Anda di halaman 1dari 16

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bencana banjir yang akhir-akhir ini terjadi hampir di seluruh wilayah
Indonesia dan khususnya di Jabodetabek merupakan indikator yang sangat nyata
telah terjadinya kerusakan lingkungan yang kerap kali dilupakan, bahwasanya
banjir berkaitan sekali dengan kesatuan wilayah yang disebut dengan daerah
aliran sungai (DAS). DAS didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang
secara topografi di batasi oleh punggung-punggung gunung yang menyimpan air
hujan untuk untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama
(Asdak 2007).
Salah satu permasalahan yang lazim dialami DAS adalah semakin
berkurangnya vegetasi penutup tanah yang menyebabkan terjadinya erosi hingga
longsoran di sekitar aliran sungai. Erosi dan longsoran inilah yang kemudian akan
masuk ke dalam sungai dan terbawa sebagai sedimen. Pendangkalan, perubahan
morfologi sungai, hingga luapan air yang tak terkendali adalah contoh akibat yang
dapat timbul jika terjadi penumpukan sedimen yang berlebih pada sungai tersebut.
Faktor-faktor yang menjadi indikator kerusakan lingkungan DAS sehingga
berpengaruh terhadap kejadian banjir itu bisa berupa faktor alam dan faktor
manusia. Faktor alam terutama disebabkan karena curah hujan yang sangat tinggi,
kondisi geomorfologi DAS, dan pasang surut air laut. Sedangkan faktor manusia
disebabkan karena peran kelembagaan pemerintah dan kepedulian masyarakat
terkait DAS belumlah maksimal, perubahan penggunaan lahan, pola penataan
yang tidak sesuai, serta sarana prasarana drainase yang hanya berfungsi sebagai
penyalur aliran permukaan saja.
Sehubungan dengan hal itu, diambil langkah-langkah untuk mengatasi
masalah guna mengendalikan banjir sebagaimana Kajian Rehabilitasi Hutan dan
Reboisasi Lahan untuk pengendalian banjir di wilayah Jabodetabek yang mengacu
pada program-program yang telah direkomendasikan/ direncanakan dalam
dokumen Rencana Tindak (RHL) untuk Pengendalian Banjir di Jabodetabek tahun
2007 ( Tabel 1).
Tabel 1 Katagori program rehabilitasi hutan dan lahan untuk pengendalian
banjir di wilayah Jabodetabek
Sipil Teknis
1
Sumur Resapan
2
Pengendali Tebing Sungai
3
Gully Plug
4
Parit Buntu
5
Dam Pengendali
6
Dam Penahan
7
Embung
8
Teras Gulud
Sumber :Departemen Kehutanan (2009).

Vegetatif
1. Vegetasi Tetap
2. Agroforestry
3. Penghijauan Lingkungan
4. Strip Rumput

Penerapan teknologi dalam konteks perencanaan drainase yang


mengedepankan konsep berwawasan lingkungan, adalah dapat melalui penerapan
antara lain teknologi porositas suatu perkerasan melalui teknologi sumur resapan
atau sejenisnya, teknologi kolam buatan maupun alamiah sebagai tempat

penampungan sementara ataupun tetap, yang dilengkapi sedemikian rupa dengan


bangunan penyaringan, pengaturan dan lainnya (Sosrodarsono 1976).
Berdasarkan uraian di atas, penulis mencoba dengan kajian sipil teknis
berbasis lahan di bagian DAS Ciliwung Hulu yaitu berupa pengkondisian saluran
drainase/ parit yang ada di sepanjang kawasan puncak Kabupaten Bogor, dengan
memperhatikan sistem drainase yang sudah ada dan secara umum dikenal dengan
istilah sistem drainase perkotaan. Pengertian sistim disini adalah sistim jaringan
drainase di suatu kawasan, sedangkan sistem drainase secara umum dapat
didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi
dan membuang kelebihan air (banjir) dari suatu kawasan atau lahan, sehingga
lahan dapat difungsikan secara optimal (Suripin 2004).
Dengan demikian pengkondisian saluran ini diharapkan dapat menurunkan
debit puncak dari suatu sungai karena air tidak sampai dalam waktu yang
bersamaan di bagian hilir, serta mampu menahan/menampung air di badan air
ketika hujan besar untuk waktu tertentu mengingat waktu tempuh aliran (Tc)
menjadi lebih lama, yaitu waktu yang diperlukan oleh air dari tempat jatuhnya
hujan terjauh sampai ke titik pengamatan (outlet).
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan
masalah dari penelitian ini, yaitu mengidentifikasi banjir yang terjadi pada sungai
Ciliwung hulu, menganalisis efektifitas desain bangunan sipil teknis dalam
mereduksi sedimen
Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian yaitu untuk 1) memaksimalkan
resapan air hujan; 2) mengetahui seberapa besar sedimentasi yang terbawa aliran
permukaan; dan 3) melakukan kajian simulasi debit serta analisis untuk
menentukan jumlah dan sebaran desain bangunan sipil teknis.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini, yaitu mampu memberikan pengembangan ilmu
pengetahuan terutama penggunaan teknologi berkaitan dengan konsep konservasi
tanah dan air, sebagai masukan bagi para perencanaan bangunan sipil teknis dan
dapat dijadikan salah satu sumber informasi untuk pengembangan penelitian lebih
lanjut.

TINJAUAN PUSTAKA
Uji Konsistensi Data
Sebelum data hujan digunakan terlebih dahulu harus lewat pengujian
untuk konsistensi data tersebut, karena hal ini dapat mempengaruhi ketelitian hasil
analisa. Metode yang digunakan untuk pengujian data yaitu metode RAPS
(Rescaled Adjusted Partial Sums) yaitu pengujian dengan menggunakan data
hujan tahunan rata rata dari stasiun itu sendiri yaitu dengan pengujian kumulatif
penyimpangan kuadrat terhadap nilai reratanya (Harto 1993).
Menurut Harto (1993), analisa frekuensi sesungguhnya merupakan
prakiraan suatu peristiwa hidrologi dalam bentuk hujan rencana yang berfungsi
sebagai dasar perhitungan perencanaan hidrologi untuk antisipasi setiap
kemungkinan yang akan terjadi.
Menurut Suripin (2004) analisa frekuensi ini dilakukan dengan
menggunakan teori probability distribution antara lain Distribusi Normal,
Distribusi Log Normal, Distribusi Pearson Tipe III, dan Distribusi Gumbel.
Setelah didapatkan jenis distribusi yang akan digunakan maka di uji kecocokan
dan kesesuaiannya dengan uji statistik yaitu uji Kolmogorv-Smirnov dan Uji Chi
Kuadrat.
Analisis Hidrologi
Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi baik mengenai
terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat-sifatnya dan hubungan dengan
lingkungannya terutama dengan makhluk hidup. Analisis hidrologi merupakan
bidang yang sangat rumit dan kompleks. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian
siklus hidrologi, rekaman data hujan dan kualitas data (Triatmodjo 2010).
Untuk menyelesaikan persoalan drainase sangat berhubungan dengan aspek
hidrologi khususnya masalah hujan sebagai sumber air yang akan di alirkan pada
sistem drainase dan limpasan sebagai akibat tidak mampunyai sistem drainase
mengalirkan ke tempat pembuangan akhir. Desain hidrologi diperlukan untuk
mengetahui debit pengaliran (Asdak 2007).
Dalam analisis data hujan sering dijumpai adanya data yang tidak sesuai
dengan yang diharapkan dan atau tidak lengkapnya data. Hal ini disebabkan oleh
berbagai sebab, yaitu kerusakan alat, kelalaian petugas, data rusak sehingga tidak
dapat terbaca dan data hilang. Bila hilangnya seri data hujan tersebut hanya satu
atau dua hari kemungkinan tidak akan berpengaruh pada analisis. Tetapi
sebaliknya bila data yang hilang tersebut panjang maka akan banyak
menimbulkan kesulitan dalam analisis.
Curah hujan rata-rata daerah
Data jumlah curah hujan (CH) rata -rata untuk suatu daerah tangkapan air
(catchment area) atau daerah aliran sungai (DAS) merupakan informasi yang
sangat diperlukan oleh pakar bidang hidrologi. Dalam bidang pertanian data CH
sangat berguna, misalnya untuk pengaturan air irigasi, mengetahui neraca air
lahan, mengetahui besarnya aliran permukaan (run off).

Untuk dapat mewakili besarnya CH di suatu wilayah/daerah diperlukan


penakar CH dalam jumlah yang cukup. Semakin banyak penakar dipasang di
lapangan diharapkan dapat diketahui besarnya rata-rata CH yang menunjukkan
besarnya CH yang terjadi di daerah tersebut. Disamping itu juga diketahui variasi
CH di suatu titik pengamatan (Asdak 1995). Menurut Linsey (1979) ketelitian
hasil pengukuran CH tegantung pada variabilitas spasial CH, maksudnya
diperlukan semakin banyak lagi penakar CH bila kita mengukur CH di suatu
daerah yang variasi curah hujannya besar.
Ketelitian akan semakin meningkat dengan semakin banyak penakar yang
dipasang, tetapi memerlukan biaya mahal dan juga memerlukan banyak waktu dan
tenaga dalam pencatatannya di lapangan.
Periode ulang curah hujan
Analisi hidrologi diperlukan beberapa persamaan intensitas hujan-durasi
untuk berbagai periode ulang atau Frekuensi Kurva IDF (Intensitas Durasi
Frekwensi), dimana durasi adalah absis dan intensitas merupakan ordinatnya,
sementara frekuensi/periode ulang sebagai parameter kurvanya (Sinukaban 2014).
Analisis frekuensi melibatkan urutan data semua pengukuran dalam suatu
periode pengamatan (30 tahun), dari urutan data dapat ditentukan jumlah tahun
suatu nilai kejadian intensitas hujan dengan durasi tertentu akan sama atau
melebihi intensitas itu. Periode ulang adalah interval waktu rata-rata dari
besarnya suatu nilai intensitas hujan tertentu akan disamai atau dilampaui satu
kali. Harto (1993) menyatakan bahwa analisis IDF memerlukan analisis frekuensi
dengan menggunakan seri data yang diperoleh dari rekaman data hujan.
Dalam statistik dikenal empat macam distribusi frekuensi yang banyak
digunakan dalam hidrologi, yaitu distribusi Normal, Log-Normal, Gumbel dan
Log Pearson III. Masing-masing distribusi mempunyai sifat yang khas, sehingga
data curah hujan harus diuji kecocokannya dengan sifat statistic masing-masing
distribusi tersebut. Pemilihan jenis distribusi yang tidak benar dapat menimbulkan
kesalahan perkiraan yang cukup besar, baik over estimated maupun under
estimated (Harto 1993).
Kala ulang (return period) diartikan sebagai waktu di mana hujan atau debit
dengan satuan besaran tertentu rata-rata akan disamai atau dilampaui sekali dalam
jangka waktu tersebut. Dalam hal ini tidak berarti bahwa selama jangka waktu
ulang itu (misalnya T tahun) hanya sekali kejadian yang menyamai atau
melampaui, tetapi merupakan perkiraan bahwa hujan atau debit tersebut akan
disamai atau dilampaui K kali dalam jangka panjang L tahun, dimana K/L kirakira sama dengan 1/T (Harto 1993).
Curah Hujan Rancangan (Design Rainfall)
Hujan yang terjadi dapat merata di seluruh kawasan yang luas atau terjadi
hanya bersifat setempat. Hujan bersifat setempat , hujan dari satu pos hujan belum
tentu dapat mewakili hujan untuk kawasan yang lebih luas (karakteristik DAS).
Faktor yang mempengaruhi karakteristik DAS:
1.
2.
3.
4.
4

Jarak pos hujan sampai ke tengah kawasan yang dihitung curah hujannya
Luas daerah
Topografi
Sifat hujan

Metode pendekatan:
1. Rata-rata Aritmatika
2. Poligon Thiessen
3. Isohiet
Standar untuk menghitung curah hujan daerah
- daerah dengan luas 250 ha (variasi topografi kecil), 1 alat ukur curah
hujan;
- daerah dengan luas 250 ha 50 000 ha, 2 atau 3 titik pengamatan cara ratarata;
- daerah 120 000 ha 500 000 ha (curah hujan tidak dipengaruhi topografi)
titik pengamatan tersebar merata aljabar titik pengamatan tersebar tidak
merata Thiessen Daerah > 500 000 ha, isohiet atau inter-section method.
Uji Kecocokan
Uji kecocokan bertujuan untuk menentukan tingkat penyimpangan atau
perbedaan antara data pengamatan dengan hasil simulasi. Dengan
membandingkan dua data tersebut maka dapat disimpulkan apakah simulasi
menggunakan rantai Markov ini mampu meramal curah hujan yang akan datang
dengan panjang data tertentu. Untuk mengetahui tingkat kesalahan dari simulasi,
pada penelitian ini dilakukan uji kecocokan berupa uji Chi-Kuadrat.
Dikarenakan data yang diuji adalah data rasio, maka data harus dibentuk
dalam kelas-kelas sehingga menjadi data nominal. Rumus dasar Chi-Kuadrat
adalah (Triatmodjo 2010):
G

h=

i=1

(Oi Ei)2
Ei

Keterangan :
2h
= parameter Chi-Kuadrat terhitung
n
= jumlah sub kelompok,
Oi
= frekuensi dari data yang diobservasi pada sub kelompok i, dan
Ei
= frekuensi dari data yang diharapkan pada sub kelompok i dengan derajat
kebebasan (dk) = n 1
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka uji Chi-Kuadrat terdapat 2 (dua) macam
yaitu pengujian hasil simulasi terhadap data pengamatan (data hasil pengukuran)
dan pengujian hasil simulasi terhap data distribusi gamma.
Debit Banjir Rancangan
Debit banjir rancangan adalah debit maksimum yang akan dialirkan oleh
saluran drainase untuk mencegah terjadinya genangan. Untuk drainase perkotaan
dan jalan raya, sebagai debit rencana debit banjir maksimum periode ulang 5
tahun, yang mempunyai makna kemugkinan banjir maksimum tersebut disamai
atau dilampaui 1kali dalam 5 tahun atau 2 kali dalam 10 tahun atau 20 kali dalam
100 tahun. Penetapan debit banjir maksimum periode 5 tahun ini berdasarkan
pertimbangan:

a. Resiko akibat genangan yang ditimbulkan oleh hujan relatif kecil


dibandingkan dengan banjir yang ditimbulkan meluapnya sebuah sungai
b. Luas lahan diperkotaan relatif terbatas apabila ingin direncanakan saluran
yang melayani debit banjir maksimum periode ulang lebih besar dari 5
tahun.
c. Daerah perkotaan mengalami perubahan dalam periode tertentu sehingga
mengakibatkan perubahan pada saluran drainase.
Perencanaan debit rencana untuk drainase perkotaan dan jalan raya
dihadapi dengan persoalan tidak tersedianya data aliran. Umumnya untuk
menentukan debit aliran akibat air hujan diperoleh dari hubungan rasional antara
air hujan dengan limpasannya (Metode Rasional). Untuk debit air limbah rumah
tangga diestimasikan 25 liter perorang perhari. Adapun rumusan perhitungan debit
rencana Metode Rasional adalah sebagai berikut (Suripin 2004) :
Q= 0,278.C.Cs.I.A

dan Cs = 2Tc
2Tc+Td

Keterangan :
= debit rencana dengan periode ulang T tahun (m3/dtk)
= koefisien aliran permukaan
= koefisien tampungan oleh cekungan terhadap debit rencana
= intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)
= luas daerah pengaliran (km2).
= waktu konsentrasi (jam)
= waktu aliran air mengakir di dalam saluran dari hulu hingga ke tempat
Pengukuran (jam).
Dalam perencanaan saluaran drainase dapat dipakai standar yang telah
ditetapkan, baik debit rencana (periode ulang) dan cara analisis yang dipakai,
tinggi jagaan, struktur saluran dan lain-lain.Tabel 2 berikut menyajikan standar
desain saluran drainase berdasarkan pada, Pedoman Drainase Perkotaan dan
Standar Desain Teknis.
Q
C
Cs
I
A
Tc
Td

Tabel 2 Kriteria desain hidrologi sistem drainase perkotaan


Luas DAS (ha)
Periode ulang (tahun)
< 10
2
10 100
25
101 500
5 20
> 500
10 25
Sumber :Suripin (2004).

Metode perhitungan debit banjir


Rasional
Rasional
Rasional
Hidrograf satuan

Debit Air Hujan


Data debit hujan harian di ambil dari tahun 2010-2014 yang diperoleh dari
Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane
sebagaimana Petunjuk Disain Drainase Permukaan Jalan Departemen Pekerjaan
Umum, guna memenuhi debit air hujan di daerah.
Waktu Konsentrasi
Menurut Wesli (2008) pengertian waktu konsentrasi adalah waktu yang
diperlukan untuk mengalirkan air dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke
6

titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir suatu saluran. Pada prinsipnya waktu
konsentrasi dapat dibagi menjadi:
a. Inlet time (to), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas
permukaan tanah menuju saluran drainase.
b. Conduit time (td), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di
sepanjang saluran sampai titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir.

to

titik pengamatan
ta= waktu aliran dalam saluran

saluran drainase
jarak saluran

to = waktu yang diperlukan air untuk mengalir


melalui permukaan tanah ke saluran drainase
Gambar 1 Lintasan Aliran Waktu Inlet Time (to) dan Conduit Time (td)
Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran (run-off coefficient) adalah perbandingan antara
jumlah air hujan yang mengalir atau melimpas di atas permukaan tanah (surface
run-off) dengan jumlah air hujan yang jatuh dari atmosfir (hujan total yang
terjadi). Besaran ini dipengaruhi oleh tata guna lahan, kemiringan lahan, jenis dan
kondisi tanah. Pemilihan koefisien pengaliran harus memperhitungkan
kemungkinan adanya perubahan tata guna lahan dikemudian hari. Koefisien
pengaliran mempunyai nilai antara, dan sebaiknya nilai pengaliran untuk analisis
dipergunakan nilai terbesar atau nilai maksimum (Indarto 2012).
Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu
kurun waktu di mana air tersebut berkonsentrasi. Analisis intensitas curah hujan
ini dapat diproses dari data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau.
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan persatuan waktu. Sifat
umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung
makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya.
Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisis data hujan baik
secara statistik maupun secara empiris. Biasanya intensitas hujan dihubungkan
dengan durasi hujan jangka pendek misalnya 5 menit, 30 menit, 60 menit dan
jam-jaman. Data curah hujan jangka pendek ini hanya dapat diperoleh dengan
menggunakan alat pencatat hujan otomatis. Apabila data hujan jangka pendek

tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian, maka intensitas hujan dapat
dihitung dengan persamaan Mononobe (Sosrodarsono 1976).

Keterangan:
I
t
R24

I = R24 24
24 t

2/3

= Intensitas hujan (mm/jam)


= lamanya hujan (jam)
= curah hujan maksimum harian selama 24 jam (mm).
Evaluasi Dan Perencanaan Sistim Drainase

Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan adalah jarak bebas antara mercu embung dengan permukaan
air maksimum rencana. Untuk keperluan drainase, tinggi tanggul dihilir bendung
didesain menggunakan Q 20 atau Q 25 th. Jika ternyata resiko jika terjadi banjir di
hilir juga tinggi maka dapat dipertimbangkan debit banjir yang sama dengan debit
banjir rencana untuk bendungnya, dengan tinggi jagaan ditentukan dengan
menggunakan tabel berikut.
Tabel 3 Tinggi Jagaan
Debit desain (m3det-1)
Qp < 200
201 < Qp < 500
501 < Qp < 2000
2001 < Qp < 5000
Sumber: Direktorat Bina Marga (1990).

Tinggi jagaan (hf)


0.60 m
0.80 m
1.00 m
1.20 m

Kemiringan Dasar Dan Dinding Saluran


Kemiringan saluran dan tebing saluran merupakan salah satu dasar
perhitungan perencanaan drainase. Kemiringan dasar saluran direncanakan
sedemikian rupa sehingga dapat memberikan pengaliran secara gravitasi dengan
batas kecepatan minimum tidak boleh terjadi pengendapan. Sedangkan kecepatan
maksimum tidak boleh terjadi perusakan pada dasar maupun dinding saluran.
Kemiringan tebing saluran dalam perencanaan dapat dilihat apakah saluran
tersebut dengan pengerasan talud atau tidak. Kemiringan saluran rata-rata dipakai
untuk memperhitungkan waktu konsentrasi.
Untuk menahan kecepatan aliran supaya sesuai dengan kecepatan
maksimum yang diijinkan, kemiringan dasar saluran perlu diperkecil dengan cara
tiap 50 meter ditinggikan 0.15 m supaya terjadi pengendapan pada hulu bagian
yang ditinggikan, hal ini supaya pada periode tertentu kemiringan yang diinginkan
dapat tercapai.
Perencanaan Penampang Saluran Drainase
Perencanaan dimensi saluran didasarkan pada debit harus ditampung oleh
saluran (Qs dalam m3 det-1) lebih besar atau sama dengan debit rencana yang
diakibatkan oleh hujan rencana (QT dalam m3 det-1). Kondisi demikian dapat
dirumuskan dengan persamaan berikut:
8

Qs > Qr
Debit yang mampu ditampung oleh saluran (Qs) dapat diperoleh dengan
rumus seperti di bawah ini:
Qs = As.V
Keterangan:
As = luas penampang saluran (m2)
V
= Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m3 det-1)
Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Manning sebagai berikut (Wesli 2008):

Keterangan:
V
n
R
S
As
P

= Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m det-1)


= Koefisien kekasaran Manning (Tabel 4)
= Jari-jari hidrolis (m)
= Kemiringan dasar saluran
= luas penampang saluran (m2)
= Keliling basah saluran (m)

Nilai koefisien kekasaran Manning n, untuk gorong-gorong dan saluran


pasangan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Koefisien kekasaran manning
Tipe saluran
Koefisien manning (n)
Baja
0.011 0.014
Baja permukaan gelombang
0.021 0.030
Semen
0.010 0.013
Beton
0.011 0.015
Pasangan batu
0.017 0.030
Kayu
0.010 0.014
Bata
0.011 0.015
Aspal
0.013
Sumber: Wesli (2008).

Unsur-Unsur Geometris Penampang Saluran


Penampang melintang saluran dapat ditentukan sebagaimana tabel 5 yang
telah disediakan dalam hal ini dapat berupa saluran terbuka ataupun tertutup
(Chow 1985).

10

Tabel 5 Unsur-unsur geometris penampang saluran

Penampang

10

Luas
(A)

Keliling basah
(O)

b.y

b + 2y

Jari jari
hidraulik
(R)

Lebar
puncak
(T)

Kedalaman
hidrolis
(D)

Faktor
penampang
(Z)

B.y1,5

11

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di KM 0, KM 100, dan KM 200 jalan raya puncak
kabupaten Bogor pada sepanjang saluran primernya di jalur puncak. Percobaan ini
diharapkan dapat dilaksanakan pada bulan Agustus sampai bulan Desember 2015.
Batas Administrasi
Sungai Ciliwung berasal dari kaki Gunung Pangrango Jawa Barat mengalir
kearah Jakarta melalui Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok dan bermuara
di Teluk Jakarta. Panjang sungai Ciliwung dari bagian hulu sampai muara
dipesisir pantai teluk Jakarta di Jakarta Utara 117 km, dengan luas Daerah Aliran
Sungai (DAS) Ciliwung sekitar 347 km2, yang dibatasi oleh DAS Cisadane
disebelah barat dan DAS Citarum disebelah timur.
Kondisi Hidrologi
Lingkup pengendalian pencemaran DAS Ciliwung didasarkan pada
ekosistemnya mulai dari hulu yaitu sumber mata air yang tersebar di daerah
Puncak Kabupaten Bogor sampai muara Ciliwung di Angke dan Ancol pantai
utara Jakarta di DKI Jakarta, meliputi Sungai Ciliwung dibatasi oleh DAS
Cisadane di sebelah barat dan DAS Citarum di sebelah timur, sekitar 40% daerah
datar dengan elevasi permukaan < 1 m MAR. Bagian hulu DAS Ciliwung seluas
146 km2 merupakan daerah pegunungan dengan elevasi 300 3000 mdpl. Bagian
tengah DAS Ciliwung seluas 94 km2 merupakan daerah bergelombang dan
berbukit-bukit dengan evaluasi 100-300 mdpl, selanjutnya bagian hilirnya seluas
82 km2 merupakan dataran rendah bertopografi landai dengan elevasi antara 0100 mdpl.
Terdapat beberapa percabangan pada sungai Ciliwung. Aliran Sungai
Ciliwung mulai bercabang di Katulampa mengalir ke Cibinong untuk irigasi dan
Kebon Raya Bogor (Sempur). Setelah memasuki Sempur aliran sungai bercabang
dan aliran akan bersatu kembali di Kedung Halang. Memasuki Kota Jakarta,
sungai Ciliwung mulai terbagi menjadi 2 yaitu Ciliwung Kwitang dan Ciliwung
Banjir Kanal Barat (sampai di Pantai Indah Kapuk). Ciliwung Kwitang bercabang
di Pintu Air Mesjid Istiqlal menjadi Ciliwung Gunung Sahari dan Ciliwung Gajah
Mada. (Dephut 2009).
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta Rupa Bumi
Indonesia (RBI), peta penggunaan lahan, data curah hujan, data tinggi muka air,
data sedimen, data kecepatan arus, dan data kependudukan.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini selain current meter untuk
mengukur kecepatan air pada saluran, meteran untuk mengukur panjang saluran
yang menjadi sampel percobaan, juga digunakan pengukur tinggi muka air (TMA)

12

manual (pelskal) dan otomatis (AWLR), pengukur curah hujan manual


(ombrometer) dan otomatis (ARR), pelampung, stopwatch, pita ukur, serta GPS.
Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian berupa data kualitatif dan data
kuantitatif. Contoh data kualitatif yang digunakan seperti kondisi DAS yang
terkena erosi, serta laju sedimentasi yang terjadi pada sungai tersebut. Sedangkan
data kuantitatif, digunakan data-data seperti data curah hujan, luasan DAS
Ciliwung Hulu, data morfologi sungai serta jumlah sedimen yang terjadi.
Untuk sumber data, digunakan data berupa data primer dan sekunder. Data
primer adalah data yang diperoleh dari survey langsung di lapangan.
Sedangkandata sekunder berupa catatan yang sifatnya valid dan telah ada
sebelumnya, yang didapatkan melalui instansi-instansi setempat yang terkait
dengan studi ini.
Untuk mengumpulkan data primer, dilakukan survey dan pengukuran
langsung di lapangan. Data yang dikumpulkan juga dilengkapi dengan hasil
wawancara yang bersumber dari pihak-pihak yang dirasa dapat membantu untuk
memberikan informasi. Kegiatan survey dan pengukuran ini juga dilengkapi
dengan dokumentasi. Adapun untuk data sekunder, dikumpulkan dari berbagai
instansi-instansi terkait yang memiliki data yang diperlukan dalam studi ini.
Prosedur Penelitian
Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini sebagaimana gambar 2,
gambar 3 dan gambar 4, sedangkan data sekunder di uji melalui model sebagai
berikut:
1. Perhitungan curah hujan rerata daerah maksimum dengan metode rerata
Aritmatik;
2. Menghitung curah hujan rancangan dengan menggunakan distribusi Log
Pearson Tipe III;
3. Untuk mengetahui kebenaran hipotesa distribusi frekuensi yang digunakan
maka dilakukan uji kesesuaian distribusi frekuensi dengan metode Chi- Square
dan Smirnov-Kolmogorov;
4. Menghitung hujan efektif dengan persamaan Mononobe.

12

13

Mulai

Survei Lapangan

Pengumpulan Data

Analisa Hidrologi

Perencanaan Struktur

Stabilitas Struktur

Tidak
Aman

Ya
Analisa Tampungan Sedimen

Gambar Desain Konstruksi

Selesai

Gambar 2 Diagram alir rencana kerja penelitian

14

Perhitungan Curah Hujan


Wilayah

Analisa Frekwensi Curah


Hujan

Uji Distribusi Statistik

Uji Sebaran Chi Kuadrat

Distribusi Curah Hujan


Rancangan

Perhitungan Debit Banjir

Metode Hidrograf Satuan


Nakayasu

Debit Banjir Rancangan 50


tahun

Selesai

Gambar 3 Diagram alir analisis hidrologi

14

15

Data Geometrik Sungai

Debit Banjir Rancangan

Tanggul dan Main Dam

1. Tinggi Efektif
2. Peluap
a.Tebal Peluap
b. Tinggi limpasan air
c. Tinggi Jagaan
d. Lebar Mercu
3. Kedalaman Pondasi
4. Kemiringan tubuh
a. Hilir
b. Hulu
5. Konstruksi sayap
a. Kemiringan
b. Lebar
c. Penetrasi

Demensi Main Dam

Sub Dam

1. Lebar Peluap
2. Tebal Peluap
3. Tinggi Sub Dam
4.Kemiringan Tubuh
a. Hilir
b. Hulu
5. Kedalaman Pondasi
6. Konstruksi Sayap
a. Kemiringan
b. Lebar
c. Penetrasi

Demensi Sub Dam

Apron dan Drain Hole

1. Tebal Apron
2. Panjang Apron
3. Luas lubang
drainase
4. Banyak lubang
drainase

Dimensi Apron dan Drain


Hole

Dimensi Check Dam

Selesai

Gambar 4 Diagram alir perhitungan perencanaan check dam

16

DAFTAR PUSTAKA
Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta
(ID): Universitas Gajah Mada Pr.
Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta
(ID): Universitas Gajah Mada Pr.
Assyakur AR. 2008. Prediksi erosi dengan menggunakan metode USLE dan
system informasi (SIG) berbasis piksel di daerah tangkapan air Danau
Buyan. J MAPIN. 7(4):1-11.
Chow VT. 1985. Hidrolika Saluran Terbuka. Jakarta (ID): Erlangga.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2009. Kerangka Kerja Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai di Indonesia. Departemen Kehutanan Republik Indonesia.
Jakarta (ID): Dephut.
Direktorat Bina Marga. 1990. Petunjuk Disain Drainase Permukaan Jalan.
Jakarta (ID): Departemen Pekerjaan Umum.
Harto BS. 1993. Analisa Hidrologi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Indarto 2012. Hidrologi Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi.
Jakarta(ID): Bumi Aksara.
Jovanovic S, Dakkak, AR, Cabric, M, Brajkovic M. 1974. Simulation of daily
Rainfall series Using Markov Chain Models. Institute for the Water
Resources Development 1: 110-120.
Kirpich TP. 1940. Time of concentration of small agricultural watersheds. Civil
Engineering 10(6):362.
Linsey RK, Franzini JB. 1979. Water Resources Engineering. New York (US): Mc
Graw Hill Book Co.
Pimental D. 2006. Soil Erosion: A Food and Enviromental Threat. Enviroment,
Development and Sustainability. 8 : 119-137. Doi 10.1007/s10668-0051262-8.
Sinukaban N. 2014. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Bogor (ID): IPB Pr.
Sosrodarsono S. 1976. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta (ID): Pradya Paramita.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang berkelanjutan. Yogyakarta (ID):
Andi Offset.
Triatmodjo B. 2010. Hidrologi Terapan.Yogyakarta (ID): Beta Offset.
Wesli 2008. Drainase perkotaan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Widyasari T. 2012. Kurva intensitas durasi frekwensi (IDF) persamaan Moonobe
di Kabupaten Sleman. Janateknika. 11(2): 85-94.
Yulius E. 2014. Analisa curah hujan dalam membuat kurva intensity duration
frequensi (IDF) pada DAS Bekasi. Jurnal Bentang. 2(1):1-6.

16

Anda mungkin juga menyukai