Anda di halaman 1dari 21

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Stroke


Stroke berdasarkan definisi WHO adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat
akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskuler.3 Sebagian besar stroke disebabkan tersumbatnya aliran darah otak yang
menyebabkan iskemiknya jaringan otak, hanya sekitar 13% penderita stroke termasuk dalam
kategori stroke hemoragik.11,12
Terdapat 2 jenis stroke hemoragik, perdarahan intraserebral dan perdarahan
subarachnoid. Perdarahan pada otak lainnya, epidural hematom dan subdural hematom.
Namun perdarahan otak ini disebabkan trauma kapitis.12
2.2. Epidemiologi Stroke
Menurut WHO, 15 juta orang menderita stroke setiap tahun. 5 juta dari penderita
tersebut meninggal, dan 5 juta lainnya mengalami disabilitas permanen. Stroke merupakan
penyebab kematian keempat di Amerika. Sejak tahun 2001 hingga 2011, angka kematian
stroke menurun 21,2%. Hal ini disebabkan usahausaha yang dilakukan untuk menurunkan
tekanan darah dan merokok. Akan tetapi, angka stroke secara keseluruhan masih tinggi
disebabkan populasi usia yang semakin meningkat usianya.13
Setiap tahun di Amerika Serikat, 795.000 orang mengalami stroke baru dan rekuren.
Pada tahun 2011, setiap 1 dari 20 kematian disebabkan oleh stroke. Setiap 40 detik, 1 orang
mengalami stroke, dan setiap 4 detik, 1 orang meninggal akibat stroke.14
Pada survey tahun 2005, 93% responden mengetahui bahwa rasa kebas pada
sebagian tubuh secara tiba-tiba merupakan salah satu gejala stroke. Hanya 38% yang
menyadari semua gejala stroke dan mencari pertolongan pertama.15 Telah diketahui bahwa
pasien yang tiba di ruang gawat darurat dalam waktu 3 jam sejak gejala pertama cenderung
untuk mempunyai lebih sedikit disabilitas dalam 3 bulan daripada yang menerima
pertolongan lebih lambat.16 Di Indonesia, prevalensi stroke meningkat dari 8,3 per 1.000
penduduk (tahun 2007) menjadi 12,1 per 1.000 penduduk (2013).17 Prevalensi stroke pada

pria sama banyaknya dengan wanita. Prevalensi penyakit stroke pada kelompok tertinggi
pada usia di atas 75 tahun (43,1).
2.3. Faktor Risiko Stroke Hemoragik
2.3.1.Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi
Usia, jenis kelamin, ras, etnis, dan keturunan diketahui merupakan pertanda risiko stroke.
Walaupun faktor risiko ini tidak dapat dimodifikasi, apabila diketahui adanya faktor risiko ini,
memungkinkan untuk diidentifikasinya pasien dengan risiko yang tinggi, sehingga dapat
dilakukan terapi yang lebih cepat terhadap faktor risiko yang dapat dimodifikasi.18
Usia merupakan faktor risiko tunggal yang berperan pada penyakit stroke. Setiap
kenaikan 10 tahun setelah usia 55 tahun, risiko stroke meningkat dua kali pada pria dan wanita.
Insidens stroke ditemukan 1,25 lebih banyak pada pria.18.19
Peningkatan insidens stroke dalam keluarga disebabkan karena beberapa hal, antara lain,
kecenderungan genetik, dan paparan lingkungan atau gaya hidup yang mirip. Pada penelitian
Framingham, menunjukkan bahwa riwayat dari ayah dan ibu berhubungan dengan peningkatan
risiko stroke.18 Risiko stroke juga meningkat apabila ditemukan saudara derajat satu mempunyai
penyakit jantung koroner atau stroke sebelum usia 55 tahun (laki-laki) atau 65 tahun (wanita).19
Riwayat seseorang pernah mengalami gejala stroke (TIA/Transient ischemic attack)
meningkatkan risiko 10 kali dibandingkan seseorang yang tidak memiliki riwayat stroke.
Riwayat penyakit jantung sebelumnya juga memiliki risiko yang sama.20
Pada usia tua, salah satu faktor risiko yang paling penting adalah adanya amiloid
angiopati. Amiloid angiopati serebral (CAA) disebabkan karena mutasi pada protein prekursor
amiloid atau gen protein sistatin C yang diturunkan dengan pola autosomal dominan. Amiloid
angiopati sering asimptomatik, tetapi merupakan penyebab penting terjadinya perdarahan
intraserebral lobaris pada pasien usia tua.21
2.3.2. Faktor Risiko yang Dapat Dimodifikasi
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi lainnya yang diketahui menyebabkan ICH adalah
hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, penggunaan kronik alkohol, kokain, antikoagulan, dan

terapi trombolitik. Adanya malformasi vaskular, aneurisma, vaskulitis, dan keganasan


intrakranial juga merupakan faktor risiko terjadinya stroke hemoragik.22-25
Hipertensi adalah faktor risiko yang paling kuat dan sering memicu ICH.18 Lebih
dari 12,7 juta penderita stroke juga menderita hipertensi.13 Pada kasus stroke hemoragik, sekitar
60% kasus ICH menderita hipertensi.26 Risiko ICH diketahui meningkat berhubungan dengan
tingkat tekanan darah sistolik. Hipertrofi ventrikel kiri juga berhubungan dengan peningkatan
stroke hemoragik sebanyak dua sampai tujuh kali.18
Rendahnya sosioekonomi, penyakit mental, dan stres psikososial juga merupakan faktor
risiko stroke. Sosioekonomi rendah diketahui berhubungan dengan peningkatan risiko stroke.
Depresi, adanya stres hidup kronik, dan gangguan panik meningkatkan risiko terjadinya stroke.
Obat-obatan lain seperti kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormon juga meningkatkan risiko
stroke.19 Faktor risiko lainnya, yaitu konsumsi alkohol, diketahui apabila konsumsi alkohol satu
hinggadua gelas per hari dapat menurunkan risiko sebanyak 30%. Namun, peminum berat dapat
merusak miokardium.19
Koagulopati yang menyebabkan perdarahan disebabkan karena kurangnya faktor
pembekuan atau adanya kelainan pada hepar. Koagulopati yang menyebabkan ICH biasanya
terjadi karena penggunaan antikoagulan, antagonist platelet, dan obat lainnya yang bersifat
antikoagulan.27 Tingginya kadar kolesterol total, LDL, dan trigliserida, dan rendahnya kadar
kolesterol HDL meningkatkan risiko stroke. Hal yang sama juga terjadi pada merokok. Merokok
secara pasif merupakan faktor risiko tambahan untuk stroke. Kurangnya aktivitas fisik akan
meningkatkan risiko stroke dan PJK sebanyak 50%.19
2.4. Patofisiologi Stroke Hemoragik
Aneurisma intrakranial merupakan lesi yang didapatkan pada 1-6% pemeriksaan
postmortem. Sebagian besar aneurisma ini tidak ruptur dan tetap tidak terdiagnosis. Sekitar
27.000 kasus perdarahan subarakhnoid baru akibat rupture aneurisma terjadi setiap tahun (sekitar
5-15%). Rupturnya aneurisma ini tidak diketahui secara jelas, namun berhubungan dengan
hipertensi dan merokok. Merokok dan hipertensi diketahui menyebabkan defek struktural dengan
menginduksi perubahan endovaskular, terutama di bagian tunika media, yang menyebabkan
kelemahan fokal pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan aneurysmal ballooning pada
bifurkasio arteri.28

Lokasi paling sering terjadinya aneurisma serebri pada daerah sekitar arteri kommunikans
anterior dan arteri serebri anterior, pada percabangan dekat arteri serebri media dan percabangan
antara arteri basiler dan arteri serebri posterior. Terjadinya perdarahan parenkim otak pada
aneurisma tersebut merupakan perdarahan intraserebral.29,30 Perdarahan intraserebral terdiri dari
tiga fase, (1) perdarahan awal, (2) ekspansi hematoma, dan (3) edema perihematom.31
Perdarahan awal terjadi karena ruptur arteri serebri yang disebabkan faktor risiko yang
telah disebutkan sebelumnya. Ekspansi hematoma terjadi beberapa jam setelah gejala awal
terjadi dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Ekspansi ini akan berlangsung beberapa
menit sampai beberapa jam. Ekspansi hematoma juga akan mengganggu integritas jaringan lokal
(cedera otak primer yang diakibatkan dari efek masa hematom).32,33

Cedera otak sekunder, sebagian besar, menyebabkan perdarahan intraparenkim otak dan
terjadi melalui beberapa mekanisme, seperti (1) sitotoksisitas darah, (2) hipermetabolisme, (3)
eksitotoksisitas, (4) penyebaran tekanan, dan (5) stress oksidatif dan inflamasi. Keseluruhan hal
ini pada akhirnya menyebabkan gangguan ireversibel neurovaskular dan diikuti dengan
gangguan sawar darah otak, dan edema yang diikuti kematian sel otak secara masif. Selain itu,
gangguan aliran keluar vena yang terobstruksi akan menginduksi pelepasan tromboplastin, yang
menyebabkan koagulopati.32
Lebih dari sepertiga pasien, terjadi ekspansi hematom yang disebabkan hiperglikemia,
hipertensi, dan antikoagulan. Ukuran awal hematom dan kecepatan penyebaran hematom
merupakan salah satu faktor prognostik untuk menentukan perburukan neurologis. Ukuran
hematoma > 30 ml berhubungan dengan tingginya mortalitas.35 Diikuti penyebaran hematoma,
edema serebri terbentuk sekitar hematoma yang disebabkan inflamasi dan gangguan sawar darah
otak. Edema peri-hematoma ini merupakan penyebab utama terjadi perburukan neurologis dan
terus berkembang hingga beberapa hari sejak perdarahan awal.31,32

Perdarahan intraserebral mempunyai daerah predileksi pada otak seperti talamus,


putamen, serebelum, dan batang otak. Selain daerah otak yang rusak karena perdarahan, otak
sekeliling dapat rusak karena tekanan yang disebabkan efek masa hematom. Peningkatan tekanan
intrakranial dapat terjadi.30
Pada sekitar 40% kasus ICH, perdarahan menyebar sampai ventrikel serebri
menyebabkan perdarahan intraventrikel. Perdarahan intraventrikel dapat menyebabkan
hidrosefalus obstruksi dan memperburuk prognosis. ICH dan edema yang terjadi dapat
mengganggu dan menekan jaringan sekitar. Hal ini yang menyebabkan gangguan neurologis. 36
Tergesernya parenkim otak dapat meningkatkan tekanan darah intrakranial dengan menyebabkan
sindroma herniasi.37
Patofisiologi Perdarahan Subarakhnoid
Proses patologis yang terjadi pada PSA adalah terjadi pecahnya darah arteri secara
tiba-tiba yang terjadi pada ruang subarakhnoid atau ke bagian otak. Pada perdarahan
subarakhnoid, perdarahan disebabkan dari aneurisma Berry pada salah satu arteri pada dasar
otak, sekitar sirkulus Willis.34

Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada percabangan arteri-arteri
besar. Penyebab lain adalah malformasi arterivena atau tumor. Efek patologis dari perdarahan
subarakhnoid bersifat multifokal. Pada PSA, terjadi iritasi meningens yang mengakibatkan
peningkatan TIK dan mengganggu autoregulasi serebri. Gangguan ini dapat terjadi dengan
adanya

vasokonstriksi akut,

agregasi

platelet

mikrovaskular, dan hilangnya

perfusi

mikrovaskular serebri yang menyebabkan penurunan aliran darah otak dan iskemik serebri.30,34
2.5. Diagnosis Stroke Hemoragik
Perdarahan intraserebral merupakan kegawatdaruratan. Diagnosis dan manajemen yang
cepat diperlukan karena perburukan terjadi pada beberapa jam setelah onset serangan. Lebih dari
20% pasien akan mengalami penurunan GCS > 2 poin sebelum tiba pada pelayanan kesehatan
gawat darurat dan penilaian awal pada ruang gawat darurat. Apabila terjadi penurunan kesadaran
sebanyak 6 poin pada pasien prehospital, telah diketahui angka mortalitasnya > 75%. 18 Hal yang
perlu dilakukan adalah menentukan apakah stroke yang diderita adalah stroke infark atau
hemoragik. Pembuatan diagnosis stroke iskemik atauperdarahan di pusat neurologis tidak sulit
karena adanya CT-Scan, tetapi karena alat ini hanya dijumpai pada kota besar, maka diagnosis
harus dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis.38
2.5.1. Anamnesis
Hal yang harus diketahui adalah mengenai onset gejala, apakah gejala dialami pada saat
pasien sedang beraktivitas, bagaimana perjalanan gejala, faktorfaktor risiko yang ada pada
pasien, berapa kali serangan telah dialami oleh penderita. Apakah serangan disertai nyeri kepala,
mual dan muntah.38 Hal lain yang perlu ditanyakan juga adalah apakah pasien mengalami
kesemutan separuh badan, gangguan penglihatan, apakah terjadi penurunan intelektualitas, dan
riwayat pemakaian obat sebelumnya. Riwayat trauma juga perlu ditanyakan.30,38
2.5.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi tanda vital, pemeriksaan umum meliputi kepala,
jantung, paru, abdomen, dan ekstremitas. Pemeriksaan kepala dan leher (cedera kepala akibat
jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda distensi vena jugular pada gagal jantung kongestif.)10
Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama pemeriksaan saraf
kranialis, rangsang selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara jalan, refleks koordinasi,

sensorik, dan fungsi kognitif. Skala stroke yang digunakan adalah NIHSS (National Institutes of
Heart Stroke Scale). Hipertensi (tekanan darah sistolik di atas 220 mmHg) biasanya ditemukan
pada stroke hemoragik. Tekanan darah awal yg tinggi berhubungan dengan kerusakan neurologis
dini. Hal yang sama juga berlaku pada demam.10,30
Onset akut defisit neurologis, perubahan kesadaran atau status mental lebih sering
ditemukan pada stroke hemoragik. Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan intrakranial.
Meningismus dapat juga terjadi karena darah pada ruang subarakhnoid.38
Defisit Fokal Neurologis
Defisit neurologis yang terjadi tergantung daerah otak yang terlibat. Apabila terkena pada
hemisfer yang kiri, sindroma berikut dapat terjadi: 30
1. Hemiparesis kanan
2. Kehilangan sensorik pada bagian kanan tubuh
3. Kecenderungan melihat pada sebelah kiri
4. Kehilangan lapangan pandang sebelah kanan
5. Afasia
-

Apabila terjadi pada hemisfer sebelah kanan, terjadi hal sebaliknya dari yang telah

disebutkan di atas.
Apabila perdarahan terjadi pada serebellum, pasien berisiko tinggi terjadi herniasi dan
kompresi batang otak. Herniasi akan menyebabkan penurunankesadaran yang cepat dan

mengakibatkan apnea dan kematian.30


Tanda lain dari perdarahan pada serebelum atau batang otak dapat berupa ataxia, vertigo
atau tinitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis, kehilangan fungsi sensorik
sebagian tubuh atau keempat ekstremitas, gangguan sensorik pada separuh tubuh atau
keempat ekstremitas, kelemahan orofaringeal atau disfagia, crossed signs (wajah ipsilateral
dan badan kontralateral).30
Sindrome stroke lainnya berhubungan dengan perdarahan intraserebral, bervariasi

mulai dari nyeri kepala ringan sampai gangguan neurologis. Perdarahan serebri pada onset awal
dapat menimbulkan kejang.30
Tabel 2.1. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik38
Gejala
Permulaan

Stroke hemoragik
Sangat akut

Stroke iskemik
Sub akut

Waktu serangan
Peringatan sebelumnya
Nyeri kepala
Muntah
Kejang
Penurunan kesadaran
Bradikardi
Perdarahan di retina
Papiledema
Kaku kuduk, kerning, brudzinsky
Ptosis
Lokasi

Aktifitas
++
++
++
++
+++ (dari hari I)
++
+
++
++
Subkortik

Bangun pagi
++
+/+ (hari ke 4)
Kortik/subkortik

Tabel 2.2. Perbedaan Perdarahan Intraserebral dan Perdarahan Subarakhnoid38


Gejala
Nyeri kepala
Kaku kuduk
Kerning
Gangguan N. III dan N.IV
Kelumpuhan
Cairan serebrospinal
Hipertensi

Perdarahan intraserebral
++
+
+
+ (bila besar )
Biasanya hemiplegi
Eritrosit >1000
++

Perdarahan subarachnoid
+++
+++
+++
+++
Hemiparesis
Eritrosit >2500
-

2.5.3. Pemeriksaan Penunjang


Gejala stroke yang ditandai dengan nyeri kepala hebat, muntah, tekanan darah sistolik >
220 mmHg, defisit neurologis fokal, gangguan kesadaran, dan onset secara tiba-tiba diasumsikan
merupakan stroke hemoragik.39 Untuk membedakan perdarahan atau iskemik dan penyebab
gangguan neurologis yang lain, pemeriksaan neuroimaging stroke yang merupakan gold standard
adalah CTScan atau MRI.38
Tingginya angka perburukan neurologis setelah ICH untuk mengetahui apakah
perdarahan aktif dapat berlanjut selama beberapa jam setelah onset. CT-Scan dapat memberikan
informasi mengenai lokasi, ukuran infark atau perdarahan, apakah perdarahan dapat menyebar ke
ruang intraventrikular, serta membantu perencanaan operasi.31-33 Di antara pasien yang
diperiksa head CT dalam 3 jam setelah onset ICH, 28-38% mengalami ekspansi hematoma.
Ekspansi hematom diketahui merupakan perburukan klinis dan peningkatan morbiditas dan
mortalitas.31
Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan infark pada fase akut dalam beberapa saat

setelah serangan yang dengan pemeriksaan CT-Scan belum terlihat. Sedangkan pemeriksaan
MRI pada perdarahan intraserebral baru dapat terdeteksi setelah beberapa jam pertama
perdarahan. Pemeriksaan ini rumit serta memerlukan waktu lama sehingga kurang digunakan
pada stroke perdarahan akut. 38,40
Angiografi dilakukan pada kasus yang selektif terutama pada perdarahan intraserebral
non hipertensi, perdarahan yang letaknya atipis. Untuk mencari kemungkinan AVM, aneurisma
atau tumor sebagai penyebab perdarahan intraserebral.38
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah darah lengkap, elektrolit, kadar
ureum, kadar kreatinin, dan glukosa. Kadar kreatinin yang tinggi berhubungan dengan adanya
ekspansi hematom. Kadar glukosa yang tinggi juga menunjukkan adanya ekspansi hematoma
dan prognosis yang lebih buruk.31,40 Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk menentukan
keadaan hematologi yang mempengaruhi stroke, misalnya anemia atau polisitemia.38,41 Selain
itu, kadar gula darah diperiksa untuk mengetahui adanya DM. Tingginya kadar gula darah
berkaitan dengan angka kecacatan dan kematian. Kadar gula darah diperiksa juga untuk
menyingkirkan hipoglikemia yang memberikan gambaran klinik menyerupai stroke. 38
Pemeriksaan elektrolit serum untuk memeriksa osmolaritas serum yang berkaitan
dengan dehidrasi dan pemberian osmoterapi pada penderita stroke dengan peningkatan tekanan
intrakranial. Faal hemostasis seperti jumlah trombosit, waktu protrombin, dan tromboplastin
(aPTT) diperlukan untuk pemakaian obat antikoagulan dan trombolitik. 38
Pemeriksaan elektrokardiografi untuk mengetahui adanya iskemik dan aritmia jantung
atau penyakit jantung lainnya untuk menilai fungsi jantung. 39 Foto toraks digunakan untuk
menilai besar jantung ataupun adanya edema paru.38 Pemeriksaan lain yang diperlukan pada
keadaan tertentu seperti tes faal hati, saturasi oksigen, analisa gas darah, toksikologi, kadar
alkohol dalam darah, pungsi lumbal (apabila dugaan kuat perdarahan subarakhnoid, tetapi
gambaran CT scan normal), elektroensefalografi (terutama pada paralisis Todd).38
Untuk membedakan stroke iskemik akut dan stroke perdarahan, jika sarana
memungkinkan, dapat menggunakan sistem skoring Siriraj Stroke Score.38

Rumus Siriraj Stroke Score

tidak

(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan darah diastolik)
(3 x tanda ateroma) 12
Skor < -1 menunjukkan kemungkinan stroke iskemik
Skor > 1 menunjukkan kemungkinan stroke perdarahan
Catatan:
Derajat kesadaran: sadar = 0
Mengantuk/stupor = 2
Koma/semikoma = 2
Nyeri kepala: Tidak ada nyeri kepala = 0
Nyeri kepala = 1
Tanda ateroma: Tidak ada tanda ateroma = 0
Tanda ateroma
(diabetes, angina, penyakit arteri perifer) = 1
2.6. Diagnosis Banding
Diagnosis banding stroke hemoragik adalah stroke iskemik. Perbedaan klinisnya
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Kejang lebih sering ditemukan pada stroke iskemik dan terjadi pada 28% stroke
hemoragik. Pada perdarahan subarakhnoid perdarahan mengiritasi meningens. Hal ini
menyebabkan gejala nyeri kepala hebat yang tiba-tiba dan kaku kuduk. Sering juga dijumpai
adanya kehilangan kesadaran sementara pada saat perdarahan terjadi. Onset yang terjadi secara
tiba-tiba ini yang membedakan perdarahan subarakhnoid dari nyeri kepala dan kaku kuduk dari
meningitis, yang terjadi dalam beberapa jam. Migren terkadang dapat menyebabkan nyeri kepala
hebat secara tiba-tiba tetapi tanpa kaku kuduk.34
Perdarahan intraserebral pada bagian kapsula interna akan menyebabkan gangguan berat
pada motorik, sensorik, dan gangguan penglihatan pada sisi kontralateral tubuh (hemiplegia,
hemianestesi, dan hemianopia homonim). Pada pons, kehilangan fungsi motorik dan sensorik
pada keempat ekstremitas, berhubungan dengan gangguan fungsi batang otak. Perdarahan pada
pons merupakan perdarahan dengan tingkat mortalitas yang sangat tinggi. Perdarahan pada
sistem ventrikular, baik berasal dari perdarahan subarakhnoid atau intraserebral, merupakan
pertanda prognosis yang buruk. Apabila terjadi, perdarahan ini sering menyebabkan kematian
dalam waktu beberapa jam setelah perdarahan.34
2. 11

Penatalaksanaan Stroke Hemoragik

A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat


1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang
B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik 1

Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis
yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor
VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang
normal.
Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.
Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant, tapi
tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation 1
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh frozen
plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan
FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90g/kg pada pasien PIS yang memakai warfarin
dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus tetap diikuti
dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa
jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin
diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya
gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi
platelet, atau keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat
dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap kontroversial.
Tidak dioperasi bila: 1
Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
Dioperasi bila: 1

Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau


kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus secepatnya
dibedah.
PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda dengan
perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.
B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid
1. Pedoman Tatalaksana 1
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan
lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan
neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif: 1
Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat
darurat.
Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas yang
adekuat.
Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian
status neurologi.
2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1

a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak
direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun kedua
hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada keadaan
klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya vasospasme atau
memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.
3. Operasi pada aneurisma yang rupture 1
a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang setelah
rupture aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA, banyak
penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak berbeda dengan
operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien dengan grade yang
lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi
yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk perdarahan
ulang.
4. Tatalaksana pencegahan vasospasme 1
a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara oral
60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti memperbaiki
deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang
diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan cerebral
perfusion pressure sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat
vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien
yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-pasien
yang gagal dengan terapi konvensional.

e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:


Pencegahan vasospasme:
Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
Jaga keseimbangan cairan.
Delayed vasospasm:
Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14
mmHg.
Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
Berikan Dobutamine 2-15 g/kg/menit.
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering
dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan
dosis 6-12g/hari.1
6. Antihipertensi 1
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik (TDS)
tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum tindakan
operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari 90
mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan
memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan menurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang mungkin
terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi

Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan
NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan
tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg dalam
200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena menyebabkan
hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan hiponatremi.1
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin timbul
kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media, kesadaran yang
tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang,
diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis 100
mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis terbagi.
Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang1.
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang tidak
kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai faktorfaktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri
media1.
9. Hidrosefalus1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama. Kejadiannya
kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase eksternal
ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer atau
permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
10. Terapi Tambahan 1

a. Laksansia (pencahar) diperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah


trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression devices.
b. Analgesik:
Asetaminofen -1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
Tylanol dengan kodein.
Hindari asetosal.
Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:

Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.

Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.

Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.

Propofol 3-10 mg/kg/jam.

Cegah terjadinya stress ulcer dengan memberikan:

Antagonis H2

Antasida

Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.

Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.

Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.


2. 12

Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik


Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan

pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan deteoriasi pada
24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan
perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3
jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan
kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang
telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen.2
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta ukuran
dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan prognosis

yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan
pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga
sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang
berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan
tingkat mortilitas yang tinggi.2
2. 13

Pencegahan Stroke Hemoragik

Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi
berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi
yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1

Mengatur pola makan yang sehat


Melakukan olah raga yang teratur
Menghentikan rokok
Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
Memelihara berat badan yang layak
Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor

risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi
seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.1

DAFTAR PUSTAKA
1. Van der Worp, HB & van Gijn, J. 2007. Acute Ischemic Stroke. N Engl J Med 357: 572-579.
2. World Health Organization (WHO). 2004. Atlas Country Resources for Neurological
Disorders 2004. Department of Mental Health and Substance Abuse, World Health Organization.
Available

from:

http://www.who.int/mental_health/neurology/epidemiology/en/index.html.

[Accessed 15 March 2015].


3. Sjahrir H. 2003. Stroke Iskemik. Medan: Yandira Agung; 1.
4. Lipska K, Sylaja PN, Sarma PS, Thankappan KR, Kutty VR, Vasan RS, et al. 2007. Risk
Factors for Acute Ischaemic Stroke in Young Adults in South India. J Neurol Neurosurg
Psychiatry, 78(9): 959-963.
5. Langhome P, Denis M. 1998. Stroke Units: An Evidence Based Approach. BMJ publishing
group.
6. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline
Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
7.

American

Stroke

Association.

2013.

Hemorrhagic

Stroke.

Available

http://www.strokeassociation.org/STROKEORG/AboutStroke/TypesofStro

from:
31

ke/HemorrhagicBleeds/Hemorrhagic-Strokes- Bleeds_UCM_310940_Article.jsp. [Accessed 16


March 2015].
8. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta:
Kementrian Kesehatan. 18. Sacco RL, Benjamin EJ, Broderick JP, Dyken M, Easton D, Feinberg
WM, et al. Risk Factors. Stroke 1997; 28: 1507-1517.
9.

WHO.

2003.

Risk

Factors.

Available

from:

http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/cvd_atlas_03_risk_factors. pdf . [Accessed 15


March 2015].
10.

American

Heart

Association.

2012.

Stroke

Risk

Factors.

Available

from:

http://www.strokeassociation.org/STROKEORG/AboutStroke/UnderstandingRisk/UnderstandigStroke-Risk_UCM_308539_SubHomePage.jsp .[Accessed 15 March 2015].


11. Mullins ME, Lev MH, Schellingerhout D, Gonzalez RG, Schaefer PW. Intracranial
hemorrhage complicating acute stroke: how common is hemorrhagic stroke on initial head CT
scan and how often is initial clinical diagnosis of acute stroke eventually confirmed?. AJNR Am
J Neuroradiol. Oct 2005;26(9):2207-12.

12. Auer RN, Sutherland GR. Primary intracerebral hemorrhage: pathophysiology. Can J Neurol
Sci. Dec 2005;32 Suppl 2:S3-12.
13.
30. Liebeskind DS, Oconnor RE, Huff JS, Kirshner HS, Krause RS, LutsepHL. 2015.
Hemorrhagic

Stroke.

Available

from:

overview#showall. [Accessed 13 March 2015].

http://emedicine.medscape.com/article/1916662-

Anda mungkin juga menyukai