PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa
penyakit, yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di sel-sel neuron otak oleh karena terganggu fungsinya. Secara
umum masyarakat di Indonesia salah mengartikan munculkan kejang.
Akibatnya, penderita kejang sering dikucilkan. Padahal kejangi bukan
termasuk penyakit menular, bukan penyakit jiwa, bukan penyakit yang
diakibatkan ilmu klenik, dan bukan penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
Umumnya kejang mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam proses
kelahiran, luka kepala, pitam otak (stroke), tumor otak, alkohol. Kadangkadang, kejang juga karena genetika, infeksi baik di ekstracranial maupun di
intracranial. Tapi penyebab pastinya tetap belum diketahui. Meningitis
tergolong penyakit serius yang bermanifestasi kejang dan bisa mengakibatkan
kematian. Penderita meningitis yang bertahan hidup akan menderita kerusakan
otak sehingga lumpuh, tuli, epilepsi, retardasi mental.
Penyakit meningitis telah membunuh jutaan balita di seluruh dunia. Data
WHO menunjukkan bahwa dari sekitar 1,8 juta kematian anak balita di
seluruh dunia setiap tahun, lebih dari 700.000 kematian anak terjadi di negara
kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui penjeasan tentang Kejang
2. Untuk mengetahui penyakit yang berkaitan dengan skenario
3. Untuk mengetahui meningitis : definisi,etiologi,patofisiologi,manisfestasi
klinis,diferent diagnosis,penatalaksanaa,prognosis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SKENARIO
LBM 1
2.2 TERMINOLOGI
a. Kejang tonik klonik : Jenis kejang yang dimulai dengan fase tonik,yaitu
kontraksi otot yang terjadi pada otot secara tiba tiba yang menyebabkan
pasien
jatuh
dan
berbaring
kaku
selama
kurang
lebih
10-30
2.3 PERMASALAHAN
1. Mengapa pada skenario anak A panasnya tidak turun padahal sudah
diberikan paracetamol?
LBM 1
teroksidasi
menghambatnya
enzim
untuk
siklooksigenase
membentuk
senyawa
(COX),
sehingga
penyebab
inflamasi.
Paracetamol juga bekerja pada pusat pengaturan suhu pada otak. Tetapi
mekanisme secara spesifik belum diketahui. Parasetamol juga bekerja
sebagai antipiretik, yang berarti dapat memengaruhi bagian otak
(hipotalamus)
yang
mengatur
suhu
tubuh.Antipiretik
merupakan
komposisi yang umum terdapat pada obat pengurang demam dan nyeri
yang terkait dengan flu dan pilek. Paracetamol bekerja bukan pada sumber
inflamasi namun pada sistem saraf pusat untuk menurunkan suhu tubuh.
(WHO. Guidelines on the pharmacological treatment of persisting pain in
children with medical illness. France. 2012)
2. Hubungan sakit tenggorokan dengan kejang pada skenario
LBM 1
membaui,mengdengar
sesuatu
yang
abnormal),
yang
melepas
muatan
secara
berlebihan
dan
LBM 1
Asetilkolin
dan
norepinerprine
ialah
bersifat
inhibitif
terhadap
Pasca
Serangan
:
aktivitas
klien
lesu,
otot
sadar
nyeri
otot
terhenti
kembali
dan
sakit
kepala
parsial
Jenis
-
Sederhana
tidak
terdapat
gangguan
kesadaran.
LBM 1
2.
3.
Infantile Spasm :
4.
Focal motor :
Lesi pada lobus frontal.
5.
6.
Focal
Sensorik
1.
Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap norm
Dengan gejala motorik:
2.
Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh saja
Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh dan
tertentu.
Disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai arus bicara yang terhenti atau
LBM 1
3.
enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
Napas terlihat sesak dan jantung berdebar
Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat.
Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik
khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang
h)
individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat
i)
Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara
j)
menendang
k)
Gigi geliginya terkancing
LBM 1
l)
m)
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a)
CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada
otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral.
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas
pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak
yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan
b)
c)
d)
adanya infeksi).
Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran pengobatan
normal.
Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.
Penatalaksanaan medis ditujukan terhadap penyebab serangan. Jika
penyebabnya adalah akibat gangguan metabolisme (hipoglikemia, hipokalsemia),
perbaikan gangguan metabolism ini biasanya akan ikut menghilangkan serangan
itu.
LBM 1
10
Selama Kejang
Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
Mengamankan pasien di lantai jika memungkinka
Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam
c)
d)
e)
f)
lembut
Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk
pemberian pengobatan oleh dokter.
PENCEGAHAN
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan
untuk pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang
menggunakan obat antikonvulsi (konvulsi: spasma atau kekejangan kontraksi otot
yang keras dan terlalu banyak, disebabkan oleh proses pada system saraf pusat,
yang menimbulkan pula kekejangan pada bagian tubuh) yang digunakan
sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang
dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan
tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga
LBM 1
11
12
efek samping, maka dosis harus ditingkatkan. Bila perlu diberikan gabungan dari
2 atau lebih AED, bila tak mempan diberikan AED tingkat kedua.
2. Kejang Demam
1. Definisi
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih
dari 38,4oC tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit
akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya.(The
International League Againts Epilepsy (Commision on Epidemiology and
Prognosis, 1993)
2. Faktor Risiko
Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain
adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari
mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi,
perubahan keseimbangan caira dan elektrolit (Dewanto dkk,2009) .
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (1) riwayat kejang
demam dalam keluarga; (2) usia kurang dari 18 bulan; (3) temperatur tubuh saat
kejang. Makin rendah temperatur saat kejang makin sering berulang; dan (4)
lamanya demam. Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah
(1) adanya gangguan perkembangan neurologis; (2) kejang demam kompleks; (3)
riwayat epilepsi dalam keluarga; dan (4) lamanya demam (IDAI,2009)
Faktor Risiko Menjadi Epilepsi
-
LBM 1
13
usia 7 tahun
Dari 34% anak dengan satu faktor risiko, sebanyak 3 % akan menjadi
epilepsi, dan jika mempunyai 2 atau 3 faktor risiko, maka kejadian epilepsi
menjadi 13 %
4.
Faktor genetik
14
Jika kejang berlangsung kurang dari 15 menit( < 15 menit) bersifat umum
(kejang seluruh tubuh) dan tidak berulang dalam 24 jam
Jika kejang berlangsung lebih dari > 15 menit, atau fokal, & atau multipel
terjadi
pada
ambang
kejang
yang
rendah
sehingga
dalam
15
6. Manifestasi Klinis
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang
klonik atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah
beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit
neurologis. Kejang demam diikut i hemiparesis sementara (Hemeparesis Tood)
yang berlangsung beberapa jam sampai hari. Kejang unilateral yang lama dapat
diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama
lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Kejang berulang dalam 24
jam ditemukan pada 16% paisen (Soetomenggolo, 2000). Kejang yang terkait
dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh
(dalam) mencapai 39C atau lebih. Kejang khas yang menyeluruh, tonik-klonik
beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pascakejang. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan
penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik yang memerlukan pengamatan
menyeluruh (Nelson, 2000).
7.Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
LBM 1
16
8. Tatalaksana
Tiga hal yg perlu dikerjakan, yaitu:
LBM 1
17
1.
18
Pengobatan Profilaksis
& tdk lebih dari 5 kali atau ibuprofen 5-10 mg/kgbb/kali, 3-4 kali sehari
-
Anti kejang, diazepam oral dgn dosis 0,3 mg/kgbb/kali atau diazepam
rektal 0,5 mg/kgbb tiap 8 jam pd suhu tubuh >38,5C. Terdpt efek samping (2539%): ataksia, mengantuk, iritabel & hipotonia
Although antipyretics may improve the comfort of the child, they will not
prevent febrile seizures (AAP, 2008), AAP merekomendasikan untuk tidak
memberikan profilaksis intermiten apalagi profilaksis terus-menerus pada kejang
demam sederhana pertama atau yang berulang tanpa faktor risiko.
2. Profilaksis terus menerus
Pemberian profilaksis terus menerus pada anak dengan kejang demam
merupakan sebuah kontroversi. Sebagian besar penderita kejang demam prognosis
LBM 1
19
baik dan sangat rendahnya komplikasi yang diakibatkan oleh kejang demam serta
pertimbangan akan efektivitas dan efek samping obat anti konvulsan, pemberian
profilaksis terus menerus hanya diberikan secara individual atau pada kasus
tertentu saja.
Pengobatan jangka panjang HANYA diberikan jika kejang demam
menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu):
1.
2.
Kejang fokal
2.
3.
(IDAI, 2010)
Jenis obat untuk pengobatan jangka panjang:
1.
2.
LBM 1
20
Meningitis
Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges,lapisan yang
tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung,
disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara
akut dan kronis. (Harsono., 2003) Meningitis adalah infeksi yang menular. Sama
seperti flu, pengantar virus meningitis berasal dari cairan yang berasal dari
tenggorokan atau hidung. Virus tersebut dapat berpindah melalui udara dan
menularkan kepada orang lain yang menghirup udara tersebut. (Anonim., 2007)
-
Etiologi
Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas :Penumococcus,
LBM 1
21
Termasuk penyakit ringan. Gejalanya mirip dengan sakit flu biasa, dan umumnya
si penderita dapat sembuh sendiri. Frekuensi viral meningitis biasanya meningkat
di musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar
virus. Banyak virus
yang bisa menyebabkan viral meningitis. Antara lain virus herpes dan virus
penyebab flu.(Anonim., 2007)
Bacterial meningitis
Disebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan penyakit yang serius. Salah satu
bakterinya adalah meningococcal bacteria. Gejalanya seperti timbul bercak
kemerahan atau kecoklatan pada kulit. Bercak ini akan berkembang menjadi
memar yang mengurangi suplai darah ke organ-organ lain dalam tubuh dapat
berakibat fatal dan menyebabkan kematian. (Anonim., 2007)
Meningitis Tuberkulosis Generalisata
Gejala : demam, mudah kesal, obstipasi, muntah- muntah, ditemukan tanda-tanda
perangsangan meningen seperti kaku kuduk, suhu badan naik turun, nadi sangat
labil/lambat, hipertensi umum, abdomen tampak mencekung, gangguan saraf otak.
Penyebab : kuman mikobakterium tuberkulosa varian hominis.Diagnosis :
Meningitis Tuberkulosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan cairan otak,
darah, radiologi, test tuberkulin. (Harsono., 2003)
Meningitis Pirulenta
Gejala : demam tinggi, menggigil, nyeri kepala yang terus-menerus, kaku kuduk,
kesadaran menurun, mual dan muntah, hilangnya nafsu makan, kelemahan umum,
rasa nyeri pada punggung serta sendi.
Penyebab : Diplococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis,
Stretococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pneudomonas aeruginosa. 4Diagnosis :
dilakukan pemeriksaan cairan otak, antigen bakteri pada cairan otak, darah tepi,
elektrolit darah, biakan dan test kepekaan sumber infeksi, radiologik, pemeriksaan
EEG. (Harsono., 2003)
PATOFISIOLOGI
LBM 1
22
LBM 1
23
akibat kebocoran cairan dari pembuluh darah). Sejumlah besar sel darah putih
memasuki likuor serebrospinalis (LCS), menyebabkan radang pada meningen
sehingga timbul edema "interstisial" (pembengkakan akibat cairan antarsel).
Selain itu, dinding pembuluh darah sendiri mengalami peradangan (vaskulitis
serebral), yang menyebabkan menurunnya aliran darah dan jenis edema yang
ketiga, edema "sitotoksik". Ketiga bentuk edema serebral ini menyebabkan
meningkatnya tekanan intrakranial, bersama tekanan darah yang menjadi lebih
rendah yang biasa dijumpai pada infeksi akut, ini berarti bahwa darah akan
semakin sulit untuk memasuki otak, sebagai konsekuensinya sel-sel otak akan
kekurangan oksigen dan mengalami apoptosis (kematian sel otomatis).Telah
diketahui bahwa pemberian antibiotik pada awalnya bisa memperburuk proses
yang sudah diuraikan di atas, dengan meningkatkan jumlah produk membran sel
bakteri yang disebabkan oleh proses penghancuran bakteri. Tata laksana khusus,
seperti penggunaan kortikosteroid, ditujukan untuk mengurangi respon sistem
kekebalan tubuh terhadap fenomena ini.
MANIFESTASI KLINIS
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala,rasa ini dapat menjalar ke tengkuk
dan punggung,Tengkuk menjadi kaku,kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya
otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku
dalam sikap kepala
tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun. Tanda
Kernigs dan Brudzinky positif. (Harsono., 2003)
GEJALA
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta
virus apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang
tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita
merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta
penglihatan menjadi kurang jelas. Gejala pada bayi yang terkena meningitis,
biasanya menjadi sangat rewel, muncul bercak pada kulit, tangisan lebih keras dan
nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran
seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan.(Japardi, Iskandar., 2002)
LBM 1
24
DIAGNOSIS
Untuk menentukan diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium. Tes
ini memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum tulang
belakang diambil dengan proses yang disebut pungsi lumbal ( lumbar puncture
atau spinal tap). Sebuah jarum ditusukkan
pada pertengahan tulang belakang, pas di atas pinggul. Jarum menyedap contoh
cairan sumsum tulang belakang. Tekanan cairan sumsum tulang belakang juga
dapat diukur. Bila tekanan terlalu
tinggi, sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya tidak
terlalu menyakitkan. Namun setelah pungsi lumbal beberapa orang mengalami
sakit kepala, yang dapat
berlangsung beberapa hari. (Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken, et al., 2006)
PENATALAKSANAAN
Antibiotik
Berikan pengobatan antibiotik lini pertama sesegera mungkin.
atau
sefotaksim: 50 mg/kgBB/kali IV, setiap 6 jam.
LBM 1
25
Jika demam masih ada dan kondisi umum anak tidak membaik setelah 35 hari,
ulangi pungsi lumbal dan evaluasi hasil pemeriksaan CSS
Jika diagnosis belum jelas, pengobatan empiris untuk meningitis TB dapat
ditambahkan. Untuk Meningitis TB diberikan OAT minimal 4 rejimen:
pertama
Etambutol: 15-25 mg/kgBB/hari (maksimum 2500 mg) atau Streptomisin:
30-50 mg/kgBB/hari (maksimum 1 g) selama 2 bulan
Steroid
dilanjutkan
memungkinkan
dapat
tapering
diberikan
off.
Bila
pemberian
deksametason
dengan
oral
dosis
tidak
0.6
LBM 1
26
LBM 1
27
Di Brasil, angka meningitis bakterial lebih tinggi, yaitu 45,8 per 100,000 orang
setiap
tahun.Afrika
Sub-Sahara
sudah
mengalami
epidemik
meningitis
meningokokus yang luas selama lebih dari satu abad,sehingga disebut sabuk
meningitis. Epidemik biasanya terjadi dalam musim kering (Desember sampai
Juni), dan gelombang epidemik bisa berlangsung dua atau tiga tahun, mereda
selama musim hujan.Angka serangan dari 100800 kasus per 100.000 orang
terjadi di daerah ini,yang kurang terlayani oleh pelayanan medis. Kasus-kasus ini
sebagian besar disebabkan oleh meningokokus.Epidemik terbesar yang pernah
tercatat dalam sejarah melanda seluruh wilayah ini pada 19961997, yang
menyebabkan lebih dari 250.000 kasus dan 25.000 kematian.Epidemik penyakit
meningokokus terjadi di daerah-daerah di mana orang tinggal bersama untuk
pertama kalinya, seperti barak tentara selama mobilisasi, kampus perguruan
tinggidan ziarah Haji tahunan.Walaupun pola siklus epidemik di Afrika tidak
dipahami dengan baik, beberapa faktor sudah dikaitkan dengan perkembangan
epidemik di daerah sabuk meningits. Faktor-faktor itu termasuk: kondisi medis
(kerentanan kekebalan tubuh penduduk), kondisi demografis (perjalanan dan
perpindahan penduduk dalam jumlah besar), kondisi sosial ekonomi (penduduk
yang terlalu padat dan kondisi kehidupan yang miskin), kondisi iklim (kekeringan
dan badai debu), dan infeksi konkuren (infeksi pernafasan akut).Ada perbedaan
signifikan dalam distribusi lokal untuk kasus meningitis bakterial. Contohnya, N.
meningitides grup B dan C menyebabkan kebanyakan penyakit di Eropa,
sedangkan grup A ditemukan di Asia dan selalu menonjol di Afrika, di mana
bakteri ini menyebabkan kebanyakan epidemik besar di daerah sabuk meningitis,
yaitu sekitar 80% hingga 85% kasus meningitis meningokokus yang
didokumentasikan.
BAB IV
PENUTUP
LBM 1
28
4.1 KESIMPULAN
Dari hasil diskusi kelompok kami bahwa anak A pada skenario mengalami
meningitis,dimana meningitis adalah
meninges,lapisan yang tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf yang
disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara
akut dan kronis,ditandai dengan gejala yang paling umum adalah demam yang
tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita
merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta
penglihatan menjadi kurang jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Sylvia A Price, Lorraine M Wilson. 2003.Patofisiologi konsep klinis
proses-proses
EGC.
Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit :
EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arif.
dkk,
2000.
Kapita
Selekta
Kedokteran.
Media
Auskulapius, Jakarta
Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken., Lai, Susanna., and Braner, Dana. 2006.
Lumbar Puncture.The New England Journal of Medicine. 12 : 355
Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2
Quagliarello, Vincent J., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial
Meningitis. The New England Journal of Medicine. 336 : 708-16
LBM 1
29