Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah. EGC: Jakarta
Chang, Ester. 2009. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktek Keperawatan. EGC:
Jakarta
R. Sjamsuhidajat. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta
Soeparman & Sarwono waspadji. 1999 . Ilmu Penyakit dalam. Gaya Baru. Jakarta
Http://Aneurisma Intrakranial.niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/stonesadults.

BAB II
ISI

2.1 Pengertian
Aneurisma adalah pelebaran atau menggelembungnya dinding pembuluh darah,
yang didasarkan atas hilangnya dua lapisan dinding pembuluh darah, yaitu tunika
media dan tunika intima, sehingga menyerupai tonjolan/ balon. Dinding pembuluh
darah pada aneurisma ini biasanya menjadi lebih tipis dan mudah pecah.
Sebenarnya aneurisma dapat terjadi di pembuluh darah mana saja di tubuh kita.
Apabila aneurisma terjadi pada pembuluh darah di dada, beberapa gejalanya
adalah rasa sakit di dada, batuk yang menetap, dan kesulitan untuk menelan. Pada
perokok sering terjadi aneurisma pada pembuluh darah di lutut, yang
menimbulkan gejala seperti tertusuk-tusuk di belakang lutut. Apabila aneurisma
ini terjadi pada pembuluh darah otak, gejalanya dapat berupa sakit kepala yang
hebat, bersifat berdenyut, dapat disertai atau tidak disertai dengan muntah.
Komplikasi dari aneurisma dapat menyebabkan terjadinya pecahnya pembuluh
darah di otak, yang juga dikenal dengan stroke.
Aneurisma serebral (aneurisma otak) adalah kelainan di mana terjadi kelemahan
pada dinding pembuluh darah otak, baik pembuluh darah nadi maupun pembuluh
darah balik(tunika media dan tunika intima dari arteri maupun vena) yang
menyebabkan penggelembungan pembuluh darah otak tersebut secara terlokalisir.

2.2 Klasifikasi
Berdasarkan bentuknya, aneurisma dapat dibedakan:
Aneurisma tipe fusiform (59%). Penderita aneurisma ini mengalami kelemahan
dinding melingkari pembuluh darah setempat sehingga menyerupai badan botol.
Aneurisma tipe sakuler atau aneurisma kantong (9095%). Pada aneurisma ini,
kelemahan hanya pada satu permukaan pembuluh darah sehingga dapat berbentuk
seperti kantong dan mempunyai tangkai atau leher. Dari seluruh aneurisma dasar
tengkorak, kurang lebih 90% merupakan aneurisma sakuler.

2.3 Etiologi
Aneurisma dapat disebabkan oleh berbagai factor:
Melemahnya struktur dinding pembuluh darah arteri. Merupakan kasus yang
paling sering terjadi. Kelemahan pada dinding pembuluh darah ini menyebabkan
bagian pembuluh yang tipis tidak mampu menahan tekanan darah yang relatif
tinggi sehingga akan menggelembung.
Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Aterosklerosis (penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah arteri) dapat
juga menyebabkan pertumbuhan dan pecahnya aneurisma.
Beberapa infeksi dalam darah
Tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Gelembung semula kecil, dengan
bertambahnya usia dan penurunan kekuatan pembuluh, dapat menjadi semakin
besar hingga akhirnya pecah.
Cedera kepala merupakan penyebab yang paling sering ditemukan pada
penderita perdarahan intrakranial yang berusia dibawah 50 tahun.
Penyebab lainnya adalah malformasi arteriovenosa, yaitu kelainan anatomis di
dalam arteri atau vena di dalam atau di sekitar otak. Malformasi arteriovenosa
merupakan kelainan bawaan, tetapi baru diketahui keberadaannya jika telah
menimbulkan gejala.
Perdarahan dari malformasi arteriovenosa bisa secara tiba-tiba menyebabkan
pingsan dan kematian, dan cenderung menyerang remaja dan dewasa muda.

Kadang dinding pembuluh darah menjadi lemah dan menonjol, yang disebut
dengan aneurisma. Dinding aneurisma yang tipis bisa pecah dan menyebabkan
perdarahan. Aneurisma di dalam otak merupakan penyebab dari perdarahan
intrakranial, yang bisa menyebabkan stroke hemoragik (stroke karena
perdarahan).

2.4 Patofisiologi
Pada aneurisma ditemukan suatu kelainan pada lapisan pembuluh darah yang
terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan tunika intima, media dan adventitia. Pada
aneurisma terdapat penipisan tunika media dan tunika intima menjadi lebih elastis
hal ini mengakibatkan kelemahan pada pembuluh darah di daerah aneurisma
sehingga pembuluh darah membentuk tonjolan akibat tekanan pembuluh darah.
Aneurisme intrakranial diklasifikasikan atas sakular, fusiform atau diseksi.
Hampir 90 % adalah tipe sakular (Berry Aneurisma).
Tempat yang biasanya timbul aneurisma adalah pada daerah :
1.
Sirkulasi anterior : pembuluh darah arteri komunikans anterior dan arteri
cerebri media.
2.
Sirkulasi posterior : pembuluh darah arteri komunikans posterior dan
percabangan arteri basilaris (basilar tip aneurism)
Aneurisma sakular berkembang dari defek lapisan otot (tunika muskularis) pada
arteri. Perubahan elastisitas membran dalam (lamina elastika interna) pada arteri
cerebri dipercayai melemahkan dinding pembuluh darah dan mengurangi
kerentanan mereka untuk berubah pada tekanan intraluminal. Perubahan ini
banyak terjadi pada pertemuan pembuluh darah, dimana aliran darah turbulen dan
tahanan aliran darah pada dinding arteri paling besar.
Aneurisma sakular biasanya berbentuk first and second order arteries, berasal
dari siklus arteri serebral (siklus wllisi) pada dasar otak. Aneurisma multipel
bekembang pada 30% pasien.
Aneurisma fusiformis berkembang dari arteri serebri yang ektatik dan berlikuliku yang biasanya berasal dari sistem vertebra basiler dan bisa sampai beberapa
sentimeter pada diameternya. Pasien aneurisme fisiformis berkarakter dengan
gejala kompresi sel induk otak atau nervus kranialis tapi gejala tidak selalu
disertai dengan perdarahan subarakhnoid.

Aneurisma yang disebabkan oleh diseksi terjadi karena adanya nekrosis kista
media atau trauma pada arteri., seperti aneurisma diseksi pada bagian tubuh
(contoh: aneurisma diseksi aorta), berbentuk seperti gumpalan darah sepanjang
lumen palsu, sedangkan lumen sebenarnya kolaps secara otomatis.

2.5 Manifestasi Klinis


Aneurisma serebral hampir tidak pernah menimbulkan gejala, kecuali terjadi
pembesaran dan menekan salah satu saraf otak sehingga memberikan gejala
sebagai kelainan saraf otak yang tertekan.
Aneurisma yang kecil dan tidak progresif, hanya akan menimbulkan sedikit
bahkan tidak menimbulkan gejala. Pertanda awal bisa terjadi dalam beberapa
menit sampai beberapa minggu sebelum aneurisma pecah. Sebelum aneurisma
berukuran besar mengalami ruptur (pecah), pasien akan mengalami gejala seperti :
- Sakit kepala berdenyut yang mendadak dan berat
- Mual dan muntah
- Gangguan penglihatan (pandangan kabur/ganda, kelopak mata tidak membuka)
- Kaku leher
- Nyeri daerah wajah
- Kelumpuhan sebelah anggota gerak kaki dan tangan
- Denyut jantung dan laju pernapasan naik turun
- Hilang kesadaran (kejang, koma, kematian)
- Tidak mengalami gejala apapun
Pecahnya aneurisma serebral adalah berbahaya dan biasanya menimbulkan
perdarahan di dalam selaput otak (meninges) dan otak sehingga mengakibatkan
perdarahan subaraknoid (PSA) dan perdarahan intraserebral (PIS) yang keduanya
mirip gejala stroke. Juga dapat terjadi perdarahan ulang, hidrosefalus (akumulasi
berlebihan dari cairan otak), vasospasme (penyempitan pembuluh darah), dan
aneurisma multipel.
Risiko ruptur (pecahnya) aneurisma serebral tergantung pada besarnya ukuran
aneurisma. Makin besar ukurannya, makin tinggi risiko untuk pecah. Angka
ruptur aneurisma serebral kira-kira 1,3% per tahun. 3 Sebenarnya dapat dilakukan
skrining pencitraan, tetapi tidak efektif dari segi pembiayaan.

Tingkat keparahan dari perdarahan subaraknoid (PSA) yang terjadi pada ruptur
aneurisma serebral, dapat menggunakan Skala Hunt-Hess :
Grade 1: asimtomatik (tidak bergejala) atau sakit kepala ringan dan kaku kuduk
ringan (angka harapan hidup sebesar 70 %)
Grade 2: sakit kepala ringan sampai sedang, kaku kuduk, tidak ada gangguan saraf
selain kelumpuhan saraf otak (angka harapan hidup sebesar 60 %)
Grade 3: somnolen (mengantuk) dengan gangguan saraf minimal (angka harapan
hidup 50%)
Grade 4: stupor, hemiparesis (lumpuh separuh tubuh), awal dari kekakuan
deserebrasi, dan gangguan vegetatif (angka harapan hidup 20 %)
Grade 5: koma dalam, kekakuan deserebrasi (angka harapan hidup 10%)
Grade 6: mati batang otak (sesuai dengan kriteria perdarahan subaraknoid grade 6
Klasifikasi Fisher Grade mengelompokkan penampakan perdarahan subaraknoid
berdasarkan pemeriksaan CT scan :
1. Grade 1: Tidak ada perdarahan.
2. Grade 2: perdarahan subaraknoid dengan ketebalan < 1 mm
3. Grade 3: perdarahan subaraknoid dengan ketebalan >1 mm
4. Grade 4: perdarahan subaraknoid tanpa memandang tebal perdarahan tetapi
disertai perdarahan intraventrikuler atau perluasan perdarahan ke jaringan otak
(lapisan parenkim otak)

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Di negara maju, aneurisma pada stadium dini lebih banyak ditemukan. Hal ini
karena banyak orang yang menjalani pemeriksaan magnetic resonance imaging
(MRI) sehingga aneurisma pada tingkat awal dapat terlihat jelas. Kadang-kadang
aneurisma tidak sengaja ditemukan saat ''check up'' dengan menggunakan alat
canggih seperti CT scan, MRI atau angiogram. Diagnosis pasti aneurisma
pembuluh darah otak, beserta lokasi dan ukuran aneurisma dapat ditetapkan
dengan menggunakan pemeriksaan ''angiogram''. Biasanya dilakukan pemeriksaan
CT scan dan MRI untuk membedakan stroke iskemik dengan stroke perdarahan.
Pemeriksaan tersebut juga bisa menunjukkan luasnya kerusakan otak dan
peningkatan tekanan di dalam otak. Pungsi lumbal biasanya tidak perlu dilakukan,
kecuali jika diduga terdapat meningitis atau infeksi lainnya. Jika diperlukan, bisa

dilakukan pungsi lumbal untuk melihat adanya darah di dalam cairan


serebrospinal. Angiografi dilakukan untuk memperkuat diagnosis dan sebagai
panduan jika dilakukan pembedahan.

2.7 Penatalaksanaan
Aneurisma dapat ditangani dengan tindakan operasi, bila memungkinkan.
Kemungkinan keberhasilan operasi pada aneurisma yang belum pecah 99%
sedangkan untuk yg sudah pecah bahkan apabila pasien sudah sampai koma,
kemungkinan keberhasilan turun menjadi tinggal 50% saja.
Pada dasarnya, ada dua macam tindakan operasi yang dapat diambil:
1. Clipping
Clipping adalah operasi penjepitan di daerah yang mengalami pembengkakan lalu
di potong dengan sebelumnya melakukan prosedur craniotomy (melepaskan
sebagian batok kepala). Klip ini berguna memutus hubungan antara "balon"
aneurisma dan aliran darah yang melewati pembuluh darah, sehingga pecahnya
pembuluh darah dapat dicegah.
2. Embolization
Embolisasi adalah operasi dengan memasukkan koil melalui aliran pembuluh
darah. Jadi melalui operasi ini tidak perlu craniotomy, karena koil dimasukkan
dengan kateter melalui aliran pembuluh darah. Berdasarkan penelitian, tehnik ini
memiliki tingkat risiko kematian/cacat yang lebih rendah 22.6% dibandingkan
dengan clipping. Namun demikian, pilihan operasi ini sangat tergantung pada
struktur saraf yang mengalami pembengkakan serta harus dilihat lokasinya.
2.8 Komplikasi
Aneurisma yang pecah dapat mengakibatkan :

Perdarahan subarachnoid saja.

Perdarahan subarachnoid dan perdarahan intra serebral (60%).

Infark serebri (50%).

Perdarahan subarachnoid dan subdural.

Perdarahan subarachnoid dan hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi


hidrosephalus normotensif (30%).

Aneurisma a. carotis interna dapat menjadi fistula caroticocavernosum.

Masuk ke sinus sphenoid bisa timbul epistaksis.

Perdarahan subdural saja

Bahaya dari Aneurisma yang terbentuk, dapat menyebabkan terjadinya


stroke atau kematian, karena pecahnya Aneurisma tersebut

2.9 Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Pengkajan adalah data dasar utama proses keperawatan yang tujuannya
adalah untuk memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan
kesehatan klien yang memungkinkan asuhan keperawatan kepada klien
a.
Identitas Pasien yaitu: mencakup nama, umur, agama, alamat, jenis kelamin,
pendidikan, perkerjaan, suku, tanggal masuk, no. MR, identitas keluarga, dll.
b.

Riwayat Kesehatan

Riwayat Penyakit Sekarang Biasanya klien mengeluh


- Sakit kepala berdenyut yang mendadak dan berat
- Mual dan muntah
- Gangguan penglihatan (pandangan kabur/ganda, kelopak mata tidak membuka)
- Kaku leher
- Nyeri daerah wajah
- Kelumpuhan sebelah anggota gerak kaki dan tangan
- Denyut jantung dan laju pernapasan naik turun
- Hilang kesadaran (kejang, koma, kematian)
- Tidak mengalami gejala apapun
Riwayat Penyakit Dahulu
Kemungkinan klien sering mengkonsumsi makanan yang berlemak tinggi,
kolesterol tinggi, klien mempunyai riwayat hipertensi,klien penyakit DM, klien
suka mengkonsumsi garam meja berlebihan, Umur lebih dari 50 tahun, Wanita,
klien mempunyai kebiasaan Perokok, Pengguna kokain, klien pernah mengalami
Trauma kepala, dan Neoplasma intrakranial atau neoplastik emboli

Riwayat Penyakit Keluarga


Dikaji apakah keluarga klien mengalami penyakit yang sama, hipertensi, stroke,
DM, atau penyakit lainya.
c.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang ditemukan pada klien ini adalah sebagai berikut :


- Tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu, pernafasan) normal/tidak
- Keadaan klien CMC, stupor, koma.
1. Rambut : uraikan bentuk rambut seperti hitam, pedek, lurus, alopsia
2. Kulit kepala : kotor/tidak kotor
3. Mata :
Kesimetrisan : simetris kiri dan kanan
Konjungtiva : anemis/tidak anemis
Sclera : ikterik/ tdk ikterik
4. Mulut dan gigi
Rongga mulut : kotor/tdk
Lidah : kotor/tdk

5. Dada dan thorak


I : simetris kiri dan kanan
P: tidak adanya pembengkakan dan nyeri tekan
P: normal/tdk
A: normal/tdk
6. Abdomen
I : adanya pembesaran pada abdomen bawah bagian belakang
P : akan teraba massa bila keadaan sudah lanjut
P : n: tympani

A: bising usus (+) n: 5-35x/i


7. Genetalia
Observasi adanya lesi, eritema, fisura, leukoplakia. Inspeksi skrotum untuk
mengetahui ukuran, warna dan bentuk kesimetrisan
8. Rectum dan anus
I: adanya hemoroid, lesi, kemerahan
P: merasakan adanya massa
9. Kulit/ intagumen
I: amati adanya perubhan dan pengurangan pigmentasi, pucat, kemerahan,
sianosis, lesi kulit, ikterik.
d.

Data Psikologis

Pada klien dengan aneurisma intracranial biasanya klien akan camas dengan
prognosis penyakitnya, klien akan tidak bisa atau sulit untuk beraktifitas, maka
klien akan merasa tidak berharga, Produktifitas klien akan menurun.
e.

Data Social Ekonomi

Meliputi hubungan sosial klien dengan orang lain dan status ekonominya.

f.

Data Spiritual

Menyangkut kemampuan klien untuk dapat melakukan ibadah dengan baik untuk
memenuhi kebutuhan spiritual dan meliputi adanya keyakinan spiritual yang
berhubungan dengan penyakitnya.
B. Diagnosa Keperawatan
1.
Perubahan perfusi serebral yang berhubungan dengan pendarahan dari
aneurisma
2.
Perubahan sensori atau persepsi yang behubungan dengan pembatasan
terhadap kewaspadaan sub arrachnoid
3.
Asietas yang berhubungan dengan penyakitnya atau hambatan pada sub
arrachnoid.

C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1
Perubahan perfusi serebral yang berhubungan dengan pendarahan dari aneurisma
Intervensi
Pantau secara kontinu terhadap adanya penurunan neurologic yang terjadi
akibat perdarahan ulang, peningkatan TIK, vasopasme.
Pertahankan catatan berkas neurologic.
Periksa setiap jam untuk tekanan darah, nadi, tingkat responsive, respons pupil
dan fungsi motorik.
Pantau status respiratorik
Catat apabila ada perubahan-perubahan
Diagnosa 2
Perubahan sensori atau persepsi yang behubungan dengan pembatasan terhadap
kewaspadaan sub arrachnoid
Intervensi
Anjurkan pasien untuk tirah baring pada lingkungan sepi
Batasi kunjungan kecuali keluarga
Tinggikan tempat tidur bagian kepala dengan ketinggian sedang untuk
memberikan aliran vena dan menurunkan TIK.
Hindari aktivitas yang tiba-tiba dan berat
Diagnosa 3
Ansietas yang berhubungan dengan penyakitnya atau hambatan pada sub
arrachnoid
Intervensi
Kurangi gangguan sensori dan ansietas
Pertahankan stimulus sensori minimal
Jelaskan pada pasien tentang pembatasan
Beritahu pasien tentang informasi rencana keperawatan

D. Evaluasi
1.
Menunjukkan status neurologic utuh. Tanda vital dan pola pernafasan
normal.
2.

Menunjukkan persepsi sensori normal

3.

Memperlihatkan penurunan tingkat ansietas

4.

Bebas dari komplikasi

Anda mungkin juga menyukai