XIC kurang dari 20 U/dL. Sebagian
besar penderita mengalami perdarahan spontan setelah tindakan pembedahan.
Demikian juga dengan bertambahnya fibrinolisis setelah aktifitas pencabutan gigi
atau tonsilektomi atau operasi traktus genitalis. Komplikasi lain yang sering timbul
adalah perdarahan yang berat dalam bentuk menoragia. (6)
PENATALAKSANAAN
Pengobatan kriopresipitat pada penderita hemofilia disesuaikan dengan berat
ringannya perdarahan. Pada perdarahan ringan bila kadar F VIII mencapai 30% sudah
cukup untuk menghentikan perdarahan. (1)

13

Perdarahan sedang memerlukan kadar F VIII 50% dan pada perdarahan berat
memerlukan F VIII 100%. Jumlah kriopresipitat yang dibutuhkan dapat dihitung
dengan ketentuan bahwa 1 u F VIII/kgBB akan menaikkan kadar F VIII 2%.
Sedangkan untuk F IX, 1 u/kgBB akan menaikkan kadar F IX 1%. Rata-rata standard
orang normal ialah 1 u/ml adalah sama dengan 100%. Tabel berikut akan menjelaskan
pengobatan hemofilia dengan kriopresipitat. (1)
Komponen utama krioprisipitat adalah faktor VIII atau anti hemophylic
globulin. Penggunaannya ialah untuk menghentikan perdarahan karena berkurangnya
AHG di dalam darah penderita hemofili A. Faktor VIII atau AHG ini tidak bersifat
genetic marker antigen seperti granulosit, trombosit atau eritrosit, tetapi pemberian
yang berulang-ulang dapat menimbulkan pembentukan antibodi yang bersifat
inhibitor terhadap faktor VIII karena itu pemberiannya tidak dianjurkan sampai
dosis maksimal, tetapi diberikan sesuai dosis optimal untuk suatu keadaan klinis.
Untuk jelasnya terlihat dalam tabel kutipan ini. (15)
Tabel 1. Hubungan faktor VIII dan simtom pada perdarahan pada hemofili
Kadar faktor VIII (%)

Simptom

<1

Perdarahan spontan sendi dan otot

1-5

Perdarahan hebat setelah luka kecil

5-25

Perdarahan hebat setelah operasi

25-30

Cenderung perdarahan setelah luka atau operasi

Tabel 2. Hubungan faktor VIII dan simtom pada perdarahan pada hemofili
Lesi
Hemarthrosis
hematoma

Kadar

faktor

VIII

(% Dosis faktor VIII (unit/kg

normal)

BB)

15 20%

10-15

ringan,

14

Hemarthrosis berat dan


hematoma

otot

di

daerah-daerah penting
20-40%

15-20

80-100%

40-50

Operasi besar

Setiap kantong krioprisipitat mengandung 150 U faktor VIII, sedangkan krioprisipitat


produksi LPTD-PMI ditaksir hanya mengandung 100 U faktor VIII/kantong. Hal ini
disebabkan karena darah yang diambil dari donor lebih sedikit. Cara pemberian
krioprisipitat aialah dengan menyuntikkan intravena langsung tidak melalui tetesan
infus. Komponen tidak tahan pada suhu kamar, jadi pemberiannya sesegera mungkin
setelah komponen mencair. (11)
Tabel 3. Pengobatan hemofilia dengan kriopresipitat. (1)
Jenis perdarahan

Ringan

Kadar faktor yang Dosis

VIII Dosis

diinginkan (%)

(u/kg/bb)

30%

Dosis mula tidak Dosis

IX

mula

30

(u/kg/bb)

diperlukan
diberikan

u/kgBB seterusnya
15 10 u/kgBB tiap 12

u/kgBB tiap 12 jam 24 jam selama 2-4


selama 2-4 hari
Sedang

50%

Dosis

mula

hari
30 Dosis

mula

60

u/kgBB dilanjutkan u/kgBB seterusnya


10-15 u/kgBB tiap 10 u/kgBB tiap 12
8 jam selama 1-2, jam
hari,

seterusnya

dosis yang sama

15

tiap 12 jam
Berat

100%

Dosis mula 40-50 Dosis

mula

60

u/kgBB diteruskan u/kgBB diteruskan


sesuai dosis sedang

sesuai dosis sedang

Obat-obat yang diperlukan pada penderita hemofilia : (1,12)


1.

DDAVP
Suatu hormon sintesis anti diuretik yaitu 1-deamino-8-D-arginine vasopressine
(DDAVP) dapat menaikkan kadar F VIII C. Pada hemofilia ringan sampai sedang
obat ini menaikkan kadar F VIII C 3-6 kali lipat. Diberikan pada hemofilia dan
penyakit vol Willebrand dengan dosis 0,2-0,5 ug/kgBB. Obat ini dilarutkan dalam
30 cc garam fisiologis dan diinfus selama 15-20 menit. Dapat diulang dalam
beberapa jam. Infus yang diberikan dengan cepat dapat menimbulkan takikardia
dan muka menjadi merah. Hasil pengobatan sangat bervariasi.

2.

EACA dan Tranexamic Acid


Epsilon Amino Caproid Acid (EACA) dan asama traneksamik (Tranexamic Acid),
dapat mengurangi perdarahan pada hemofilia. Hal ini dapat diterangkan karena
sifat anti fibrinolisis EACA dan asam traneksamik menyebabkan fibrin yang
sudah terbentuk tidak segera dilisiskan, oleh plasmin. Dengan dosis 50-100
mg/kgBB intravena atau peroral, segerak sebelum tindakan dimulai, kemudian
diulang 3 jam berikutnya, dan seterusnya setiap 6 jam selama 1 minggu
berikutnya memberikan hasil yang baik. Juga dapat diberikan dosis 4-5 g tiap 4
jam pada orang dewasa dengan hasil yang baik.

3.

Kortikosteroid
Pada sinovitis akut yang terjadi sesudah serangan akut hemarthrosis pemberian
kortikosteroid sangat berguna. Kortikosteroid juga diberikan bila timbul anti
koagulan atau reaksi anafilaksis sesudah pemberian kriopresipitat.

16

4.

Analgetik
Bila terjadi suatu rasa sakit yang hebat pada sendi, atau rasa sakit sebab lainnya,
obt analgetik dapat diberikan. Sebaiknya aspirin harus dihindarkan, begitu pula
obat analgetik lainnya yang mengganggu agregasi trombosit.
Pengobatan utama pada penderita hemofilia C terutama dengan pemberian
produk plasma (FFP). Keuntungan pemberian FFP ini adalah mudah dilakukan,
sedangkan kerugiannya dalam bentuk dapat terjadi over volume darah, potensial
untuk transmisi agen infektif, dan kemungkinan terjadi reaksi alergi. Fresh frozen
plasma ini juga dapat digunakan jika tidak didapatkan konsentrat faktor XI. Dosis
pemberian untuk loading dose adalah 15-20 mL/kg IV, yang selanjutnya diberikan 36 mL/kg 4 kali 12 jam setelah hemostasis terjadi. Selama pemberian harus selalu
dimonitor overload cairan terutama pada anak-anak kecil; adanya reaksi alergi;
premedikasi yang diberikan adalah acetaminophen dan anti histamin (seperti
diphenhydramine) untuk mengurangi reaksi alergi. (6)
Para ahli saat ini telah mengembangkan pengetahuan dalam kerangka terapi
hemofilia dengan spesifikasi khusus dari beberapa jenis trauma perdarahan antara lain
: (13)
1. Trauma kepala

Trauma ringan (kalau dari pemeriksaan neurologis nomal) namun disini


keluarga tetap diminta untuk berhati-hati dan tetap diberikan koreksi terhadap
perdarahan yang terjadi.

Trauma yang signifikan (seperti jatuh dari tangga, jatuh saat bermain dan lainlain), walau tanpa ada gejala yang berat. Maka koreksi harus tetap diberikan
100% dan dilakukan pemeriksaan CT scan. Pemberian koreksi diberikan 3050% per 12 jam setelahnya dapat dilakukan 1 atau 2 kali lagi.

17

Anak dengan hemofilia berat dan ada riwayat perdarahan intrakranial maka
harus diberikan tindakan profilaksis.

2.

Pembengkakan lidah atau leher


Anak dengan pembengkakan lidah atau leher harus dilakukna evaluasi untuk
mengatasi masalah obstruksi jalan pernapasan. Disamping itu tindakan koreksi
diberikan tetap 100%.

3.

Nyeri dada atau nyeri abdomen


Beberapa gejala dari keadaan tersebut harus dilakukan evaluasi dan penderita
dapat dilakukan terapi rumah saja kecuali didapatkan keadaan yang memberat
setelahnya.

4.

Compartment Syndrome
Kalau terjadi keadaan ini maka koreksi harus segera dilakukan (70-100%),
diulangnya lagi 12 jam kemudian sebanyak 30-50%.

5.

Hemarthrosis
Jika terjadi hemarthrosis maka direkomendasikan untuk dilakukan terapi intensif.
Setiap ada hemarthrosis harus dilakukan infus dari faktor pembekuan, kemudian
dilakukan follow up untuk menilai hasil terapi.

6.

Perdarahan pada mulut


Dapat diberikan Amicar (epsilon aminocaproic acid) atau thrombin topikal kalau
perdarahan tersebut minimal atau hanya untuk beberapa jam. Namun jika
didapatkan perdarahan yang agak berat maka di indikasikan untuk pemberian

18

faktor pengganti. Pemeriksaan hemoglobin harus dilakukan lebih dari 1 kali untuk
menilai hasil terapi.
7.

Hematuria
Hematuria yang dikaitkan dengan trauma abdomen atau tulang belakang. Maka
harus dilakukan pemeriksaan ultrasonografi atau radiologis lainnya, dan
dilakukan pemberian terapi pengganti.

8.

Fraktur
Pada sebagian besar fraktur diperlukan faktor pengganti untuk jangka waktu 5-7
hari. Terapi awal diberikan korekti 70% selanjutnya kemudian diberikan kadar
30%, tergantung dari berat ringannya fraktur.
PROGNOSIS
Pemberian profilaktik anti hemofili faktor lebih awal secara dramatis dapat
mengurangi morbiditas dan mortalitas penderita hemofilia A dan B. Angka bertahan
hidup penderita dapat mencapai 11 tahun atau kurang tergantung dari beratnya
penyakit dan pengobatan yang diberikan. Prognosis ini akan diperburuk oleh
komplikasi virus yang terjadi selama pemberian terapi pengganti. Demikian juga
halnya jika terjadi perdarahan intrakranial maupun organ vital lainnya.(3)
Prognosis penderita hemofilia C dengan defisiensi parsial cukup baik apalagi
jika tidak didapatkan manifestasi perdarahan. Sedangkan pada pasien dengan tendensi
perdarahan, perdarahan organ harus diobati dengan optimal untuk mencegah
terjadinya pemburukan diagnosis. Jika terjadi perdarahan masif maka diagnosisnya
menjadi jelek. (6)

19

PENCEGAHAN
Hemofilia tidak dapat dicegah. Namun ada beberapa hal sebagai tindakan
preventif yaitu pencegahan terjadinya perdarahan akibat trauma disamping
pencegahan terhadap terjadinya trauma sendiri. (9)
Kalau seseorang mengidap hemofilia maka beberapa hal yang harus
diperhatikan :
-

Pencegahan

terhadap

penggunakan

aspirin

dan

nonsteroidal

anti-

inflammatory drugs (NSAIDs).

Vaksinasi tetap dilakukan pada semua orang termasuk pada bayi, terutama
untuk vaksin hepatitis B.

Tindakan sirkumsisi tidak boleh dilakukan terhadap anak laki-laki. (14,15)

Disamping itu jika diketahui adanya riwayat hemofili dalam keluarga maka
selama masa kehamilan harus diperiksa kemungkinan adanya defek genetik pada ibu
hamil untuk mengetahui adanya carrier pada ibu. Beberapa tindakan yang dapat
dilakukan antara lain amniocentesis dan chorionic villus sampling (CVS), dengan
pemeriksaan ini dapat diketahui adanya defek genetik pada fetus yang menyebabkan
terjadinya hemofilia. Jika diketahui fetus memiliki hemofilia, maka tindakan terpilih
yang dapat dilakukan adalah melakukan terminasi kehamilan, walau ini masih
kontroversial pada beberapa negara terutama untuk kehamilan trimester II dan III.
Jika ibu tetap menginginkan untuk melanjutkan kehamilannya maka harus diberikan
penjelasan mengenai keadaan bayinya nanti dan tindakan persalinan yang akan
dilakukan. (9)
DAFTAR PUSTAKA

20

1. Tambunan KL, Widjanarko A. Kelainan hemostasis bawaan. Dalam :


Ssoeparman dkk (eds). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta, 2010 : 452-9.
2. Elzinga HS. Hemophilia. In : Christopher T. Coughlin (ed). Hematology. 2012.
Http://www.Hemophilia.Html.
3. Agaliotis DP. Hemophilia, overview. Department of Medicine, Division of
Hematology/Medical Oncology. University of Florida Health Science Center at
Jacksonville.

Copyright

2012,

eMedicine.com,

Inc.

Http://www.

eMedicine.com.html
4. Elstrom R. Hemophilia A. University of Pennsylvaina Medical Center,
Phiiladelphia, PA. Review provided by VeriMed Healthcare Network.
Http://www.ADAM.Com.Inc.
5. Mathew P. Hemophilia C. Montoya Hemophilia Center. Department of
Pediatrics, University of New Mexico. Copyright 2002, eMedicine.com, Inc.
Http://www. eMedicine.com.html
6. Healthwise,Incorporated.Hemophilia.Http://www.Healthwise.Inc.Html.

21

Anda mungkin juga menyukai