Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa
penyakit, yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di sel-sel neuron otak oleh karena terganggu fungsinya. Secara
umum masyarakat di Indonesia salah mengartikan munculkan kejang.
Akibatnya, penderita kejang sering dikucilkan. Padahal kejangi bukan
termasuk penyakit menular, bukan penyakit jiwa, bukan penyakit yang
diakibatkan ilmu klenik, dan bukan penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
Umumnya kejang mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam proses
kelahiran, luka kepala, pitam otak (stroke), tumor otak, alkohol. Kadangkadang, kejang juga karena genetika, infeksi baik di ekstracranial maupun di
intracranial. Tapi penyebab pastinya tetap belum diketahui. Meningitis
tergolong penyakit serius yang bermanifestasi kejang dan bisa mengakibatkan
kematian. Penderita meningitis yang bertahan hidup akan menderita kerusakan
otak sehingga lumpuh, tuli, epilepsi, retardasi mental.
Penyakit meningitis telah membunuh jutaan balita di seluruh dunia. Data
WHO menunjukkan bahwa dari sekitar 1,8 juta kematian anak balita di
seluruh dunia setiap tahun, lebih dari 700.000 kematian anak terjadi di negara
kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui penjeasan tentang Kejang
2. Untuk mengetahui penyakit yang berkaitan dengan skenario
3. Untuk mengetahui meningitis : definisi,etiologi,patofisiologi,manisfestasi
klinis,diferent diagnosis,penatalaksanaa,prognosis.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SKENARIO

LBM 1

ANAKKU SERING MENGANTUK


Anak A, laki laki usia 7 tahun dibawa ibunya ke IGD RSUD karena
tidak sadar setelah dirumah mengalami kejang tonik klonik selama 30
menit.Dua hari sebelumnya anak A mengalami panas tinggi yang tidak turun
turun walaupun sudah diminumkan paracetamol. Seminggu yang lalu anak A
memang dibawa ke dokter Puskesmas berobat karena sakit radang
tenggorokan.Anak A juga sering mengeluh pada ibunya jika ia merasa pusing,
kadang sampai mual dan muntah,iritabilitas juga dialami dalam dua hari ini.
Orang tuanya mengira anaknya kelelahan karena anak A sering maen bola
sampai tidak kenal waktu.

2.2 TERMINOLOGI
a. Kejang tonik klonik : Jenis kejang yang dimulai dengan fase tonik,yaitu
kontraksi otot yang terjadi pada otot secara tiba tiba yang menyebabkan
pasien

jatuh

dan

berbaring

kaku

selama

kurang

lebih

10-30

detik,kemudian dilanjutkan dengan fase klonik dimana otot mulai


mengalami kaku dan relaks secara bergantian,dapat juga terjadi
inkontinensia urin berlangsung kurang lebih 2 -3 menit.
b. Iritabilitas : Kemampuan menanggapi rangsangan
c. Kejang : Gerakan otot tubuh secara mendadak yang tidak disadari baik
dalam bentuk kronik atau tonik dengan atau tanpa disertai hilangnya
kesadaran.( Consensus Statement on Febrile Seizures (1980).

2.3 PERMASALAHAN
1. Mengapa pada skenario anak A panasnya tidak turun padahal sudah
diberikan paracetamol?

LBM 1

2. Apa hubungan sakit tenggorokan dengan kejang tonik klonik ?


3. Penyakit apa yang mungkin terjadi pada anak A di skenario ? jelaskan !
2.4 PEMBAHASAN
1. Cara kerja paracetamol pada tubuh
Parasetamol menghambat produksi prostaglandin (senyawa penyebab
inflamasi), namun parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat anti
inflamasi. Telah dibuktikan bahwa parasetamol mampu mengurangi
bentuk

teroksidasi

menghambatnya

enzim

untuk

siklooksigenase

membentuk

senyawa

(COX),

sehingga

penyebab

inflamasi.

Paracetamol juga bekerja pada pusat pengaturan suhu pada otak. Tetapi
mekanisme secara spesifik belum diketahui. Parasetamol juga bekerja
sebagai antipiretik, yang berarti dapat memengaruhi bagian otak
(hipotalamus)

yang

mengatur

suhu

tubuh.Antipiretik

merupakan

komposisi yang umum terdapat pada obat pengurang demam dan nyeri
yang terkait dengan flu dan pilek. Paracetamol bekerja bukan pada sumber
inflamasi namun pada sistem saraf pusat untuk menurunkan suhu tubuh.
(WHO. Guidelines on the pharmacological treatment of persisting pain in
children with medical illness. France. 2012)
2. Hubungan sakit tenggorokan dengan kejang pada skenario

LBM 1

Sakit tenggorokan atau peradangan pada saluran pernafasan atas


merupakan penyebab terjadinya demam,kemudian akan terjadi kejang
ketika suhu tubuh terlalu diatas normal.
Pengertian Kejang
Gerakan otot tubuh secara mendadak yang tidak disadari baik
dalam bentuk kronik atau tonik dengan atau tanpa disertai hilangnya
kesadaran.( Consensus Statement on Febrile Seizures (1980).
Klasifikasi
1. PARSIAL
a. Parsial sederhana
Dapat bersifat motorik (gerakan abnormal unilateral), sensorik
(merasakan,

membaui,mengdengar

sesuatu

yang

abnormal),

autonomic (takikardi, bradikardi, takipneu, kemerahan, rasa tidak


enak di epigastrium), psikik (disfalgia, gangguan daya ingat).
Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit.
b. Parsial kompleks
Dimulai dengan kejang parsial sedehana; berkembang menjadi
perubahan kesadaran yang disertai : Gejala motoric, gejala
sensorik, otomatisme (mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah,
menarik-narik baju).Beberapa kejang parsial kompleks mungkin
berkembang menjadi kejang generalisata,biasanya berlangsung 1-3
menit.
2. GENERALISATA
a. Tonik-klonik
Spasme tonik-klonik otot; inkontenensia urin dan alvi; menggigit
lidah; fase pasca iktus.
b. Absence
Sering salah diagnosis sebagai melamun,menatap kosong , kepala
sedikit lunglai, kelopak mata bergetar, atau berkedip secara cepat;
tonus postural tidka hilang,berlangsung beberapa detik.
c. Miklonik
Kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas di beberapa otot atau
tungkai; cenderung singkat.
d. Atonik
Hilangnya secara mendadag tonus otot disertai lenyapnya postur
tubuh.
e. Klonik
LBM 1

Gerakan menyentak, repetitive, tajam, lambat, dan tunggal atau


multiple di lengan, tungkai dan torso.
f. Tonik
Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, kontraksi) wajah
dan tubuh bagian atas; fleksi lengan dan ekstensi tungkai. Mata dan
kepala mungkin berputar ke satu sisi. Dapat menyebabkan henti
nafas.
(Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi volume 2. jakarta:EGC)
3. Penyakit yang mungkin terjadi pada skenario
A. Epilepsi
Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi
berulang- ulang, akibat lepasnya muatan listrik otak yang
berlebihan dan bersivat reversibel Diagnosa ditegakkan bila
seseorang mengalami paling tidak dua kali kejang tanpa penyebab
(Jastremski, 1988).
ETIOLOGI
Idiopatik.
Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat, metabolik,
bakteri.
trauma lahir
trauma kepala
tumor otak
stroke
cerebral edema
hypoxia
keracunan
gangguan metabolic
infeksi.
PATOFISIOLOGI
Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan
epilepsi berasal dari sekumpulan sel neuron yang abnormal di
otak,

yang

melepas

muatan

secara

berlebihan

dan

hypersinkron. Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang


disebut juga sebagai fokus epileptik mendasari semua jenis
epilepsi, baik yang umum maupun yang fokal (parsial). Lepas

LBM 1

muatan listrik ini kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur


fisiologis-anatomis dan melibatkan daerah disekitarnya atau
daerah yang lebih jauh letaknya di otak.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat
mencetuskan bangkitan epilepsi klinik, walaupun ia melepas
muatan listrik berlebihan. Sel neuron diserebellum di bagian
bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka
dapat melepaskan muatan listrik berlebihan, namun posisi
mereka menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan
epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan pasti
mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel neuron untuk
melepas muatan secara sinkron dan berlebihan (mekanisme
terjadinya epilepsi).
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik)
dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls
motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada
hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah
aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain
melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan
neurotransmiter.

Asetilkolin

dan

norepinerprine

ialah

neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA


(gama-amino-butiric-acid)

bersifat

inhibitif

terhadap

penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan


epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang
dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik
akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di
sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan
hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih
(depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang
yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke
bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa
disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang
LBM 1

mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang


substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya
akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain
dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum
yang disertai penurunan kesadaran.
KLASIFIKASI DAN GAMBARAN KLINIS
a. Epilepsi Umum
- Grand mal.
- Petit mal.
- Infantile spasm.
b. Epilepsi Jenis Focal / Parsial.
- Focal motor.
- Focal sensorik.
- Psikomotor.
Gejala :
Bangkitan umum :
Tonik : 20 60 detik.kontraksi otot, tungkai dan siku fleksi, leher dan
punggung melengkung, jeritan epilepsi (aura).
Klonik : spasmus 40 detik.flexi berseling relaksasi, hypertensi,
midriasis, takikardi, hyperhidrosis, hypersalivasi.

Pasca
Serangan
:
aktivitas
klien
lesu,

otot

sadar
nyeri

otot

terhenti
kembali

dan

sakit

kepala

parsial

klien tertidur 1-2 jam


3.

Jenis
-

Sederhana

tidak

terdapat

gangguan

kesadaran.

- Komplex : gangguan kesadaran.


Ad :
1.
Grand mal (Tonik Klonik) :
Ditandai dengan aura : sensasi pendengaran atau penglihatan.
Hilang kesadaran.
Tonus otot meningkat sikap fleksi / ekstensi.
Sentakan, kejang klonik.
Lidah dapat tergigit, hypertensi, tachicardi, berkeringat, dilatasi pupil dan
hypersalivasi.
Setelah serangan pasien tertidur 1-2 jam.

LBM 1

2.

Pasien lupa, mengantuk dan bingung.


Petit mal :

3.

Infantile Spasm :

4.

Hilang kesadaran sebentar.


Klien tampak melongo.
Apa yang dikerjakannya terhenti.
Klien terhuyung tapi tidak sampai jatuh.

Terjadi usia 3 bulan 2 tahun.


Kejang fleksor pada ektremitas dan kepala.
Kejang hanya beberapa fetik berulang.
Sebagian besar klien mengalami retardasi mental.

Focal motor :
Lesi pada lobus frontal.

5.
6.

Focal

Sensorik

Lesi pada lobus parietal.


Focal Psikomotor :
Disfungsi lobus temporal.
Berdasarkan letak focus epilepsi atau tipe bangkitan
Epilepsi partial (lokal, fokal):

1.

Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap norm
Dengan gejala motorik:

2.

Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh saja
Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh dan

menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson


Versif : epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.
Postural : epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap

tertentu.
Disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai arus bicara yang terhenti atau

pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu


Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.
Visual : terlihat cahaya
Auditoris : terdengar sesuatu
Olfaktoris : terhirup sesuatu
Gustatoris : terkecap sesuatu
Disertai vertigo

Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.

LBM 1

Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-mula


baik kemudian baru menurun.

Dengan gejala parsial sederhana A1-A4. Gejala-gejala seperti pada

golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.


Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan
sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka berubah
seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu, memegang kancing baju,
berjalan, mengembara tak menentu, dll.

3.

Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik,


tonik, klonik).
Epilepsi parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.
Epilepsi parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.
Epilepsi parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu
berkembang menjadi bangkitan umum.

MANISFESTASI KLINIS DAN PRILAKU


a)
Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau
gangguan penginderaan
b)
Kelainan gambaran EEG
c)
Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptoge
d)
Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (aura
dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak
e)
f)
g)

enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
Napas terlihat sesak dan jantung berdebar
Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat.
Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik
khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang

h)

tidak normal seperti pada keadaan normal


Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan terkadang

individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat
i)
Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara
j)

secara tiba- tiba


Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendang-

menendang
k)
Gigi geliginya terkancing
LBM 1

l)
m)

Hitam bola matanya berputar- putar


Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a)
CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada
otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral.
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas
pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak
yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan
b)
c)
d)

defisit neurologik yang jelas


Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
menilai fungsi hati dan ginjal
menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan

adanya infeksi).

Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak


KOMPLIKASI
Kerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat
kejang berulang.
Dapat timbul depresi dan keadaan cemas.
PENATALAKSANAAN
Manajemen Epilepsi :

Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsi

Melakukan terapi simtomatik

Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran pengobatan

yang dicapai, yakni:


Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat yang

normal.
Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.
Penatalaksanaan medis ditujukan terhadap penyebab serangan. Jika
penyebabnya adalah akibat gangguan metabolisme (hipoglikemia, hipokalsemia),
perbaikan gangguan metabolism ini biasanya akan ikut menghilangkan serangan
itu.

LBM 1

10

Pengendalian epilepsi dengan obat dilakukan dengan tujuan mencegah


serangan. Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin
(difenilhidantoin), karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproik. Kebanyakan
pasien dapat dikontrol dengan salah satu dari obat tersebut di atas.
Cara menanggulangi kejang epilepsi :
1.
a)
b)
c)

Selama Kejang
Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
Mengamankan pasien di lantai jika memungkinka
Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam

atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.


d)
Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk
2.
a)
b)

mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.


Setelah Kejang
Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan

c)
d)
e)
f)

bahwa jalan napas paten.


Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang
Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkunga
Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang

dan biarkan penderita beristirahat.


g)
Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk
menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang
h)

lembut
Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk
pemberian pengobatan oleh dokter.
PENCEGAHAN
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan
untuk pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang
menggunakan obat antikonvulsi (konvulsi: spasma atau kekejangan kontraksi otot
yang keras dan terlalu banyak, disebabkan oleh proses pada system saraf pusat,
yang menimbulkan pula kekejangan pada bagian tubuh) yang digunakan
sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang
dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan
tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga

LBM 1

11

mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang


mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar
melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi
dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya
menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan
persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia
dini, dan program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat
anti konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian
dari rencana pencegahan ini.
PENGOBATAN
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan
diberikan obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis
serangan. Penggunaan obat dalam waktu yang lama biasanya akan menyebabkan
masalah dalam kepatuhan minum obat (compliance) seta beberapa efek samping
yang mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi, mengantuk, hiperaktif, sakit
kepala, dll.
Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama
pengobatan tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan
selama 2-3th sudah cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari 5th.
Penghentian pengobatan selalu harus dilakukan secara bertahap. Tindakan
pembedahan sering dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan efek
sama sekali.
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya.
Jika terlambat mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan penyakit epilepsi,
atau bahkan keterbalakangan mental. Keterbelakangan mental di kemudian hari.
Kondisi yang menyedihkan ini bisa berlangsung seumur hidupnya.
Pada epilepsi umum sekunder, obat-obat yang menjadi ini pertama pengobatan
adalah karbamazepin dan fenitoin. Gabapentin, lamotrigine, fenobarbital,
primidone, tiagabine, topiramate, dan asam valproat digunakan sebagai
pengobatan lini kedua. Terapi dimulai
dengan obat anti epilepsi garis pertama. Bila plasma konsentrasi obat di
ambang atas tingkat terapeutis namun penderita masih kejang dan AED tak ada
LBM 1

12

efek samping, maka dosis harus ditingkatkan. Bila perlu diberikan gabungan dari
2 atau lebih AED, bila tak mempan diberikan AED tingkat kedua.
2. Kejang Demam
1. Definisi
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih
dari 38,4oC tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit
akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya.(The
International League Againts Epilepsy (Commision on Epidemiology and
Prognosis, 1993)
2. Faktor Risiko
Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain
adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari
mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi,
perubahan keseimbangan caira dan elektrolit (Dewanto dkk,2009) .
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (1) riwayat kejang
demam dalam keluarga; (2) usia kurang dari 18 bulan; (3) temperatur tubuh saat
kejang. Makin rendah temperatur saat kejang makin sering berulang; dan (4)
lamanya demam. Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah
(1) adanya gangguan perkembangan neurologis; (2) kejang demam kompleks; (3)
riwayat epilepsi dalam keluarga; dan (4) lamanya demam (IDAI,2009)
Faktor Risiko Menjadi Epilepsi
-

Perkembangan abnormal sebelum kejang demam petama


Riwayat keluarga dengan epilepsy
Kejang demam kompleks (KDK)
Sebanyak 2-7% penderita kejang demam akan mengalami epilepsi di
kemudian hari. Sebaliknya 10-15% penderita epilepsi pernah mengalami

kejang demam sebelumnya


Seluruh jenis epilepsi, termasuk absens, tonik-klonik umum, dan parsial
kompleks dapat terlihat pada pasien dengan riwayat kejang demam

LBM 1

13

National Institute of Neurologic Disorder and Stroke (NINDS) Perinatal


Collaborative Project (NCPP) melaporkan tingginya risiko epilepsi di
antara anak-anak dengan perkembangan abnormal sebelum kejang demam
pertama, adanya riwayat orang tua atau saudara kandung dengan epilepsi

dan anak dengan kejang demam kompleks


Sebanyak 60% anak dengan kejang demam tidak memiliki satupun faktor
risiko di atas, sebanyak 2 % akan berkembang menjadi epilepsi sebelum

usia 7 tahun
Dari 34% anak dengan satu faktor risiko, sebanyak 3 % akan menjadi
epilepsi, dan jika mempunyai 2 atau 3 faktor risiko, maka kejadian epilepsi
menjadi 13 %
4.

Faktor genetik

Faktor genetik diduga sangat kuat secara autosomal dominan sederhana.


Kejang demam cenderung terjadi dalam keluarga, meskipun belum jelas diketahui
cara diturunkannya. Pada anak dengan kejang deman sering dijumai keluarganya
mempunyai riwayat kejang demam. Tingginya kejadian epilepsi dalam keluarga
yang mempunyai anak dengan kejang demam tidak sepenuhnya terbukti. Risiko
epilepsi juga tinggi pada saudara kandung yang mempunyai kejang demam, tetapi
tidak untuk saudara yang lain. Orang tua mungkin menanyakan kemungkinan
risiko kejang demam untuk anak yang lainnya dan ini kira-kira 10-20%, akan
lebih tinggi jika orang tuanya mempunyai riwayat kejang demam.
3. Etiologi
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media akut, pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis,dan infeksi saluran kemih
( Soetomenggolo,2000).
4. Klasifikasi
Kejang Demam Sederhana (KDS)
LBM 1

14

Jika kejang berlangsung kurang dari 15 menit( < 15 menit) bersifat umum
(kejang seluruh tubuh) dan tidak berulang dalam 24 jam

Kejang Demam Kompleks (KDK)

Jika kejang berlangsung lebih dari > 15 menit, atau fokal, & atau multipel

( 2 x kejang dlm 24 jam) ((Soetomenggolo, 2000).


5. Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang
yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seeorang anak
menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang
yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38C sedangkan pada anak dengan
ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih.Dari
kenyataan inilah dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih
sering

terjadi

pada

ambang

kejang

yang

rendah

sehingga

dalam

penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.


Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidakmenimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih
dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi
arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya
LBM 1

15

kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting


adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di
kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang
demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
hingga terjadi epilepsi
(Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 2002).

6. Manifestasi Klinis
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang
klonik atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah
beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit
neurologis. Kejang demam diikut i hemiparesis sementara (Hemeparesis Tood)
yang berlangsung beberapa jam sampai hari. Kejang unilateral yang lama dapat
diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama
lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Kejang berulang dalam 24
jam ditemukan pada 16% paisen (Soetomenggolo, 2000). Kejang yang terkait
dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh
(dalam) mencapai 39C atau lebih. Kejang khas yang menyeluruh, tonik-klonik
beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pascakejang. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan
penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik yang memerlukan pengamatan
menyeluruh (Nelson, 2000).
7.Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

LBM 1

16

Pemeriksaan fisik, kesadaran, adanya meningismus, UUB yang tegang


atau membonjol, tanda Kerning atau Brudzinski, kekuatan & tonus harus
diperiksa dengan teliti dan dinilai ulang secara periodik. Sebanyak 6% anak akan
mengalami rekurensi dalam 24 jam pertama, namun belum diketahui kasus yg
mana akan cepat mengalami kejang kembali. Penyebab lain dari kejang yang
disertai demam harus disingkirkan, khususnya ensefalitis atau meningitis. Pungsi
lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi
seperti otitis media tdk menyingkirkan meningitis jika pasien telah mendapat
antibiotik maka perlu pertimbangan lumbal pungsi
Penyebab lain kejang yang disertai demam selain meningitis & ensefalitis
adalah : gastroenteritis shigella, obat-obat tertentu seperti difenhidramin,
antidepresan trisiklik, amfetamin, kokain dan dehidrasi yang mengakibatkan
gangguan keseimbangan air-elektrolit.
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan & dikerjakan untuk
mengevaluasi sumber infeksi. Foto X-ray kepala & neuropencitraan (CT atau
MRI) jarang dikerjakan & tidak rutin. Untuk pemeriksaan ElektroEncephalografi
(EEG) tidak memperlihatkan kegunaan dalam mengevaluiasi kejang demam, EEG
yang dikerjakan satu miggu setelah kejang demam dapat abnormal, biasanya
berupa perlambatan di posterior. Sebanyak 95% kasus kejang demam
menunjukkan gambaran EEG abnormal bila dikerjakan segera setelah kejang
demam, sekitar 30% penderita akan memperlihatkan perlambatan di posterior dan
akan menghilang 7-10 hari kemudian. Walaupun ada abormalitas gambaran EEG
yang tinggi pada anak dengan kejang demam, namun EEG tidak dapat
memprediksi rekurensi atau risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari. American
Association of Pediatric (AAP) tidak menganjurkan melakukan EEG pada
penderita kejang demam sederhana atau kejang demam kompleks.

8. Tatalaksana
Tiga hal yg perlu dikerjakan, yaitu:
LBM 1

17

pengobatan pada fase akut

mencari dan mengobati penyebab

pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

1.

Pengobatan Fase Akut

Sebagian besar kasus kejang demam, akan berhenti sendiri tindakan


yang perlu dilakukan adalah : mencari penyebab demam dan memberikan
pengobatan yang adekuat terhadap penyebab tersebut. Untuk mencegah agar
kejang tidak berulang kembali sebaiknya diberikan profilaksis antikonvulsan,
karena kejang masih dapat kambuh selama anak masih demam. Kejang harus
segera dihentikan untuk mencegah agar tidak terjadi kerusakan otak,
meninggalkan gejala sisa atau (meninggal)
Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang
diberikan i.v. atau intrarektal. Dosis i.v. 0,3-0,5 mg/kg diberikan perlahan-lahan
dengan kecepatan 1-2 mg/mnt (dosis maksimal 20 mg). Apabila sukar mencari
vena dapat diberikan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg (5 mg utk bb < 10 kg & 10
mg bila bb >10 kg). Apabila kejang belum berhenti, 5 menit kemudian dapat
diulangi lagi pemberian diazepam dengan dosis dan cara yang sama. Bila kejang
tidak berhenti, diberikan fenitoin dosis awal 10-20 mg/kgbb per drip selama 20
menit setelah dilarutkan dalam cairan NaCl 0,9%. Dosis selanjutnya 4-8
mg/kgbb/hari, 12-24 jam stlh dosis awal Setelah kejang berhenti harus ditentukan
apakah perlu pengobatan profilaksis atau tidak, tergantung jenis kejang demam
dan faktor risiko yang ada pada anak tersebut.
Kejang
Diazepam i.v. 0,3 - 0,5 mg/kgBB (maks 20 mg) perlahan-lahan, atau
rektal: 5 mg (BB <10 kg), 10 mg (BB>10 kg)
Tunggu 5 menit+oksigenasi
Masih Kejang
LBM 1

18

Diazepam iv atau rektal (dosis sama)


Tunggu 5 menit+oksigenasi
Masih Kejang
Fenitoin iv 10-20 mg/kgBB (maks 200 mg) dlm NaCl 0,9% drip selama 20
mnt
Tunggu 10 menit + oksigenasi
Masih Kejang
Masuk ICU - anestesi umum
Midazolam
2.

Pengobatan Profilaksis

Dikenal 2 cara profilaksis, yaitu:


a.
-

profilaksis intermiten pd waktu demam berupa:


Antipiretik, parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali diberikan 4 kali sehari

& tdk lebih dari 5 kali atau ibuprofen 5-10 mg/kgbb/kali, 3-4 kali sehari
-

Anti kejang, diazepam oral dgn dosis 0,3 mg/kgbb/kali atau diazepam

rektal 0,5 mg/kgbb tiap 8 jam pd suhu tubuh >38,5C. Terdpt efek samping (2539%): ataksia, mengantuk, iritabel & hipotonia
Although antipyretics may improve the comfort of the child, they will not
prevent febrile seizures (AAP, 2008), AAP merekomendasikan untuk tidak
memberikan profilaksis intermiten apalagi profilaksis terus-menerus pada kejang
demam sederhana pertama atau yang berulang tanpa faktor risiko.
2. Profilaksis terus menerus
Pemberian profilaksis terus menerus pada anak dengan kejang demam
merupakan sebuah kontroversi. Sebagian besar penderita kejang demam prognosis
LBM 1

19

baik dan sangat rendahnya komplikasi yang diakibatkan oleh kejang demam serta
pertimbangan akan efektivitas dan efek samping obat anti konvulsan, pemberian
profilaksis terus menerus hanya diberikan secara individual atau pada kasus
tertentu saja.
Pengobatan jangka panjang HANYA diberikan jika kejang demam
menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu):
1.
2.

Kejang lama >15 menit


Kelainan neurologi yg nyata sebelum/sesudah kejang: hemiparesis,

palsi serebral, retardasi mental, hidrosefalus


3.

Kejang fokal

Pengobatan jangka panjang DIPERTIMBANGKAN jika:


1.

Kejang berulang 2 kali dalam 24 jam

2.

KD terjadi pada bayi < 12 bulan

3.

KD 4 kali per tahun

(IDAI, 2010)
Jenis obat untuk pengobatan jangka panjang:
1.

Fenobarbital (dosis 3-4 mg/kgbb/hari dibagi 1-2 dosis) ATAU

2.

Asam valproat (dosis 15-40 mg/kgbb/hari dibagi 2-3 dosis)

Efektif dlm menurunkan risiko berulangnya kejang


Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan
secara bertahap selama 1-2 bulan .
Dari hasil diskusi kelompok kami diagnosa suspact yang kami curigai,dari gejala
pada skenario yang memungkinkan adalah Meningitis.

LBM 1

20

Meningitis
Meningitis adalah suatu infeksi/peradangan dari meninges,lapisan yang
tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf dalam tulang punggung,
disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara
akut dan kronis. (Harsono., 2003) Meningitis adalah infeksi yang menular. Sama
seperti flu, pengantar virus meningitis berasal dari cairan yang berasal dari
tenggorokan atau hidung. Virus tersebut dapat berpindah melalui udara dan
menularkan kepada orang lain yang menghirup udara tersebut. (Anonim., 2007)
-

Etiologi
Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas :Penumococcus,

Meningococcus, Hemophilus influenza, Staphylococcus, E.coli,Salmonella.


(Japardi, Iskandar., 2002)
Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan umur :
1. Neonatus : Eserichia coli, Streptococcus beta hemolitikus, Listeria
monositogenes
2. Anak di bawah 4 tahun : Hemofilus influenza, meningococcus, Pneumococcus.
3. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus, Pneumococcus.
(Japardi, Iskandar., 2002)
TIPE MENINGITIS
Meningitis Kriptikokus
adalah meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Jamur ini bisa masuk
ke tubuh kita saat kita menghirup debu atau tahi burung yang kering. Kriptokokus
ini dapat menginfeksikan kulit, paru, dan bagian tubuh lain. Diagnosis darah atau
cairan sumsum tulang belakang dapat dites untuk kriptokokus dengan dua cara.
Tes yang disebut CRAG mencari antigen ( sebuah protein) yang dibuat oleh
kriptokokus. Tes biakan mencoba menumbuhkan jamur kriptokokus dari contoh
cairan. Tes CRAG cepat dilakukan dan dapat memberi hasi pada hari yang sama.
Tes biakan membutuhkan waktu satu minggu atau lebih untuk menunjukkan hasil
positif. Cairan sumsum tulang belakang juga dapat dites secara cepat bila diwarnai
dengan tinta India. (Yayasan Spiritia., 2006)
Viral meningitis

LBM 1

21

Termasuk penyakit ringan. Gejalanya mirip dengan sakit flu biasa, dan umumnya
si penderita dapat sembuh sendiri. Frekuensi viral meningitis biasanya meningkat
di musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar
virus. Banyak virus
yang bisa menyebabkan viral meningitis. Antara lain virus herpes dan virus
penyebab flu.(Anonim., 2007)
Bacterial meningitis
Disebabkan oleh bakteri tertentu dan merupakan penyakit yang serius. Salah satu
bakterinya adalah meningococcal bacteria. Gejalanya seperti timbul bercak
kemerahan atau kecoklatan pada kulit. Bercak ini akan berkembang menjadi
memar yang mengurangi suplai darah ke organ-organ lain dalam tubuh dapat
berakibat fatal dan menyebabkan kematian. (Anonim., 2007)
Meningitis Tuberkulosis Generalisata
Gejala : demam, mudah kesal, obstipasi, muntah- muntah, ditemukan tanda-tanda
perangsangan meningen seperti kaku kuduk, suhu badan naik turun, nadi sangat
labil/lambat, hipertensi umum, abdomen tampak mencekung, gangguan saraf otak.
Penyebab : kuman mikobakterium tuberkulosa varian hominis.Diagnosis :
Meningitis Tuberkulosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan cairan otak,
darah, radiologi, test tuberkulin. (Harsono., 2003)
Meningitis Pirulenta
Gejala : demam tinggi, menggigil, nyeri kepala yang terus-menerus, kaku kuduk,
kesadaran menurun, mual dan muntah, hilangnya nafsu makan, kelemahan umum,
rasa nyeri pada punggung serta sendi.
Penyebab : Diplococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis,
Stretococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pneudomonas aeruginosa. 4Diagnosis :
dilakukan pemeriksaan cairan otak, antigen bakteri pada cairan otak, darah tepi,
elektrolit darah, biakan dan test kepekaan sumber infeksi, radiologik, pemeriksaan
EEG. (Harsono., 2003)
PATOFISIOLOGI

LBM 1

22

Meningen terdiri atas tiga membran yang bersama-sama dengan likuor


serebrospinalis, membungkus dan melindungi otak dan sumsum tulang belakang
(sistem saraf pusat). Pia mater merupakan membran kedap air yang sangat halus
yang melekat kuat dengan permukaan otak, mengikuti seluruh lika-liku kecilnya.
Arachnoid mater (disebut demikian karena bentuknya yang menyerupai sarang
laba-laba) merupakan suatu kantong longgar di atas pia mater. Ruang
subarachnoid memisahkan membran pia mater dan arachnoid dan terisi dengan
cairan likuor serebrospinalis. Membran terluar, dura mater, merupakan membran
tebal yang kuat, yang melekat ke membran arachnoid dan ke tengkorak.Pada
meningitis bakterial, bakteri mencapai meningen melalui satu dari dua cara utama:
melalui aliran darah atau melalui kontak langsung antara meningen dengan rongga
hidung atau kulit. Pada sebagian besar kasus, meningitis terjadi setelah invasi
aliran darah oleh organisme yang tinggal pada permukaan mukosa seperti rongga
hidung. Hal ini biasanya didahului oleh infeksi virus, yang merusak barier normal
dari permukaan mukosa. Sekali bakteri telah memasuki aliran darah, mereka akan
masuk ke ruang subarachnoid dimana barier darahotak bersifat paling rentan
seperti pada pleksus koroidalis. Meningitis muncul pada 25% bayi baru lahir
dengan infeksi aliran darah akibat streptokokus grup B, fenomena ini lebih jarang
dijumpai pada orang dewasa. Kontaminasi langsung cairan likuor serebrospinalis
dapat timbul dari peralatan yang ditanam, fraktur tengkorak, atau infeksi
nasofaring atau sinus nasal yang telah membentuk saluran dengan ruang
subarachnoid (lihat di atas),adakalanya, cacat kongenital dura mater dapat
terindentifikasi.Peradangan skala besar yang terjadi pada ruang subarachnoid pada
saat terjadinya meningitis seringkali tidak secara langsung disebabkan oleh infeksi
bakteri tetapi lebih terutama disebabkan oleh respon sistem kekebalan terhadap
masuknya bakteri ke dalam sistem saraf pusat. Jika komponen membran sel dari
bakteri dikenali oleh sel kekebalan otak (astrosit dan mikroglia), mereka akan
berespon dengan melepaskan sejumlah besar sitokin, mediator serupa hormon
yang merekrut sel kekebalan lain dan merangsang jaringan lain untuk
berpartisipasi dalam respon kekebalan. Barier darahotak menjadi lebih
permeabel, sehingga terjadi edema serebri "vasogenik" (pembengkakan otak

LBM 1

23

akibat kebocoran cairan dari pembuluh darah). Sejumlah besar sel darah putih
memasuki likuor serebrospinalis (LCS), menyebabkan radang pada meningen
sehingga timbul edema "interstisial" (pembengkakan akibat cairan antarsel).
Selain itu, dinding pembuluh darah sendiri mengalami peradangan (vaskulitis
serebral), yang menyebabkan menurunnya aliran darah dan jenis edema yang
ketiga, edema "sitotoksik". Ketiga bentuk edema serebral ini menyebabkan
meningkatnya tekanan intrakranial, bersama tekanan darah yang menjadi lebih
rendah yang biasa dijumpai pada infeksi akut, ini berarti bahwa darah akan
semakin sulit untuk memasuki otak, sebagai konsekuensinya sel-sel otak akan
kekurangan oksigen dan mengalami apoptosis (kematian sel otomatis).Telah
diketahui bahwa pemberian antibiotik pada awalnya bisa memperburuk proses
yang sudah diuraikan di atas, dengan meningkatkan jumlah produk membran sel
bakteri yang disebabkan oleh proses penghancuran bakteri. Tata laksana khusus,
seperti penggunaan kortikosteroid, ditujukan untuk mengurangi respon sistem
kekebalan tubuh terhadap fenomena ini.
MANIFESTASI KLINIS
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala,rasa ini dapat menjalar ke tengkuk
dan punggung,Tengkuk menjadi kaku,kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya
otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku
dalam sikap kepala
tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun. Tanda
Kernigs dan Brudzinky positif. (Harsono., 2003)
GEJALA
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta
virus apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang
tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita
merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta
penglihatan menjadi kurang jelas. Gejala pada bayi yang terkena meningitis,
biasanya menjadi sangat rewel, muncul bercak pada kulit, tangisan lebih keras dan
nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran
seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan.(Japardi, Iskandar., 2002)

LBM 1

24

DIAGNOSIS
Untuk menentukan diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium. Tes
ini memakai darah atau cairan sumsum tulang belakang. Cairan sumsum tulang
belakang diambil dengan proses yang disebut pungsi lumbal ( lumbar puncture
atau spinal tap). Sebuah jarum ditusukkan
pada pertengahan tulang belakang, pas di atas pinggul. Jarum menyedap contoh
cairan sumsum tulang belakang. Tekanan cairan sumsum tulang belakang juga
dapat diukur. Bila tekanan terlalu
tinggi, sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya tidak
terlalu menyakitkan. Namun setelah pungsi lumbal beberapa orang mengalami
sakit kepala, yang dapat
berlangsung beberapa hari. (Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken, et al., 2006)
PENATALAKSANAAN
Antibiotik
Berikan pengobatan antibiotik lini pertama sesegera mungkin.

seftriakson: 100 mg/kgBB IV-drip/kali, selama 30-60 menit setiap 12 jam;

atau
sefotaksim: 50 mg/kgBB/kali IV, setiap 6 jam.

Pada pengobatan antibiotik lini kedua berikan:

Kloramfenikol: 25 mg/kgBB/kali IM (atau IV) setiap 6 jam


ditambah ampisilin: 50 mg/kgBB/kali IM (atau IV) setiap 6 jam

Jika diagnosis sudah pasti, berikan pengobatan secara parenteral selama


sedikitnya 5 hari, dilanjutkan dengan pengobatan per oral 5 hari bila tidak ada
gangguan absorpsi. Apabila ada gangguan absorpsi maka seluruh pengobatan
harus diberikan secara parenteral. Lama pengobatan seluruhnya 10 hari.
Jika tidak ada perbaikan:
Pertimbangkan komplikasi yang sering terjadi seperti efusi subdural atau
abses serebral. Jika hal ini dicurigai, rujuk.
Cari tanda infeksi fokal lain yang mungkin menyebabkan demam, seperti selulitis
pada daerah suntikan, mastoiditis, artritis, atau osteomielitis.

LBM 1

25

Jika demam masih ada dan kondisi umum anak tidak membaik setelah 35 hari,
ulangi pungsi lumbal dan evaluasi hasil pemeriksaan CSS
Jika diagnosis belum jelas, pengobatan empiris untuk meningitis TB dapat
ditambahkan. Untuk Meningitis TB diberikan OAT minimal 4 rejimen:

INH: 10 mg/kgBB /hari (maksimum 300 mg) - selama 69 bulan


Rifampisin: 15-20 mg/kgBB/hari (maksimum 600 mg) selama 6-9 bulan
Pirazinamid: 35 mg/kgBB/hari (maksimum 2000 mg) - selama 2 bulan

pertama
Etambutol: 15-25 mg/kgBB/hari (maksimum 2500 mg) atau Streptomisin:
30-50 mg/kgBB/hari (maksimum 1 g) selama 2 bulan

Steroid

Prednison 12 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis, diberikan selama 24


minggu,

dilanjutkan

memungkinkan

dapat

tapering
diberikan

off.

Bila

pemberian

deksametason

dengan

oral
dosis

tidak
0.6

mg/kgBB/hari IV selama 23 minggu.


Tidak ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan penggunaan rutin
deksametason pada semua pasien dengan meningitis bakteri.
Perawatan Penunjang
Pada anak yang tidak sadar:

Jaga jalan napas,


Posisi miring untuk menghindari aspirasi
Ubah posisi pasien setiap 2 jam
Pasien harus berbaring di alas yang kering
Perhatikan titik-titik yang tertekan.

Tatalaksana pemberian cairan dan Nutrisi


Berikan dukungan nutrisi dan cairan sesuai dengan kebutuhan.
Komplikasi
Kejang
Jika timbul kejang, berikan pengobatan sesuai dengan tatalaksana kejang
Hipoglikemia

LBM 1

26

Jika timbul hipoglikemia, berikan glukosa sesuai dengan tatalaksana hipoglikemi


Prognosis
Bila tidak diobati, meningitis bakterial hampir selalu fatal. Meningitis
virus, sebaliknya, cenderung sembuh sendiri dan jarang fatal. Dengan pengobatan,
mortalitas (risiko kematian) meningitis bakterial bergantung pada usia penderita
dan penyebab yang mendasari. Pada bayi baru lahir, 2030% mungkin meninggal
karena meningitis bakterial. Risiko ini lebih rendah pada anak yang lebih tua,
dengan mortalitas sekitar 2%, namun risiko meningkat lagi menjadi sekitar 19
37% pada dewasa.Risiko kematian diprediksikan dengan berbagai faktor selain
usia, seperti patogen yang terlibat dan waktu yang dibutuhkan untuk
membersihkan patogen dari likuor serebrospinalis, beratnya penyakit secara
umum, penurunan kesadaran atau hitung sel darah putih yang sangat rendah pada
LCS.Meningitis yang disebabkan oleh H. influenzae dan meningokokus memiliki
prognosis yang lebih baik dibandingkan kasus yang disebabkan oleh Streptokokus
grup B, koliform dan S. pneumonia.Pada dewasa, meningitis meningokokus juga
mempunyai mortalitas yang lebih rendah (37%) dibandingkan penyakit
pneumokokus.
Pada anak, ada beberapa potensi cacat yang mungkin disebabkan oleh kerusakan
dari sistem saraf, termasuk tuli sensorineural, epilepsi, gangguan belajar dan
kesulitan perilaku, serta menurunnya kecerdasan. Hal ini terjadi pada sekitar 15%
dari pasien yang sembuh.Sebagian dari pendengaran yang hilang mungkin bisa
kembali. Pada dewasa, 66% kasus tidak menimbulkan kecacatan. Masalah
utamanya adalah tuli (terjadi pada 14% kasus) dan gangguan kognitif (terjadi pada
10% kasus).
Epidemiologi
Meskipun meningitis adalah suatu penyakit yang harus dilaporkan di
banyak negara, insidens sebenarnya masih belum diketahui.Meningitis bakterial
terjadi pada kira-kira 3 per 100.000 orang setiap tahunnya di negara-negara Barat.
Studi populasi secara luas memperlihatkan bahwa meningitis virus lebih sering
terjadi, sekitar 10,9 per 100.000 orang, dan lebih sering terjadi pada musim panas.

LBM 1

27

Di Brasil, angka meningitis bakterial lebih tinggi, yaitu 45,8 per 100,000 orang
setiap

tahun.Afrika

Sub-Sahara

sudah

mengalami

epidemik

meningitis

meningokokus yang luas selama lebih dari satu abad,sehingga disebut sabuk
meningitis. Epidemik biasanya terjadi dalam musim kering (Desember sampai
Juni), dan gelombang epidemik bisa berlangsung dua atau tiga tahun, mereda
selama musim hujan.Angka serangan dari 100800 kasus per 100.000 orang
terjadi di daerah ini,yang kurang terlayani oleh pelayanan medis. Kasus-kasus ini
sebagian besar disebabkan oleh meningokokus.Epidemik terbesar yang pernah
tercatat dalam sejarah melanda seluruh wilayah ini pada 19961997, yang
menyebabkan lebih dari 250.000 kasus dan 25.000 kematian.Epidemik penyakit
meningokokus terjadi di daerah-daerah di mana orang tinggal bersama untuk
pertama kalinya, seperti barak tentara selama mobilisasi, kampus perguruan
tinggidan ziarah Haji tahunan.Walaupun pola siklus epidemik di Afrika tidak
dipahami dengan baik, beberapa faktor sudah dikaitkan dengan perkembangan
epidemik di daerah sabuk meningits. Faktor-faktor itu termasuk: kondisi medis
(kerentanan kekebalan tubuh penduduk), kondisi demografis (perjalanan dan
perpindahan penduduk dalam jumlah besar), kondisi sosial ekonomi (penduduk
yang terlalu padat dan kondisi kehidupan yang miskin), kondisi iklim (kekeringan
dan badai debu), dan infeksi konkuren (infeksi pernafasan akut).Ada perbedaan
signifikan dalam distribusi lokal untuk kasus meningitis bakterial. Contohnya, N.
meningitides grup B dan C menyebabkan kebanyakan penyakit di Eropa,
sedangkan grup A ditemukan di Asia dan selalu menonjol di Afrika, di mana
bakteri ini menyebabkan kebanyakan epidemik besar di daerah sabuk meningitis,
yaitu sekitar 80% hingga 85% kasus meningitis meningokokus yang
didokumentasikan.

BAB IV
PENUTUP

LBM 1

28

4.1 KESIMPULAN
Dari hasil diskusi kelompok kami bahwa anak A pada skenario mengalami
meningitis,dimana meningitis adalah

adalah suatu infeksi/peradangan dari

meninges,lapisan yang tipis/encer yang mengepung otak dan jaringan saraf yang
disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara
akut dan kronis,ditandai dengan gejala yang paling umum adalah demam yang
tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita
merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta
penglihatan menjadi kurang jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Sylvia A Price, Lorraine M Wilson. 2003.Patofisiologi konsep klinis
proses-proses

penyakit edisi 6 volume 1. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran

EGC.
Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit :
EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arif.

dkk,

2000.

Kapita

Selekta

Kedokteran.

Media

Auskulapius, Jakarta
Ellenby, Miles., Tegtmeyer, Ken., Lai, Susanna., and Braner, Dana. 2006.
Lumbar Puncture.The New England Journal of Medicine. 12 : 355
Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi. 2
Quagliarello, Vincent J., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial
Meningitis. The New England Journal of Medicine. 336 : 708-16

LBM 1

29

Anda mungkin juga menyukai