Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makluk biopsikososial yang unik dan menerapkan sistem
terbuka serta saling berinteraksi. Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan
keseimbangan hidupnya.
Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungannya sehat. Sedangkan orang dikatakan sakit apabila gagal
dalam mempertahankan keseimbangan dirinya dan lingkungan
Kilen masuk rumah sakit dan dirawat mengalami sters fisik dan mental baik dari
diri sendiri, lingkungan, maupun keluarga.Pada heirarki kebutuhan Maslow
dinyatakan bahwa tingkat yang paling tinggi dalam kebutuhan manusia adalah
tercapainya aktualisasi diri. Untuk mencapai aktualisasi diri diperlukan konsep
diri yang sehat
1.2 Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Apa pengertian psikososial pada lansia?


Apa pengertian koping individu inektif?
Apa pengertian koping keluarga inefektif?
Bagaimana asuhan keperawatan psikososial pada lansia?
Bagaimana asuhan keperawatan koping individu inefektif?
Bagaimana asuhan keperawatan koping keluarga inefektif?
Apa contoh contoh kasus koping keluarga inefektif?

1.3 Tujuan
8. Untuk mengetahui teori psikososial pada lansia.
9. Untuk mengetahui teori koping individu inektif.
10. Untuk mengatahui teori Koping Keluarga Inefektif.
11. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan Psikososial pada Lansia.
12. Untuk mengetahui asuhan keperawatan Koping Individu Inefektif.
13. Untuk mengetahuiasuhan keperawatan Koping Keluarga Inefektif.
14. Untuk mengetahui Contoh kasus koping keluarga inefektif.

1.4

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Teori Psikososial pada Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti diet dan mempertahankan struktur
dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk
infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Lansia adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang penyakit pada
lansia (Perawatan lanjut usia,wahyudi nugroho,ECG,Jakarta,1992)
Lansia adalah seseorang yang lebih dari 75 tahun (Menyongsong usia lanjut
dengan bugar dan bahagia, dr.E Oswari, Jakarta,1997)
2.1.2 Ciri Pasien Lansia
Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degenerative. Lanjut usia secara
psikososial yang dinyatakan krisis bila :
a) Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain)
b) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena
berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit
cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain. Lanjut
usis mengalami berbagai permasalah psikologis yang perlu diperhatikan oleh
perawat, keluarga maupun petugas kesehatan lainnya. Penanganan maslah
secara dini akan membantu lanjut usia dalam melakukan strategi pemecahan
masalah tersebut dan dalam beradaptasi untuk kegiatan sehari hari (Miller,
1995).
2.1.3 Masalah Psikososial Pada Lanjut Usia
Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis)
sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang
progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik,

depresif, apatis dsb. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor
psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian
sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma
psikis.
Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi
kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Penurunan Kondisi Fisik


Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Perubahan Aspek Psikososial
Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Penurunan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi
fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga
berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin
rapuh, dsb. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi
fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu
keadaan ketergantungan kepada orang lain.
1) Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
a) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
b) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat
oleh tradisi dan budaya
c) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya
d) Pasangan hidup telah meninggal Disfungsi seksual karena perubahan
hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi,
pikun dsb.
2) Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar,
persepsi,

pemahaman,

pengertian,

perhatian

dan

lain-lain

sehingga

menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara


fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat
bahwa lansia menjadi kurang cekatan. Dengan adanya penurunan kedua fungsi
tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan
dengan keadaan kepribadian lansia.
3

Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian


lansia sebagai berikut:
a. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe
ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
b. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada
kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa
lansia Masalah Psikososial Pada Lanjut Usia ( Kartinah dan Agus
Sudaryanto ) 95 tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan
otonomi pada dirinya
c. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini
biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan
keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi
jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan
menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
d. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah
memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak
keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama
sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
e. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang
lain atau cenderung membuat susah dirinya. Pada umumnya perubahan ini
diawali ketika masa pensiun.
1. Pension. Nilai seseorangsering diukur oleh produktifitasnya. Identitas
dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan.
2. Merasakan / sadar akan kematian
3. Perubahan dalam cara hidup yang memasuki rumah perawatan bergerak lebih
sempit.
4. Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan : meningkatnya biaya hidup pada
5.
6.
7.
8.

penghasilan yang sulit


Kesepian akibat dari pengasingan social
Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
Gangguan syaraf pancaindera timbul kebutaan dan ketulian.
Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan

family
9. Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
10. Hilangnya kekuatan dan kelengkapan fisik.
11. Perubahan konsep gambaran diri dan konsep diri.

2.2 Teori Koping Individu Inektif


2.2.1 Definisi
a. Coping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau
beban yang diterima. Bila mekanisme coping ini berhasil, seseorang akan
dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut.
b. Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi
yang mengancam (Keliat, 1999).
c. Sedangkan menurut Lazarus (1985), koping adalah perubahan kognitif dan
perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan
atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu.
Jadi, ketika ada stressor yang lebih berat (dan bukan yang biasa diadaptasi),
individu secara otomatis melakukan mekanisme coping, yang sekaligus memicu
perubahan neurohormonal. Kondisi neurohormonal yang terbentuk akhirnya
menyebabkan individu mengembangkan dua hal baru: perubahan perilaku dan
perubahan jaringan organ. Lipowski membagi coping menjadi:
1) Coping style adalah mekanisme adaptasi individu yang meliputi aspek
psikologis, kognitif, dan persepsi.
2) Coping strategy merupakan coping yang dilakukan secara sadar dan
terarah dalam mengatasi rasa sakit atau mengalami stressor
Bila coping dilakukan secara efektif, stressor tidak lagi menimbulkan
tekanan secara psikis, penyakit, atau rasa sakit, melainkan berubah
menjadi stimulan yang memacu prestasi serta kondisi fisik dan mental
yang baik.
Para anggota menggolongkan dua strategi coping yang biasanya digunakan oleh
individu, yaitu:
1) problem-solving focused coping , dimana individu secara aktif mencari
solusi dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang
menimbulkan stress
2) emotion-focused coping , dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk
mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang
akan diitmbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan.

Hasil penelitian membuktikan bahwa individu menggunakan kedua cara


tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai
ruang lingkup kehidupan sehari-hari (Lazarus & Folkman, 1984).
Hampir senada dengan penggolongan jenis coping seperti dikemukakan di atas,
dalam literatur tentang coping juga dikenal dua strategi coping, yaitu
a. Active coping merupakan strategi yang dirancang untuk mengubah cara
b.

pandang individu terhadap sumber stress


avoidant coping merupakan strategi yang dilakukan individu untuk
menjauhkan diri dari sumber stres dengan cara melakukan suatu aktivitas
atau menarik diri dari suatu kegiatan atau situasi yang berpotensi

menimbulkan stress
2.2.2 Faktor yang mempengaruhi Strategi Coping
1. Kesehatan Fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi
stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar
2. Keyakinan atau pandangan positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti
keyakinan akan nasib ( external locus of control ) yang mengerahkan individu
pada penilaian ketidakberdayaan ( helplessness ) yang akan menurunkan
kemampuan strategi coping tipe: problem-solving focused coping
3. Keterampilan memecahkan masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa
situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif
tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan
dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana
dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.
4. Keterampilan social
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah
laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang terjadi
dimasyarakat.
5. Dukungan social
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan
emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga
lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya
6. Materi

Dukungan ini meliputi sumber daya daya berupa uang, barang barang atau
layanan yang biasanya dapat dibeli.
2.2.3 Metode Koping
Ada dua metode koping yang digunakan oleh individu dalam mengatasi masalah
psikologis seperti yang dikemukakan oleh Bell (1977):
1. Metode koping jangka panjang: cara ini adalah konstruktif dan merupakan
cara yang efektif dan realistis dalam menangani masalah psikologis dalam
kurun waktu yang lama, contonhya:
a. Berbicara dengan orang lain.
b. Mencoba mencari informasi yang lebih banyak tentang masalah yang
sedang dihadapi
c. Menghubungkan situasi atau masalah yang sedang dihadapi dengan
kekuatan supranatural.
d. Melakukan latihan fisik untuk mengurangi ketegangan.
e. Membuat berbagai alternative tindakan untuk mengurangi situasi.
f. Mengambil pelajaran atau pengalaman masa lalu.
2. Metode koping jangka pendek, cara ini digunakan untuk mengurangi stress
dan cukup efektif untuk waktu sementara, tetapi tidak efektf untuk digunakan
dalam jangka panjang. Misalnya:
a. Menggunakan alkohol atau obat
b. Melamun dan fantasi.
c. Mencoba melihat aspek humor dari situasi yang tidak menyenangkan.
d. Tidak ragu dan merasa yakin bahwa semua akan kembali stabil.
e. Banyak tidur
f. Banyak rokok.
g. Menangis
h. Beralih pada aktifitas lain agar dapat melupakan masalah.
2.2.4

Penggolongan mekanisme koping

Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (dua) (Stuart


dan Sundeen, 1995) yaitu:
1. Mekanisme koping Adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar
dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain,
memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan
aktivitas konstruktif.
2. Mekanisme koping Maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat

fungsi

integrasi,

memecah

pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.

Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek, salah satunya adalah aspek
psikososial (Lazarus dan Folkman, 1985; Stuart dan Sundeen, 1995; Townsend,
1996; Herawati, 1999; Keliat, 1999) yaitu:

1. Reaksi Orientasi Tugas


Berorientasi terhadap tindakan untuk memenuhi tuntutan dari situasi stress
secara realistis, dapat berupa konstruktif atau destruktif. Misalnya:
a. Perilaku menyerang (agresif) biasanya untuk menghilangkan atau
mengatasi rintangan untuk memuaskan kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri digunakan untuk menghilangkan sumber-sumber
ancaman baik secara fisik atau psikologis.
c. Perilaku kompromi digunakan untuk merubah cara melakukan, merubah
tujuan atau memuaskan aspek kebutuhan pribadi seseorang.
2. Mekanisme pertahanan ego, yang sering disebut sebagai mekanisme
pertahanan mental. Adapun mekanisme pertahanan ego, adalah sebagai
berikut:
a. Kompensasi: Proses di mana seseorang memperbaiki penurunan citra diri
dengan / secara tegas menonjolkan keistimewaan atau kelebihan yang
dimiliki.
b. Penyangkalan (denial): Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas
dengan

mengingkari

realitas

tersebut. Mekanisme

pertahanan

ini

adalahyang paling sederhana dan primitive.


c. Transfer (displacement): Pengalihan emosi yang ditujukan pada seorang
atau benda lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam dirinya.
Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat
hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai
memainkan perang-perangan dengan temann
d. Disosiasi: Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari
kesadaran atau identitasnya.
e. Identifikasi: Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang ia
kagumi berupaya dengan mengambil / menirukan pikiran-pikiran,
perilaku, dan selera orang tersebut.

f. Intelektualisasi: Pengguna logika dan alasan berlebihan untuk menghindari


pengalaman yang mengganggu perasaannya,
g. Introjeksi: Suatu jenis identifikasi yang kuat dimana seseorang mengambil
atau melebur nilai-nilai dan kualitas seseorang atau suatu kelompok ke
dalam struktur egonya sendiri, merupakan hati nurani.
h. Isolasi: Pemisahan unsure emosional dari suatu pikiran yang mengganggu
dapat bersifat sementara atau dalam jangka waktu yang lama.
i. Proyeksi: Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada
orang lain terutama keinginan, perasaan emosional dan motivasi yang
tidak dapat ditoleransi.
Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia memiliki
perasaan seksual terhadap rekan kerjanya, berbalik menuduh bahwa
temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
j. Rasionalisasi: Mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan dapat
diterima masyarakat untuk membenarkan impuls, perasaan, perilaku, dan
motif yang tidak dapat diterima.
k. Reaksi Formasi: Pengembangan sikap dan pola perilaku yang ia sadari,
yang bertentangan dengan yang sebenarnya ia rasakan atau ia ingin
lakukan.
Misalnya

seorang

yang

tertarik

pada

teman

suaminya,

akan

memperlakukan orang tersebut dengan kasar.


l. Regresi: Kemunduran akibat stress terhadap perilaku dan merupakan cirri
khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini.
m. Represi: Pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran, impuls atau
memori yang menyakitkan atau bertentangan dari kesadaran seseorang;
merupakan pertahanan yang primer yang cenderung diperkuat oleh
mekanisme lain.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya
sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan
dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya
ia dapat melupakannya.
n. Pemisahan (splitting): Sikap mengelompokkan orang atau keadaan hanya
sebagai semuanya baik atau semuanya buruk; kegagalan untuk
memadukan nilai-nilai positif dan negatif dalam diri sendiri.

o. Sublimasi: Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata


masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan dalam
penyaluran secara normal.
Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya
pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan
sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
marah
p. Supresi: Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan,
2.2.5

tetapi sebetulnya merupakan suatu analog represi yang disadari.


Mengenal Mekanisme Pertahanan Diri

Berikut ini beberapa mekanisme pertahanan diri yang biasa terjadi dan dilakukan
oleh sebagian besar individu, terutama para remaja yang sedang mengalami
pergulatan yang dasyat dalam perkembangannya ke arah kedewasaan. Dari
mekanisme pertahanan diri berikut, diantaranya dikemukakan oleh Freud, tetapi
beberapa yang lain merupakan hasil pengembangan ahli psikoanalisis lainnya.
1. Represi
Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustrasi,
konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang
menimbulkan kecemasan. Kapan represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan
itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya
terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang sebagai bukti
akan adanya represi. Tetapi represi ini dapat terjadi dalam situasi yang tidak
terlalu menekan. Bahwa individu merepresikan mimpinya, karena mereka
membuat keinginan tidak sadar yang menimbulkan kecemasan dalam dirinya.
Misalnya: individu cenderung untuk tidak berlama-lama untuk mengenali
sesuatu yang tidak menyenangkan, dibandingkan dengan hal-hal yang
menyenangkan, berusaha sedapat mungkin untuk tidak melihat gambar
kejadian yang menyesakkan dada, lebih sering mengkomunikasikan berita
baik dari berita buruk, lebih mudah mengingat hal-hal positif dari yang
negatif, lebih sering menekankan pada kejadian yang membahagiakan dan
enggan menekankan yang tidak membahagiakan.
2. Supresi

10

Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang terang-terangan


ditujukan menjaga agar impuls-impuls dan dorongan-dorongan yang ada tetap
terjaga (mungkin dengan cara menahan perasaan itu secara pribadi tetapi
mengingkarinya secara umum). Individu sewaktu-waktu mengesampingkan
ingatan-ingatan yang menyakitkan agar dapat menitik beratkan kepada tugas,
ia sadar akan pikiran-pikiran yang ditindas (supresi) tetapi umumnya tidak
menyadari akan dorongan-dorongan atau ingatan yang ditekan (represi)
3. Reaction Formation (Pembentukan Reaksi)
Individu dikatakan mengadakan pembentukan reaksi adalah ketika dia
berusaha menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya (mungkin
dengan cara represi atau supresi), dan menampilkan ekspresi wajah yang
berlawanan dengan yang sebetulnya. Dengan cara ini individu tersebut dapat
menghindarkan diri dari kecemasan yang disebabkan oleh keharusan untuk
menghadapi ciri-ciri pribadi yang tidak menyenangkan. Kebencian, misalnya
tak jarang dibuat samar dengan menampilkan sikap dan tindakan yang penuh
kasih sayang, atau dorongan seksual yang besar dibuat samar dengan sikap
sok suci, dan permusuhan ditutupi dengan tindak kebaikan.
4. Fiksasi
Dalam menghadapi kehidupannya individu dihadapkan pada suatu situasi
menekan yang membuatnya frustrasi dan mengalami kecemasan, sehingga
membuat individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya
dan membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau
selamanya.Dengan kata lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap
perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu
yang sangat tergantung dengan individu lain merupakan salah satu contoh
pertahan diri dengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk menjadi
mandiri.
5. Regresi
Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam situasi
frustrasi, setidak-tidaknya pada anak-anak. Ini dapat pula terjadi bila individu
yang menghadapi tekanan kembali lagi kepada metode perilaku yang khas
untuk individu yang berusia lebih muda. Ia menanggapi seperti individu
dengan usia yang lebih muda (anak kecil).

11

Dengan regresi (mundur) individu dapat lari dari kondisi yang tidak
menyenangkan dan kembali lagi pada kondisi sebelumnya yang dirasakannya
penuh dengan kasih sayang dan rasa aman, atau individu menggunakan
strategi regresi karena belum pernah belajar respons-respons yang lebih efektif
terhadap problem tersebut atau dia sedang mencoba mencari perhatian.
6. Menarik diri
Reaksi ini merupakan respon yang umum dalam mengambil sikap. Kapan
individu menarik diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan
apapun.Biasanya respons ini disertai dengan depresi dan sikap apatis.
7. Menghindari
Kapan individu merasa diliputi oleh stres yang lama, kuat dan terus menerus,
individu cenderung untuk mencoba mengelak. Bisa saja secara fisik mereka
mengelak atau mereka akan menggunakan metode yang tidak langsung.
8. Denial (Menyangkal Kenyataan)
Kapan individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada atau
menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya mereka
sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri.
Penyangkalan kenyataan juga mengandung unsur penipuan diri.
9. Fantasi
Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering
merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwaperistiwa yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan
yang mengakibatkan frustrasi. Individu yang seringkali melamun terlalu
banyak kadang-kadang menemukan bahwa kreasi lamunannya itu lebih
menarik dari pada kenyataan yang sesungguhnya.
10. Rasionalisasi
Rasionalisasi sering dimaksudkan sebagai usaha individu untuk mencari-cari
alasan yang dapat diterima secara sosial untuk membenarkan atau
menyembunyikan perilakunya yang buruk. Rasionalisasi juga muncul ketika
individu menipu dirinya sendiri dengan berpura-pura menganggap yang buruk
adalah baik, atau yang baik adalah yang buruk.
11. Intelektualisasi
Bila individu menggunakan teknik intelektualisasi, maka dia menghadapi
situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang amat menekan dengan
cara analitik, intelektual dan sedikit menjauh dari persoalan. Dengan kata lain,
bila individu menghadapi situasi yang menjadi masalah, maka situasi itu akan
12

dipelajarinya atau merasa ingin tahu apa tujuan sebenarnya supaya tidak
terlalu

terlibat

dengan

persoalan

tersebut

secara

emosional. Dengan

intelektualisasi, manusia dapat sedikit mengurangi hal-hal yang pengaruhnya


tidak menyenangkan bagi dirinya, dan memberikan kesempatan pada dirinya
untuk meninjau permasalah secara obyektif.
12. Proyeksi
Individu yang menggunakan teknik proyeksi ini, biasanya sangat cepat dalam
memperlihatkan ciri pribadi individu lain yang tidak dia sukai dan apa yang
dia perhatikan itu akan cenderung dibesar-besarkan. Teknik ini mungkin dapat
digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menerima
kenyataan akan keburukan dirinya sendiri. Dalam hal ini, represi atau supresi
sering kali dipergunakan pula.
Mekanisme koping Dapat berguna untuk individu dalam mengahapi persepsi diri
yang tidak menyenangkan. Pertahanan diri dapat dibagi 2, yaitu mekanisme
koping jangka pendek dan mekanisme jangka panjang.
a. Jangka pendek
1) Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis identitas: (musik
keras, pemakaian obat-obatan, kerja keras, menonton TV terus menerus)
2) Kegiatan mengganti aktifitas sementara: (ikut keompok sosial, keagamaan,
politik).
3) Kegiatan yang memberi dukungan semnetara; (kompetensi olahraga,
kontes popularitas)
4) Kegiatan yang mencoba menghilangkan anti identitas sementara:
(penyalahgunaan obat-obatan).
b. Jangka panjang
1) Menutupi identitas: Terlalu cepat mengadopsi identitas yang senangi dari
seorang yang berarti, tanpa menindahkan hasrat, apresiasi atau potensi diri
sendiri.
2) Identitas negative Yaitu asumsi yang bertentangan dengan nilai dan
harapan masyarakat. Mekanisme pertahanan ego yang sering digunakan
adalah fantasi, disosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihkan marah berbalik
pada diri sendiri dan pada orang lain.
2.3 Teori Koping Keluarga Inefektif
2.3.1 Definisi

13

Keluarga adalah system pendukung utama bagi pertumbuhan dan perkembangan


optimal setiap individu. Keluarga dapat mengalami disfungsi dalam menjalankan
perannya, yang terutama dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti bencana
tsunami yang menyebabkan keluarga terpencar-pencar, sehingga peran keluarga
sulit dijalankan.
Koping keluarga tidak efektif adalah suatu keadaan keluarga yang menujukkan
resiko prilaku destruktif dalam berespon terhadap ketidakmampuan untuk
mengatasi stressor internal atau eksternal karena ketidak mampuan (fisik,
psikologis, dan kognitif) yang dimiliki.
2.3.2

Tanda dan Gejala

Data yang dapat ditemukan di dalam keluarga meliputi ketegangan dalam


keluarga, menurunnya toleransi satu sama lain, permusuhan dalam keluarga,
perasaan malu dan bersalah, perasaan tidak berdaya, agitasi, mengingkari
masalah, harga diri rendah dan penolakan.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Psikososial pada Lansia
3.1.1 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakmampuan perawatan diri : personal toilet sehubungan dengan
keselamatan fungsi fisik, ditandai dengan tidak mampu membersihkan salah
satu bagian tubuh, mengguyurkan air, mengenali suhu air yang sesuai, tidak
mampu pergi ke toilet, tidak mampu berjalan sendiri , tidak mampu
menggunakan pispot.
2. Ketidakmampuan berjalan,bergerak, sehubungan dengan imobilisasi fisik
yang ditandai dengan tidak mampu berjalan sendiri, tidak mampu melakukan
aktifitas seperti biasa.
3. Potensi injuri, sehubungan penurunan penglihatan, yang ditandai dengan
penglihatan kabur.
14

4. Perubahan nutrisi sehubungan dengan nyeri , rasa tak enak , discomfort yang
ditandai dengan gigi ompong, nafsu makan , berkurang, kelemahan neuro
muscular.
5. Potensial suicide sehubungan dengan harga diri rendah, ditandai dengan
isolasi social,penurunan kekuatan dan ketahanan. Gangguan konsep diri
sehubungan dengan proses ketuaan ditandai dengan kulit keriput , gigi
ompong , penurunan penglihatan , penurunan pendengaran dan kelemahan
fungsi fisik.
3.2 Koping Individu Inefektif
3.2.1 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian teknik mengenai respon individu,
keluarga, komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
aktual maupun potensial (NANDA, 2001 dikutip oleh Keliat, 2006).
Dari pengkajian seluruh komponen konsep diri dapat disimpulkan masalah
keperawatan, yaitu;
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Gangguan harga diri: harga diri rendah situasional atau kronik


Gangguan citra tubuh
Ideal diri tidak realitas
Gangguan identitas personal
Perubahan penampilan peran
Ketidakberdayaan
Isolasi sosial: menarik diri
Resiko perilaku kekerasan

3.2.2 Tindakan Keperawatan


Tindakan pada gangguan konsep diri
Focus tindakan adalah pada tingkat penilaian kognitif pada kehidupan, yang
terdiri dari persepsi, keyakinan dan kepribadian. Kesadaran klien akan emosi dan
perasaan nya juga hal yang penting. Setelah mengevaluasi penilaian kognitif dan
kesadaran perasaan, klien menyadari masalah dan kemudian merubah prilaku.
Prinsip asuhan yang diberikan adalah pemecahan masalah yang terlihat dari
kemajuan klien meningkat ke tingkat berikutnya
15

3.2.3 Perencanaan
Perencanaan tindakan keperawatan menurut Keliat (2006) terdiri dari tiga aspek
yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan.
1. Gangguan harga diri; harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra
tubuh.
a. Diagnosa Keperawatan:
Perubahan penampilan peran berhubungan dengan harga diri rendah.
Tujuan umum: Klien dapat menunjukkan peran sesuai dengan tanggung
jawabnya.
Tujuan khusus:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
b.
1)

Klien dapat membangun hubungan saling percaya dengan perawat


Dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Klien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Klien dapat mengatur (merencanakan) kegiatan sesuai yang dimilki
Klien melakukan tindakan sesuai dengan kondisi sakit dan kemampuan
Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan Keperawatan.
Bina hubungan saling percaya
Salam terapeutik
Perkenalkan diri
Jelaskan tujuan interaksi
Ciptakan lingkungan yang tenang.
Buat kontrak yang jelas (apa yang dilakukan / bicarakan, waktu)
2) Beri kesempatan unutk mengungkapkan perasaan (apa yang dilakukan /
bicarakan, waktu)
a) Sediakan waltu untuk mengungkapakan tentang penyakit yang diderita.
b) Katakan pada klien bertambah satu orang yang berharga dan bertanggung
jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
c) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimilki pasien. Dapat di
mulai bagian tubuh yang masih berfungsi dengan baik, kemampuan lain
yang dimilki oleh klien, aspek positif (keluarga lingkungan) dimilki
klien.Jika klien tidak mampu mengidentifikasi, maka oleh perawat
memberi "reinforcement "terhadap aspek positif klien
d) Setiap bertemu klien, hindarkan memberi asesmen negative.utamakan
memberikan pujian realistis.

16

e) Diskusikan kemampuan klien kemampuan yang masih dapat digunakan


selamam sakit. Misalnya: penampilan klien dalam " self care "latihan dan
ambulasi serta aspek asuhan terkait dengan gangguan fisik yang dialami
oleh klien.
f) Diskusikan pada kemampuan yang dapat dilanjutkan pengguanannya
setelah pulang sesuai dengan kondisi pasien.
g) Rencanakan bersama oleh aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan: kegiatan mandiri, kegiatan bantuan sebagian, kegiatan yang
membutuhkan bantuan total
h) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi klien.
i) Beri kesempatan cara pelaksanaan kegiatan yang bisa klien lakukan
(sering klien takut melakukannya)
j) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
k) Beri pujian pada keberhasilan klien.
l) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
m) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien harga
diri rendah.
n) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
Hasil yang diharapkan:
a) Klien menungkapkan perasaanya terhadap penyakit yang diderita.
b) Klien menyebutkan aspek dan kemampuan dirinya (fisik, intelektual,
sistem pendukung).
c) Klien berperan serta dalam perawatan dirinya.
d) Percaya diri klien dengan mengatur keinginan atau tujuan yang realistis.
2. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra tubuh
Tujuan umum: Klien menunjukkan peningkatan harga diri
Tujuan khusus:
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Klien dapat meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya.


Klien mengidentifikasi perubahan citra tubuh.
Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimilki.
Klien dapat menerima realita perubahan struktur, bentuk atau fungsi tubuh.
Klien dapat menyusun cara-cara menyelasaikan masalah yang dihadpi.
Klien dapat melakukan tindakan pengembalian integritas tubuh.

Tindakan keperawatan

17

1) Bina hubungan perawat yang terpeutik


Salam terapeutik
Komunikasi terbuka, jujur dan empati.
Sediakan waktu untuk mendengarkan klien. Beri kesempatan untuk

mengungkapkan perasaan klien terhadap perubahan tubuh.


Lakukan kontrak untuk program arahan keperawatan / pendapatan

kesehatan, dukungan dan konseling.


Diskusikan perubahan struktur tubuh dan fungsi tubuh
Observasi ekspresi klien pada saat berbicara.
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yamng dimilki (tubuh,

intelektual, keluarga) oleh klien diluar perubahan yang terjadi.


Beri pujian terhadap aspek yang positif dan kemampuan yang masih

dimilki klien.
Dorong klien untuk merawat diri dan berperan serta dalam asuhan

keperawatan secara bertahap.


Libatkan klien dalam kelompok klien dengan masalah gangguan citra

tubuh.
Tingkatkan dukungan keluarga terutama pasangan.
Diskusikan cara-cara ( booklet, leaflet ) sebagai sumber informasi yang
dapat dilakukan untuk mengurangi dampak perubahan struktur, bentuk dan

fungsi tubuh.
Dorong klien memilih cara yang sesuai untuk klien.
Bantu klien melakukan cara yang dipilih
Bantu klien mengurangi perubahan citra tubuh. Misalnya protesa untuk

bagian tubuh bertemu tongkat.


Rehabilitas bertahap bagi klien

Hasil yang harapkan:

Klien dapat menerapkan perubahan


Klien memiliki beberapa cara mengatasi perubahan yang terjadi.
Klien beradaptasi dengan cara yang dipilh dan digunakan.

3.2.4 Implementasi
Menurut Keliat (2006), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama
yang aktual dan mengancam integritas klien beserta lingkungannya.Sebelum
melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu
18

memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai


dengan kondisi klien pada saat ini ( here and now ).Hubungan saling percaya
antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan.
3.2.5 Evaluasi
Evaluasi menurut Keliat (2006) adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai
efek dari tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus
pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi
dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan
tiap selesai melakukan tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang
dilakukan dengan membandingkan respons klien dengan tujuan yang telah
ditentukan.
3.3 Koping Keluarga Inefektif
3.3.1 Diagnosis keperawatan
Berdasarkan data yang didapat melalui wawancaradan observasi, perawat dapat
merumusakan diagnosis keperawatan pada keluarga sebagai koping keluarga tidak
efektif
3.3.2 Tindakan keperawatan
Tujuan tindakan keperawatan untuk keluarga:
1. Mendiskusikan masalah yang dihadapai keluarga
2. Mengidentifikasi koping yang dimiliki keluarga
3. Mendiskusikan tindakan dan koping yang dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah
4. Mendiskusikan alternative koping atau cara penyelesaian masalah yang
baru
5. Melatih menggunakan koping atau cara mengatasi masalah yang baru.
6. Mengevaluasi kemampuan keluarga menggunakan koping yang efektif.
Tindakan yang harus dilakukan

19

1. Bina hubungan saling percaya. Tindakan yang dapat dilakukan dalam


rangka membina hugungan saling percaya adalah:
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Berjabat tangan sambil mengenalkan nama
c. Menjelaskan tujuan interaksi
d. Membuat kontrak, waktu, tempat setiap kali pertemuan dengan
keluarga.
2. Identifikasi masalah yang dihadapi oleh keluarga, meliputi asal maslah,
jumalh, sifat, dan waktunya.
3. Diskusikan koping atau upaya yang bisa dilakukan keluarga
a. Mekanisme koping yang selalu digunakan untuk menghadapi suatu
maasalah
b. Mengungkapkan perasaan setelah menggunakan koping yang biasa
digunakan.
4. Diskusikan alternative koping
a. Keterbukaan dalam keluarga, membahas masalah yang dihadapi dalam
keluarga, membahas cara-cara menyelesaikan masalah dan membagi
tugas menyelesaikan masalah
b. Melakukan kegiatan yang disukai (olahraga, jalan-jalan, dll) untuk
c.
d.
e.
f.

mengembalikan energy dan semangat (break sesaat)


Mencari dukungan social yang lain
Memohon pertolongan pada tuhan
Melatih keluarga untuk menggunakan koping yang efektif
Mengevaluasi kemampuan keluarga menggunakan koping yang
efektif.

20

BAB IV
CONTOH KASUS
4.1 Contoh kasus
Keluarga bapak A mengalami masalah dalam keluarganya sejak kejadian tsunami
dan gempa. Bapak A sendiri merasa tidak berdaya menghadapi kenyataan kondisi
rumah dan tempat usahanya habis dilanda tsunami. Bapak A sering merasa
bersalah melihat kondisi keluarganya saat ini karena ia belum menemukan usaha
yang tepat. Istrinya sering mengeluh pusing tanpa sebab yang jelas. Bapak A
sering merasa meinder membandingkan keluarga dengan keluarga yang lain yang
sama-sama korban, tetapi bapak A merasa orang lain tidak sepasrah kondisi
dirinya. Dua anak bapak A terpakasa tidak dilanjutkan pendidikan karena belum
ada biaya.
a. Diagnosa keperawatan
Koping keluarga tidak efektif
b. Tindakan keperawatan
1) Mengidentifikasi masalah yang dihadapai keluarga
2) Membantu keluarga untuk mengidentifikasi koping yang dimiliki dan
digunakan
3) Memberi pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang cara-cara
penyeleasaian masalah
c. Evaluasi
1) Subjektif
Bapak mengatakan Perasaannya tidak nyaman dan merasa bersalah kepada
keluarga. Karena merasa bersalah dirinya jadi sering marah kepada istri
dan anak. Anak pasien yang kedua meninggal di banda aceh saat bencana
tsunami datang. Cara baru yang bisa dilakukan adalah bicara terbuka,
mendekatkan diri pada Allah, break, dan mencari dukungan social
2) Objektif
Ekspresi murung, bicara dan kontak mata seperlunya
d. Analisis
Masalah belum teratasi

21

e. Perencanaan
Mengajarkan latihan bicara terbuka

22

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Bahwa salah satu kunci keberhasilan hidup kita adalah bagaimana kita dapat
mengembangkan konsep diri positif. Konsep diri positif ini seperti sebuah sistem
operasi

yang

mempengaruhi

mental

dan

kemampuan

berpikir

positif

seseorang. Konsep diri positif ini dapat masuk ke dalam pikiran seseorang dan
memiliki bobot pengaruh yang besar terhadap kemampuan menerima dan
mempersepsikan setiap pesan yang datang. Semakin positif konsep diri seseorang,
maka akan semakin mudah menangkap dan mempersepsikan setiap pesan yang
datang menjadi sebuah pesan yang positif. Demikian pula sebaliknya.
Konsep diri positif memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan
keberhasilan hidup seseorang. Karena konsep diri positif dapat mempengaruhi
pola pikir dan tindakan seseorang menjadi positif dalam kehidupannya.Hasilnya
adalah karakter pribadi positif yang menjadi modal untuk kesuksesan hidup.

23

DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna. Dkk. 2007. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Purwaningsih, Wahyu. Ina Karlina. 2010. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.

24

Anda mungkin juga menyukai