PENDAHULUAN
Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan yang sudah menjadi
perhatian dunia terutama di negara-negara tropis dan subtropis di Asia Tenggara,
Pasifik Barat, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan.1 Sampai saat ini infeksi
virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia karena tingginya
angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat demam berdarah dengue
(DBD), khususnya pada anak-anak. Pada data tahun 2006 berdasarkan
Departemen kesehatan RI disajikan adanya peningkatan jumlah penduduk yang
terjangkir penyakit ini dengan case fatality rate sebesar 1,01%.2 Faktor-faktor
yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus dengue ini sangat
kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk, urbanisasi yang tidak terencana dan
tidak terkontrol, tidak adanya kontrol terhadap nyamuk yang efektif di daerah
endemik, dan peningkatan sarana transportasi. Morbiditas dan mortalitas infeksi
dengue dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain status imunologis pejamu,
kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, faktor keganasan virus, dan
kondisi geografis setempat.1,2,3
Prevalensi global demam berdarah dengue (DBD) mengalami peningkatan
yang dramatis dalam dua dekade terakhir. Sekitar 40 % dari penduduk dunia di
daerah tropis dan sub tropis beresiko terkena DBD.1 Penyakit ini kini menjadi
penyakit yang endemik di Indonesia sejak tiga dekade terakhir. Insidennya
berfluktuasi setiap tahun bahkan sampai terjadi wabah DBD di beberapa daerah di
Indonesia.3,4 Sampai saat ini 200 kota telah melaporkan kejadian luar biasa.
Insiden rate meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968
menjadi berkisar 6-27 per 100.000 penduduk pada tahun terakhir ini.3 Jumlah
kasus DBD di Indonesia sejak Januari sampai dengan Mei 2004 mencapai 64.000
(IR 29,7 per 100.000 penduduk) dengan kematian sebanyak 724 orang (CFR 1,1
%). 5
DBD dapat menyerang semua golongan umur. Proporsi kasus DBD
berdasarkan umur di Indonesia menunjukkan bahwa DBD paling banyak terjadi
pada anak usia sekolah yaitu pada usia 5-14 tahun. 4 DBD masih sulit diberantas
karena belum ada vaksin untuk pencegahan dan penatalaksanaannya hanya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit arthropod-borne,
yang disebabkan oleh virus dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam
mendadak 2-7 hari yang dapat disertai gejala perdarahan dengan atau tanpa syok,
disertai pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia (trombosit
kurang dari 100.000) dan peningkatan hematokrit 20% atau lebih dari nilai
normal.1,4,5 Infeksi virus Dengue dapat disertai dengan kebocoran plasma.
Perubahan patofisiologi pada infeksi dengue menentukan perbedaan perjalanan
penyakit antara DBD dengan demam dengue (DD). Perubahan patofisiologis
tersebut adalah kelainan hemostasis dan perembesan plasma. Kedua kelainan
tersebut dapat diketahui dengan adanya trombositopenia dan peningkatan
hematokrit.1
2.2 Epidemiologi
Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus dengue
secara global. Di seluruh dunia 50-100 milyar kasus telah dilaporkan. Setiap
tahunnya sekitar 500.000 kasus DBD perlu perawatan di rumah sakit, 90%
diantaranya adalah anak anak usia kurang dari 15 tahun. Angka kematian DBD
diperkirakan sekitar 5% dan sekitar 25.000 kasus kematian dilaporkan setiap
harinya.6
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18, seperti yang
dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu
infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit
demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang juga disebut sebagai demam
sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang
dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala.
Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit
ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi
virus dengue menimbulakan penyakit dengan manifestasi berat, yaitu DBD yang
ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian menyebar ke negara lain seperti
Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD
dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi.5
3
dibutuhkan untuk berikatan dan melakukan fusi dengan sel target dan juga untuk
berinteraksi dengan reseptor di sel target. Sel target primer yang telah diketahui
pada infeksi VD adalah monosit dan makrofag. Kemungkinan sel target lain
adalah sel dendritik dari monosit imatur.3
Manifestasi klinis dengue selain dipengaruhi oleh virus dengue itu sendiri,
terdapat 2 faktor lain yang berperan yaitu faktor host dan vektor perantara. Virus
dengue dikatakan menyerang manusia dan primata yang lebih rendah. Penelitian
di Afrika menyebutkan bahwa monyet dapat terinfeksi virus ini. Transmisi
vertikal dari ibu ke anak telah dilaporkan kejadiannya di Bangladesh dan
Thailand6. Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes aegypti betina,
disamping pula Aedes albopictus betina.7 Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit
demam berdarah (nyamuk Aedes aegypti): 8
Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
Hidup di dalam dan di sekitar rumah
Menggigit/menghisap darah pada siang hari
Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah
bukan di got/comberan
Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung, dan
lain-lain.
diatas
menyebabkan
terlepasnya
mediator-mediator
yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise
dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi
trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat
ringan.5 Imunopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang
kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan
patogenesis pada DBD dan DSS yaitu teori virulensi dan hipotesis infeksi
sekunder (secondary heterologous infection theory).4,6
6
potensi
untuk
menimbulkan
wabah.
Renjatan
yang
dapat
menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat serotipe virus yang paling virulen.2
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous
infection yang menyatakan DBD terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus
dengue dengan tipe yang berbeda. Jika terdapat antibodi yang spesifik terhadap
jenis virus tertentu maka antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi
sebaliknya apabila antibodi terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak
dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang berat.6
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain
yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi
yang akan berikatan dengan reseptor dari membran sel leukosit terutama
makrofag. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.2,6
Patogenesis terjadinya kebocoran plasma pada DBD dapat dilihat pada
Gambar 2. Pada gambar 2 digambarkan bahwa terjadi konsentrasi kompleks
imun yang tinggi akibat reinfeksi yang mengakibatkan reaksi amnestik antibodi.
Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis
kompleks virus-antibodi sehingga virus berkembang di makrofag. Infeksi
makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksis
sehingga diproduksilah limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan
mengaktivasi monosit sehingga disekresikanlah berbagai mediator inflamasi,
seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6, dan histamin yang
megakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadilah kebocoran plasma.
pengeluaran
platelet
faktor
III
mengakibatkan
terjadinya
dengue
dapat
tidak
menunjukan
gejala
(asimptomatik)
ataupun
bermanifestasi klinis ringan yaitu demam tanpa penyebab yang jelas, demam
dengue (DD) dan bermanifestasi berat dengan demam berdarah dengue (DBD)
tanpa syok atau dengue shock syndrome (DSS).1 Manifestasi klinis bergantung
pada strain virus, faktor host misalnya umur, dan status imun. Berikut ini adalah
bagan manifestasi klinis dari infeksi virus dengue.1
10
11
12
13
infection )
Uji Komplement Fiksasi ( Complement Fixation test = CF test )6,7
Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji diagnostik secara rutin oleh
karena selain cara pemeriksaan agak rumit, prosedurnya juga memerlukan
tenaga yang sudah berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi
komplemen fiksasi hanya bertahan sampai beberapa tahun saja (23 tahun)
3.
4.
14
a. Pada perjalanan penyakit hari 4 5 virus dengue, akan timbul IgM yang
diikuti oleh IgG.
b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat dapat ditentukan
diagnosis yang tepat.
c. Ada kalanya hasil uji terhadap masih negatif, dalam hal ini perlu diulang.
d. Apabila hari ke 6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.
e. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2 3 bulan setelah adanya
infeksi. Untuk memeperjelas hasil uji IgM dapat juga dilakukan uji
terhadap IgG. Untuk itu uji IgM tidak boleh dipakai sebagai satu satunya
uji diagnostik untuk pengelolaan kasus.
f. Uji mac elisa mempunyai sensitifitas sedikit dibawah uji HI, dengan
kelebihan uji mac elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan
5.
15
3.
4.
5.
6.
16
diagnosis leukemia. Pada anemia aplastik anak sangat anemik, demam timbul
karena infeksi sekunder. 3
2.9 Penatalaksanaan
Berdasarkan panduan WHO SEARO 2011, penatalaksaan pasien dengan
infeksi dengue dibagi berdasarkan derajat penyakit. Prinsip terapi bersifat
simptomatis dan suportif. Pembagian tatalaksana meliputi rawat jalan, terapi DBD
grade I dan II, Grade III, dan grade IV.1 Pasien yang rawat jalan adalah pasien
dengan hematokrit yang stabil, platelet masih diatas 100.000 dan masih mampu
memenuhi kebutuhan cairan oral. Pasien diedukasi mengenai istirahat yang
cukup, asupan cairan, dan pemberian obat penurun panas. Pasien juga diedukasi
mengenai tanda-tanda warning sign dan diberi instruksi untuk kembali ke rumah
sakit bila timbul tanda-tanda perburukan gejala.1
2.9.1 Penatalaksanaan DBD Grade I,II
Secara umum, terapi cairan disesuaikan dengan kebutuhan cairan pasien
sesuai dengan berat badan atau berat badan ideal untuk basien dengan obesitas.
Pada pasien dengan kecurigaan dehidrasi, terapi cairan dapat ditambah dengan 5%
deficit cairan dari total kebutuhan cairan. Volume cairan ini diberikan selama 48
jam. Pembrian jumlah cairan infus disesuaikan dengan tingkat kehilangan cairan,
yang dapat dilihat dari kondisi klinis, tanda-tanda vital, produksi urin, dan level
hematocrit. Berikut adalah tabel yang menggambarkan terapi cairan intravena
pada pasien dewasa dan anak-anak:1
Tabel 2. Kecepatan Terapi cairan intravena pada Dewasa dan Anak1
17
Resusitasi cairan pada DSS berbeda dengan syok septik. Sebagian besar
kasus DSS akan merespon baik terapi cairan kristaloid bolus 10ml/kgBB pada
anak dan 300-500 ml pada dewasa dalam 1 jam. Jika terdapat perbaikan secara
klinis, kecepatan tetesan dapat diturunkan, tetapi sebelunya harus dimonitor
keadaan klinis, tanda-tanda vital, produksi urin, dan level hematocrit. Pemberian
infus kristaloid dipertahankan samapi 24-48 jam setelah tanda perbaikan.
Pemeriksaan laboratorium tambahan perlu dilakukan baik pada pasien syok
maupun tanpa syok jika tidak terjadi perbaikan setelah terapi cairan adekuat.
Pemeriksaan tersebut meliputi analisis gas darah, level hematocrit, elektrolit, dan
gula darah. Berikut adalah bagan terapi pengganti cairan pada pasien DSS:1
Jika syok tidak teratasi setelah bolus pertama, dapat dilakukan bolus kedua
dengan 10ml/kg cairan koloid dalam 15 menit dan lakukan pemeriksaan
laboratorium secepatnya.
Transfusi darah secepatnya perlu dipertimbangkan jika nilai hematokrit
rendah. Pemasangan kateter perlu dilakukan sebagai monitoring keseimbangan
cairan. Pemberian inotropic perlu dipertimbangakan jika tekanan darah tidak
meningkat walaupun pemberian terapi cairan telah adekuat, misalnya pada
kardiomegali, atau kontraktilitas jantung yang buruk. Jika tekanan darah telah
kembali normal setelah resusitasi cairan, lanjutkan terapi suportif sesuai dengan
keadaan klinis, tanda-tanda vital, produksi urin, dan level hematokrit. Jika terapat
tanda kegagalan organ, terapi suportif diperlukan untuk memperbaiki fungsi organ
tersebut.
Terapi Perdarahan Berat:
Jika sumber perdarahan dapat diidentifikasi, perdarahan harus dihentikan
jika memungkinkan. Misalnya pada epistaksis berat, dapat dilakukan
dengan nasal packing. Transfusi darah perlu dilakuakan tanpa perlu
menunggu level hematocrit rendah. Jumlah transfusi darah disesuaikan
dengan jumlah kehilangan darah jika penghitungan memungkinkan
dilakukan. Jika tidak, transfusi PRC dapat diberikan sebanyak 5ml/kgBB
2.10 Penyulit
Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.
Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat
menjadi penyebab ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara,
kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak
sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskuler yang menyeluruh.
Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah otak. Dikatakan
juga bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut3.
Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau
somnolen, dapat disertai atau tidak kejang dan dapat terjadi pada DBD / SSD.
Apabila pada pasien syok dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk memastikan
adanya ensefalopati, syok harus diatasi terlebih dahulu. Apabila syok telah teratasi
maka perlu dinilai kembali kesadarannya. Pungsi lumbal dikerjakan bila
kesadarannya telah teratasi dan kesadaran tetap menurun (hati-hati bila jumlah
trombosit <50.000/l). Pada ensefalopati dengue dijumpai peningkatan kadar
transaminase (SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang, kadar gula darah menurun,
alkalosis pada analisa gas darah, dan hiponatremia (Bila mungkin periksa kadar
amoniak darah)3.
Kelainan Ginjal
Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok
yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik
walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal, maka setelah syok diobati dengan
menggantikan volume intravaskuler, penting diperhatikan apakah benar syok telah
teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah
dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1
ml / Kg BB per jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik sedangkan
volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok
berat sering kali dijimpai akut tubular nekrosis ditandai penurunan jumlah urine
dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin3.
Oedema Paru
20
Merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari pemberian cairan
yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sakit sesuai
dengan panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan oedema paru
karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi
plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan yang diberikan berlebih
(Kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit
tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distres pernafasan,
disertai sembab pada kelopak mata dan ditunjang dengan gambaran oedema paru
pada foto rontgen3.
2.10 Pencegahan
Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik
nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN
(Pembersihan Sarang Nyamuk). Upaya ini merupakan cara yang terbaik, ampuh,
murah, mudah dan dapat dilakukan oleh masyarakat, dengan cara sebagai
berikut5:
1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti: bak mandi / WC,
drum, dan lain-lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di
vas kembang, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain
sekurang-kurangnya seminggu sekali
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum,
dan lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di
tempat tersebut.
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng
bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung
air hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan
bamboo, tempurung kelapa, dan lain-lain agar dibakar bersama sampah
lainnya.
4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau
adukan semen
5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak
hinggap disitu
6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan
bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentikjentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali.
21
tempat
penampungan
air
tersebut
akan
pada
orang
dewasa
di
Surabaya,
Semarang,
dan
Jakarta
22
BAB III
RESPONSI KASUS
2.1
Identitas Penderita
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Suku
Agama
Status
Pekerjaan
Alamat
Tanggal MRS
:
:
:
:
:
:
:
:
:
INS
43 tahun
Laki-laki
Bali
Hindu
Menikah
Berjualan di pasar
Br. Taman Sari Pandak Gede Kediri, Tabanan
22 Maret 2015
2.2 ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : Demam
Pasien datang ke RSUP Sanglah diantar oleh istrinya dengan keluhan
demam mendadak tinggi sejak 3 hari SMRS (19 Maret 2015, pukul 04.00 WIB).
Suhu pada saat awal demam adalah tidak diketahui. Demam dikatakan
berlangsung sepanjang hari dan turun untuk beberapa saat setelah mengonsumsi
obat penurun panas yang diberikan oleh dokter umum di klinik, tetapi kemudian
tinggi lagi. Pasien segera mengunjungi klinik pada saat demam dan mendapatkan
2 jenis obat minum, salah satu diantaranya adalah paracetamol dan pasien tidak
mengingat nama obat lainnya. Demam dikatakan lebih buruk pada pagi dan sore
menjelang malam hari. Demam dikatakan tidak disertai menggigil namun disertai
keringat dingin. Demam mulai turun sejak tanggal 23 Maret 2015 sekitar sore hari
namun masih mengkonsumsi obat antipiretik.
Pasien juga mengeluh sakit kepala sejak 3 hari SMRS. Sakit kepala
dikatakan muncul pada saat awal terjadinya demam. Sakit kepala dirasakan
seperti tertekan benda yang berat dan muter-muter. Sakit kepala dirasakan
sepanjang hari dan terasa semakin berat ketika suhu tubuh meningkat. Sakit
kepala tidak membaik ketika pasien tidur, bahkan pasien sulit tidur selama dua
hari. Sakit kepala dikatakan berlokasi di bagian atas kepala dan retro-orbita.
Pasien tidak mengobati sakit kepalanya, kecuali dengan obat klinik.
23
Pasien juga mengeluh nyeri pada seluruh sendi, terutama pada daerah lutut
dan pinggang, dan otot pada kedua ektremitas bawah dan ekstremitas kanan atas
sejak 3 hari SMRS. Pasien merasa pegal-pegal dan ngilu setelah melakukan
aktivitas. Nyeri dirasakan membaik saat pasien tidur dan dipijat dengan minyak
gosok.
Pasien juga mengeluh merasa lemas sepanjang hari. Lemas mulai
dirasakan setelah demam pertama kali muncul. Lemas membuat pasien malas
beraktivitas dan hanya ingin tidur.
Pasien juga mengeluh mual sejak hari pertama demam. Keluhan muntah
diakui pasien terjadi sejak 1 hari SMRS dengan frekuensi lebih dari 5 kali dengan
volume 5 sdm dengan komposisi seperti air dan berwana bening. Keluhan
muntah hanya terjadi pada satu hari SMRS. Keluhan mual dikatakan masih
sampai sekarang. Keluhan muntah berwarna kehitaman atau kemerahan disangkal
oleh pasien. Keluhan nyeri perut disangkal oleh pasien.
Pasien juga mengakui adanya riwayat diare sejak 1 hari SMRS sebanyak
lebih dari 20 kali dengan konsistensi cair dan sedikit-sedikit. Kotoran dikatakan
berwarna kekuningan. Pasien mengaku mengkonsumsi jus buah naga dan susu
yang cukup banyak yang diduga menurut pasien sebagai penyebab diare. Keluhan
BAB hitam dan darah, makan makanan pedas dan bersantan disangkal pasien.
Pasien juga mengeluh kehilangan nafsu makan dan minum. Keluhan mulai
muncul saat demam pertama kali muncul. Pasien hanya mampu makan 4 sampai 5
sendok dengan frekuensi 3 kali sehari. Pasien minum air putih dengan volume + 3
liter setiap harinya. Pasein mengeluh rasa pahit di mulut dan mulut kering.
Keluhan nyeri menelan dan suara serak disangkal.
Keluhan nyeri ulu hati, nyeri perut, sesak nafas, batuk, mimisan dan gusi
berdarah, bintik-bintik merah di kulit, penglihatan kabur disangkal. BAK dan
BAB sekarang dikatakan normal.
Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi baik obat maupun makanan.
Pasien sebelumnya sudah berobat ke klinik dan mendapat dua buah obat, yaitu
paracetamol dan obat lain yang tidak diingat namanya. Pasien menyangkal
mengkonsumsi obat herbal atau tradisional dan vitamin.
24
: Baik
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Respirasi
: 24 kali/menit
Temperatur aksila
: 36,6C
Nyeri
: VAS 0/10
Tinggi badan
: 160 cm
Berat badan
: 65 kg
BMI
: 25,4 kg/m2
25
THT
Telinga
Hidung
Tenggorokan
Lidah
Mukosa mulut
Leher
JVP
: PR + 0 cmH2O
Kelenjar tiroid
Limfanodi
Thoraks
Cor:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor +/+
+/+
+/+
-/-
-/-
+/+
-/-
-/-
Abdomen
26
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas
edema / Petichiae /
+/+
: tidak dievaluasi
Hasil
2,45
75,8
13,9
9,06
0,042
1,22
1,86
0.341
0.222
0.001
0.030
5.29
15,2
47,5
89,8
28,8
32,1
11,4
61,6
7,7
Satuan
103L
%
%
%
%
%
103L
103L
103L
103L
103L
106L
g/dL
%
fL
Pg
g/dL
%
103L
fL
Normal
4,10-11,00
47,00-80,00
13,00-40,00
2,00-11,00
0,00-5,00
0,00-2,00
2,50-7,50
1,00-4,00
0,10-1,20
0,00-0,50
0,00-0,10
4,50 5,90
13,50-17,50
41,00-53,00
80,00-100,00
26,00-34,00
31,00-36,00
11,60-14,80
150,00-440,00
6,80-10,00
Remarks
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Hasil
2,49
75,4
15,5
7.74
Satuan
103L
%
%
%
Normal
4,10-11,00
47,00-80,00
13,00-40,00
2,00-11,00
Remarks
Rendah
27
% EOS
% BASO
#NEUT
#LYMPH
#MONO
#EOS
#BASO
RBC
Hemoglobin
Hematokrit
Platelet
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
0,081
1,26
1,88
0,385
0,193
0,002
0,031
5,11
15,3
44,7
66,4
87,5
30,0
34,3
11,4
9,10
%
%
103L
103L
103L
103L
103L
106L
g/dL
%
103L
fL
Pg
g/dL
%
fL
0,00-5,00
0,00-2,00
2,50-7,50
1,00-4,00
0,10-1,20
0,00-0,50
0,00-0,10
4,50 5,90
13,50-17,50
41,00-53,00
150,00-440,00
80,00-100,00
26,00-34,00
31,00-36,00
11,60-14,80
6,80-10,00
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
2.5 DIAGNOSIS
- Suspek dengue infection day 4 without warning sign dd/ thypoid fever
2.6 PENATALAKSANAAN
MRS
IVFD RL 30 tpm
Paracetamol tab 3x500mg IO
Domperidon 3x10mg IO
Diet bebas
minum air putih secukupnya
antiemetik prn
Rencana Kerja
Tes serologi dengue (IgG dan IgM anti dengue) hari 7
IgM anti Salmonella Thypii
Cek darah lengkap tiap 12 jam
Monitor
28
29
BAB IV
PEMBAHASAN
Gejala Klinis
Anamnesis
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue yang disertai dengan kebocoran plasma dengan
gejala utama demam 2-7 hari, nyeri kepala (cephalgia), nyeri retroorbital, nyeri
otot dan sendi, yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia
dan diatesis hemoragik. Gejala klinis DBD sangat bervariasi dari yang ringan atau
yang asimtomatik sampai yang berat dengan syok atau perdarahan, bahkan
mungkin dengan kematian. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap,
diagnosis DBD serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu
terutama bila gejala klinis kurang memadai. Bentuk klasik dari DBD ditandai
dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala,
nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita
mengeluh nyeri menelan dengan faring hiperemis ditemukan pada pemeriksaan,
namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut
dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga.5
Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien pertama datang ke triage interna
dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Pasien datang ke RSUP Sanglah
diantar oleh istrinya dengan keluhan demam mendadak tinggi sejak 3 hari SMRS
(19 Maret 2015, pukul 04.00 WIB). Suhu pada saat awal demam adalah tidak
diketahui. Demam dikatakan berlangsung sepanjang hari dan turun untuk
beberapa saat setelah mengonsumsi obat penurun panas yang diberikan oleh
dokter umum di klinik, tetapi kemudian tinggi lagi. Pasien segera mengunjungi
klinik pada saat demam dan mendapatkan 2 jenis obat minum, salah satu
diantaranya adalah paracetamol dan pasien tidak mengingat nama obat lainnya.
Demam dikatakan lebih buruk pada pagi dan sore menjelang malam hari. Demam
dikatakan tidak disertai menggigil namun disertai keringat dingin. Demam mulai
turun sejak tanggal 23 Maret 2015 sekitar sore hari namun masih mengkonsumsi
obat antipiretik.
Pasien juga mengeluh sakit kepala sejak 3 hari SMRS. Sakit kepala
dikatakan muncul pada saat awal terjadinya demam. Sakit kepala dirasakan
seperti tertekan benda yang berat dan muter-muter. Sakit kepala dirasakan
30
sepanjang hari dan terasa semakin berat ketika suhu tubuh meningkat. Sakit
kepala tidak membaik ketika pasien tidur, bahkan pasien sulit tidur selama dua
hari. Sakit kepala dikatakan berlokasi di bagian ataskepala dan retro-orbita. Pasien
tidak mengobati sakit kepalanya, kecuali dengan obat klinik.
Pasien juga mengeluh nyeri pada seluruh sendi, terutama pada daerah lutut
dan pinggang, dan otot pada kedua ektremitas bawah dan ekstremitas kanan atas
sejak 3 hari SMRS. Pasien merasa pegal-pegal dan ngilu setelah melakukan
aktivitas. Nyeri dirasakan membaik saat pasien tidur dan dipijat dengan minyak
gosok.
Pasien juga mengeluh merasa lemas sepanjang hari. Lemas mulai
dirasakan setelah demam pertama kali muncul. Lemas membuat pasien malas
beraktivitas dan hanya ingin tidur.
Pasien juga mengeluh mual sejak hari pertama demam. Keluhan muntah
diakui pasien terjadi sejak 1 hari SMRS dengan frekuensi lebih dari 5 kali dengan
volume 5 sdm dengan komposisi seperti air dan berwana bening. Keluhan
muntah hanya terjadi pada satu hari SMRS. Keluhan mual dikatakan masih
sampai sekarang. Keluhan muntah berwarna kehitaman atau kemerahan disangkal
oleh pasien. Keluhan nyeri perut disangkal oleh pasien.
Pasien juga mengakui adanya riwayat diare sejak 1 hari SMRS sebanyak
lebih dari 20 kali dengan konsistensi cair dan sedikit-sedikit. Kotoran dikatakan
berwarna kekuningan. Pasien mengaku mengkonsumsi jus buah naga dan susu
yang cukup banyak yang diduga menurut pasien sebagai penyebab diare. Keluhan
BAB hitam dan darah, makan makanan pedas dan bersantan disangkal pasien.
Pasien juga mengeluh kehilangan nafsu makan dan minum. Keluhan mulai
muncul saat demam pertama kali muncul. Pasien hanya mampu makan 4 sampai 5
sendok dengan frekuensi 3 kali sehari. Pasien minum air putih dengan volume + 3
liter setiap harinya. Pasein mengeluh rasa pahit di mulut dan mulut kering.
Keluhan nyeri menelan dan suara serak disangkal.
Keluhan nyeri ulu hati, nyeri perut, sesak nafas, batuk, mimisan dan gusi
berdarah, penglihatan kabur disangkal. BAK dan BAB sekarang dikatakan
normal.
Dari anamnesis ini didapatkan gejala demam yang mendadak tinggi, nyeri
kepala dan nyeri retro-orbita, nyeri pada sendi dan otot, lemas, mual dan muntah,
dan diare. Gejala-gejala inilah yang mendukung diagnosis infeksi virus dengue.
Demam typhoid disingkirkan, walaupun adanya demam dan lidah kotor, menilik
31
jenis demam yang mendadak tinggi, gejala GIT yang berhenti dan bukan
merupakan gejala utama, dan juga lidah kotor yang tidak sesuai dengan gambaran
thypoid tounge. Pada pasien ini lidah kotor diduga dikarenakan oral hygene yang
buruk. Hal ini didukung oleh pengakuan pasien bahwa pasien jarang menggosok
gigi dan memperhatikan kebersihan mulut dan gigi.
Pemeriksaan Fisik
Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leed)
positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau
pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekie halus diternukan
tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya
ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih
jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase
demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm
di bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan
dengan berat ringannya penyakit namun pembesar hati lebih sering ditemukan
pada penderita dengan syok. Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase
demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai
dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus
dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara,
pada kasus berat penderita dapat mengalami syok. Trombositopeni dan
hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada DBD.
Penurunan jumlah trombosit < 100.000/l biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai
ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai
hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari
peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera
disusul dengan peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal
tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu
diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau
oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis,
Iimfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum
suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan.5
32
Pada pasien ini didapatkan pemeriksaan tanda vital dalam batas normal,
uji tourniquet negatif. Pemeriksaan fisik pada mata, telinga, hidung, tenggorokan
tidak tampak adanya kelainan. Pada pasien namun didapatkan lidah kotor dan
stomatitis pada mukosa pipi kanan. Tidak ditemukan adanya pembesaran thyroid
dan kelenjar getah bening pada leher. Hasil pemeriksaan fisik pada thorax dalam
batas normal. Pada abdomen didapatkan meteorismus. Ektremitas teraba hangat
dan tidak terdapat edem dan petechiae. Pada kasus ini pasien didiagnosis suspek
dengue infection day 4 without warning sign dd/ thypoid fever karena pasien
mengalami demam mendadak tinggi secara terus menerus disertai dengan gejala
lainnya seperti nyeri kepala retroorbita, arthralgia dan myalgia, juga mual dan
muntah.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang
diagnosis DD adalah pemeriksaan darah lengkap, urine, serologi dan isolasi virus.
Yang signifikan dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, selain itu untuk
mendiagnosis DD secara definitif dengan isolasi virus, identifikasi virus dan
serologis. Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan trombositopenia dengan
atau tanpa disertai peningkatan hematokrit. Pemeriksaan darah lengkap dilakukan
untuk mengonfirmasi diagnosis awal dan dan dilakukan rutin setiap hari sebagai
monitoring terapi. Pemeriksaan serologis dilakukan untuk mengonfirmasi infeksi
dari virus dengue. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah chest
x-ray dan bof untuk melihat tanda-tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura
maupun ascites.
Pada pasien ini telah dilakukan beberapa kali pemeriksaan darah lengkap.
Pemeriksaan pertama dilakukan saat demam hari pertama pada tanggal 22 Maret
2015 pukul 07.55 dengan hasil WBC dan platelet yang rendah tanpa adanya tanda
hemokonsentrasi. Pemeriksaan darah lengkap selanjutnya dilakukan pada demam
tanggal 22 Maret 2015 pukul 19.09 dan diperoleh hasil trombositopenia dan WBC
yang rendah, tanpa adanya tanda hemokonsentrasi. Pada pasien juga direncanakan
untuk dilakukan uji serologi IgG dan IgM anti dengue pada hari ke-7 demam
untuk mengonfirmasi diagnosis.
Diagnosis Banding
33
34
BAB V
SIMPULAN
Infeksi virus dengue dapat dibagi menjadi undifferentiated fever, demam dengue,
demam berdarah dengue, dan expanded dengue syndrome. Manifestasi klinis dari
demam berdarah dengue (DBD) antara lain demam mendadak tinggi dengan pola
biphasic, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfoadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
DBD dapat dibagi menjadi 4 grade sesuai dengan manifestasi perdarahan
dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi. Beberapa pemeriksaan penunjang yang
sering dilakukan pada infeksi virus dengue adalah pemeriksaan darah lengkap dan
serologi DBD. Penatalaksaan pasien dengan infeksi dengue dibagi berdasarkan
derajat penyakit. Prinsip terapi bersifat simptomatis dan suportif. Pembagian
tatalaksana meliputi rawat jalan, terapi DBD grade I dan II, Grade III, dan grade
IV. Prognosis dari DBD ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya
penanganan, umur, dan keadaan nutrisi pasien. Prognosis DBD derajat I dan II
umumnya baik. DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka
pasien dapat ditolong.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO, Regional Office for South East Asia (2011). Comprehensive Guidelines
for Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever:
Revised and expanded edition. SEARO Technical Publication Series No. 60.
India
2. Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls.(2004). Diagnosis dan Tata
Laksana Demam Berdarah Dengue, dalam: Current Management of
Pediatrics Problem. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 63-72
3. Putra TR, Suega K, dan Artana IGNB. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Penyakit Dalam. RSUP Sanglah, Denpasar. Hal 559-569.
4. Suzanne Moore Shepherd. 2014. Dengue. Pennsylvania. Hospital of
University of Pennsylvania.
5. Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II.
Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.
6. Suhendro, Nainggolan Leonard, Khie Chen, dan Pohan HT. 2009. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III. Fakultas Kedokteran UI : Media
Aescullapius. Jakarta.
36