PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makluk biopsikososial yang unik dan menerapkan sistem
terbuka serta saling berinteraksi. Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan
keseimbangan hidupnya.
Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungannya sehat. Sedangkan orang dikatakan sakit apabila gagal
dalam mempertahankan keseimbangan dirinya dan lingkungan
Kilen masuk rumah sakit dan dirawat mengalami sters fisik dan mental baik dari
diri sendiri, lingkungan, maupun keluarga.Pada heirarki kebutuhan Maslow
dinyatakan bahwa tingkat yang paling tinggi dalam kebutuhan manusia adalah
tercapainya aktualisasi diri. Untuk mencapai aktualisasi diri diperlukan konsep
diri yang sehat
1.2 Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.3 Tujuan
8. Untuk mengetahui teori psikososial pada lansia.
9. Untuk mengetahui teori koping individu inektif.
10. Untuk mengatahui teori Koping Keluarga Inefektif.
11. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan Psikososial pada Lansia.
12. Untuk mengetahui asuhan keperawatan Koping Individu Inefektif.
13. Untuk mengetahuiasuhan keperawatan Koping Keluarga Inefektif.
14. Untuk mengetahui Contoh kasus koping keluarga inefektif.
1.4
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Teori Psikososial pada Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti diet dan mempertahankan struktur
dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk
infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Lansia adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang penyakit pada
lansia (Perawatan lanjut usia,wahyudi nugroho,ECG,Jakarta,1992)
Lansia adalah seseorang yang lebih dari 75 tahun (Menyongsong usia lanjut
dengan bugar dan bahagia, dr.E Oswari, Jakarta,1997)
2.1.2 Ciri Pasien Lansia
Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degenerative. Lanjut usia secara
psikososial yang dinyatakan krisis bila :
a) Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain)
b) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena
berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit
cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain. Lanjut
usis mengalami berbagai permasalah psikologis yang perlu diperhatikan oleh
perawat, keluarga maupun petugas kesehatan lainnya. Penanganan maslah
secara dini akan membantu lanjut usia dalam melakukan strategi pemecahan
masalah tersebut dan dalam beradaptasi untuk kegiatan sehari hari (Miller,
1995).
2.1.3 Masalah Psikososial Pada Lanjut Usia
Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis)
sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang
progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik,
depresif, apatis dsb. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor
psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian
sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma
psikis.
Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi
kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi
fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga
berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin
rapuh, dsb. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi
fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu
keadaan ketergantungan kepada orang lain.
1) Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
a) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
b) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat
oleh tradisi dan budaya
c) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya
d) Pasangan hidup telah meninggal Disfungsi seksual karena perubahan
hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi,
pikun dsb.
2) Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar,
persepsi,
pemahaman,
pengertian,
perhatian
dan
lain-lain
sehingga
family
9. Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
10. Hilangnya kekuatan dan kelengkapan fisik.
11. Perubahan konsep gambaran diri dan konsep diri.
menimbulkan stress
2.2.2 Faktor yang mempengaruhi Strategi Coping
1. Kesehatan Fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi
stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar
2. Keyakinan atau pandangan positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti
keyakinan akan nasib ( external locus of control ) yang mengerahkan individu
pada penilaian ketidakberdayaan ( helplessness ) yang akan menurunkan
kemampuan strategi coping tipe: problem-solving focused coping
3. Keterampilan memecahkan masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa
situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif
tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan
dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana
dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.
4. Keterampilan social
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah
laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang terjadi
dimasyarakat.
5. Dukungan social
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan
emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga
lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya
6. Materi
Dukungan ini meliputi sumber daya daya berupa uang, barang barang atau
layanan yang biasanya dapat dibeli.
2.2.3 Metode Koping
Ada dua metode koping yang digunakan oleh individu dalam mengatasi masalah
psikologis seperti yang dikemukakan oleh Bell (1977):
1. Metode koping jangka panjang: cara ini adalah konstruktif dan merupakan
cara yang efektif dan realistis dalam menangani masalah psikologis dalam
kurun waktu yang lama, contonhya:
a. Berbicara dengan orang lain.
b. Mencoba mencari informasi yang lebih banyak tentang masalah yang
sedang dihadapi
c. Menghubungkan situasi atau masalah yang sedang dihadapi dengan
kekuatan supranatural.
d. Melakukan latihan fisik untuk mengurangi ketegangan.
e. Membuat berbagai alternative tindakan untuk mengurangi situasi.
f. Mengambil pelajaran atau pengalaman masa lalu.
2. Metode koping jangka pendek, cara ini digunakan untuk mengurangi stress
dan cukup efektif untuk waktu sementara, tetapi tidak efektf untuk digunakan
dalam jangka panjang. Misalnya:
a. Menggunakan alkohol atau obat
b. Melamun dan fantasi.
c. Mencoba melihat aspek humor dari situasi yang tidak menyenangkan.
d. Tidak ragu dan merasa yakin bahwa semua akan kembali stabil.
e. Banyak tidur
f. Banyak rokok.
g. Menangis
h. Beralih pada aktifitas lain agar dapat melupakan masalah.
2.2.4
fungsi
integrasi,
memecah
Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek, salah satunya adalah aspek
psikososial (Lazarus dan Folkman, 1985; Stuart dan Sundeen, 1995; Townsend,
1996; Herawati, 1999; Keliat, 1999) yaitu:
mengingkari
realitas
tersebut. Mekanisme
pertahanan
ini
seorang
yang
tertarik
pada
teman
suaminya,
akan
Berikut ini beberapa mekanisme pertahanan diri yang biasa terjadi dan dilakukan
oleh sebagian besar individu, terutama para remaja yang sedang mengalami
pergulatan yang dasyat dalam perkembangannya ke arah kedewasaan. Dari
mekanisme pertahanan diri berikut, diantaranya dikemukakan oleh Freud, tetapi
beberapa yang lain merupakan hasil pengembangan ahli psikoanalisis lainnya.
1. Represi
Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustrasi,
konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang
menimbulkan kecemasan. Kapan represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan
itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya
terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang sebagai bukti
akan adanya represi. Tetapi represi ini dapat terjadi dalam situasi yang tidak
terlalu menekan. Bahwa individu merepresikan mimpinya, karena mereka
membuat keinginan tidak sadar yang menimbulkan kecemasan dalam dirinya.
Misalnya: individu cenderung untuk tidak berlama-lama untuk mengenali
sesuatu yang tidak menyenangkan, dibandingkan dengan hal-hal yang
menyenangkan, berusaha sedapat mungkin untuk tidak melihat gambar
kejadian yang menyesakkan dada, lebih sering mengkomunikasikan berita
baik dari berita buruk, lebih mudah mengingat hal-hal positif dari yang
negatif, lebih sering menekankan pada kejadian yang membahagiakan dan
enggan menekankan yang tidak membahagiakan.
2. Supresi
10
11
Dengan regresi (mundur) individu dapat lari dari kondisi yang tidak
menyenangkan dan kembali lagi pada kondisi sebelumnya yang dirasakannya
penuh dengan kasih sayang dan rasa aman, atau individu menggunakan
strategi regresi karena belum pernah belajar respons-respons yang lebih efektif
terhadap problem tersebut atau dia sedang mencoba mencari perhatian.
6. Menarik diri
Reaksi ini merupakan respon yang umum dalam mengambil sikap. Kapan
individu menarik diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan
apapun.Biasanya respons ini disertai dengan depresi dan sikap apatis.
7. Menghindari
Kapan individu merasa diliputi oleh stres yang lama, kuat dan terus menerus,
individu cenderung untuk mencoba mengelak. Bisa saja secara fisik mereka
mengelak atau mereka akan menggunakan metode yang tidak langsung.
8. Denial (Menyangkal Kenyataan)
Kapan individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada atau
menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya mereka
sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri.
Penyangkalan kenyataan juga mengandung unsur penipuan diri.
9. Fantasi
Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering
merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwaperistiwa yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan
yang mengakibatkan frustrasi. Individu yang seringkali melamun terlalu
banyak kadang-kadang menemukan bahwa kreasi lamunannya itu lebih
menarik dari pada kenyataan yang sesungguhnya.
10. Rasionalisasi
Rasionalisasi sering dimaksudkan sebagai usaha individu untuk mencari-cari
alasan yang dapat diterima secara sosial untuk membenarkan atau
menyembunyikan perilakunya yang buruk. Rasionalisasi juga muncul ketika
individu menipu dirinya sendiri dengan berpura-pura menganggap yang buruk
adalah baik, atau yang baik adalah yang buruk.
11. Intelektualisasi
Bila individu menggunakan teknik intelektualisasi, maka dia menghadapi
situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang amat menekan dengan
cara analitik, intelektual dan sedikit menjauh dari persoalan. Dengan kata lain,
bila individu menghadapi situasi yang menjadi masalah, maka situasi itu akan
12
dipelajarinya atau merasa ingin tahu apa tujuan sebenarnya supaya tidak
terlalu
terlibat
dengan
persoalan
tersebut
secara
emosional. Dengan
13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Psikososial pada Lansia
3.1.1 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakmampuan perawatan diri : personal toilet sehubungan dengan
keselamatan fungsi fisik, ditandai dengan tidak mampu membersihkan salah
satu bagian tubuh, mengguyurkan air, mengenali suhu air yang sesuai, tidak
mampu pergi ke toilet, tidak mampu berjalan sendiri , tidak mampu
menggunakan pispot.
2. Ketidakmampuan berjalan,bergerak, sehubungan dengan imobilisasi fisik
yang ditandai dengan tidak mampu berjalan sendiri, tidak mampu melakukan
aktifitas seperti biasa.
3. Potensi injuri, sehubungan penurunan penglihatan, yang ditandai dengan
penglihatan kabur.
14
4. Perubahan nutrisi sehubungan dengan nyeri , rasa tak enak , discomfort yang
ditandai dengan gigi ompong, nafsu makan , berkurang, kelemahan neuro
muscular.
5. Potensial suicide sehubungan dengan harga diri rendah, ditandai dengan
isolasi social,penurunan kekuatan dan ketahanan. Gangguan konsep diri
sehubungan dengan proses ketuaan ditandai dengan kulit keriput , gigi
ompong , penurunan penglihatan , penurunan pendengaran dan kelemahan
fungsi fisik.
3.2 Koping Individu Inefektif
3.2.1 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian teknik mengenai respon individu,
keluarga, komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
aktual maupun potensial (NANDA, 2001 dikutip oleh Keliat, 2006).
Dari pengkajian seluruh komponen konsep diri dapat disimpulkan masalah
keperawatan, yaitu;
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
3.2.3 Perencanaan
Perencanaan tindakan keperawatan menurut Keliat (2006) terdiri dari tiga aspek
yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan.
1. Gangguan harga diri; harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra
tubuh.
a. Diagnosa Keperawatan:
Perubahan penampilan peran berhubungan dengan harga diri rendah.
Tujuan umum: Klien dapat menunjukkan peran sesuai dengan tanggung
jawabnya.
Tujuan khusus:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
b.
1)
16
Tindakan keperawatan
17
dimilki klien.
Dorong klien untuk merawat diri dan berperan serta dalam asuhan
tubuh.
Tingkatkan dukungan keluarga terutama pasangan.
Diskusikan cara-cara ( booklet, leaflet ) sebagai sumber informasi yang
dapat dilakukan untuk mengurangi dampak perubahan struktur, bentuk dan
fungsi tubuh.
Dorong klien memilih cara yang sesuai untuk klien.
Bantu klien melakukan cara yang dipilih
Bantu klien mengurangi perubahan citra tubuh. Misalnya protesa untuk
3.2.4 Implementasi
Menurut Keliat (2006), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama
yang aktual dan mengancam integritas klien beserta lingkungannya.Sebelum
melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu
18
19
20
BAB IV
CONTOH KASUS
4.1 Contoh kasus
Keluarga bapak A mengalami masalah dalam keluarganya sejak kejadian tsunami
dan gempa. Bapak A sendiri merasa tidak berdaya menghadapi kenyataan kondisi
rumah dan tempat usahanya habis dilanda tsunami. Bapak A sering merasa
bersalah melihat kondisi keluarganya saat ini karena ia belum menemukan usaha
yang tepat. Istrinya sering mengeluh pusing tanpa sebab yang jelas. Bapak A
sering merasa meinder membandingkan keluarga dengan keluarga yang lain yang
sama-sama korban, tetapi bapak A merasa orang lain tidak sepasrah kondisi
dirinya. Dua anak bapak A terpakasa tidak dilanjutkan pendidikan karena belum
ada biaya.
a. Diagnosa keperawatan
Koping keluarga tidak efektif
b. Tindakan keperawatan
1) Mengidentifikasi masalah yang dihadapai keluarga
2) Membantu keluarga untuk mengidentifikasi koping yang dimiliki dan
digunakan
3) Memberi pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang cara-cara
penyeleasaian masalah
c. Evaluasi
1) Subjektif
Bapak mengatakan Perasaannya tidak nyaman dan merasa bersalah kepada
keluarga. Karena merasa bersalah dirinya jadi sering marah kepada istri
dan anak. Anak pasien yang kedua meninggal di banda aceh saat bencana
tsunami datang. Cara baru yang bisa dilakukan adalah bicara terbuka,
mendekatkan diri pada Allah, break, dan mencari dukungan social
2) Objektif
Ekspresi murung, bicara dan kontak mata seperlunya
d. Analisis
Masalah belum teratasi
21
e. Perencanaan
Mengajarkan latihan bicara terbuka
22
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Bahwa salah satu kunci keberhasilan hidup kita adalah bagaimana kita dapat
mengembangkan konsep diri positif. Konsep diri positif ini seperti sebuah sistem
operasi
yang
mempengaruhi
mental
dan
kemampuan
berpikir
positif
seseorang. Konsep diri positif ini dapat masuk ke dalam pikiran seseorang dan
memiliki bobot pengaruh yang besar terhadap kemampuan menerima dan
mempersepsikan setiap pesan yang datang. Semakin positif konsep diri seseorang,
maka akan semakin mudah menangkap dan mempersepsikan setiap pesan yang
datang menjadi sebuah pesan yang positif. Demikian pula sebaliknya.
Konsep diri positif memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan
keberhasilan hidup seseorang. Karena konsep diri positif dapat mempengaruhi
pola pikir dan tindakan seseorang menjadi positif dalam kehidupannya.Hasilnya
adalah karakter pribadi positif yang menjadi modal untuk kesuksesan hidup.
23
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna. Dkk. 2007. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Purwaningsih, Wahyu. Ina Karlina. 2010. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
24