PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma thoraks masih menjadi salah satu penyebab utama kematian pada
seluruh kelompok usia dengan angka kejadian yang cukup tinggi, yaitu 25 - 50%
dari semua cedera traumatik (Hunt, Greaves dan Owen, 2005). Cedera thoraks
menduduki peringkat ketiga terbanyak pada kasus-kasus trauma, setelah cedera
pada kepala ekstremitas. Tingkat mortalitas rata-rata sebesar 10,1 %, terbanyak
pada pasien dengan cedera kardiak atau cedera trakheobronkhial-oesophageal.
Lebih jauh lagi, adanya cedera thoraks dalam setting trauma multisitemik dapat
meningkatkan mortalitas pasien secara signifikan. Cedera seperti flail chest,
kontusio pulmo, hemothoraks, dan pneumothoraks dapat dapat menimbulkan
berbagai komplikasi.
Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang
umumnya berupa trauma tumpul.Trauma tajam terutama disebabkan oleh tikaman
dan tembakan.Cedera thoraks sering disertai dengan cedera perut, kepala, dan
ekstremitas sehingga merupakan cedera multipel. Banyak penderita meninggal
setelah sampai di rumah sakit, dan banyak di antara kematian ini sebenarnya
dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan diagnostic dan terapi. Kurang
dari 10% dari cedera tumpul thorakdan hanya 15-30% dari cedera tembus thoraks
yang membutuhkan tindakan thorakotomi.
Cedera dada yang memerlukan tindakan darurat adalah obstruksi jalan
napas, hemotoraks massif, tamponade jantung, pneumothoraks, flail chest,
pneumothoraks terbuka, dan kebocoran udara trakea-bronkus. Semua kelainan ini
menyebabkan gawat dada atau thoraks akut yang analog dengan gawat abdomen,
dalam arti diagnosis harus ditegakkan secepat mungkin dan penanganan
dilakukan segera untuk mempertahankan pernapasan, ventilasi paru, dan
perdarahan. Sering tindakan yang diperlukan untuk menyelamatkan penderita
1
bukan merupakan tindakan operasi, seperti aspirasi rongga pleura, aspirasi rongga
pericardium, menutup sementara luka dada, membebaskan jalan napas,
pengontrol nyeri, dan perawatan suportif lainnya.
Dengan tingginya angka kejadian trauma thoraks yang menyebabkan
cedera dinding dada dan paru, penting bagi dokter umum untuk mengetahui
mekanisme dan penatalaksanaan trauma thoraks untuk mengurangi angka
mortalitas dan morbiditasnya.
BABA II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
2.1 Struktur Dinding Thorax
Dinding thoraks bagian luar dilapisi oleh kulit dan otot. Dinding thoraks
dilapisi oleh pleura parietalis. Dinding thoraks di posterior dibentuk oleh pars
thoracica columna vertebralis, dianterior oleh sternum dan cartilago costa, lateral
oleh costa dan spatium intercosta, superior oleh membrane suprapleuralis dan
inferior oleh diafragma, yang memisahkan cavitas thoracis dan cavitas
abdominis.8,9
2.2 Sternum
Sternum terletak digaris tengah dinding anterior thorax. Sternum merupakan
tulang pipih yang dapat dibagi menjadi 3 bagian: (a) manubrium sterni.
Manubrium sterni merupakan bagian atas sternum yang masing-masing sisinya
bersendi dengan clavicula, kartilago costa 1 dan bagian atas kartilago kosta II.
Manubrium sterni terletak berhadapan dengan vertebrata thoracica III dan IV. (b)
corpus sterni. Bagian atas corpus sterni bersendi dengan ,manubrium sterni
melalui symphysis manubrium sternalis, bagian bawah corpus sterni bersendi
dengan processus xyphoideus pada symphisis xiphosternalis. Pada setiap sisi
terdapat lekukan lekukan untuk bersendi dengan bagian bawah cartilago costa II
dan kartilago kosta III sampai VII. Kartilago costae II-VII bersendi dengan
sternum melalui juctura syonovialis (c) processus xiphoideus merupakan bagian
sternum yang paling bawah dan paling kecil . sternum merupakan cartilago
hyaline pipih yang pada orang dewasa mengalami ossifikasi pada ujung
proksimalya, tidak ada costa ataupun cartilage costalis yang melekat pada bagian
ini. 8,9
diantara
Pada
manula,
kartiago
kosta
cenderung
kehilangan
sebagian
fleksibilitasnya. 8,9
2.5 Kosta
Terdapat 12 pasang kosta yang semuanya melekat pada columna vertebrata
thoracica. 7 pasang costa yang teraatas melekat di anterior pada sternum melalui
kartilago kostalis. Pasangan kota VIII,IX, dan X dianterior melekat satu dengan
lainnya ke costa VIII melalui kartilago kostalis dan junctura synovialis yang kecil.
Pasangan costa XI dan XII tidak mempuyai perlekatan didepan dan dinamakan
costa fluctuantes. 8,9
synovial yang kecil pada pinggirnya masing-masing. Kartilago costa XI dan XII
terbenam didalam otot-otot abdomen. Gerakan kosta dan kartilago kosta costa I
bersama dengan kartilago kosta difiksasi pada manubrium sterni, sehingga tidak
dapat digerakan. Pengangkatan dan penurunan kosta selama respirasi diikuti oleh
gerakan pada sendi sendi di kaput dan tuberkulum, sehinga memungkinkan kolum
kosta berputar disekeliling sumbnya. 8,9
2.7 Musculus Intercostalis
Otot intercostalis terdiri dari 3 lapisan , yaitu lapisan tengah, luar, dan dalam.
Lapisan terluar tersususn atas M. intrcostalis eksternus dan M. levatores
kostarum, lapisan tengah hanya dibetuk oleh M.intercostalis internus, sedangkan
lapisan dalam disusun oleh M.intercostalis intimus, M.subcostalis, dan
M.transverses costalis. 10
Musculus intercostalis eksternus membentuk lapisan yang paling luar. Arah
serabut-serabutnya kebawah dan depan, dari pinggir bawah costa di atasnya ke
pinggir atas costa yang ada dibawahnya. M. Intercostalis internus membentuk
lapisan tengah. Arah serabut-serabutnya ke bawah dan belakang, dari sulcus
costae diatas, sampai pinggir atas costa yang ada dibawahnya. Otot-otot berjalan
kebelakang dari sternum didepan sampai keangulus kosta dibelakang. M.
intercostalis intimi membetuk lapisan paling dalam
transverses abdominis pada dinding anterior abdomen. Otot ini merupakan lapisan
otot yang tidak lengkap dan menyilang lebih dari satu spatium intercostale yang
terdapat diantara costa. Kedalam, berhubungan dengan fascia endothoraica dan
pleura parietalis dan keluar berhubungan dengan A.V.dan N intercostalis. 8,9
Fungsi musculus intercostalis bila berkontraksi cenderung mendekatkan costa
satu dengan yang lainnya, jika costa I difiksasi oleh kontraksi otot-otot yang
terdapat pada pangkal leher , yaitu Mm Scaleni, Mm Intercostalis akan
mengangkat costa II sampai XII kearah costa I, seperti pada inspirasi. Sebaliknya
jika costa XII difiksasi oleh M. Quadratus lumborum costa I sampai ke XI akan
tertarik kebawah oleh kontraksi Mm, intercostalis seperti pada ekspirsi. Selain itu
tonus Mm. inercostalis selama fase-fase respirasi berperan memperkuat jaringan
yang ada dalam spatium intercosta kedalam atau pendorongan ke luar jaringan,
jadi mencegah pengisapan kedalam atau pendorongan keluar jaringan akibat
perubahan tekanan intra torakal. 8,9
2.8 Klavikula
Klavikula adalah tulang berbentuk S, agak mudah dilihat dan teraba pada dada
bagian atas. permukaan superior relatif mulus, sedangkan permukaan inferior
ditandai dengan alur dan punggung untuk lampiran otot. Klavikula adalah tulang
yang umumnya pada tubuh karena begitu dekat ke permukaan. 9
anterior
pada
enam
spatium
intercosta
yang
pertama
B. Patofisiologi
Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh cedera toraks,
Hipoksia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen
ke
jaringan
oleh
karena
hipovolemia
(kehilangan
darah),
pulmonary
10
organ tubuh dan jarigan lunak terhambat pada perlekatan anatomisnya. Pada
akhirnya, apabila daya rentang jaringan yang melekat terlampaui, robekan atau
rupture dapat terjadi. Efek kelembaman inilah yang menjadi penyebab salah satu
trauma thoraks yang mematikan, yaitu transeksi aorta. Cedera pemotongan pada
parenkim pulmo dapat menyebabkan kaserasi, hematoma, kontusio atau
pneumatokel. 6,8,9,10
Ledakan merupakan mekanisme yang bersifat mematikan, tidak hanya karena
tekanan gelombang ledakan, tapi juga karena korban ledakan dapat terlontar
sampai jarak yang jauh dan serpihan ledakan benda-benda di sekitar dapat
menusuk tubuh korban. Cedera primer paru akibat ledakan terjadi saat gelombang
tekanan menyerang dinding dada dan menghasilkan perbedaan tekanan pada
permukaan udara-jaringan. Semakin besar perbedaan tekanan yang dihasilkan,
semakin besar rudapaksa yang disalurkan ke paru. Derajat cedera paru bergantung
pada jarak korban dari sumber ledakan. Cedera sekunder dihasilkan dari objek
yang bergerak menyerang korban akibat ledakan. Mekanisme cedera lainnya
disebabkan oleh luka bakar thermal dan luka bakar inhalasi. 7,8,9,10
D. Initial Assessment dan Pengelolaan
Prinsip-prinsip initial assessment dan pengelolaan. 1,2,5,6
Pengelolaan terdiri dari:
a. Primary survey
b. Resusitasi fungsi vital
c. Secondary survey yang rinci
d. Perawatan definitif
1. Karena hipoksia adalah masalah yang sangat serius pada cedera toraks,
intervensi dini perlu dilakukan untuk pencegahan dan mengoreksinya.
2. Cedera yang bersifat mengancam nyawa secara langsung, dilakukan terapi
secepat dan sesederhana mungkin.
3. Kebanyakan kasus cedera toraks yang mengancam nyawa diterapi dengan
mengontrol airway atau melakukan pemasangan selang toraks atau
dekompresi toraks dengan jarum.
11
12
homolateral akibat kompresi fragmen fraktur atau laserasi dari cabang utama
arkus aorta. 1,2,7
Cedera ini diketahui bila ada sumbatan airway atas (stridor), adanya tanda
berupa perubahan dari kualitas suara (jika penderita masih dapat bicara), dan
cedera yang luas pada dasar leher dengan terabanya defek pada region sendi
strenoklavikular.
Penanganan pada cedera ini adalah menstabilkan patensi dari airway, yang
terbaik dengan intubasi endotrakeal, walalupun hal ini kemungkinan sulit
dilakukan jika ada tekanan yang cukup besar pada trakea. Yang paling
penting,
reposisi
tertutup
dari
cedera
yang
terjadi
dengan
cara
breathing adalah
13
pasien
dengan
kerusakan
pada
pleura
visceral.
Tension
akan
dapat membedakannya.1,2,7
Penatalaksanaan
14
Tension
pneumothorax
membutuhkan
dekompresi
segera
dan
ini
akan
mengubah
tension
pneumothorax
menjadi
15
Langkah awal adalah menutup luka dengan kasa oklusif steril yang
diplester hanya pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini
diharapkan akan terjadi efek katup (flutter type valve) di mana saat
inspirasi kasa penutup akan menutup luka, mencegah kebocoran udara
dari dalam. Saat ekspirasi kasa penutup terbuka untuk menyingkirkan
udara keluar. Setelah itu maka sesegera mungkin dipasang selang dada
yang harus berjauhan dari luka primer. Menutup seluruh sisi luka akan
menyebabkan terkumpulnya udara di dalam rongga pleura yang akan
menyebabkan tension pneumothorax kecuali jika selang dada sudah
terpasang. Kasa penutup sementara yang dapat digunakan adalah plastic
wrap atau petrolatum gauze, sehingga penderita dapat dilakukan evaluasi
dengan cepat dan dilanjutkan dengan penjahitan luka. Penjahitan luka
primer seringkali diperlukan. 1,2,7
c) Flail chest
Flail chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai
kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi
karena fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau
lebih garis fraktur. Adanya segmen flail chest (segmen mengambang)
menyebabkan gangguan pada pergeraka dinding dada. Bila terjadi
kerusakan parenkim paru di bawah kerusakan dinding dada maka akan
menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan flail
chest yaitu cedera pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio
paru). 1,2,6
Manifestasi klinis
Walaupun ketidakstabilan dinding dada menimbulkan gerakan
paradoksal dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja
tidak akan menyebabkan hipoksia. Hipoksia disebabkan nyeri yang
mengakibatkan gerakan dinding dada menjadi tertahan dan cedera
jaringan parunya.
16
17
d) Hemotoraks massif
Terkumpulnya darah dan cairan di salah satu hemitoraks dapat
menyebabkan gangguan usaha bernafas akibat penekanan paru dan dapat
menghambat ventilasi yang adekuat. Perdarahan yang banyak dan cepat
akan mempercepat timbulnya syok dan akan dibahas lebih lanjut pada
bahasan tentang sirkulasi.1,2,9
2. Circulation
Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas, frekuensi dan keteraturannya.
Pada penderita hipovolemia, denyut nadi arteri radialis dan arteri dorsalis
pedis mungkin tidak teraba oleh karena volume yang kecil. Tekanan darah dan
tekanan nadi harus diukur dan sirkulasi perifer dinilai melalui inspeksi dan
palpasi kulit untuk warna dan temperature. Vena leher harus dinilai apakah
distensi atau tidak. Distensi vena leher mungkin tidak tampak pada penderita
hipovolemia walalupun ada tamponade jantung, tension pneumothorax atau
cedera diafragma. 1,2,6
Monitor jantung dan pulse oximetry harus dipasang pada penderita.
Penderita yang dicurigai cedera toraks terutama pada daerah sternum atau
cedera deselerasi yang hebat harus dicurigai adanya cedera miokard apabila
18
19
hemotoraks
massif,
pertimbangkan
untuk
melakukan
Gambar 2.4.Hemothorax
b) Tamponade jantung
Sering disebabkan oleh luka tembus, namun cedera tumpul juga dapat
menyebabkan pericardium terisi darah baik dari jantung, pembuluh darah
besar, maupun pembuluh darah perikardium. Perikardium manusia terdiri
20
dari struktur jaringan ikat yang kaku dan walalupun relative sedikit darah
yang terkumpul, namun sudah dapat menghambat aktivitas jantung dan
mengganggu pengisian jantung. Mengeluarkan darah atau cairan perikard
walalupun hanya 15-20 cc, sudah akan memperbaiki hemodinamik. 1,2,9
Manifestasi Klinis
Diagnosis tamponade jantung tidak mudah. Diagnosis klasik adalah
adanya trias Beck yaitu peningkatan tekanan vena, penurunan tekanan
arteri, dan suara jantung menjauh. Penilaian suara jantung menjauh sulit
ditemukan bila ruang gawat darurat dalam keadaan ramai, distensi vena
leher tidak ditemukan karena dalam keadaan hipovolemia, dan hipotensi
sering disebabkan hipovolemia. Pulsus paradoksus adalah keadaan
fisiologis di mana terjadi penurunan tekanan darah sistolik selama
inspirasi spontan. Bila penurunan lebih dari 10 mmHg, maka ini
merupakan tanda terjadinya tamponade jantung, namun tanda ini tidak
selalu ditemukan. Lagipula jika terdapat tension pneumothorax pada sisi
kiri, akan sangat miriip dengan tamponade jantung.
Tanda Kussmaul (peningkatan tekanan vena saat inspirasi biasa)
adalah kelainan paradoksal yang sesungguhnya dan menunjukkan adanya
tamonade jantung. 1,2,9
Penatalaksanaan
Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan indikasi bila penderita
dengan syok hemoragik tidak memberikan respon pada resusitasi cairan
dan mungkin ada tamponade jantung. Tindakan ini menyelamatkan nyawa
dan tdak boleh diperlambat untuk mengadakan pemeriksaan diagnostic
tambahan. Metode sederhana untuk mengeluarkan cairan dari perikard
adalah dengan perikardiosintesis. Kecurigaan yang tinggi adanya
tamponade jantung pada penderita yang tidak memberikan respon
terhadap
usaha
resusitasi,
merupakan
indikasi
untuk
tindakan
21
perikardiotomi oleh seorang ahli bedah. Prosedur ini akan lebih baik
dilakukan di ruang operasi jika kondisi penderita memungkinkan.
Walaupun kecurigaan besar akan adanya tamponade jantung, tetap
dilakukan pemberian cairan infuse awal karena akan dapat menngkatkan
tekanan vena dan cardiac output untuk sementara, sambil melakukan
persiapan untuk tindakan perikardiosintesis melalui metode subskifoid.
Pada tindakan ini penggunaan plastic-sheated needle atau insersi dengan
teknik Seldinger merupakan cara paling baik, tetapi dalam keadaan yang
lebih gawat, prioritas adalah aspirasi darah dari kantung perikard.
Monitoring EKG dapat menunjukkan tertusuknya miokard atau terjadinya
disritmia. Karena luka jantung akan menutup sendiri, prikardiosintesis
akan memperbaiki gejala untuk sementara. Namun semua penderita
dengan prikardiosintesis positif akan memerluka torakotomi atau median
sternotomi untuk pemeriksaan dan perbaikan cedera jantungnya.
Perikardiosintesis mungkin negative karena darah beku. Untuk pasien ini
harus
disiapkan
tindakan
untuk
merujuk
ke
ahli
bedah
yang
berpengalaman. 1,2
3. Disability
Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan
neurologis secara cepat yang meliputi tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil, tanda-tanda lateralisasi, dan tingkat (level) cedera spinal.
4. Exposure/Environmental Control
Pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, sering dengan cara
menggunting, guna memeriksa dan mengevaluasi pasien. Setelah pakaian
dibuka, pasien diselimuti agar tidak hipotermia. Selimut yang digunakan
adalah selimut hangat, ruangan cukup hangat dan diberikan cairan intravena
yang sudah dihangatkan.
Selama primary survey, keadaan yang mengancam nyawa harus
dikenali, dan resusitasinya dilakukan pada saat itu juga.Tindakan primary
22
BAB III
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama
Tn. Rusli
Usia
50 tahun
Agama
Islam
Alamat
2. Anamnesis
Keluhan Utama
: Nyeri di bagian dada.
Riwayat Trauma
: Kecelakaan tunggal lalu lintas
Mekanisme Trauma :
Pasien berkendaraan motor menghindari hewan yang melintasi jalan dan
menabrak pohon di tepi jalan, dengan dada yang terbentur ke stir motor.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien laki-laki usia 50 tahun, masuk dengan keluhan nyeri pada dada
sebelah kanan. yang dirasakan sesaat setelah menglamai KLL. Nyeri ini
pasien rasakan saat menarik nafas, sesak nafas (+). Mual dan muntah tidak
ada, nyeri kepala (-), penurunan kesadaran tidak ada, nyeri perut (-), tidak ada
nyeri maupun keterbatasan gerak pada anggota gerak tubuh. BAB dan BAK
23
3. Primary Survey
Airway
: Patent
Breathing : 26x/menit
Thorax
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Sonor (+)
Auskultasi
Circulation
TD : 130/100 mmHg
N : 88x/menit teratur dan kuat angkat
Disability
GCS : E4 V5 M6
Refleks cahaya langsung : (+/+)
Refleks cahaya tidak langsung : (+/+)
Pupil : (Bulat 2,5mm / Bulat 2,5mm) isokor
4. Secondary Survey
Kepala
Konjungtiva anemis (-/-)
Sklera ikterus (-/-)
Bibir sianosis (-)
Leher
Pembesaran KGB (-)
24
Thoraks
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: Timpani (-).
Palpasi
Genitalia
Tidak Diperiksa
25
Ekstremitas
Superior
: Akral hangat
Inferior
: Akral hangat
NVD
: CRT<2 detik
ROM
Status Lokalis
Pemeriksaan Lab :
Darah Lengkap
WBC : 9,00
26
RBC : 3,50
Hb
: 11,00
PLT : 285
HCT : 31,8
Foto toraks AP
Resume
Pasien pria umur 50 tahun masuk dengan keluhan nyeri dada kanan yang
dirasakan sesaat setelah mengalami KLL. Nyeri ini sangat terasa saat inspirasi,
sesak (+), nausea dan vomiting (-), cephalgia (-), nyeri abdomen (-), tidak ada
fraktur dan deformitas pada anggota gerak, GCS 15. Tekanan darah 130/100, nadi
: 88x/menit teratur dan kuat angkat. Mekanisme trauma : Pasien berkendaraan
motor menghindari hewan yang melintasi jalan dan menabrak pohon di tepi jalan,
dengan dada kanan yang terbentur ke stir motor.
27
5.
Diagnosis
Diagnosis Kerja : Trauma tumpul toraks (D) + Fraktur Costa V dan VII Anterior
Dextra
6.
7.
Penatalaksanaan
Oksigen 3 Lpm
IVFD RL 20 tpm
Prognosis
Dubia ad Bonam
28
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Tn. R masuk dengan keluhan nyeri dada sebelah kanan disertai nyeri saat
menarik napas dada sebelah kanan sesaat setelah kecelakaan lalu lintas. Awalnya
pasien menabrak pohon di pinggiran jalan kemudian dada sebelah kanan pasien
tertumbuk di stir motor. Setelah tiba di rumah sakit dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sesuai protocol ATLS.
Berdasarkan mekanisme trauma yaitu berupa trauma tumpul pada dinding toraks
anterior dextra dengan sumber energy trauma dari benda padat berupa strir motor. Hal
ini berkolerasi dengan keluhan pasien saat masuk yaitu dengan nyeri dada dan sesak
dapas pada dada kanan. Tingkat kesadaran pasien saat masuk yaitu GCS 15. Sehingga
perlu di pikirkan diagnosis banding dari trauma tumpul toraks tersebut yaitu : tension
pnumotoraks, fail chest, hematotoraks, tamponade jantung.
Pemeriksaan fisik di leher tidak ditemukan adanya deviasi trakea, distensi vena
jugulare, serta emfisema subkutis. Pada pemeriksaan fisik di toraks didapatkan pada
regio hemi toraks dextra, pada inspeksi ekspansi dinding toraks simetris bilateral,
terdapat jejas (vulnus ekskoriasi) di linea midaxilaris setinggi ics 5-6 dextra, dari
palpasi didapatkan nyeri tekan dan krepitasi pada costa 5 dan 7 anterior dextra tetapi
tidak ada ditemukan emfisema subkutis. Auskultasi bunyi nafas sama kiri dan kanan
(vesikuler), tidak ada rhonki dan bunyi jantung normal. Berdasarkan pemeriksaan
fisik tersebut maka diagnosis banding tension peneumotoraks, hematotoraks, dan
tamponade jantung tersingkirkan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang berupa foto toraks didapatkan adanya
gambaran fraktur bergeser pada tulang costa 5 anterior dextra dan fraktur tidak
bergeser pada costa 7 anterior dextra. Tetapi konfigurasi dari kedua fraktur tersebut
29
tidak segmental walaupun 2 tulang costa yang mengalami fraktur. Sehingga diagnosis
banding fail chest juga tersingkirkan.
Berdasarkan anmnesis, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan penunjang maka
diagnosis kerja pada kasus ini yaitu trauma tumpul toraks dan fraktur costa 5 dan 7
anterior dextra.
Tata laksana pada kasus ini yaitu pemberian oksigen untuk menjaga ventilasi yang
adekuat dengan nasal kanul, pemberian obat analgetik untuk menghilangkan nyeri
akibat fraktur yang terjadi, pemasangan perban elastic bertujuan untuk imobilisasi
yaitu mencegah pergerakan fragmen tulang yang mengalami fraktur bergerak jauh
yang berpotensi dapat mencederai pembuluh darah inter costa dan parenkim paru dan
mengurangi nyeri
DAFTAR PUSTAKA
30
31