PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bencana banjir yang akhir-akhir ini terjadi hampir di seluruh wilayah
Indonesia dan khususnya di Jabodetabek merupakan indikator yang sangat nyata
telah terjadinya kerusakan lingkungan yang kerap kali dilupakan, bahwasanya
banjir berkaitan sekali dengan kesatuan wilayah yang disebut dengan daerah
aliran sungai (DAS). DAS didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang
secara topografi di batasi oleh punggung-punggung gunung yang menyimpan air
hujan untuk untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama
(Asdak 2007).
Salah satu permasalahan yang lazim dialami DAS adalah semakin
berkurangnya vegetasi penutup tanah yang menyebabkan terjadinya erosi hingga
longsoran di sekitar aliran sungai. Erosi dan longsoran inilah yang kemudian akan
masuk ke dalam sungai dan terbawa sebagai sedimen. Pendangkalan, perubahan
morfologi sungai, hingga luapan air yang tak terkendali adalah contoh akibat yang
dapat timbul jika terjadi penumpukan sedimen yang berlebih pada sungai tersebut.
Faktor-faktor yang menjadi indikator kerusakan lingkungan DAS sehingga
berpengaruh terhadap kejadian banjir itu bisa berupa faktor alam dan faktor
manusia. Faktor alam terutama disebabkan karena curah hujan yang sangat tinggi,
kondisi geomorfologi DAS, dan pasang surut air laut. Sedangkan faktor manusia
disebabkan karena peran kelembagaan pemerintah dan kepedulian masyarakat
terkait DAS belumlah maksimal, perubahan penggunaan lahan, pola penataan
yang tidak sesuai, serta sarana prasarana drainase yang hanya berfungsi sebagai
penyalur aliran permukaan saja.
Sehubungan dengan hal itu, diambil langkah-langkah untuk mengatasi
masalah guna mengendalikan banjir sebagaimana Kajian Rehabilitasi Hutan dan
Reboisasi Lahan untuk pengendalian banjir di wilayah Jabodetabek yang mengacu
pada program-program yang telah direkomendasikan/ direncanakan dalam
dokumen Rencana Tindak (RHL) untuk Pengendalian Banjir di Jabodetabek tahun
2007 ( Tabel 1).
Tabel 1 Katagori program rehabilitasi hutan dan lahan untuk pengendalian
banjir di wilayah Jabodetabek
Sipil Teknis
1
Sumur Resapan
2
Pengendali Tebing Sungai
3
Gully Plug
4
Parit Buntu
5
Dam Pengendali
6
Dam Penahan
7
Embung
8
Teras Gulud
Sumber :Departemen Kehutanan (2009).
Vegetatif
1. Vegetasi Tetap
2. Agroforestry
3. Penghijauan Lingkungan
4. Strip Rumput
TINJAUAN PUSTAKA
Uji Konsistensi Data
Sebelum data hujan digunakan terlebih dahulu harus lewat pengujian
untuk konsistensi data tersebut, karena hal ini dapat mempengaruhi ketelitian hasil
analisa. Metode yang digunakan untuk pengujian data yaitu metode RAPS
(Rescaled Adjusted Partial Sums) yaitu pengujian dengan menggunakan data
hujan tahunan rata rata dari stasiun itu sendiri yaitu dengan pengujian kumulatif
penyimpangan kuadrat terhadap nilai reratanya (Harto 1993).
Menurut Harto (1993), analisa frekuensi sesungguhnya merupakan
prakiraan suatu peristiwa hidrologi dalam bentuk hujan rencana yang berfungsi
sebagai dasar perhitungan perencanaan hidrologi untuk antisipasi setiap
kemungkinan yang akan terjadi.
Menurut Suripin (2004) analisa frekuensi ini dilakukan dengan
menggunakan teori probability distribution antara lain Distribusi Normal,
Distribusi Log Normal, Distribusi Pearson Tipe III, dan Distribusi Gumbel.
Setelah didapatkan jenis distribusi yang akan digunakan maka di uji kecocokan
dan kesesuaiannya dengan uji statistik yaitu uji Kolmogorv-Smirnov dan Uji Chi
Kuadrat.
Analisis Hidrologi
Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi baik mengenai
terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat-sifatnya dan hubungan dengan
lingkungannya terutama dengan makhluk hidup. Analisis hidrologi merupakan
bidang yang sangat rumit dan kompleks. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian
siklus hidrologi, rekaman data hujan dan kualitas data (Triatmodjo 2010).
Untuk menyelesaikan persoalan drainase sangat berhubungan dengan aspek
hidrologi khususnya masalah hujan sebagai sumber air yang akan di alirkan pada
sistem drainase dan limpasan sebagai akibat tidak mampunyai sistem drainase
mengalirkan ke tempat pembuangan akhir. Desain hidrologi diperlukan untuk
mengetahui debit pengaliran (Asdak 2007).
Dalam analisis data hujan sering dijumpai adanya data yang tidak sesuai
dengan yang diharapkan dan atau tidak lengkapnya data. Hal ini disebabkan oleh
berbagai sebab, yaitu kerusakan alat, kelalaian petugas, data rusak sehingga tidak
dapat terbaca dan data hilang. Bila hilangnya seri data hujan tersebut hanya satu
atau dua hari kemungkinan tidak akan berpengaruh pada analisis. Tetapi
sebaliknya bila data yang hilang tersebut panjang maka akan banyak
menimbulkan kesulitan dalam analisis.
Curah hujan rata-rata daerah
Data jumlah curah hujan (CH) rata -rata untuk suatu daerah tangkapan air
(catchment area) atau daerah aliran sungai (DAS) merupakan informasi yang
sangat diperlukan oleh pakar bidang hidrologi. Dalam bidang pertanian data CH
sangat berguna, misalnya untuk pengaturan air irigasi, mengetahui neraca air
lahan, mengetahui besarnya aliran permukaan (run off).
Jarak pos hujan sampai ke tengah kawasan yang dihitung curah hujannya
Luas daerah
Topografi
Sifat hujan
Metode pendekatan:
1. Rata-rata Aritmatika
2. Poligon Thiessen
3. Isohiet
Standar untuk menghitung curah hujan daerah
- daerah dengan luas 250 ha (variasi topografi kecil), 1 alat ukur curah
hujan;
- daerah dengan luas 250 ha 50 000 ha, 2 atau 3 titik pengamatan cara ratarata;
- daerah 120 000 ha 500 000 ha (curah hujan tidak dipengaruhi topografi)
titik pengamatan tersebar merata aljabar titik pengamatan tersebar tidak
merata Thiessen Daerah > 500 000 ha, isohiet atau inter-section method.
Uji Kecocokan
Uji kecocokan bertujuan untuk menentukan tingkat penyimpangan atau
perbedaan antara data pengamatan dengan hasil simulasi. Dengan
membandingkan dua data tersebut maka dapat disimpulkan apakah simulasi
menggunakan rantai Markov ini mampu meramal curah hujan yang akan datang
dengan panjang data tertentu. Untuk mengetahui tingkat kesalahan dari simulasi,
pada penelitian ini dilakukan uji kecocokan berupa uji Chi-Kuadrat.
Dikarenakan data yang diuji adalah data rasio, maka data harus dibentuk
dalam kelas-kelas sehingga menjadi data nominal. Rumus dasar Chi-Kuadrat
adalah (Triatmodjo 2010):
G
h=
i=1
(Oi Ei)2
Ei
Keterangan :
2h
= parameter Chi-Kuadrat terhitung
n
= jumlah sub kelompok,
Oi
= frekuensi dari data yang diobservasi pada sub kelompok i, dan
Ei
= frekuensi dari data yang diharapkan pada sub kelompok i dengan derajat
kebebasan (dk) = n 1
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka uji Chi-Kuadrat terdapat 2 (dua) macam
yaitu pengujian hasil simulasi terhadap data pengamatan (data hasil pengukuran)
dan pengujian hasil simulasi terhap data distribusi gamma.
Debit Banjir Rancangan
Debit banjir rancangan adalah debit maksimum yang akan dialirkan oleh
saluran drainase untuk mencegah terjadinya genangan. Untuk drainase perkotaan
dan jalan raya, sebagai debit rencana debit banjir maksimum periode ulang 5
tahun, yang mempunyai makna kemugkinan banjir maksimum tersebut disamai
atau dilampaui 1kali dalam 5 tahun atau 2 kali dalam 10 tahun atau 20 kali dalam
100 tahun. Penetapan debit banjir maksimum periode 5 tahun ini berdasarkan
pertimbangan:
dan Cs = 2Tc
2Tc+Td
Keterangan :
= debit rencana dengan periode ulang T tahun (m3/dtk)
= koefisien aliran permukaan
= koefisien tampungan oleh cekungan terhadap debit rencana
= intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)
= luas daerah pengaliran (km2).
= waktu konsentrasi (jam)
= waktu aliran air mengakir di dalam saluran dari hulu hingga ke tempat
Pengukuran (jam).
Dalam perencanaan saluaran drainase dapat dipakai standar yang telah
ditetapkan, baik debit rencana (periode ulang) dan cara analisis yang dipakai,
tinggi jagaan, struktur saluran dan lain-lain.Tabel 2 berikut menyajikan standar
desain saluran drainase berdasarkan pada, Pedoman Drainase Perkotaan dan
Standar Desain Teknis.
Q
C
Cs
I
A
Tc
Td
titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir suatu saluran. Pada prinsipnya waktu
konsentrasi dapat dibagi menjadi:
a. Inlet time (to), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas
permukaan tanah menuju saluran drainase.
b. Conduit time (td), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di
sepanjang saluran sampai titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir.
to
titik pengamatan
ta= waktu aliran dalam saluran
saluran drainase
jarak saluran
tidak tersedia, yang ada hanya data hujan harian, maka intensitas hujan dapat
dihitung dengan persamaan Mononobe (Sosrodarsono 1976).
Keterangan:
I
t
R24
I = R24 24
24 t
2/3
Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan adalah jarak bebas antara mercu embung dengan permukaan
air maksimum rencana. Untuk keperluan drainase, tinggi tanggul dihilir bendung
didesain menggunakan Q 20 atau Q 25 th. Jika ternyata resiko jika terjadi banjir di
hilir juga tinggi maka dapat dipertimbangkan debit banjir yang sama dengan debit
banjir rencana untuk bendungnya, dengan tinggi jagaan ditentukan dengan
menggunakan tabel berikut.
Tabel 3 Tinggi Jagaan
Debit desain (m3det-1)
Qp < 200
201 < Qp < 500
501 < Qp < 2000
2001 < Qp < 5000
Sumber: Direktorat Bina Marga (1990).
Qs > Qr
Debit yang mampu ditampung oleh saluran (Qs) dapat diperoleh dengan
rumus seperti di bawah ini:
Qs = As.V
Keterangan:
As = luas penampang saluran (m2)
V
= Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m3 det-1)
Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Manning sebagai berikut (Wesli 2008):
Keterangan:
V
n
R
S
As
P
10
Penampang
10
Luas
(A)
Keliling basah
(O)
b.y
b + 2y
Jari jari
hidraulik
(R)
Lebar
puncak
(T)
Kedalaman
hidrolis
(D)
Faktor
penampang
(Z)
B.y1,5
11
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di KM 0, KM 100, dan KM 200 jalan raya puncak
kabupaten Bogor pada sepanjang saluran primernya di jalur puncak. Percobaan ini
diharapkan dapat dilaksanakan pada bulan Agustus sampai bulan Desember 2015.
Batas Administrasi
Sungai Ciliwung berasal dari kaki Gunung Pangrango Jawa Barat mengalir
kearah Jakarta melalui Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok dan bermuara
di Teluk Jakarta. Panjang sungai Ciliwung dari bagian hulu sampai muara
dipesisir pantai teluk Jakarta di Jakarta Utara 117 km, dengan luas Daerah Aliran
Sungai (DAS) Ciliwung sekitar 347 km2, yang dibatasi oleh DAS Cisadane
disebelah barat dan DAS Citarum disebelah timur.
Kondisi Hidrologi
Lingkup pengendalian pencemaran DAS Ciliwung didasarkan pada
ekosistemnya mulai dari hulu yaitu sumber mata air yang tersebar di daerah
Puncak Kabupaten Bogor sampai muara Ciliwung di Angke dan Ancol pantai
utara Jakarta di DKI Jakarta, meliputi Sungai Ciliwung dibatasi oleh DAS
Cisadane di sebelah barat dan DAS Citarum di sebelah timur, sekitar 40% daerah
datar dengan elevasi permukaan < 1 m MAR. Bagian hulu DAS Ciliwung seluas
146 km2 merupakan daerah pegunungan dengan elevasi 300 3000 mdpl. Bagian
tengah DAS Ciliwung seluas 94 km2 merupakan daerah bergelombang dan
berbukit-bukit dengan evaluasi 100-300 mdpl, selanjutnya bagian hilirnya seluas
82 km2 merupakan dataran rendah bertopografi landai dengan elevasi antara 0100 mdpl.
Terdapat beberapa percabangan pada sungai Ciliwung. Aliran Sungai
Ciliwung mulai bercabang di Katulampa mengalir ke Cibinong untuk irigasi dan
Kebon Raya Bogor (Sempur). Setelah memasuki Sempur aliran sungai bercabang
dan aliran akan bersatu kembali di Kedung Halang. Memasuki Kota Jakarta,
sungai Ciliwung mulai terbagi menjadi 2 yaitu Ciliwung Kwitang dan Ciliwung
Banjir Kanal Barat (sampai di Pantai Indah Kapuk). Ciliwung Kwitang bercabang
di Pintu Air Mesjid Istiqlal menjadi Ciliwung Gunung Sahari dan Ciliwung Gajah
Mada. (Dephut 2009).
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta Rupa Bumi
Indonesia (RBI), peta penggunaan lahan, data curah hujan, data tinggi muka air,
data sedimen, data kecepatan arus, dan data kependudukan.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini selain current meter untuk
mengukur kecepatan air pada saluran, meteran untuk mengukur panjang saluran
yang menjadi sampel percobaan, juga digunakan pengukur tinggi muka air (TMA)
12
12
13
Mulai
Survei Lapangan
Pengumpulan Data
Analisa Hidrologi
Perencanaan Struktur
Stabilitas Struktur
Tidak
Aman
Ya
Analisa Tampungan Sedimen
Selesai
14
Selesai
14
15
1. Tinggi Efektif
2. Peluap
a.Tebal Peluap
b. Tinggi limpasan air
c. Tinggi Jagaan
d. Lebar Mercu
3. Kedalaman Pondasi
4. Kemiringan tubuh
a. Hilir
b. Hulu
5. Konstruksi sayap
a. Kemiringan
b. Lebar
c. Penetrasi
Sub Dam
1. Lebar Peluap
2. Tebal Peluap
3. Tinggi Sub Dam
4.Kemiringan Tubuh
a. Hilir
b. Hulu
5. Kedalaman Pondasi
6. Konstruksi Sayap
a. Kemiringan
b. Lebar
c. Penetrasi
1. Tebal Apron
2. Panjang Apron
3. Luas lubang
drainase
4. Banyak lubang
drainase
Selesai
16
DAFTAR PUSTAKA
Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta
(ID): Universitas Gajah Mada Pr.
Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta
(ID): Universitas Gajah Mada Pr.
Assyakur AR. 2008. Prediksi erosi dengan menggunakan metode USLE dan
system informasi (SIG) berbasis piksel di daerah tangkapan air Danau
Buyan. J MAPIN. 7(4):1-11.
Chow VT. 1985. Hidrolika Saluran Terbuka. Jakarta (ID): Erlangga.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2009. Kerangka Kerja Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai di Indonesia. Departemen Kehutanan Republik Indonesia.
Jakarta (ID): Dephut.
Direktorat Bina Marga. 1990. Petunjuk Disain Drainase Permukaan Jalan.
Jakarta (ID): Departemen Pekerjaan Umum.
Harto BS. 1993. Analisa Hidrologi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Indarto 2012. Hidrologi Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi.
Jakarta(ID): Bumi Aksara.
Jovanovic S, Dakkak, AR, Cabric, M, Brajkovic M. 1974. Simulation of daily
Rainfall series Using Markov Chain Models. Institute for the Water
Resources Development 1: 110-120.
Kirpich TP. 1940. Time of concentration of small agricultural watersheds. Civil
Engineering 10(6):362.
Linsey RK, Franzini JB. 1979. Water Resources Engineering. New York (US): Mc
Graw Hill Book Co.
Pimental D. 2006. Soil Erosion: A Food and Enviromental Threat. Enviroment,
Development and Sustainability. 8 : 119-137. Doi 10.1007/s10668-0051262-8.
Sinukaban N. 2014. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Bogor (ID): IPB Pr.
Sosrodarsono S. 1976. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta (ID): Pradya Paramita.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang berkelanjutan. Yogyakarta (ID):
Andi Offset.
Triatmodjo B. 2010. Hidrologi Terapan.Yogyakarta (ID): Beta Offset.
Wesli 2008. Drainase perkotaan. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Widyasari T. 2012. Kurva intensitas durasi frekwensi (IDF) persamaan Moonobe
di Kabupaten Sleman. Janateknika. 11(2): 85-94.
Yulius E. 2014. Analisa curah hujan dalam membuat kurva intensity duration
frequensi (IDF) pada DAS Bekasi. Jurnal Bentang. 2(1):1-6.
16