Oleh:
Nama : I Gusti Ayu Agung Handayani
No : 14
Kelas : VII J
Menurut beberapa sumber sejarah yang ada, Tari Rejang diperkirakan sudah
ada sejak jaman pra-Hindu. Pada zaman Bali Kuno bisa dikategorikan menjadi dua
transformasi: (1) lewat guru-guru tua yang memberikan pelajaran secara personal;
(2) kateori yang berbau gaib, yakni transformasi ketika seorang penari hanya
bertindak sebagai medium. Kategori ini sering ditemu pada penari-penari suci atau
yang belum akil balik. Mereka mengalami proses kerawuhan – suatu ecstay, dan
menari dalam keadaan kehilangan kesadaran saat menari Rejang Pendet atau tari
Sang Hyang di pura-pura Hindu (Bandem, 1996:67)
Konon ceritanya peperangan itu menceritakan tentang peperangan Dewata
Nawasanga dengan para Raksasa ketika memutar Gunung Manara berebut air suci
(tirtha Amerta). Ketika itu para Dewa diiringi oleh para Gandarwa yang membawa
alat bunyi-bunyian berupa gamelan. Akhirnya peperangan dimenangkan oleh pihak
Dewata Nawasanga, dan tirtha amerta yang diperoleh itu dipakai untuk menikmati
kehidupan di dunia.
Dalam perkembangannya, Tari Rejang ini masih terus ada hingga sekarang.
Selain sebagai warisan budaya, Tari Rejang ini juga merupakan bagian dari upacara
keagamaan masyarakat Hindu di Bali. sehingga tarian tersebut tidak bisa dilepaskan
dari kehidupan masyarakat di sana. Dalam pertunjukan Tari Rejang ini juga tidak
dilakukan oleh penari khusus sehingga dapat diajarkan secara turun-temurun dan
keahlian dalam menari tidak terhenti begitu saja.
Tarian ini berfungsi sebagai ungkapan rasa syukur dan penghormatan mereka
kepada dewa atas berkenannya turun ke Bumi.
3. Pencipta Tari Rejang Dewa
Tari Rejang merupakan tarian wanita yang berbentuk tarian masal. Tari ini
juga merupakan tarian sakral dan yang menjadi persembahan kepada para dewa
ialah para penari itu sendiri. Maka dari itu para penari Rejang haruslah gadis-gadis
yang masih suci, bahkan sering dilakukan oleh gadis kecil yang berumur enam
tahun. Para penari dipimpin oleh seorang pemangku yang menari paling depan. Di
belakang pemangku para penari Rejang berderet-deret menari sambil memegang
seutas benang yang dibawa oleh pemangku. Para penari Rejang terkadang
menggunakan kipas dalam tarian tersebut, namun sering juga tidak. Irama pada
tarian Rejang lambat sekali dan gerakan tarinya juga sangat sederhana. Sehingga
tiap gadis Bali dapat melakukannya. Tarian ini diadakan dipura pada malam hari.
Iringan gamelannya menggunakan gamelan semar pagulingan.
Secara umum gerakan Tari Rejang ini sangat sederhana. Hal ini disebabkan
karena dalam tarian ini lebih berfokus pada nilai spiritual di dalamnya. Gerakan
Tari Rejang ini biasanya didominasi dengan gerakan ngembat dan ngelikas atau
gerakan kiri dan kanan yang dilakukan sambil melangkah ke depan secara perlahan.
Setiap gerakan dalam tarian ini biasanya dilakukan dengan tempo yang cenderung
pelan dan juga disesuaikan dengan iringan musik yang ada, sehingga terasa hikmat
dan terlihat selaras.
4. Sejarah Pementasan Tari Rejang Dewa
Menurut beberapa sumber sejarah yang ada, Tari Rejang diperkirakan sudah
ada sejak jaman pra-Hindu. Tarian ini dilakukan sebagai persembahan suci untuk
menyambut kedatangan para dewa yang turun ke Bumi. Di kalangan masyarakat
Hindu Bali, Tari Rejang ini selalu ditampilkan pada berbagai upacara adat dan
keagamaan yang diselenggarakan di pura pada saat upacara Dewa Yadnya. Selain
itu di beberapa tempat di Bali, tarian ini juga tampilkan setiap tahunnya, sebagai
bagian dari upacara peringatan tertentu di lingkungan desa mereka.
Tari Rejang ini biasanya ditarikan oleh sejumlah penari wanita secara
berkelompok maupun secara masal. Pada umumnya mereka bukanlah para penari
profesional, sehingga dapat dilakukan oleh siapa saja baik wanita tua, setengah
baya, maupun muda yang sudah didaulat atau disucikan sebelum menarikan tarian
ini. Walaupun begitu, dalam pertunjukan tari ini biasanya juga terdapat beberapa
orang penuntun yang disebut Pamaret, yaitu seorang yang sudah berpengalaman
melakukannya. Pemaret ini biasanya berada di barisan paling depan agar para
penari pemula bisa mengikuti gerakannya.
Busana yang digunakan pada Tari Rejang ini biasanya merupakan pakaian
adat masyarakat Bali yang didominasi warna kuning dan putih. Busana tersebut
terdiri dari kain putih panjang yang di kenakan dari bawah sampai pinggang penari.
Pada bagian atas merupakan serangkaian kain panjang seperti selendang yang
berwarna kuning dililitkan di badan penari menutupi kain putih bagian atas.
Sedangkan pada bagian kepala, penari menggunakan mahkota yang dibuat dengan
ornamen bunga-bunga. Untuk tata rias yang digunakan para penari, biasanya lebih
sederhana dan lebih terkesan natural.
Dalam pertunjukan Tari Rejang ini biasanya diiringi dengan musik gamelan khas
Bali. Musik gamelan tersebut pada umumnya adalah gong kebyar, namun ada
beberapa yang memakan gamelan lain seperti gamelan selonding atau gamelan
gambang. Selain itu dalam pertunjukan Tari Rejang ada pula yang diiringi vokal
seperti tembang atau kidung.