PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. KONSEP TERJADINYA PENYAKIT
2.1.1. Fenomena Gordon/ Model Segitiga (1950)
Fenomena ini menyatakan bahwa timbulnya suatu penyakit timbul karena
adanya gangguan terhadap keseimbangan Host-Agent-Environment.
Riwayat alamiah penyakit merupakan perjalanan penyakit yang alami dan tanpa
pengobatan apapun, yang terjadi mulai dari keadaan sehat hingga timbul penyakit.
Meskipun setiap penyakit mempunyai riwayat alamiah yang berbeda, karena kerangka
konsep yang bersifat umum perlu dibuat untuk menjelaskan riwayat perjalanan penyakit
pada umumnya. Berasarkan bagan diatas, riwayat alamiah penyakit dibagi menjadi lima
kategori, yaitu:
a. Tahap prapatogenesis: Manusia (host) masih dalam keadaan sehat namun pada saat ini
pula manusia telah terpajan dan berisiko terhadap penyakit yang ada di sekelilingnya.
Adapun penyebabnya karena telah terjadi interaksi dengan bibit penyakit (agent), bibit
penyakit belum masuk ke manusia (host), manusia masih dalam keadaan sehat atau belum
ada tanda penyakit, dan belum terdeteksi baik secara klinis maupun laboratorium.
b. Tahap inkubasi: tahap ini bibit penyakit telah masuk ke manusia, namun gejala belum
tampak. Jika daya tahan pejamu tidak kuat, akan terjadi gangguan pada bentuk dan fungsi
tubuh.
c. Tahap penyakit dini: tahap ini mulai timbul gejala penyakit, sifatnya masih ringan, dan
umumnya masih dapat beraktivitas.
d. Tahap penyakit lanjut: tahap ini penyakit makin bertambah hebat, penderita tidak dapat
beraktivitas sehingga memerlukan perawatan.
e. Tahap akut penyakit: tahap akhir perjalanan penyakit ini, manusia berada dalam lima
keadaan yaitu sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, karrier, kronis, atau meninggal
dunia.
Namun, ada beberapa penyakit yang tidak sesuai dengan bagan diatas, sehingga
dikenal dengan istilah atau kejadian seperti dibawah ini:
a. Self limiting desease: proses penyakit berhenti sendiri dan semua fungsi tubuh normal
kembali.
b. Penyakit inapparent: penyakit yang berlangsung tanpa gejala klinis, penderita penyakit
tertentu sudah mulai menularkan penyakitnya sebelum masa inkubasi selesai (misal
campak, polio, rubella, cacar air), atau penderita penyakit tertentu menularkan
penyakitnya setelah gejala klinis muncul (misal filariasis, batuk rejan, malaria).
c. Masa latent: masa antara masuknya agent sampai penderita dapat menularkan
penyakitnya.
d. Periode menular: penderita mampu menularkan penyakit ketika keadaan penderita
pulih (konvalesens) dan pulih sesudah penyakit tidak menunjukkan gejala klinis
(penderita menjadi karrier).
e. Periode akut: penyakit berlangsung dalam waktu singkat (beberapa hari atau minggu
saja). Misalnya, influenza, rabies, cacar, atau campak.
f. Periode kronis: penyakit ini berlangsung beberapa tahun (misal TBC, leprae, AIDS).
5
sakit,
tetapi
cenderung
untuk
menyebar.
Setelah
dapat
berpindah
dan
menyebar
kepada
orang
misalnya
melalui:
kulit,
saluran
pernapasan,
saluran
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 HUBUNGAN KEBIASAAN MASYARAKAT SEHAR-HARI PADA KELUHAN DI
SKENARIO
Dikatakan pada scenario bahwa pengamatan selama 3 tahun ditemukan gejala-gejala
hepatitis dari yang sangat ringan sampai berat. Bentuk hepatitis yang paling dikenal
adalah HAV (Hepatitis A) dan HBV (Hepatitis B). Cara penularan dari hepatitis berbedabeda sesuai dengan kategori virus yang menyebabkan hepatitis tersebut. Untuk hepatitis
B, cara penularannya kebanyakan melalui parenteral, seksual perinatal, dan penularan
melalui darah. Sedangkan untuk hepatitis A, cara penularannya kebanyakan melalui fekaloral, makanan, dan penularan melalui air.
Berdasarkan cara penularan virus di atas, kami menyimpulkan bahwa kasus
diskenario lebih cenderung ke hepatitis A, dikarenakan dari cara penularannya yang telah
disebutkan di atas sesuai dengan kebiasaan masyarakat yang kebiasaan sehari-harinya
tergantung pada air sungai (mandi, cuci, kakus, dan kebutuhan air minum). Hal ini
menyebabkan resiko masyarakat untuk terkena hepatitis A lebih besar.
3.2 HEPATITIS
A. Diagnostic Hepatitis Viral Akut
Masing-masing infeksi dari virus hepatitis diketahui memiliki fase prodromal yang
diikuti oleh gejala yang tidak spesifik seperti, anorexia, mual, muntah, nyeri di regio
kanan atas abdomen, dan arthralgia. Manifestasi extrahepatic jarang dilakukan observasi.
Komples imunitas yang muncul pada manifestasi extrahepatic biasanya pada hepatitis B.
Ada variasi insiden yang terjadi pada virus hepatitis yang berbeda, seperti : recovery
spontaneous, hepatitis fulminant, dan klinikal kronis.
Virus hepatitis A adalah virus RNA yang memiliki ukuran 27-32 diameter yang
termasuk family picornavirus. HAV terdiri dari nucleoplasid protein, yang terbentuk
dari 4 struktur protein yang berbeda
3. Diagnosis
a. Antigen
Virus hepatitis A dapat ditemukan di kotoran pada fase prodromal. HAV secara
umum tidak dapat ditemukan pada darah karena pada saat munculnya penyakit,
replikasi viral sudah berhenti.
b. Antibody
Antobodi spesifik IgM dapat diidentifikasi pada 14 hari post-infeksi. Antibody
IgG muncul beberapa hari setelahnya.
c. Klinis
Pada 99% kasus, hepatitis A akan sembuh secara spontan dalam 3 bulan. Kurag
dari 0.1 %, ditemukannya hepatitis fulminant. Icterus ditemukan pada 90% kasus.
Tidak ditemukan kasus yang menjadi hepatitis kronis. Sirosis hepatis dapat
berkembang dari hepatitis fulminant
d. Terapi
Tidak ada terapi spesifik yang dilakukan. Perawatan intensif dilakukan pada
kasus fulminant. Istirahat total tidak diperlukan pada kasus yang tidak parah.
e. Profilaksis
Profilaksis dengan vaksinasi tersedia pada daerah endemic dan travel. Injeksi 1
ml dilakukan, diikuti dengan injeksi selanjutnya pada 2-4 minggu dan 6-12 bulan.
Rate suksesnya vaksinasi ini tercatat lebih dari 95%. Pada beberapa negara,
vaksinasi aktif dan menjaga kebersihan adalah profilaksis yang terbaik.
C. Virus Hepatitis B
1. Epidemiologi
Infeksi HBV adalah penyebab tersering hepatitis viral di seluruh dunia.
Diperkirakan karier pada virus ini sekitar 200-300 juta, yang kebanyakan karena
infeksi vertical. Di Jerman, insiden kasus infeksi baru adalah 35 per 100.000 populasi/
10
tahun. Transfuse darah adalah penyebab tersering di masa lampau, sekarang resiko
karena transfuse darah adalah <0.4%. infeksi baru ditemukan pada golonga berisiko
( penggunaan obat-obatan dan promiscuity). Ada peningkatan prevalansi pada infeksi
hepatitis B pada pasangan dengan pasien HBsAg-positif, ini mengindikasikan
transmisi seksual. Periode inkubasi adalah 4 minggu sampai 6 (9) bulan.
2. Struktur
Virus hepatitis B adalah virus DNA yang tergolong hepadnaviruses. Ukuran
diameternya adalah 42 nm. Permukaan virus terdiri dari 3 permukaan antigen yang
berbeda. Protein nukleocapsid berasosiasi dengan DNA dan produk P-gene. Antigen
HBe adalah sequence-homolog pada bagian besar HBcAg.
3. Diagnostic
a. Antigen demonstrasi
Hbs-Ag menjadi positif pada 2-8 minggu post infectionem dan kasus
terbanyak, antigen ini tidak dapat dijadikan bukti di serum pada 4 bulan post
infectionem. E-antigen hanya ditemukan pada serum untuk waktu singkat di
hepatitis akut. Hepatitis krinis atau sirosis hepatis adalah signal dari berlanjutnya
replikasi viral.
b. Antobodi
Antobodi anti-HBs normalnya mucul ketika HBsAg telah hilang dari serum.
Pada banyak kasus HBsAg tidak lama bertahan dan anti-HBsAg belum sempat
dibentuk. Ini sangat penting untuk menguji serum anti-HBc pada kasus ini karena
antibody muncul pada stadium awal. Infeksi akut dapat didiagnosa secara tepat
dengan uji special untuk antibody IgM anti-HBc, yang sangat penting untuk
membedakan anatar infeksi akut dan kronis hepatitis aktif dengan persisten viral.
Adanya anti-HBe penting untuk membuktikan HBe-Ag.
c. HBV-DNA
Test DNA pada serum atau jaringan adalah indikasi pada kasus individual
dimana untuk memastuikan infeksi menular. Ini penting pada pasien dengan HBsAg positif tetapi kemungkinan HBe-Ag negative, dan anti-HBc positif.
11
4. Klinis
Pemeriksaan luas menunjukkan 90% pasien hepatitis B sembuh secara spontan,
dengan tidak ada konsekuensi di kemudian hari. Hepatitis fulminant berkembang
kurang dari 1% pada pasien infeksi. Kurang dari 10% kasus menjadi kasus kronis
( persisten kronis atau hepatitis aktif kronis). Sirosis hepatis berkembang kurang dari
1% pasien terinfeksi. Carcinoma sel liver primer yang diobservasi pada pasien yang
berasal dari kasus kronis, terutama jika terdapat factor injuri tambahan, seperti coinfeksi virus hepatitis C atau penggunaan alcohol.
12
5. Terapi
Tidak ada terapi obat yang spesifik untuk pasien hepatitis B. Bed rest tidak
memiliki dampak padapenyakit. Tidak ada indikasi penggunaan interferon pada
hepatitis B. dengan hepatitis aktif kronik, interferon-a menyebabkan eliminasi virus
pada 35-40% kasus.
6. Profilaksis
Terdapat imunisasi pasif dan aktif. Serum hiperimun tersedia untuk imunisasi
pasif yang diikuti sebuah paparan pada penyakit, dengan injuri injeksi. Dosisnya harus
0.1 ml/kg BB atau dengan dosis total 5 ml pada 12 (36 jam) pertama. Yang penting
pada imunisasi pasif, diagnostic hepatitis B harus ada pada orang pontensial infeksi
dan penerima belum anti-HBs positif atau donor HBs-Ag-negatif. Pada saat yang sama
imunisasi aktif diindikasikan dibutuhkan. Untuk imunisasi aktif adalah pemurnian
dengan sintesis vaksi gene-teknologikal dari plasma manusia. Imunisasi aktif diulang
pada 4 minggu dan 6 bulan. Hasil vaksinasi dievaluasi dengan adanya anti-Hbs. Titer
vaksinasi harus diatas 100IU, jika tidak maka dibutuhkan imunisasi ulang.
13
14
3. Diagnostic
a. Antigen
Demonstrasi antigen secara langsung adalah suatu yang tidak mungkin. Ini
dikarenakan karena sedikitnya jumlah virus pada serum orang yang terinfeksi,
yaitu kurang dari 105/ml dan ini dibawah sensitifitas tes imunologi
b. Antibody
Penggunaan ELISA dengan kombinasi berbagai antigen digunakan untuk
menunjukkan antibody spesifik untuk antigen virus hepatitis C. generasi kedua
rekombinan tes imunologik (RIBA) dapat digunakan untuk mengkonfirmasi
c. Demonstrasi RNA
4. Titre course infeksi hepatitis C
Antibody dapat ditemukan dengan menggunakan tes generasi kedua dan ketiga
(ELISA) setelah 4-6 minggu, walapaun pada kasus yang sama dapat menjadi 4-9
bulan.
5. Manifestasi klinis
30-90% kasus menjadi kronis dan berkembang menjadi sirosis hepatis pada 5-30%
kasus. Tipikal dari infeksi virus hepatitis C adalah fluktuasi yang kuat dari aktivitas
aminotransferase oleh factor 10 dalam beberapa hari.
6. Terapi
Tidak ada terapi spesifik pada pasien hepatitis C akut. Respon dengan penggunaan
interferon-a pada hepatitis C kronis adalah 45%, kemudian 20% setelah satu tahun.
7. Profilaksis
Tidak ada penelitian yang baik terkait rate kesuksesan dari imunisasi pasif. Belum
ada imunisasi aktif.
15
16
3. Diagnostic
a. Demonstrasi antigen
Antigen HDV dapat diidentifikasi dengan radioimunoessay
b. Antibody
Berdasarkan antibody spesifik, ditemukan Ig-M yang menandakan infeksi akut
c. HDV-RNA
Dapat ditemukan dengan menggunakan spot hybridizing (Northern Blot) dan
reaksi rantai polymerase
4. Klinis
Koinfeksi HDV biasanya menyebabkan hepatitis fulminant, yang diperkirakan
penyakit endemic pada pecandu narkoba sekitar 30%. Hepatitis kronis aktif juga
banyak ditemukan meningkat.
5. Terapi
Tidak ada terapi antiviral yang spesifik untuk HDV. Penelitian dengan interferon
menunjukkan inhibisi dari replikasi virus selama terapi, tetapi ini tidak memiliki efek
pada pendekatan klinis.
6. Profilaksis
Tidak ada imunisasi pasif, tidak ada pula imunisasi aktif yang spesifik untuk
hepatitis D. itu kemungkinan dapat dilakukan pada karier-HBV untuk menurunkan
resiko superinfeksi. Imunisasi aktif hepatitis B juga dapat mencegah infeksi HDV
pada orang yang belum terinfeksi hepatitis B
17
Tidak ada imunisasi pasif, tapi terdapat imunisasi aktif. Sama seperti hepatitis A,
profilaksis yang baik adalah menjaga kebersihan pada negara yang endemic hepatitis
E
G. Virus Hepatitis G
1. Epidemiologi
Sampai sat ini tidak ada data periode inkubasi. Pada beberapa studi, sekitar 10%
kasus yang tidak dapat dijelaskna dan tidak dapat digolongkan menjadi hepatitis viral
A-E, sehingga disebabkan oleh hepatitis G. Ini adalah jenis blood-borne, tapi tidak ada
rute transmisi lainnya yang dapat dibuktikan.
2. Struktur
Pathogen hepatitis G adalah virus RNA single-stranded, yang menyerupai hepatitis
C, struktur genome menyerupai HCV
3. Diagnose
a. Deteksi antigen
Tidak dapat ditemukan antigen, kemungkinan karena terlalu sedikit titer virus
b. Antibody
Sampai saat ini belum ada metode untuk skrining
c. Deteksi RNA
4. Manifestasi klinis
Virus RNA hepatitis G sudah diobservasi pada pasien di semua stadium penyakit
hepar. Transmisi untuk menjadi hepatitis kronis atau sirosis hepatis masih belum jelas.
19
Fasilitas kesehatan
yang rendah :
Perilaku :
Genetik (-)
HEPATIT
IS A
Periode Laten
(inkubasi)
Rata2 30 hari
Riset
progriostik
Durasi
20
induksi
Diperkenalkannya
factor
Fase
rentan
Penyebab
penyakit
Bilirubin
Promosi
Fase
subklinis
Ekspre
si
Fase
klinis
Fase terminal
Dimulainya proses
patologis penyakit
menjadi inversible
Pencegahan
primer :
Sanitasi
lingkungan
Penyakit terdeteksi
secara klinis (tampak
tanda dan gejala)
Pencegahan
sekunder
Diagnosis dan
treatment
Akibat penyakit
perubahan status
atau kematian
Pencegahan tersier :
Rehabilitas
Disability limitation
Riset Intervensi
21
individu khususnya pada individu yang berisiko terkena hepatitis virus, seperti:
Tenaga kesehatan
Pasien hemodialysis
Pria homoseksual yang aktif secara seksual
Pemakai obat intravena
Penerima produk darah secara ronis
Kontak serumah atau berhubungan dengan penderita karier HBsAg
Heteroseksual yang aktif secara seksual dengan banyak pasangan
Wisatawa atau pengungsi yang datang ke daerah endemis HBV
Pada Ibu hamil yang mengidap hepatitis serta pemberian imunisasi pada bayi yang
dilahirkan akan memutus mata rantai pertama penularan penyakit hepatitis
23
BAB IV
KESIMPULAN
Ada beberapa teori yang menerangkan konsep terjadinya suatu penyakit, yaitu model segitiga
epidemiologi, model roda, model jarring-jaring, dan model HL Bloom. Secara umum, konsep
terjadinya penyakit adalah hubungan dari host, agen, dan environment. Semua penyakit
memiliki riwayat alamiah tersendiri, sehingga tidak ada penyakit yang memiliki sifat yang
seratur persen sama, hal ini pula yang menyebabkna penyakit tersebut memiliki gejala, pola
penyebaran, dan lain-lain , yang berbeda pula. Dalam scenario, penyebab penyakit kuning
pada daerah terpencil itu adalah kasus hepatitis A karena sanitasi dan PHBS masyarakat yang
buruk. Semua ini kita dapat ketahui dengan cara mengetahui riwayat alamiah dari hepatitis A
itu sendiri. Solusi yang dapat diberikan untuk menurunkan angka kejadian adalah dengan
mengetahui konsep penyebab penyakitnya, sehingga diharapkan semua aspek dapat
diperbaiki.
24
DAFTAR PUSTAKA
A. Price, Sylvia dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Rasenack. J. 1997. Viral Hepatitis Diagnostic-5th edition. Hlm : 5-29
Rocket, Ian R. H. Descriptive Epidemiology for Public Health Professionals - Part 2.
Dalam: Sudanese Journal of Public Health; Vol 4 No 3.
Ryadi, Slamet. 2014. Dasar-Dasar Epidemiologi. Jakarta: Salemba Medika.
Situasi dan analisis hepatitis dalam Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. 2014
25