Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan yang sudah menjadi
perhatian dunia terutama di negara-negara tropis dan subtropis di Asia Tenggara,
Pasifik Barat, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan.1 Sampai saat ini infeksi
virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia karena tingginya
angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat demam berdarah dengue
(DBD), khususnya pada anak-anak. Pada data tahun 2006 berdasarkan
Departemen kesehatan RI disajikan adanya peningkatan jumlah penduduk yang
terjangkir penyakit ini dengan case fatality rate sebesar 1,01%.2 Faktor-faktor
yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus dengue ini sangat
kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk, urbanisasi yang tidak terencana dan
tidak terkontrol, tidak adanya kontrol terhadap nyamuk yang efektif di daerah
endemik, dan peningkatan sarana transportasi. Morbiditas dan mortalitas infeksi
dengue dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain status imunologis pejamu,
kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, faktor keganasan virus, dan
kondisi geografis setempat.1,2,3
Prevalensi global demam berdarah dengue (DBD) mengalami peningkatan
yang dramatis dalam dua dekade terakhir. Sekitar 40 % dari penduduk dunia di
daerah tropis dan sub tropis beresiko terkena DBD.1 Penyakit ini kini menjadi
penyakit yang endemik di Indonesia sejak tiga dekade terakhir. Insidennya
berfluktuasi setiap tahun bahkan sampai terjadi wabah DBD di beberapa daerah di
Indonesia.3,4 Sampai saat ini 200 kota telah melaporkan kejadian luar biasa.
Insiden rate meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968
menjadi berkisar 6-27 per 100.000 penduduk pada tahun terakhir ini.3 Jumlah
kasus DBD di Indonesia sejak Januari sampai dengan Mei 2004 mencapai 64.000
(IR 29,7 per 100.000 penduduk) dengan kematian sebanyak 724 orang (CFR 1,1
%). 5
DBD dapat menyerang semua golongan umur. Proporsi kasus DBD
berdasarkan umur di Indonesia menunjukkan bahwa DBD paling banyak terjadi
pada anak usia sekolah yaitu pada usia 5-14 tahun. 4 DBD masih sulit diberantas
karena belum ada vaksin untuk pencegahan dan penatalaksanaannya hanya

bersifat suportif. Keberhasilan penatalaksanaan DBD terletak pada kemampuan


mendeteksi secara dini fase kritis dan penanganan yang cepat dan tepat.5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit arthropod-borne,
yang disebabkan oleh virus dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam
mendadak 2-7 hari yang dapat disertai gejala perdarahan dengan atau tanpa syok,
disertai pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia (trombosit
kurang dari 100.000) dan peningkatan hematokrit 20% atau lebih dari nilai
normal.1,4,5 Infeksi virus Dengue dapat disertai dengan kebocoran plasma.
Perubahan patofisiologi pada infeksi dengue menentukan perbedaan perjalanan
penyakit antara DBD dengan demam dengue (DD). Perubahan patofisiologis
tersebut adalah kelainan hemostasis dan perembesan plasma. Kedua kelainan
tersebut dapat diketahui dengan adanya trombositopenia dan peningkatan
hematokrit.1
2.2 Epidemiologi
Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus dengue
secara global. Di seluruh dunia 50-100 milyar kasus telah dilaporkan. Setiap
tahunnya sekitar 500.000 kasus DBD perlu perawatan di rumah sakit, 90%
diantaranya adalah anak anak usia kurang dari 15 tahun. Angka kematian DBD
diperkirakan sekitar 5% dan sekitar 25.000 kasus kematian dilaporkan setiap
harinya.6
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18, seperti yang
dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu
infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit
demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang juga disebut sebagai demam
sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang
dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala.
Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit
ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi
virus dengue menimbulakan penyakit dengan manifestasi berat, yaitu DBD yang
ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian menyebar ke negara lain seperti
Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD
dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi.5
3

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran virus Dengue


sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) urbanisasi
yang tidak terencana dan tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor
nyamuk di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi. Morbiditas
dan Mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain status
imunisasi penjamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan
(virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat.5
2.3 Etiologi dan Transmisi
DBD diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan
RNA virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan kapsul
lipid. Virus ini termasuk kedalam kelompok arbovirus B, famili Flaviviridae,
genus Flavivirus. Flavivirus merupakan virus yang berbentuk sferis, berdiameter
45-60 nm, mempunyai RNA positif sense yang terselubung, bersifat termolabil,
sensitif terhadap inaktivasi oleh dietil eter dan natrium dioksikolat, stabil pada
suhu 70oC4,7. Virus dengue mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3,
DEN 4.3 Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe
yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain
sangat kurang, sehingga tidak akan memberikan perlindungan yang memadai
terhadap serotipe yang lain tersebut. Seorang yang tinggal di daerah endemis
dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe
virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia,
pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 dibeberapa rumah
sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang
tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan
banyak menunjukkan manifestasi klinis yang berat.5
Virus Dengue mempunyai karakteristik yang sama dengan flavivirus lain,
genomnya terdiri RNA rantai tunggal (single stranded), dikelilingi oleh
nukleokapsid ikosahedral dan ditutupi oleh amplop lipid. Diameter virion sekitar
50nm. Genom flavivirus panjangnya 11kb (kilobase), disusun oleh 3 gen protein
struktural yaitu yang mengkode nukleokapsid atau protein inti (core: C), protein
membran (membrane: M), dan protein amplop (envelope: E), dan 7 gen protein
non struktural (NS) (Rothman, 2004). Untuk menginfeksi sel target, VD
menggunakan glikoprotein pada amplop virus, yang mengandung komponen yang

dibutuhkan untuk berikatan dan melakukan fusi dengan sel target dan juga untuk
berinteraksi dengan reseptor di sel target. Sel target primer yang telah diketahui
pada infeksi VD adalah monosit dan makrofag. Kemungkinan sel target lain
adalah sel dendritik dari monosit imatur.3
Manifestasi klinis dengue selain dipengaruhi oleh virus dengue itu sendiri,
terdapat 2 faktor lain yang berperan yaitu faktor host dan vektor perantara. Virus
dengue dikatakan menyerang manusia dan primata yang lebih rendah. Penelitian
di Afrika menyebutkan bahwa monyet dapat terinfeksi virus ini. Transmisi
vertikal dari ibu ke anak telah dilaporkan kejadiannya di Bangladesh dan
Thailand6. Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes aegypti betina,
disamping pula Aedes albopictus betina.7 Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit
demam berdarah (nyamuk Aedes aegypti): 8
Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
Hidup di dalam dan di sekitar rumah
Menggigit/menghisap darah pada siang hari
Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah
bukan di got/comberan
Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung, dan

lain-lain.

Gambar 1. Aedes aegypti betina 8.


Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti,
maka virus dengue akan masuk bersama darah yang diisap olehnya. Didalam
tubuh nyamuk itu virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri
dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus akan berada
dalam kelenjar air liur nyamuk. Jika nyamuk tersebut menggigit seseorang maka
alat tusuk nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu
diisap maka terlebih dahulu dikeluarkan air liurnya agar darah yang diisapnya
tidak membeku.2 Bersama dengan air liur inilah virus dengue tersebut ditularkan
kepada orang lain.
2.4 Patofisiologi dan Patogenesis
5

DD adalah mosquito-borne viral disease yang disebabkan oleh virus


dengue dengan tipe antigen yang berbeda, yaitu tipe 1-4.4,6 Walaupun demam
dengue (DD) dan demam berdarah dengue(DBD) disebabkan oleh virus yang
sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan
perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah hemokonsentrasi yang khas pada
DBD yang bisa mengarah pada kondisi renjatan. Renjatan itu disebabkan karena
kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. 6 Pada demam dengue
hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh
terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan
akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum
timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai.
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah
respon imun humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus dan proses sitolisis. Peran limfosit T baik T-helper (CD4) maupun
T-sitotoksis (CD8) juga berperan dalam respon imun seluler terhadap virus
dengue. Monosit dan macrofag berperan dalam fagositosis virus namun proses
fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh
makrofag. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell).
Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan
menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan
mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit
virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi
yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi
fiksasi komplemen.1,6
Proses

diatas

menyebabkan

terlepasnya

mediator-mediator

yang

merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise
dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi
trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat
ringan.5 Imunopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang
kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan
patogenesis pada DBD dan DSS yaitu teori virulensi dan hipotesis infeksi
sekunder (secondary heterologous infection theory).4,6
6

Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti


juga virus binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan
sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh
nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat
menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan
mempunyai

potensi

untuk

menimbulkan

wabah.

Renjatan

yang

dapat

menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat serotipe virus yang paling virulen.2
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous
infection yang menyatakan DBD terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus
dengue dengan tipe yang berbeda. Jika terdapat antibodi yang spesifik terhadap
jenis virus tertentu maka antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi
sebaliknya apabila antibodi terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak
dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang berat.6
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain
yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi
yang akan berikatan dengan reseptor dari membran sel leukosit terutama
makrofag. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.2,6
Patogenesis terjadinya kebocoran plasma pada DBD dapat dilihat pada
Gambar 2. Pada gambar 2 digambarkan bahwa terjadi konsentrasi kompleks
imun yang tinggi akibat reinfeksi yang mengakibatkan reaksi amnestik antibodi.
Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis
kompleks virus-antibodi sehingga virus berkembang di makrofag. Infeksi
makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksis
sehingga diproduksilah limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan
mengaktivasi monosit sehingga disekresikanlah berbagai mediator inflamasi,
seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6, dan histamin yang
megakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadilah kebocoran plasma.

Gambar 2. Imunopatogenesis DBD6


Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori
secondary heterologous infection) dapat dilihat pada Gambar 3. Sebagai akibat
infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien,
respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer
tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga
di dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam
jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigenantibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi
sistem komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari
ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat,
volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama
24 48 jam. Perembesan plasma yang erat hubungannya dengan kenaikan
permeabilitas dinding pembuluh darah ini terbukti dengan adanya peningkatan
kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya cairan di dalam
rongga serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak tertanggulangi secara
adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal, oleh
karena itu pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.2,6

Gambar 3. Patogenesis Terjadinya Syok Pada DBD.2


Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi
selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit
dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah.
Kedua faktor tersebut akan mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi
trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada
membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat),
sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga
terjadi trombositopenia (degranulasi trombosit). Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan

pengeluaran

platelet

faktor

III

mengakibatkan

terjadinya

koagulapati konsumtif (KID; koagulasi intravaskular deseminata), ditandai


dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product ) sehingga terjadi
penurunan faktor pembekuan. 2,6
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,
sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi dengan
baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hagemen
sehingga terjadi aktivasi sistem kinin kalikrein sehingga memacu peningkatan
permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan
masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan
(akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.
Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.6

Gambar 3. Patogenesis Terjadinya Perdarahan pada DBD.4


Trombositopenia pada infeksi dengue tejadi melalui mekanisme supresi
sumsum tulang, destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran
sumsum tulang pada masa awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan
hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah tubuh dapat mengkompensasi, maka
akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah
pada saat terjadi trombositopenia akan menunjukkan kenaikan, hal ini
menunjukkan adanya stimulasi thrombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi
terhadap keadaan thrombositopenia.
2.5 Spektrum Klinis dan Derajat Penyakit
Perjalanan infeksi virus di dalam tubuh manusia sangat tergantung dari
interaksi antara kondisi imunologik dan umur seseorang. Oleh karena itu infeksi
virus

dengue

dapat

tidak

menunjukan

gejala

(asimptomatik)

ataupun

bermanifestasi klinis ringan yaitu demam tanpa penyebab yang jelas, demam
dengue (DD) dan bermanifestasi berat dengan demam berdarah dengue (DBD)
tanpa syok atau dengue shock syndrome (DSS).1 Manifestasi klinis bergantung
pada strain virus, faktor host misalnya umur, dan status imun. Berikut ini adalah
bagan manifestasi klinis dari infeksi virus dengue.1

10

Gambar 4 Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue.1


a. Undifferentiated Fever
Pada bayi, anak, dan orang dewasa yang diinfeksi pertama kali oleh virus
dengue dapat mengalami demam yang tidak khas. Biasanya sulit dibedakan
dengan infeksi virus lainnya.1
b. Demam Dengue
Demam dengue banyak terjadi pada anak-anak, remaja, dan dewasa. Demam
biasanya berlangsung akut, mendadak tinggi (39-40oC) dengan pola biphasic
dan dapat disertai dengan menggigil. Gejala lain dapat berupa nyeri di
belakang bola mata, sakit kepala, myalgia, athralgia, rash, leukopenia, dan
trombositopenia. Tes tourniquet test menunjukkan hasil positif (> 10
bercak/inchi). Penyakit ini dapat disertai dengan perdarahan gastrointestinal,
hipermenorhea, dan epistaksis massif. 1
c. Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue (DBD) lebih sering terjadi pada anak berusia kurang
dari 15 tahun yang tinggal di daerah endemik. Insiden juga mulai meningkat
ada dewasa. Karakteristik DBD adalah demam akut yang mendadak tinggi
dengan gejala penyerta yang mirip dengan demam dengue. Hepatomegali
dapat ditemukan pada beberapa kasus. Pada fase kritis, DBD dapat
berkembang menjadi syok hipovolemik (DSS) dikarenakan adanya kebocoran
plasma. Adanya tanda-tanda warning sign seperti muntah persisten, nyeri
perut, lethargi, iritabel, dan oligouri adalah hal penting yang perlu diamati
untu mencegah syok. DBD dibedakan dengan DD dari ada tidaknya tandatanda plasma leakage seperti adanya efusi pleura, ascites, dan peningkatan
hematocrit pada pemeriksaan laboratorium. 1
DSS ditandai dengan nadi yang cepat dan lemah, dengan tekanan nadi
yang menyempit (< 20mmHg) atau hipotensi. Terdapat tanda-tanda CRT
mlambat (>3 detik), akral pucat dan dingin. 1
d. Expanded Dengue Syndrome
Terdapat keterlibatan organ seperti hati, ginjal, otak, atau jantung yang
berhubungan dengan infeksi dengue. Hal ini dapat berhubungan dengan
koinfeksi, komorbid atau komplikasi dari prolong syok. 1
2.7 Kriteria Diagnosis dan Derajat Penyakit

11

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO


tahun 2011 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini
dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).1
Kriteria Klinis
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlansung terus menerus
selama 2-7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
Uji torniquet positif,
Petekie, ekimosis, purpura,
Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis
dan/atau melena.
c. Pembesaran hati. (terdapat pada 90-98% kasus pada anak)
d. Hemokonsentrasi yang ditandai dengan adanya efusi plera atau ascites
e. Syok yang ditandai dengan nadi cepat (takikardia), perfusi jaringan yang
buruk dengan nadi lemah, serta penurunan tekanan nadi (pulse pressure 20
mmHg or less), hipotensi dengan adanya kaki dan tangan dingin dan/atau
pasien tampak gelisah.
Kriteria Laboratorium
a. Trombositopeni (100.000/l atau kurang).
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau
lebih dari baseline pada populasi sesuai usia.
Dua kriteria pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau
peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Adanya
hepatomegaly sebagai tambahan pada dua kriteria pertama yang ditemukan dapat
menjadi tanda DBD sebelum onset dari kebocoran plasma. Efusi pleura (chest Xray atau ultrasound) adalah bukti yang paling objektif dari kebocoran plasma.
Hipoalbuminemia sendiri dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien
anemia dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan hematokrit dan
adanya trombositopenia yang signifikan mendukung diagnosis dengue shock
syndrome (DSS). Hasil ESR yang rendah (<10mm pada jam pertama) pada saat
syok membedakan DSS dengan syok sepsis.1
Derajat Penyakit (WHO SEARO, 2011)1
Berikut ini adalah tabel klasifikasi infeksi dengue berdasarkan tingkat
keparahannya.
Tabel 1. Klasifikasi infeksi dengue berdasarkan tingkat keparahan1

12

# DHF III dan IV adalah DSS

2.8 Pemeriksaan Penunjang


2.8.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang
diagnosis DBD adalah pemeriksaan darah lengkap, urine, serologi dan isolasi
virus. Yang signifikan dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, selain itu
untuk mendiagnosis DBD secara definitif dengan isolasi virus, identifikasi virus
dan serologis.1,5
Darah Lengkap:
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai
pada DBD merupakan indikator terjadinya perembesan plasma, Selain
hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia, dan leukopenia.1,5
Isolasi Virus:
Ada beberapa cara isolasi dikembangkan, yaitu :6,7
a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari.
b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCKMK2) dan nyamuk A.
albopictus.
c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik / intraserebri pada larva.
Identifikasi Virus:

13

Adanya pertumbuhan virus dengue dapat diketahui dengan melakukan


fluorescence antibody technique test secara langsung atau tidak langsung dengan
menggunakan cunjugate. Untuk identifikasi virus dipakai flourensecence antibody
technique test secara indirek dengan menggunakan antibodi monoklonal.6,7
Uji Serologi:
1.
Uji hemaglutinasi inhibasi ( Haemagglutination Inhibition Test = HI test)6,7
Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis yang paling sering dipakai
dan digunakan sebagai baku emas pada pemeriksaan serologis. Terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam uji HI ini:
a. Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis ini tidak
dapat menunjukan tipe virus yang menginfeksi
b. Antibodi HI bertahan didalam tubuh sampai lama sekali (48 tahun), maka
uji ini baik digunakan pada studi seroepidemiologi.
c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali lipat dari
titer serum akut atau konvalesen dianggap sebagai presumtive positif, atau
diduga keras positif infeksi dengue yang baru terjadi (Recent dengue
2.

infection )
Uji Komplement Fiksasi ( Complement Fixation test = CF test )6,7
Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji diagnostik secara rutin oleh
karena selain cara pemeriksaan agak rumit, prosedurnya juga memerlukan
tenaga yang sudah berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi
komplemen fiksasi hanya bertahan sampai beberapa tahun saja (23 tahun)

3.

Uji neutralisasi ( Neutralisasi Tes = NT test )6,7


Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.
Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque Reduction
Neutralization Test ( PRNT ) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque
yang terjadi. Saat antibodi neutralisasi dideteksi dalam serum hampir
bersamaan dengan HI antibodi komplemen tetapi lebih cepat dari antibodi
fiksasi dan bertahan lama (48 tahun). Uji neutralisasi juga rumit dan
memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.

4.

IgM Elisa ( IgM Captured Elisa = Mac Elisa)8


Pada tahun terakhir ini, mac elisa merupakan uji serologi yang banyak sekali
dipakai. Sesuai namanya test ini akan mengetahui kandungan IgM dalam
serum pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam uji mac elisa adalah :

14

a. Pada perjalanan penyakit hari 4 5 virus dengue, akan timbul IgM yang
diikuti oleh IgG.
b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat dapat ditentukan
diagnosis yang tepat.
c. Ada kalanya hasil uji terhadap masih negatif, dalam hal ini perlu diulang.
d. Apabila hari ke 6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.
e. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2 3 bulan setelah adanya
infeksi. Untuk memeperjelas hasil uji IgM dapat juga dilakukan uji
terhadap IgG. Untuk itu uji IgM tidak boleh dipakai sebagai satu satunya
uji diagnostik untuk pengelolaan kasus.
f. Uji mac elisa mempunyai sensitifitas sedikit dibawah uji HI, dengan
kelebihan uji mac elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan
5.

spesifitas yang sama dengan uji HI.


IgG Elisa
Pada saat ini juga telah beredar uji IgG elisa yang sebanding dengan uji HI ,
hanya sedikit lebih spesifik. Beberapa merek dagang kita uji untuk infeksi
dengue IgM / IgG dengue blot, dengue rapid IgM, IgM elisa, IgG elisa, yang
telah beredar di pasaran. Pada dasarnya, hasil uji serologi dibaca dengan
melihat kenaikan titer antibodi fase konvalesen terhadap titer antibodi fase
akut (naik empat kali kelipatan atau lebih).8

Metode Diagnosis Baru (RTPCR) :


Akhir-akhir ini dengan berkembangnya ilmu biologi molekular, diagnosis infeksi
virus dengue dapat dilakukan dengan suatu uji yang disebut Reverse
Transcriptase Polymerase Chai Reaction (RTPCR).9,10 Cara ini merupakan cara
diagnosis yang sangat sensitif dan spesifik terhadap serotipe tertentu, hasil cepat
didapat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA
dari spesimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia , dan nyamuk.
Meskipun sensitivitas PCR sama dengan isolasi virus, PCR tidak begitu
dipengaruhi oleh penanganan spesimen yang kurang baik (misalnya dalam
penyimpanan dan handling), bahkan adanya antibodi dalam darah juga tidak
mempengaruhi hasil dari PCR.9,10
2.8.2 Pemeriksaan Radiologi
Kelainan yang bisa didapatkan antara lain 3:
1. Dilatasi pembuluh darah paru
2. Efusi pleura

15

3.
4.
5.
6.

Kardiomegali atau efusi perikard


Hepatomegali
Cairan dalam rongga peritoneum
Penebalan dinding vesika felea

2.8 Diagnosis Banding


a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri,
virus, atau penyakit protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza,
hepatitis chikungunya, malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai
hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.
b. DBD harus dibedakan pada deman chikungunya (DC). Pada DC biasanya
seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan
influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan
demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu tubuh tinggi, hampir
selalu disertai ruam makulopapular, injeksi kojungtiva dan lebih sering
dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis
hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan
gastrointestinal dan syok.
c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit
infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningkokus. Pada sepsis, anak sejak
semula kelihatan sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda
infeksi. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai dominasi sel
polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis). Pemeriksaan laju
endap darah (LED) dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri
dengan virus. Pada meningitis meningkokokus jelas terdapat rangsangan
meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.
d. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD
derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit.
Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dendgan penyakit DBD,
tetapi pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi,
dan pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali
normal daripada ITP.
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada
leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat
anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas

16

diagnosis leukemia. Pada anemia aplastik anak sangat anemik, demam timbul
karena infeksi sekunder. 3
2.9 Penatalaksanaan
Berdasarkan panduan WHO SEARO 2011, penatalaksaan pasien dengan
infeksi dengue dibagi berdasarkan derajat penyakit. Prinsip terapi bersifat
simptomatis dan suportif. Pembagian tatalaksana meliputi rawat jalan, terapi DBD
grade I dan II, Grade III, dan grade IV.1 Pasien yang rawat jalan adalah pasien
dengan hematokrit yang stabil, platelet masih diatas 100.000 dan masih mampu
memenuhi kebutuhan cairan oral. Pasien diedukasi mengenai istirahat yang
cukup, asupan cairan, dan pemberian obat penurun panas. Pasien juga diedukasi
mengenai tanda-tanda warning sign dan diberi instruksi untuk kembali ke rumah
sakit bila timbul tanda-tanda perburukan gejala.1
2.9.1 Penatalaksanaan DBD Grade I,II
Secara umum, terapi cairan disesuaikan dengan kebutuhan cairan pasien
sesuai dengan berat badan atau berat badan ideal untuk basien dengan obesitas.
Pada pasien dengan kecurigaan dehidrasi, terapi cairan dapat ditambah dengan 5%
deficit cairan dari total kebutuhan cairan. Volume cairan ini diberikan selama 48
jam. Pembrian jumlah cairan infus disesuaikan dengan tingkat kehilangan cairan,
yang dapat dilihat dari kondisi klinis, tanda-tanda vital, produksi urin, dan level
hematocrit. Berikut adalah tabel yang menggambarkan terapi cairan intravena
pada pasien dewasa dan anak-anak:1
Tabel 2. Kecepatan Terapi cairan intravena pada Dewasa dan Anak1

2.9.2 Manajemen syok: DBD Grade III


Dengue shock syndrome (DSS) adalah syok hipovolemik yang disebabkan
oleh kebocoran plasma dan ditandai dengan peningkatan resistensi vaskular
sistemik, yang dapat dilihat dari penyempitan tekanan nadi. Ketika terjadi
hipotensi, harus dicurigai terjadinya perdarahan berat, sering karena perdarahan
gastrointestinal.

17

Resusitasi cairan pada DSS berbeda dengan syok septik. Sebagian besar
kasus DSS akan merespon baik terapi cairan kristaloid bolus 10ml/kgBB pada
anak dan 300-500 ml pada dewasa dalam 1 jam. Jika terdapat perbaikan secara
klinis, kecepatan tetesan dapat diturunkan, tetapi sebelunya harus dimonitor
keadaan klinis, tanda-tanda vital, produksi urin, dan level hematocrit. Pemberian
infus kristaloid dipertahankan samapi 24-48 jam setelah tanda perbaikan.
Pemeriksaan laboratorium tambahan perlu dilakukan baik pada pasien syok
maupun tanpa syok jika tidak terjadi perbaikan setelah terapi cairan adekuat.
Pemeriksaan tersebut meliputi analisis gas darah, level hematocrit, elektrolit, dan
gula darah. Berikut adalah bagan terapi pengganti cairan pada pasien DSS:1

Gambar 5. Bagan Volume Terapi Pengganti Cairan pada Pasien DSS1


2.9.3 Manajemen dari Prolonged/Profound Shock : DBD Grade IV
Resusitasi cairan inisial pada BD grade IV sangat diperlukan untuk
mengembalikan tekanan darah dan pemeriksaan laboratorium tambahan harus
segera dilakukan untuk menilai keterlibatan organ. Bolus cairan kristaloid/koloid
10ml/kgBB dalam 10-15 menit. Observasi setelah 15-30 menit, jika tekanan darah
kembali, terapi cairan dapat dilanjutkan sesuai dengan penanganan DBD grade III.
18

Jika syok tidak teratasi setelah bolus pertama, dapat dilakukan bolus kedua
dengan 10ml/kg cairan koloid dalam 15 menit dan lakukan pemeriksaan
laboratorium secepatnya.
Transfusi darah secepatnya perlu dipertimbangkan jika nilai hematokrit
rendah. Pemasangan kateter perlu dilakukan sebagai monitoring keseimbangan
cairan. Pemberian inotropic perlu dipertimbangakan jika tekanan darah tidak
meningkat walaupun pemberian terapi cairan telah adekuat, misalnya pada
kardiomegali, atau kontraktilitas jantung yang buruk. Jika tekanan darah telah
kembali normal setelah resusitasi cairan, lanjutkan terapi suportif sesuai dengan
keadaan klinis, tanda-tanda vital, produksi urin, dan level hematokrit. Jika terapat
tanda kegagalan organ, terapi suportif diperlukan untuk memperbaiki fungsi organ
tersebut.
Terapi Perdarahan Berat:
Jika sumber perdarahan dapat diidentifikasi, perdarahan harus dihentikan
jika memungkinkan. Misalnya pada epistaksis berat, dapat dilakukan
dengan nasal packing. Transfusi darah perlu dilakuakan tanpa perlu
menunggu level hematocrit rendah. Jumlah transfusi darah disesuaikan
dengan jumlah kehilangan darah jika penghitungan memungkinkan
dilakukan. Jika tidak, transfusi PRC dapat diberikan sebanyak 5ml/kgBB

atau transfusi whole blood dapat diberikan sebanyak 10ml/kgBB


Pada perdarahan gastrointestinal, H-2 antagonis dan PPI dapat digunakan.
Tidak ditemukan bukti yang mengindikasikan pemberian komponen darah
seperti platelet, fresh frozen plasma, atau cryoprecipitate. Pemberian

komponen tersebut malah dapat berkontribusi pada overload cairan.


Rekombinan faktor VII dapat diberikan, tetapi sangat mahal dan jarang
ada.

Kriteria memulangkan pasien


Pasien dapat dipulangkan apabila:
- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
- Nafsu makan membaik
- Secara klinis tampak perbaikan
- Hematokrit stabil dan hemodinamik baik (24 jam stabil)
- Tiga hari setelah syok teratasi
- Jumlah trombosit > 50.000/l
- Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis).1
19

2.10 Penyulit
Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.
Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat
menjadi penyebab ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara,
kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak
sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskuler yang menyeluruh.
Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah otak. Dikatakan
juga bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut3.
Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau
somnolen, dapat disertai atau tidak kejang dan dapat terjadi pada DBD / SSD.
Apabila pada pasien syok dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk memastikan
adanya ensefalopati, syok harus diatasi terlebih dahulu. Apabila syok telah teratasi
maka perlu dinilai kembali kesadarannya. Pungsi lumbal dikerjakan bila
kesadarannya telah teratasi dan kesadaran tetap menurun (hati-hati bila jumlah
trombosit <50.000/l). Pada ensefalopati dengue dijumpai peningkatan kadar
transaminase (SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang, kadar gula darah menurun,
alkalosis pada analisa gas darah, dan hiponatremia (Bila mungkin periksa kadar
amoniak darah)3.
Kelainan Ginjal
Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok
yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik
walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal, maka setelah syok diobati dengan
menggantikan volume intravaskuler, penting diperhatikan apakah benar syok telah
teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah
dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1
ml / Kg BB per jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik sedangkan
volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok
berat sering kali dijimpai akut tubular nekrosis ditandai penurunan jumlah urine
dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin3.
Oedema Paru

20

Merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari pemberian cairan
yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sakit sesuai
dengan panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan oedema paru
karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi
plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan yang diberikan berlebih
(Kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit
tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distres pernafasan,
disertai sembab pada kelopak mata dan ditunjang dengan gambaran oedema paru
pada foto rontgen3.
2.10 Pencegahan
Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik
nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN
(Pembersihan Sarang Nyamuk). Upaya ini merupakan cara yang terbaik, ampuh,
murah, mudah dan dapat dilakukan oleh masyarakat, dengan cara sebagai
berikut5:
1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti: bak mandi / WC,
drum, dan lain-lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di
vas kembang, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain
sekurang-kurangnya seminggu sekali
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum,
dan lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di
tempat tersebut.
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng
bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung
air hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan
bamboo, tempurung kelapa, dan lain-lain agar dibakar bersama sampah
lainnya.
4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau
adukan semen
5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak
hinggap disitu
6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan
bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentikjentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali.

21

Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut: Untuk 10 liter


air cukup dengan 1 gram bubuk ABATE. Untuk menakar ABATE digunakan
sendok makan. Satu sendok makan peres berisi 10 gram ABATE. Setelah
dibubuhkan ABATE maka8:
1. Selama 3 bulan bubuk ABATE dalam air tersebut mampu membunuh
jentik Aedes aegypti.
2. Selama 3 bulan bila

tempat

penampungan

air

tersebut

akan

dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam


dinding tempat penampungan air tersebut.
3. Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak
membahayakan dan tetap aman bila air tersebut diminum.
2.12 Prognosis
Prognosis DBD ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya
penanganan diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I dan II
umumnya baik. DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka
pasien dapat ditolong. Angka kematian pada syok yang tidak terkontrol sekitar 4050 % tetapi dengan terapi penggantian cairan yang baik bisa menjadi 1-2 %.
Penelitian

pada

orang

dewasa

di

Surabaya,

Semarang,

dan

Jakarta

memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit DBD pada orang


dewasa umumnya lebih ringan daripada anak-anak. Pada kasus- kasus DBD yang
disertai komplikasi sepeti DIC dan ensefalopati prognosisnya buruk3.

22

BAB III
RESPONSI KASUS
2.1

Identitas Penderita
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Suku
Agama
Status
Pekerjaan
Alamat
Tanggal MRS

:
:
:
:
:
:
:
:
:

INS
43 tahun
Laki-laki
Bali
Hindu
Menikah
Berjualan di pasar
Br. Taman Sari Pandak Gede Kediri, Tabanan
22 Maret 2015

2.2 ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : Demam
Pasien datang ke RSUP Sanglah diantar oleh istrinya dengan keluhan
demam mendadak tinggi sejak 3 hari SMRS (19 Maret 2015, pukul 04.00 WIB).
Suhu pada saat awal demam adalah tidak diketahui. Demam dikatakan
berlangsung sepanjang hari dan turun untuk beberapa saat setelah mengonsumsi
obat penurun panas yang diberikan oleh dokter umum di klinik, tetapi kemudian
tinggi lagi. Pasien segera mengunjungi klinik pada saat demam dan mendapatkan
2 jenis obat minum, salah satu diantaranya adalah paracetamol dan pasien tidak
mengingat nama obat lainnya. Demam dikatakan lebih buruk pada pagi dan sore
menjelang malam hari. Demam dikatakan tidak disertai menggigil namun disertai
keringat dingin. Demam mulai turun sejak tanggal 23 Maret 2015 sekitar sore hari
namun masih mengkonsumsi obat antipiretik.
Pasien juga mengeluh sakit kepala sejak 3 hari SMRS. Sakit kepala
dikatakan muncul pada saat awal terjadinya demam. Sakit kepala dirasakan
seperti tertekan benda yang berat dan muter-muter. Sakit kepala dirasakan
sepanjang hari dan terasa semakin berat ketika suhu tubuh meningkat. Sakit
kepala tidak membaik ketika pasien tidur, bahkan pasien sulit tidur selama dua
hari. Sakit kepala dikatakan berlokasi di bagian atas kepala dan retro-orbita.
Pasien tidak mengobati sakit kepalanya, kecuali dengan obat klinik.

23

Pasien juga mengeluh nyeri pada seluruh sendi, terutama pada daerah lutut
dan pinggang, dan otot pada kedua ektremitas bawah dan ekstremitas kanan atas
sejak 3 hari SMRS. Pasien merasa pegal-pegal dan ngilu setelah melakukan
aktivitas. Nyeri dirasakan membaik saat pasien tidur dan dipijat dengan minyak
gosok.
Pasien juga mengeluh merasa lemas sepanjang hari. Lemas mulai
dirasakan setelah demam pertama kali muncul. Lemas membuat pasien malas
beraktivitas dan hanya ingin tidur.
Pasien juga mengeluh mual sejak hari pertama demam. Keluhan muntah
diakui pasien terjadi sejak 1 hari SMRS dengan frekuensi lebih dari 5 kali dengan
volume 5 sdm dengan komposisi seperti air dan berwana bening. Keluhan
muntah hanya terjadi pada satu hari SMRS. Keluhan mual dikatakan masih
sampai sekarang. Keluhan muntah berwarna kehitaman atau kemerahan disangkal
oleh pasien. Keluhan nyeri perut disangkal oleh pasien.
Pasien juga mengakui adanya riwayat diare sejak 1 hari SMRS sebanyak
lebih dari 20 kali dengan konsistensi cair dan sedikit-sedikit. Kotoran dikatakan
berwarna kekuningan. Pasien mengaku mengkonsumsi jus buah naga dan susu
yang cukup banyak yang diduga menurut pasien sebagai penyebab diare. Keluhan
BAB hitam dan darah, makan makanan pedas dan bersantan disangkal pasien.
Pasien juga mengeluh kehilangan nafsu makan dan minum. Keluhan mulai
muncul saat demam pertama kali muncul. Pasien hanya mampu makan 4 sampai 5
sendok dengan frekuensi 3 kali sehari. Pasien minum air putih dengan volume + 3
liter setiap harinya. Pasein mengeluh rasa pahit di mulut dan mulut kering.
Keluhan nyeri menelan dan suara serak disangkal.
Keluhan nyeri ulu hati, nyeri perut, sesak nafas, batuk, mimisan dan gusi
berdarah, bintik-bintik merah di kulit, penglihatan kabur disangkal. BAK dan
BAB sekarang dikatakan normal.

Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi baik obat maupun makanan.
Pasien sebelumnya sudah berobat ke klinik dan mendapat dua buah obat, yaitu
paracetamol dan obat lain yang tidak diingat namanya. Pasien menyangkal
mengkonsumsi obat herbal atau tradisional dan vitamin.

24

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan belum pernah mengalami keluhan yang sama
sebelumnya. Pasien mengatakan pernah beberapa kali mengalami demam tetapi
segera membaik dengan obat penurun panas. Pasien mengatakan tidak pernah
mengalami perdarahan dari hidung sebelumnya. Riwayat penyakit kencing manis
dan tensi tinggi disangkal pasien. Riwayat tipes diakui pasien pada saat pasien
masih anak-anak. Pasien pernah menderita gastritis lebih dari 5 tahun yang lalu,
namun sekarang tidak pernah kambuh lagi.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami keluhan seperti pasien
saat ini. Riwayat penyakit kencing manis didapatkan pada ibu pasien dan tensi
tinggi pada ayah pasien.
Riwayat Pribadi dan Sosial
Pasien sehari-harinya berjualan di pasar. Pasien tinggal di rumahnya di
Denpasar bersama istri dan ketiga anaknya. Tidak ada tetangganya yang memiliki
keluhan yang sama. Pendidikan terakhir diakui dalah SMP. Pasien mengatakan
bahwa sudah mengetahui cara pencegahan demem berdarah dengan menutup dan
mencuci juga menguras penampungan air. Pasien menyangkal adanya genangan
air di sekitar rumah pasien. Pasien mengaku memiliki gudang di rumah namun
selalu dalam keadaan kosong.
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis (GCS: E4V5M6)

Tekanan darah

: 110/80 mmHg (Tes Torniquet (-) )

Nadi

: 84 kali/menit, regular, isi cukup

Respirasi

: 24 kali/menit

Temperatur aksila

: 36,6C

Nyeri

: VAS 0/10

Tinggi badan

: 160 cm

Berat badan

: 65 kg

BMI

: 25,4 kg/m2

25

Pemeriksaan Fisik Khusus


Mata

: anemis (-/-), ikterus (-/-), refleks pupil (+/+) isokor


3mm/3mm, edema palpebra (-/-), lakrimasi (-/-),
conjunctival bleeding (-/-)

THT
Telinga

: bentuk normal, sekret tidak ada, pendengaran tidak


ada

Hidung

: sekret tidak ada, malar rash (-)

Tenggorokan

: tonsil T1/T1 hiperemis (-), faring hiperemis (-)

Lidah

: ulkus (-), papil lidah atrofi (-), lidah kotor (+)

Mukosa mulut

: basah, stomatitis angularis (+),ulkus (-),

Leher
JVP

: PR + 0 cmH2O

Kelenjar tiroid

: tidak terdapat pembesaran

Limfanodi

: tidak terdapat pembesaran

Thoraks
Cor:

Inspeksi

: tidak tampak pulsasi iktus kordis

Palpasi

: iktus kordis tidak teraba

Perkusi

: batas atas jantung ICS II sinistra


batas kanan jantung parasternal line dekstra
batas kiri jantung midclavicular line sinistra ICS V

Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)


Pulmo:

Inspeksi

: simetris saat statis & dinamis, retraksi (-),

Palpasi

: vokal fremitus (N/N)

Perkusi

: sonor +/+
+/+
+/+

Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/+/+

-/-

-/-

+/+

-/-

-/-

Abdomen

26

Inspeksi

: distensi (-), meteorismus (+), Ascites (-)

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Palpasi

: nyeri tekan (-), distensi (-), hepar dan lien tidak


teraba, ginjal tidak teraba.

Perkusi
Ekstremitas

: timpani (+), ascites (-) , shifting dullness (-)


: hangat +/+

edema / Petichiae /

+/+

Rumple leed (-)


Genitalia

: tidak dievaluasi

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah Lengkap (22-03-2015) Pk 19.09
Pemeriksaan
WBC
% NEUT
% LYMPH
% MONO
% EOS
% BASO
#NEUT
#LYMPH
#MONO
#EOS
#BASO
RBC
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
RDW
Platelet
MPV

Hasil
2,45
75,8
13,9
9,06
0,042
1,22
1,86
0.341
0.222
0.001
0.030
5.29
15,2
47,5
89,8
28,8
32,1
11,4
61,6
7,7

Satuan
103L
%
%
%
%
%
103L
103L
103L
103L
103L
106L
g/dL
%
fL
Pg
g/dL
%
103L
fL

Normal
4,10-11,00
47,00-80,00
13,00-40,00
2,00-11,00
0,00-5,00
0,00-2,00
2,50-7,50
1,00-4,00
0,10-1,20
0,00-0,50
0,00-0,10
4,50 5,90
13,50-17,50
41,00-53,00
80,00-100,00
26,00-34,00
31,00-36,00
11,60-14,80
150,00-440,00
6,80-10,00

Remarks
Rendah

Rendah
Rendah
Rendah

Rendah
Rendah

Darah Lengkap (22-03-2015) pk. 07.55


Pemeriksaan
WBC
% NEUT
% LYMPH
% MONO

Hasil
2,49
75,4
15,5
7.74

Satuan
103L
%
%
%

Normal
4,10-11,00
47,00-80,00
13,00-40,00
2,00-11,00

Remarks
Rendah

27

% EOS
% BASO
#NEUT
#LYMPH
#MONO
#EOS
#BASO
RBC
Hemoglobin
Hematokrit
Platelet
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV

0,081
1,26
1,88
0,385
0,193
0,002
0,031
5,11
15,3
44,7
66,4
87,5
30,0
34,3
11,4
9,10

%
%
103L
103L
103L
103L
103L
106L
g/dL
%
103L
fL
Pg
g/dL
%
fL

0,00-5,00
0,00-2,00
2,50-7,50
1,00-4,00
0,10-1,20
0,00-0,50
0,00-0,10
4,50 5,90
13,50-17,50
41,00-53,00
150,00-440,00
80,00-100,00
26,00-34,00
31,00-36,00
11,60-14,80
6,80-10,00

Rendah
Rendah

Rendah

Rendah

2.5 DIAGNOSIS
- Suspek dengue infection day 4 without warning sign dd/ thypoid fever
2.6 PENATALAKSANAAN
MRS
IVFD RL 30 tpm
Paracetamol tab 3x500mg IO
Domperidon 3x10mg IO
Diet bebas
minum air putih secukupnya
antiemetik prn
Rencana Kerja
Tes serologi dengue (IgG dan IgM anti dengue) hari 7
IgM anti Salmonella Thypii
Cek darah lengkap tiap 12 jam
Monitor
28

Tanda-tanda vital, keluhan, keseimbangan cairan


Warning sign
2.7 PROGNOSIS
Dubius ad bonam

29

BAB IV
PEMBAHASAN
Gejala Klinis
Anamnesis
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue yang disertai dengan kebocoran plasma dengan
gejala utama demam 2-7 hari, nyeri kepala (cephalgia), nyeri retroorbital, nyeri
otot dan sendi, yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia
dan diatesis hemoragik. Gejala klinis DBD sangat bervariasi dari yang ringan atau
yang asimtomatik sampai yang berat dengan syok atau perdarahan, bahkan
mungkin dengan kematian. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap,
diagnosis DBD serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu
terutama bila gejala klinis kurang memadai. Bentuk klasik dari DBD ditandai
dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala,
nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita
mengeluh nyeri menelan dengan faring hiperemis ditemukan pada pemeriksaan,
namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga nyeri perut
dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga.5
Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien pertama datang ke triage interna
dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Pasien datang ke RSUP Sanglah
diantar oleh istrinya dengan keluhan demam mendadak tinggi sejak 3 hari SMRS
(19 Maret 2015, pukul 04.00 WIB). Suhu pada saat awal demam adalah tidak
diketahui. Demam dikatakan berlangsung sepanjang hari dan turun untuk
beberapa saat setelah mengonsumsi obat penurun panas yang diberikan oleh
dokter umum di klinik, tetapi kemudian tinggi lagi. Pasien segera mengunjungi
klinik pada saat demam dan mendapatkan 2 jenis obat minum, salah satu
diantaranya adalah paracetamol dan pasien tidak mengingat nama obat lainnya.
Demam dikatakan lebih buruk pada pagi dan sore menjelang malam hari. Demam
dikatakan tidak disertai menggigil namun disertai keringat dingin. Demam mulai
turun sejak tanggal 23 Maret 2015 sekitar sore hari namun masih mengkonsumsi
obat antipiretik.
Pasien juga mengeluh sakit kepala sejak 3 hari SMRS. Sakit kepala
dikatakan muncul pada saat awal terjadinya demam. Sakit kepala dirasakan
seperti tertekan benda yang berat dan muter-muter. Sakit kepala dirasakan
30

sepanjang hari dan terasa semakin berat ketika suhu tubuh meningkat. Sakit
kepala tidak membaik ketika pasien tidur, bahkan pasien sulit tidur selama dua
hari. Sakit kepala dikatakan berlokasi di bagian ataskepala dan retro-orbita. Pasien
tidak mengobati sakit kepalanya, kecuali dengan obat klinik.
Pasien juga mengeluh nyeri pada seluruh sendi, terutama pada daerah lutut
dan pinggang, dan otot pada kedua ektremitas bawah dan ekstremitas kanan atas
sejak 3 hari SMRS. Pasien merasa pegal-pegal dan ngilu setelah melakukan
aktivitas. Nyeri dirasakan membaik saat pasien tidur dan dipijat dengan minyak
gosok.
Pasien juga mengeluh merasa lemas sepanjang hari. Lemas mulai
dirasakan setelah demam pertama kali muncul. Lemas membuat pasien malas
beraktivitas dan hanya ingin tidur.
Pasien juga mengeluh mual sejak hari pertama demam. Keluhan muntah
diakui pasien terjadi sejak 1 hari SMRS dengan frekuensi lebih dari 5 kali dengan
volume 5 sdm dengan komposisi seperti air dan berwana bening. Keluhan
muntah hanya terjadi pada satu hari SMRS. Keluhan mual dikatakan masih
sampai sekarang. Keluhan muntah berwarna kehitaman atau kemerahan disangkal
oleh pasien. Keluhan nyeri perut disangkal oleh pasien.
Pasien juga mengakui adanya riwayat diare sejak 1 hari SMRS sebanyak
lebih dari 20 kali dengan konsistensi cair dan sedikit-sedikit. Kotoran dikatakan
berwarna kekuningan. Pasien mengaku mengkonsumsi jus buah naga dan susu
yang cukup banyak yang diduga menurut pasien sebagai penyebab diare. Keluhan
BAB hitam dan darah, makan makanan pedas dan bersantan disangkal pasien.
Pasien juga mengeluh kehilangan nafsu makan dan minum. Keluhan mulai
muncul saat demam pertama kali muncul. Pasien hanya mampu makan 4 sampai 5
sendok dengan frekuensi 3 kali sehari. Pasien minum air putih dengan volume + 3
liter setiap harinya. Pasein mengeluh rasa pahit di mulut dan mulut kering.
Keluhan nyeri menelan dan suara serak disangkal.
Keluhan nyeri ulu hati, nyeri perut, sesak nafas, batuk, mimisan dan gusi
berdarah, penglihatan kabur disangkal. BAK dan BAB sekarang dikatakan
normal.
Dari anamnesis ini didapatkan gejala demam yang mendadak tinggi, nyeri
kepala dan nyeri retro-orbita, nyeri pada sendi dan otot, lemas, mual dan muntah,
dan diare. Gejala-gejala inilah yang mendukung diagnosis infeksi virus dengue.
Demam typhoid disingkirkan, walaupun adanya demam dan lidah kotor, menilik
31

jenis demam yang mendadak tinggi, gejala GIT yang berhenti dan bukan
merupakan gejala utama, dan juga lidah kotor yang tidak sesuai dengan gambaran
thypoid tounge. Pada pasien ini lidah kotor diduga dikarenakan oral hygene yang
buruk. Hal ini didukung oleh pengakuan pasien bahwa pasien jarang menggosok
gigi dan memperhatikan kebersihan mulut dan gigi.
Pemeriksaan Fisik
Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leed)
positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau
pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekie halus diternukan
tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya
ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih
jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase
demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm
di bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak berhubungan
dengan berat ringannya penyakit namun pembesar hati lebih sering ditemukan
pada penderita dengan syok. Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase
demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai
dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus
dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara,
pada kasus berat penderita dapat mengalami syok. Trombositopeni dan
hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada DBD.
Penurunan jumlah trombosit < 100.000/l biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai
ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai
hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari
peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera
disusul dengan peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal
tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu
diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau
oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis,
Iimfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum
suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan.5

32

Pada pasien ini didapatkan pemeriksaan tanda vital dalam batas normal,
uji tourniquet negatif. Pemeriksaan fisik pada mata, telinga, hidung, tenggorokan
tidak tampak adanya kelainan. Pada pasien namun didapatkan lidah kotor dan
stomatitis pada mukosa pipi kanan. Tidak ditemukan adanya pembesaran thyroid
dan kelenjar getah bening pada leher. Hasil pemeriksaan fisik pada thorax dalam
batas normal. Pada abdomen didapatkan meteorismus. Ektremitas teraba hangat
dan tidak terdapat edem dan petechiae. Pada kasus ini pasien didiagnosis suspek
dengue infection day 4 without warning sign dd/ thypoid fever karena pasien
mengalami demam mendadak tinggi secara terus menerus disertai dengan gejala
lainnya seperti nyeri kepala retroorbita, arthralgia dan myalgia, juga mual dan
muntah.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang
diagnosis DD adalah pemeriksaan darah lengkap, urine, serologi dan isolasi virus.
Yang signifikan dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, selain itu untuk
mendiagnosis DD secara definitif dengan isolasi virus, identifikasi virus dan
serologis. Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan trombositopenia dengan
atau tanpa disertai peningkatan hematokrit. Pemeriksaan darah lengkap dilakukan
untuk mengonfirmasi diagnosis awal dan dan dilakukan rutin setiap hari sebagai
monitoring terapi. Pemeriksaan serologis dilakukan untuk mengonfirmasi infeksi
dari virus dengue. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah chest
x-ray dan bof untuk melihat tanda-tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura
maupun ascites.
Pada pasien ini telah dilakukan beberapa kali pemeriksaan darah lengkap.
Pemeriksaan pertama dilakukan saat demam hari pertama pada tanggal 22 Maret
2015 pukul 07.55 dengan hasil WBC dan platelet yang rendah tanpa adanya tanda
hemokonsentrasi. Pemeriksaan darah lengkap selanjutnya dilakukan pada demam
tanggal 22 Maret 2015 pukul 19.09 dan diperoleh hasil trombositopenia dan WBC
yang rendah, tanpa adanya tanda hemokonsentrasi. Pada pasien juga direncanakan
untuk dilakukan uji serologi IgG dan IgM anti dengue pada hari ke-7 demam
untuk mengonfirmasi diagnosis.
Diagnosis Banding

33

Berdasarkan data yang kami dapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan


fisik yang ditunjang dengan pemeriksaan penunjang sehingga dapat mengarahkan
kita pada infeksi virus dengue. Namun, dari data ini belum ditemukan tanda-tanda
hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit yang signifikan. Untuk itu kami
mendiagnosis awal pasien dengan Suspek dengue infection day 4 without warning
sign dd/ thypoid fever.
Penatalaksanaan
Berdasarkan panduan WHO SEARO 2011, penatalaksaan pasien dengan
infeksi dengue dibagi berdasarkan derajat penyakit. Prinsip terapi bersifat
simptomatis dan suportif. Pembagian tatalaksana meliputi rawat jalan, terapi DBD
grade I dan II, Grade III, dan grade IV.1
Pada DD, terapi cairan disesuaikan dengan kebutuhan cairan pasien sesuai
dengan berat badan atau berat badan ideal untuk basien dengan obesitas. Pada
pasien dengan kecurigaan dehidrasi, terapi cairan dapat ditambah dengan 5%
defisit cairan dari total kebutuhan cairan. Volume cairan ini diberikan selama 48
jam. Pemberian jumlah cairan infus disesuaikan dengan tingkat kehilangan cairan,
yang dapat dilihat dari kondisi klinis, tanda-tanda vital, produksi urin, dan level
hematocrit.
Pada pasien ini diberikan penanganan seperti:
MRS
IVFD RL 30 tpm
Paracetamol tab 3x500mg IO
Domperidon 3x10mg IO
Diet bebas
minum air putih secukupnya
antiemetik prn

34

BAB V
SIMPULAN
Infeksi virus dengue dapat dibagi menjadi undifferentiated fever, demam dengue,
demam berdarah dengue, dan expanded dengue syndrome. Manifestasi klinis dari
demam berdarah dengue (DBD) antara lain demam mendadak tinggi dengan pola
biphasic, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfoadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
DBD dapat dibagi menjadi 4 grade sesuai dengan manifestasi perdarahan
dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi. Beberapa pemeriksaan penunjang yang
sering dilakukan pada infeksi virus dengue adalah pemeriksaan darah lengkap dan
serologi DBD. Penatalaksaan pasien dengan infeksi dengue dibagi berdasarkan
derajat penyakit. Prinsip terapi bersifat simptomatis dan suportif. Pembagian
tatalaksana meliputi rawat jalan, terapi DBD grade I dan II, Grade III, dan grade
IV. Prognosis dari DBD ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya
penanganan, umur, dan keadaan nutrisi pasien. Prognosis DBD derajat I dan II
umumnya baik. DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka
pasien dapat ditolong.

35

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO, Regional Office for South East Asia (2011). Comprehensive Guidelines
for Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever:
Revised and expanded edition. SEARO Technical Publication Series No. 60.
India
2. Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls.(2004). Diagnosis dan Tata
Laksana Demam Berdarah Dengue, dalam: Current Management of
Pediatrics Problem. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 63-72
3. Putra TR, Suega K, dan Artana IGNB. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Penyakit Dalam. RSUP Sanglah, Denpasar. Hal 559-569.
4. Suzanne Moore Shepherd. 2014. Dengue. Pennsylvania. Hospital of
University of Pennsylvania.
5. Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II.
Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.
6. Suhendro, Nainggolan Leonard, Khie Chen, dan Pohan HT. 2009. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III. Fakultas Kedokteran UI : Media
Aescullapius. Jakarta.

36

Anda mungkin juga menyukai

  • Bahan Limbah Lunak
    Bahan Limbah Lunak
    Dokumen2 halaman
    Bahan Limbah Lunak
    Ciptadi Permana Wijaya
    Belum ada peringkat
  • Tari Rejang Handayani
    Tari Rejang Handayani
    Dokumen7 halaman
    Tari Rejang Handayani
    Ciptadi Permana Wijaya
    Belum ada peringkat
  • Tari Giring Giring Dayak
    Tari Giring Giring Dayak
    Dokumen4 halaman
    Tari Giring Giring Dayak
    Ciptadi Permana Wijaya
    Belum ada peringkat
  • Tari Giring Giring
    Tari Giring Giring
    Dokumen3 halaman
    Tari Giring Giring
    Ciptadi Permana Wijaya
    Belum ada peringkat
  • Awatara
    Awatara
    Dokumen11 halaman
    Awatara
    Ciptadi Permana Wijaya
    Belum ada peringkat
  • Tari Giring Giring Dayak
    Tari Giring Giring Dayak
    Dokumen4 halaman
    Tari Giring Giring Dayak
    Ciptadi Permana Wijaya
    Belum ada peringkat
  • Tari Giring Giring Dayak
    Tari Giring Giring Dayak
    Dokumen4 halaman
    Tari Giring Giring Dayak
    Ciptadi Permana Wijaya
    Belum ada peringkat
  • Tari Giring Giring Dayak
    Tari Giring Giring Dayak
    Dokumen4 halaman
    Tari Giring Giring Dayak
    Ciptadi Permana Wijaya
    Belum ada peringkat
  • PR Ujian
    PR Ujian
    Dokumen4 halaman
    PR Ujian
    Ciptadi Permana Wijaya
    Belum ada peringkat
  • Vertigo
    Vertigo
    Dokumen11 halaman
    Vertigo
    Ciptadi Permana Wijaya
    Belum ada peringkat
  • Mediastinal Mass
    Mediastinal Mass
    Dokumen11 halaman
    Mediastinal Mass
    Ciptadi Permana Wijaya
    Belum ada peringkat
  • At - Polifarmasi Usia Lanjut
    At - Polifarmasi Usia Lanjut
    Dokumen5 halaman
    At - Polifarmasi Usia Lanjut
    Gunandi Cahyo Prabowo
    Belum ada peringkat
  • DIARE
    DIARE
    Dokumen7 halaman
    DIARE
    Ciptadi Permana Wijaya
    Belum ada peringkat
  • Insomnia
    Insomnia
    Dokumen2 halaman
    Insomnia
    Ciptadi Permana Wijaya
    Belum ada peringkat