Anda di halaman 1dari 29

CSR

Kepada Yth:
Dr. IGM. Afridoni, Sp.A

ASMA
OLEH
Flora Ramadhani

11-148

PRESEPTOR
Dr. IGM. Afridoni, Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK-RSUD SOLOK 2015

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Defenisi
Istilah asma berasal dari bahasa Yunani asthma yang berarti sengal-sengal. Dalam
pengertian klinik, asma dapat diartikan sebagai batuk yang disertai sesak napas berulang
dengan atau tanpa disertai mengi. Penyebab asma dapat berasal dari gangguan pada saluran
pernapasan yang dikenal sebagai asma bronkial. Istilah bronkial sendiri merujuk pada
bronkus.
Menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, asma adalah mengi berulang
dan/atau batuk persisten (menetap) dengan karakteristik sebagai berikut:
- timbul secara episodik,
- cenderung pada malam/dini hari (nokturnal),
- musiman,
- setelah aktivitas fisik,
- ada riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.
Sedangkan menurut GINA ( Global Initiative for Asthma ) Asma didefinisikan sebagai
gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel yang berperan, khususnya
sel mast, eosinofil, dan limfosit T.
1.2. Faktor Pencetus
1. Alergen
Faktor alergi dianggap mempunyai peranan penting pada sebagian besar anak dengan
asma. Disamping itu hiperreaktivitas saluran napas juga merupakan factor yang penting.
Sensitisasi tergantung pada lama dan intensitas hubungan dengan bahan alergenik
sehingga dengan berhubungan dengan umur. Pada bayi dan anak kecil sering
berhubungan dengan isi dari debu rumah. Dengan bertambahnya umur makin banyak
jenis alergen pencetusnya. Asma karena makanan biasanya terjadi pada bayi dan anak
kecil.
2. Infeksi
Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak kecil. Virus penyebab biasanya
respiratory syncytial virus (RSV) dan virus parainfluenza. Kadang-kadang juga dapat
disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasit.
3. Cuaca

Perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban dihubungkan dengan
percepatan dan terjadinya serangan asma.
4. Iritan
Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat, SO2, dan
polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air dingin.Iritasi hidung dan
batuk dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi. Udara kering mungkin juga
merupakan pencetus hiperventilasi dan kegiatan jasmani
5. Kegiatan jasmani
Kegiatan jasmani yang berat dapat menimbulkan serangan pada anak dengan asma. Pada
anak dengan faal paru di bawah normal sangat rentan terhadap kegiatan jasmani.
6. Infeksi saluran napas bagian atas
Disamping infeksi virus saluran napas bagian atas, sinusitis akut dan kronik dapat
mempermudah terjadinya asma pada anak. Rinitis alergi dapat memperberat asma melalui
mekanisme iritasi atau refleks..
7. Psikis
Tidak adanya perhatian dan tidak mau mengakui persoalan yang berhubungan dengan
asma oleh anak sendiri atau keluarganya akan memperlambat atau menggagalkan usahausaha pencegahan. Dan sebaliknya jika terlalu takut terhadap serangan asma atau hari
depan anak juga tidak baik, karena dapat memperberat serangan asma.
1.3. Faktor Resiko
1. Jenis kelamin
Menurut laporan dari beberapa penelitian didapatkan bahwa prevalens asma pada anak
laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5 sampai 2 kali lipat anak perempuan. Namun
pada orang dewasa, rasio ini berubah menjadi sebanding antara laki-laki dan perempuan
pada usia 30 tahun.
2. Usia
Umumnya pada kebanyakan kasus asma persisten gejala asma timbul pada usia muda,
yaitu pada beberapa tahun pertama kehidupan.
3. Riwayat atopi
Adanya riwayat atopi berhubungan dengan meningkatnya risiko asma persisten dan
beratnya asma. Beberapa laporan menunjukan bahwa sensitisasi alergi terhadap alergen
inhalan, susu, telur, atau kacang pada tahun pertama kehidupan, merupakan prediktor
timbulnya asma.

4. Lingkungan
Adanya alergen di lingkungan hidup anak meningkatkan risiko penyakit asma, alergen
yang sering mencetuskan asma antara lain adalah serpihan kulit binatang piaraan, tungau
debu rumah, jamur, dan kecoa.
5. Ras
Menurut laporan dari amerika serikat, didapatkan bahwa prevalens asma dan kejadian
serangan asma pada ras kulit hitam lebih tinggi daripada kulit putih.
6. Asap rokok
Prevalens asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi daripada anak yang tidak
terpajan asap rokok. Risiko terhadap asap rokok sudah dimulai sejak janin dalam
kandungan, umumnya berlangsung terus setelah anak dilahirkan, dan menyebakan
meningkatnya risiko.
7. Outdoor air pollution,
8. Infeksi respiratorik. 6

1.4. Epidemiologi
Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan diperkirakan 45%
populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh penyakit ini. Asma bronkial terjadi pada
segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia dini. Sekitar separuh kasus timbul sebelum usia 10
tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Pada usia kanak-kanak terdapat
predisposisi laki-laki : perempuan = 2 : 1 yang kemudian menjadi sama pada usia 30 tahun. 1,2
Asma merupakan 10 besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu
tergambar dari data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di
Indonesia. SKRT 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke 5 dari 10 penyebab kesakitan
bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik
dan emfisema sebagai penyebab kematian ke 4 di Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995,
prevalensi asma di Indonesia sekitar 13 per 1.000 penduduk, dibandingkan bronkitis kronik 11
per 1.000 penduduk dan obstruksi paru 2 per 1.000 penduduk. 1,2,7,8

Kira-kira 220% populasi anak dilaporkan pernah menderita asma. Belum ada
penyelidikan menyeluruh mengenai angka kejadian asma pada anak di Indonesia, namun
diperkirakan berkisar antara 510%. Dilaporkan di beberapa negara angka kejadian asma
meningkat, misalnya di Jepang. Australia dan Taiwan. Di poliklinik Subbagian Paru Anak FKUIRSCM Jakarta, lebih dari 50% kunjungan merupakan penderita asma. Jumlah kunjungan di
poliklinik Subbagian Paru Anak berkisar antara 12.00013.000 atau rata-rata 12.324 kunjungan
pertahun. Pada tahun 1985 yang perlu mendapat perawatan karena serangan asma yang berat ada
5 anak, 2 anak di antaranya adalah pasien poliklinik paru. Sedang yang lainnya dikirim oleh
dokter luar. Tahun 1986 hanya terdapat 1 anak dan pada tahun 1987 terdapat 1 anak yang dirawat
karena serangan asma yang berat.
1.5. Patofisiologi

Obstruksi Saluran Respiratorik


Inflamasi saluran respiratorik yang ditemukan pada pasien asma diyakini merupakan hal
yang mendasari gangguan fungsi : obstruksi saluran respiratorik menyebabkan
keterbatasan aliran udara yang dapat kembali secara spontan atau setelah pengobatan.
Perubahan fungsional yang dihubungkan dengan gejala khas pada asma : batuk, sesak,
wheezing dan disertai hipereaktivitas saluran respiratorik terhadap berbagai rangsangan.
Batuk sangat mungkin disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris pada saluran respiratorik
oleh mediator inflamasi dan terutama pada anak, batuk berulang bisa jadi merupakan
satu-satunya gejala asma yang ditemukan. Penyempitan saluran respiratorik pada asma
dipengaruhi oleh banyak faktor. Penyebab utama penyempitan saluran respiratorik adalah
kontraksi otot polos bronkus yang diprovokasi oleh pelepasan agonis dari sel-sel
inflamasi. Yang termasuk agonis adalah histamine, triptase, prostaglandin D2 dan
leukotrien C4 dari sel mast; neuropeptida dari saraf aferen setempat, dan asetilkolin dari
saraf eferen postganglionic. Kontraksi otot polos saluran respiratorik diperkuat oleh
penebalan dinding saluran napas akibat edema akut, inflamasi sel-sel inflamasi dan
remodeling, hiperplasia dan hipertrofi kronis otot polos, vaskuler, dan sel-sel sekretori
serta deposisi matriks pada dinding saluran respiratorik. Selain itu, hambatan saluran
respiratorik juga bertambah akibat produksi secret yang banyak, kental, dan lengket oleh

sel goblet dan kelenjar submukosa, protein plasma yang keluar melalui mikrovaskular
bronkus dan debris selular.

Hiperreaktivitas Saluran Respiratorik


Penyempitan saluran respiratorik secara berlebihan merupakan patofisiologis yang secara
klinis paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap
reaktivitas yang berlebihan atau hiperreaktivitas ini belum diketahui tetapi mungkin
berhubungan dengan perubahan otot polos saluran napas (hiperplasi dan hipertrofi) yang
terjadi secara sekunder yang menyebabkan perubahan kontraktilitas. Selain itu, inflamasi
dinding saluran

respiratorik terutama

daerah

peribronkial dapat

memperberat

penyempitan saluran respiratorik selama kontraksi otot polos.


Hiperreaktivitas bronkus secara klinis sering diperiksa dengan memberikan stimulus
aerosol histamin atau metakolin yang dosisnya dinaikan secara progresif kemudian
dilakukan pengukuran perubahan fungsi paru (PFR atau FEV1). Provokasi/stimulasi lain
seperti latihan fisik, hiperventilasi, udara kering dan aerosol garam hipertonik, adenosine
tidak mempunyai efek langsung terhadap otot polos (tidak seperti histamin dan
metakolin), akan tetapi dapat merangsang pelepasan mediatordari sel mast, ujung serabut
saraf, atau sel-sel lain pada saluran respiratorik. Dikatakan hipereaktif bila dengan cara
histamin didapatkan penurunan FEV1 20% pada kosentrasi histamine kurang dari 8mg%.

Gambar: Mekanisme hiperresponsif saluran respiratori


1.6. Patogenesa
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan,
terutama sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil, sel epitel. Faktor lingkungan dan
berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada
penderita asma. Dalam proses ini terjadi hal-hal sebagai berikut :
1.

Inflamasi akut
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain virus, iritan,
alergen yang dapat menginduksi respons inflamasi akut.

Reaksi asma tipe cepat dan spasmogenik


Jika ada pencetus terjadi peningkatan tahanan saluran napas yang cepat dalam 1015
menit. Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi
degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan performed mediator
seperti histamin protease dan newly generated mediator seperti leukotrien, prostaglandin
dan platelet activating factor yang menyebabkan kontraksi otot polos, sekresi mukus dan
vasodilatasi. Reaksi tersebut dapat hilang segera, baik secara spontan maupun dengan
bronkodilator seperti simpatomimetik. Perubahan ini dapat dicegah dengan pemberian

kromoglikat atau antagonis H1 dan H2 sebelumnya. Keadaan ini tidak dipengaruhi oleh
pemberian kortikosteroid beberapa saat sebelumnya. Tetapi pemberian kortikosteroid
untuk beberapa hari sebelumnya dapat mencegah reaksi ini.

Reaksi fase lambat dan lama


Reaksi ini timbul antara 69 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan pengerahan
serta aktivasi eosinofil, sel CD4+, netrofil dan makrofag. Patogenesis reaksi yang
tergantung pada IgE, biasanya berhubungan dengan pengumpulan netrofil 48 jam
setelah rangsangan. Reaksi lamabat ini mungkin juga berhubungan dengan reaktivasi sel
mast. Leukotrien, prostaglandin dan tromboksan mungkin juga mempunyai peranan pada
reaksi lambat karena mediator ini menyebabkan kontraksi otot polos bronkus yang lama
dan edema submukosa. Reaksi lambat dapat dihambat oleh pemberian kromiglikat,
kortikosteroid, dan ketotifen sebelumnya.

2.

Inflamasi kronik
Asma yang berlanjut yang tidak dobati atau kurang terkontrol berhubungan dengan inflamasi
di dalam dan disekitar bronkus. Berbagai sel terlibat dan teraktivasi, seperti limfosit T,
eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblas dan otot polos bronkus. Pada otopsi
ditemukan infiltrasi bronkus oleh eosinofil dan sel mononuklear. Sering ditemukan sumbatan
bronkus oleh mukus yang lengket dan kental. Sumbatan bronkus oleh mukus ini bahkan
dapat terlihat sampai alveoli. Infiltrasi eosinofil dan sel-sel mononuklear terjadi akibat factor
kemotaktik dari sel mast seperti ECF-A dan LTB4. Mediator PAF yang dihasilkan oleh sel
mast, basofil dan makrofag yang dapat menyebabkan hipertrofi otot polos dan kerusakan
mukosa bronkus serta menyebabkan bronkokonstriksi yang lebih kuat. Kortikosteroid
biasanya memberikan hasil yang baik. Diduga, ketotifen dapat juga mencegah fase ketiga ini.

Airway remodeling
Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan remodeling. Infiltrasi
sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling, juga komponen lainnya seperti matriks
ekstraselular, membran retikular basal, matriks interstitial, fibrogenic growth factor, protease
dan inhibitornya, pembuluh darah, otot polos, kelenjar mukus. Perubahan struktur yang
terjadi :

1. Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas.


2. Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus
3. Penebalan membran retikular basal
4. Pembuluh darah meningkat
5. Matriks ekstraselular fungsinya meningkat
6. Perubahan struktur parenkim
7. Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis
Airway remodeling merupakan fenomena sekunder dari inflamasi atau merupakan akibat
inflamasi yang terus menerus. Konsekuensi klinis airway remodeling adalah peningkatan
gejala dan tanda asma seperti hiperreaktivitas jalan napas, masalah distenbilitas/regangan
jalan napas dan obstruksi jalan napas. Sehingga pemahaman airway remodeling bermanfaat
dalam manajemen asma terutama pencegahan dan pengobatan dari proses tersebut. 7

airway remodeling bermanfaat dalam manajemen asma terutama pencegahan dan


pengobatan dari proses tersebut. 7

Gambar: Patogenesis asma

Gambar: Bronkus yang menyempit akibat proses inflamasi pada asma


1.7. Klasifikasi
Klasifikasi ini membagi derajat asma menjadi 3 (tiga), yaitu sebagai berikut :
1. Asma episodik jarang ( Asma ringan)
Golongan ini merupakan 7075% dari populasi asma anak. Biasanya terdapat pada anak
umur 36 tahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi virus saluran napas atas.
Banyaknya serangan 34 kali dalam satu tahun. Lamanya serangan paling lama hanya
beberapa hari saja dan jarang merupakan serangan yang berat. Gejala-gejala yang timbul
lebih menonjol pada malam hari. Mengi dapat berlangsung sekitar 34 hari dan batuknya
dapat berlangsung 1014 hari. Waktu remisinya bermingu-minggu sampai berbulan-bulan.
Manifestasi alergi lainnya misalnya eksim jarang didapatkan. Tumbuh kembang anak
biasanya baik. Di luar serangan tidak ditemukan kelainan lain.
2.

Asma episodik sering (Asma sedang)


Golongan ini merupakan 28% dari populasi asma anak. Pada dua pertiga golongan ini
serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun. Pada permulaan, serangan
berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan atas. Pada umur 56 tahun dapat terjadi

serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang tua menghubungkannya dengan perubahan
udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan stress. Banyaknya serangan 34 kali dalam satu
tahun dan tiap kali serangan beberapa hari sampai beberapa minggu. Frekuensi serangan
paling banyak pada umur 813 tahun. Pada golongan lanjut kadang-kadang sukar dibedakan
dengan golongan asma kronik atau persisten. Umumnya gejala paling buruk terjadi pada
malam hari dengan batuk dan mengi yang dapat mengganggu tidur.
Pemeriksaan fisik di luar serangan tergantung pada frekuensi serangan. Jika waktu
serangan lebih dari 12 minggu, biasanya tidak ditemukan kelainan fisik.
3. Asma kronik atau persisten (Asma Berat)
Pada 25% anak serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan, 75% sebelum umur 3
tahun. Pada 50% anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun pertama dan pada 50% sisanya
serangan episodik. Pada umur 56 tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi saluran napas
yang persisten dan hampir selalu terdapat mengi setiap hari. Dari waktu ke waktu terjadi
serangan yang berat dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Obstruksi jalan napas
mencapai puncaknya pada umur 814 tahun.
Selain itu juga pembagian asma menurut GINA adalah sebagai berikut :
Tabel klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis
Derajat
asma
Intermitten

Gejala

Bulanan

Gejala
malam
2x/bulan

Gejala < 1x/minggu

Faal paru

APE 80%

VEP1 80% nilai

Tanpa gejala diluar serangan

prediksi APE 80%

Serangan singkat

nilai terbaik

Variabilitas APE

<

20%
Persisten

Mingguan

ringan

Gejala > 1x/minggu tetapi <


1x/hari

> 2x/bulan

APE > 80%

VEP1

80%

nilai prediksi APE

80% nilai terbaik

Serangan dpt mengganggu

aktivitas dan tidur

Variabilitas APE

Persisten

Harian

>

20-30%
APE 60-80%

sedang

Gejala setiap hari

1x/minggu

VEP1 60-80% nilai

Serangan

prediksi APE 60-80%

mengganggu

nilai terbaik

aktivitas dan tidur

Variabilitas APE

30%
APE 60%

VEp1 60% nilai

>

membutuhkan bronkodilator

Persisten

setiap hari
Kontinua

berat

Gejala terus menerus

Sering kambuh

prediksi 60% nilai

Aktivitas fisik terbatas

terbaik

Sering

Variabilitas APE

>

30%
1.8. Manifestasi Klinis
Gejala asma terdiri dari trias asma : dispnea, batuk dan mengi. Pada bentuk yang paling
khas, asma merupakan penyakit episodik dan keseluruhan tiga gejala tersebut dapat timbul
bersama-sama. Berhentinya episode asma kerapkali ditandai dengan batuk yang menghasilkan
lendir atu mukus yang lengket seperti benang yang liat.
Klasifikasi Derajat Penyakit Asma Anak berdasarkan berat ringannya serangan
Parameter klinis

Sesak
(breathless)

Ringan
Jarang
Berjalan
Bayi :
Menangis
keras

Sedang

Berat

Istirahat
Bayi :
-tidak
mau
makan/minum

Posisi

Bisa berbaring

Berbicara
Bayi :
-tangis
pendek
dan lemah
-kesulitan
Lebih suka duduk

Bicara

Kalimat

Penggal kalimat

Duduk
bertopang
lengan
Kata-kata

Ancaman henti
napas

Kesadaran
Sianosis
Wheezing
Penggunaan otot
bantu
respiratorik
Retraksi

Frekuensi napas
Frekuensi nadi

Mungkin
irritable
Tidak ada
Sedang, sering
hanya
pada
akhir
ekspirasi
Biasanya
tidak

Biasanya irritable
Tidak ada
Nyaring,
sepanjang
ekspirasi+inspiras
Biasanya ya

Biasanya
irritable
Ada
Sangat
nyaring,
terdengar
Ya

Kebingungan

Dangkal,
retraksi
interkostal
Takipnu
Normal

Sedang, ditambah
retraksi
suprasternal
Takipnu
Takikardi

Dalam,
Dangkal/hilang
ditambah
napas cuping
Takipnu
Bradipnu
Takikardi
Bradikardi

Nyata
Sulit/tidak
terdengar
Gerakan paradok
torako-abdominal

1.9. Diagnosis
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak
napas, mengi, rasa berat di dada dan variabilitas yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang
baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran
faal paru terutama reversibiltas kelainan faal paru akan lebih meningkatkan nilai diagnostik. 3,4

Riwayat penyakit atau gejala :


1. Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
2. Gejala berupa batuk berdahak, sesak napas, rasa berat di dada.
3. Gejala timbul/memburuk terutama malam/dini hari.
4. Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu.
5. Responsif terhadap pemberian bronkodilator.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit


1. Riwayat keluarga (atopi).
2. Riwayat alergi/atopi.
3. Penyakit lain yang memberatkan.
4. Perkembangan penyakit dan pengobatan. 3,4

Serangan batuk dan mengi yang berulang lebih nyata pada malam hari atau bila ada
beban fisik sangat karakteristik untuk asma. Walaupun demikian cukup banyak asma anak
dengan batuk kronik berulang, terutama terjadi pada malam hari ketika hendak tidur, disertai
sesak, tetapi tidak jelas mengi dan sering didiagnosis bronkitis kronik. Pada anak yang demikian,
yang sudah dapat dilakukan uji faal paru (provokasi bronkus) sebagian besar akan terbukti
adanya sifat-sifat asma.
Batuk malam yang menetap dan yang tidak tidak berhasil diobati dengan obat batuk biasa
dan kemudian cepat menghilang setelah mendapat bronkodilator, sangat mungkin merupakan
bentuk asma.

Pemeriksaan fisik
o Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, disertai batuk-batuk paroksismal,
kadang-kadang terdengar suara mengi, ekspirasi memanjang, terlihat retraksi daerah
supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Pada asma kronik bentuk toraks
emfisematous, bongkok ke depan, sela iga melebar, diameter anteroposterior toraks
bertambah.
o Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh toraks, terutama bagian bawah posterior.
Daerah pekak jantung dan hati mengecil.
o Pada auskultasi bunyi napas kasar/mengeras, pada stadium lanjut suara napas melemah
atau hampir tidak terdengar karena aliran udara sangat lemah. Terdengar juga ronkhi
kering dan ronkhi basah serta suara lender bila sekresi bronkus banyak.

Uji faal paru


Berguna untuk menilai asma meliputi diagnosis dan penatalaksanaannya. Pengukuran faal
paru digunakan untuk menilai :
1. Derajat obstruksi bronkus
2. Menilai hasil provokasi bronkus
3. Menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit.
Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma adalah PEFR, FEV1, PVC, FEV1/FVC.
Sebaiknya tiap anak dengan asma di uji faal parunya pada tiap kunjungan. peak flow meter
adalah yang paling sederhana, sedangkan dengan spirometer memberikan data yang lebih

lengkap. Volume kapasitas paksa (FVC), aliran puncak ekspirasi (PEFR) dan rasio
FEV1/FVC berkurang > 15% dari nilai normalnya. Perpanjangan waktu ekspirasi paksa
biasanya ditemukan, walaupun PEFR dan FEV1/FVC hanya berkurang sedikit. Inflasi yang
berlebihan biasanya terlihat secara klinis, akan digambarkan dengan meningginya isi total
paru (TLC), isi kapasitas residu fungsional dan isi residu. Di luar serangan faal paru tersebut
umumnya akan normal kecuali pada asma yang berat. Uji provokasi bronkus dilakukan bila
diagnosis masih diragukan. Tujuannya untuk menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus.

Foto rontgen toraks


Tampak corakan paru yang meningkat. Atelektasis juga sering ditemukan. Hiperinflasi
terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik. Rontgen foto sinus paranasalis perlu juga
bila asmanya sulit dikontrol.

Pemeriksaan darah eosinofil dan uji tuberkulin


Pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat menunjang diagnosis
asma. Dalam sputum dapat ditemukan kristal Charcot-Leyden dan spiral Curshman. Bila ada
infeksi mungkin akan didapatkan leukositosis polimormonuklear.

Uji kulit alergi dan imunologi


1. Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau
pengukuran IgE spesifik serum.
2. Uji kulit adalah cara utama untuk mendignosis status alergi/atopi, umumnya dilakukan
dengan prick test.
3. Pemeriksaan

IgE

spesifik

dapat

memperkuat

diagnosis

dan

menentukan

penatalaksaannya. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat
dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/kelainan kulit pada lengan tempat uji
kulit dan lain-lain).
1.10. Penatalaksanaan
Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen, yaitu :
1. Edukasi
2. Menilai dan memonitor berat asma secara berkala

3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus


4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat
Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri
dari pengontrol dan pelega.
1. Pengontrol (controller)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap
hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten.
Pengontrol sering disebut pencegah. Yang termasuk obat pengontrol :

Kortikosteroid inhalasi

Kortikosteroid sistemik

Sodium kromoglikat

Nedokromil sodium

Metilsantin

Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi

Agonis beta-2 kerja lama, oral

Leukotrien modifier

2.

Pelega (reliever)
Prinsipnya adalah untuk mendilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki
dan atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut, seperti mengi,
rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas. Termasuk pelega
adalah :

Agonis beta-2 kerja singkat

Kortikosteroid sistemik (steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan
bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya
dikombinasikan dengan bronkodilator lain).

Antikolinergik

Aminofilin

Adrenalin
Medikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara, yaitu inhalasi, oral dan parenteral

(subkutan, intramuskular dan intravena). Kelebihan pemberian medikasi langsung ke jalan napas
adalah :
1.

Lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas

2.

Efek sistemik minimal atau dihindarkan

3.

Beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorbsi
pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator adalah cepat
bila diberikan secara inhalasi daripada oral.

Serangan asma dan penanggulangannya


o

Serangan asma yang ringan biasanya cukup diobati dengan obat bronkodilator
oral atau aerosol, bahkan ada yang demikian ringannya hingga tidak memerlukan
pengobatan.

Serangan asma yang sedang dan akut perlu pengobatan dengan obat yang
kerjanya cepat, misalnya bronkodilator aerosol atau bronkodilator subkutan seperti
adrenalin.

Pada serangan ringan akut tidak diperlukan kortikosteroid tetapi pada serangan
ringan kronik atau serangan sedang mungkin diperlukan tambahan kortikosteroid dan
bronkodilator. Pada serangan sedang oksigen sudah perlu diberikan 12 liter/menit.

Pada serangan asma yang berat bila gagal dengan bronkdilator aerosol atau
subkutan dan kortikosteroid perlu teofilin intravena, oksigen dan koreksi keseimbangan
cairan, asam-basa dan elektrolit. Bila upaya-upaya tersebut gagal atau diduga akan gagal,
keadaan jiwa anak mungkin terancam, berarti anak tersebut sudah masuk dalam keadaan
status asmatikus. 1,3,7

Penanggulangan status asmatikus


1. Pemberian oksigen dilanjutkan 46 liter/menit.

2. Periksa gas darah dan pasang IVFD cairan 3:1 (glukosa 10% : NaCl 0,9% ditambah KCl
5 Meq/kolf. Koreksi keseimbangan cairan, asam-basa dan elektrolit.
3. Pemberian teofilin dilanjutkan, dengan :

memonitor kadar teofilin darah

Pantau tanda-tanda keracunan teofilin

Bila tidak ada tanda-tanda keracunan teofilin dan keadaan serangan asmanya belum
membaik, mungkin perlu tambahan dosis teofilin.

4. Kortikosteroid yang sudah diberikan diteruskan pemberiannya, bila belum harus


diberikan. Kortikosteroid diberikan intravena, karena sangat diperlukan untuk
mempercepat hilangnya udem dan mengembalikan sensitivitas terhadap bronkodilator.
5. Usaha pengenceran lendir dengan obat mukolitik perlu dipertimbangkan karena biasanya
pada keadaan seperti ini terdapat banyak lender dan lengket di seluruh cabang-cabang
bronkus.
6. Periksa EKG dan roentgen foto toraks.
Pantau tanda-tanda vital, bila terdapat tanda-tanda gagal napas yang mengancam perlu
bantuan pernapasan, bila perlu dirawat di unit perawatan intensif. 3
Apabila serangan asma baru pada stadium prodromal, maka penggunaan bronkodilator
secepat-cepatnya dan dengan cara yang tepat dengan dosis yang cukup memadai dapat
menggagalkan serangan asma akut (lewis dan farrel, 1985).
Kortikosteroid merupakan obat penting dalam pencegahan asma dan hendaknya
dipertimbangkan bila hasil pengobatan dengan bronkodilator tidak memadai. Dosis prednison
12 mg/kgBB/hari, biasanya tidaj memberikan efek samping. Pemberian kortikosteroid
jangka pendek pada waktu serangan asma dapat mencegah keadaan yang lebih gawat dan
perawatan di rumah sakit tidak diperlukan. Anak yang telah mendapat terapi kortikosteroid
lama dengan dosis rumatan, bila mendapat serangan asma akut dosis kortikosteroid perlu
ditinggikan. Pada asma yang persisten atau kronik, pemberian kortikosteroid mungkin
diperlukan.. Jika terpaksa menggunakan kortikostreroid jangka panjang harus diberikan
secara inhalasi. Pada bayi dan anak kecil serangan asma mungkin lebih banyak disebabkan
oleh udem mukosa dan sekresi bronkus daripada bronkospasme. Pemberian kortikosteroid
mungkin sangat berguna.7

1.11. Pencegahan
Pencegahan serangan asma terdiri atas :

Menghindari faktor-faktor pencetus

Obat-obatan dan terapi imunologi


Penggunaan obat-obatan atau tindakan untuk mencegah dan meredakan atau reaksi-reaksi
yang akan atau sudah timbul oleh pencetus tadi.
Aktivitas fisik tidak dilarang bahkan dianjurkan tetapi diatur. Jalan yang dapat ditempuh

supaya anak dapat tetap beraktivitas adalah :


1. Menambah toleransi secara bertahap, menghindari percepatan gerak yang mendadak,
Mengalihkan macam kegiatan, misalnya lari, naik ke sepeda, berenang.
2. Bila mulai batuk-batuk istirahat dahulu sebentar, minum air dan kemudian bila batukbatuk sudah mereda kegiatan dapat dimulai kembali.
3. Ada beberapa anak yang memerlukan makan obat atau menghirup obat aerosol dahulu
beberapa waktu sebelum kegiatan olahraga.
1.12. Diagnosa Banding

Pada bayi adanya benda asing di saluran napas dan esophagus atau kelenjar timus yang
menekan trakea.

Penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis dan fibrosis kistik.

Kelainan trakea dan bronkus misalnya laringotrakeomalasia dan stenosis bronkus.

Tuberkulosis kelenjar limfe di daerah trakeobronkial

Bronkitis. Tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan tidak herediter. Bila sering
berulang dan kronik biasanya disebabkan oleh asma.

Bronkiolitis akut, biasanya mengenai anak di bawah umur 2 tahun dan terbanyak di bawah
umur 6 bulan dan jarang berulang.

Asma kardial. Sangat jarang pada anak. Dispnea paroksismal terutama malam hari dan
biasanya didapatkan tanda-tanda kelainan jantung.

1.13. Komplikasi

Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi
emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks membungkuk ke depan dan
memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letak rendah, gambaran jantung
menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi
bentuk dada burung dara dan tampak sulkus Harrison.
Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat terjadi
atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah
menjadi bronkiektasis dan bila ada infeksi terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus
menerus dan beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan disebut status
asmatikus. Bila tidak ditolong dengan semestinya dapat menyebabkan gagal pernapasan, gagal
jantung, bahkan kematian. 1,2,3,7
1.14. Prognosis
Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir menunjukkan
kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang jumlahnya kira-kira 10 juta
penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan
terbatas.
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada
5080% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada masa kanak-kanak.

BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTIFIKASI
Nama

:A

Umur

: 5 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki


Berat badan

: 20 kg

Tinggi badan : 110 cm


Agama

: Islam

Alamat

: Alahan Panjang

ANAMNESA
(Alloanamnesa tanggal 1 Juli 2015)
Keluhan utama

: Anak sesak nafas sejak 1 hari yang lalu

Riwayat penyakit sekarang:


-

Anak sesak nafas sejak 1 hari yang lalu, sesak nafas waktu dini hari
Sesak nafas muncul tiba-tiba diikuti dengan mengi
Sesak timbul saat udara dingin dan debu yang berlebihan di sekitar
Sesak berkurang pada posisi duduk

Sebelum sesak nafas, pasien batuk berdahak 3 hari yang lalu. Dahak
putih bening, tidak banyak namun kadang-kadang susah untuk

dikeluarkan
Anak tidak demam
Tidak ada riwayat tersedak makanan atau benda asing
Tidak ada riwayat batuk lama
Tidak ada riwayat kontak dengan batuk lama
Tidak ada muntah, gangguan BAB dan BAK

Riwayat penyakit dahulu:

Anak pernah sesak 3 bulan yang lalu


Sesak kambuh kurang dari 3 kali dalam sebulan
Anak sering batuk pada dini hari
Anak belum pernah menderita penyakit berat sebelumnya

Riwayat keluarga:
o Riwayat asma pada kakek pasien
Riwayat pribadi
1. Riwayat kehamilan
Ibu hamil cukup bulan. Selama kehamilan ibu mengaku tidak pernah
mengalami sakit yang berat, ibu melakukan pemeriksaan antenatal dengan
rutin setiap bualn ke bidan
2. Riwayat persalinan
Lahir spontan di Klinik Bersalin dengan bantuan bidan, dengan berat
badan lahir 3000 gr dengan panjang 40 cm
3. Riwayat pasca persalinan
Tidak ada asfiksia, tidak ada sianosis, dapat menyusu dengan baik,
imunisasi lengkap sampai usia 9 bulan di puskesmas
Riwayat Makanan
(Sejak lahir sampai sekarang, kualitas dan kuantitas)
-

0-14 bulan: ASI ekslusif


14-2 tahun: ASI ekslusif dan nasi tim

2 tahun sampai sekarang: Nasi biasa dan lauk pauk (mengikuti diet
keluarga)

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


Riwayat pertunbuhan dan perkembangan anak baik, yaitu:
-

Dapat merangkak dalam usia 9 bulan


Dapat berjalan pada usia 1,5 tahun
Dapat berbicara dengan baik usia 4 tahun
Sekarang anak sekolah, dan dapat bersosialisasi dengan baik

Imunisasi
Ibu mengatakan imunisasi dasar anak lengkap, dilakukan di posyandu, namun waktunya lupa
secara detail
Sosisalisasi dan ekonomi
Ayah pasien seorang wiraswasta. Ibu pasien ibu rumah tangga. Menurut ibu penghasilan setiap
bulannya cukup
Lingkungan
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya dan seorang kakaknya. Pasien merupakan anak
kedua dari dua bersaudara. Sehari-hari pasien diasuh oleh ibunya sendiri. Sekitar lingkungan
banyak peliharaan ternak seperti ayam, kucing yang berkeliaran disekitar rumah, dan burung.
Rumah pasien masih berlantai semen sehingga debu masih dapat berterbangan di sekitar rumah.
PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
2. Kesadaran
: Compos mentis
3. Tanda vita:
Frekuensi nadi
: 125x/ menit
Frekuensi nafas
: 48 x/menit
Suhu
: 37,6 Celcius
TD
: 110/70

B. Pemeriksaan khusus
1. Kulit
: Sawo matang, tidak kering, ekstremitas teraba hangat,
tidak sianotik, turgor kembali < 2 detik
2. Kepala
: Normocephal, pertumbuhan rambut merata, warna hitam
3. Mata :
palpebra cekung (-), pupil bulat isokor, konjugntiva anemis
4.
5.
6.
7.
8.

(-), sklera ikterik (-), reflek cahaya (+)


Leher
: Normal, posisi trakea ditengah, tidak teraba limfonodi
Telinga: Normal, membran timpani intak
Hidung
: Septum deviasi (-), sekret (-)
Tenggorok
: Faring tidak hiperemis, tonsil tenang
Mulut
: Bibir kemerahan, mukosa bibir tidak kering, sianosis (-),

lidah kotor (-)


9. Dada
a. Jantung
Inspeksi
Palpasi

: Iktus kordis tidak tampak


: Iktus kordis teraba pada sela iga ke-5 linea mid-

klavikularis sinistra
Perkusi
: Batas kanan atas: SIC II linea parasternalis kanan
Batas kanan bawah: SIC IV linea parasternalis
kanan
Batas kiri bawah: SIC V linea midclavicularis
sinistra
Auskultasi

Batas kiri atas: SIC II linea parasternalis kiri


: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop

(-)
b. Paru

Inspeksi

Kanan
Pergerakan
simetris

Kiri
dada Pergerakan

dada

dalam simetris dalam keadaan

keadaan statis dan statis dan dinamis


Palpasi

dinamis
Tidak teraba massa Tidak teraba massa dan
dan tidak ada nyeri tidak ada nyeri tekan

Perkusi

tekan
Sonor di hemitorax Sonor di hemitorax kiri

Auskultasi

kanan
Suara

nafas Suara nafas vesikuler,

vesikuler, Ronki (+) Ronki (+) wheezing (+)

wheezing (+)

10. Abdomen
- Inspeksi
- Auskultasi
- Perkusi
- Palpasi

: Dinding abdomen simetris, tampak datar


: Suara bising usus positif
: Suara timpani pada ke empat kuadran
: Tidak teraba masa atau hepar dan lien, balotemen (-),

kandung kemih teraba kosong


11. Ekstremitas : Normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
-

Darah rutin :
Hb: 14
Leukosit: 20.000
Trombosit : 321.000

DIAGNOSIS
Susp. Asma derajat ringan episodik jarang
DIAGNOSA BANDING
-

Pneumonia
Bronkolitis

RENCANA PENGELOLAAN
A. Rencana pemeriksaan
1. Rontgen toraks
2. Pemeriksaan spirometri
3. Uji provokasi bronkus
B. Rencana Pengobatan
- Pasang O2 2 liter/menit
- IVFD D5+4 cc Aminofilin : 20 tetes/ menit makro
- Cefotaxime 2x1 gr
- Nebu farbiven 3x1 ampul
- Dexamethasone 2x1 ampul
C. Rencana pemantauan
1. Pantau tanda-tanda vital
2. Edukasi
PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam


Quo ad functionam

: ad bonam

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

RESUME
Diagnosa pada pasien ini adalah susp. Asma derajat ringan episodic jarang. Diagnosa ini
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesa
didapatkan anak sesak sejak satu hari yang lalu, 3 hari batuk berdahak, ada riwayat sesak 3 bulan
yang lalu, rieayat asma keluarga (+). Pada pemeriksaan fisik juga didapatkan:

Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
Thorax

: 110/70 mmHg
: 125x/ menit
: 48x/menit
: 37,6C (Axilla)
: Suara wheezing dan ronki pada seluruh lapangan paru

Berdasarkan pemeriksaan penunjang didapatkan hasil lab darah berupa pemeriksaan


hematologi. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka.
Penatalaksanaan asma pada kasus ini adalah rencana pemeriksaan berupa rontgen toraks,
pemeriksaan spirometri, uji provokasi bronkus. Rencana Pengobatannya yaitu pasang O2 2

liter/menit, IVFD D5+4 cc Aminofilin 20 tetes/ menit makro, Cefotaxime 2x1 gr, nebu farbiven
3x1 ampul, dexamethasone 2x1 ampul.

DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan di
Indonesia. Balai Penerbit FKUI : Jakarta, 2004.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Kuliah
3 Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan Ke 7. Percetakan Infomedika : Jakarta, 2002.
3. Isselbacher. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit dalam. Edisi 13. Volume 3. Editor Edisi
bahasa Indonesia : Ahmad H. Asdie. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta, 2000.
4. Robbins dkk. Buku Ajar Patologi II. Edisi 4. Alih Bahasa : Staf pengajar Laboratorium
Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Penerbit Buku Kedokteran
EGC : Jakarta, 1995.
5. Di unduh dari

http://www.docstoc.com/docs/36495210/Tuberculosis_-pneumonia_-dan-

kanker-paru diakses pada tanggal 27 Oktober 2010.


6. Adi Utomo Suardi,Dr, SpA (K), dkk, Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Cetakan
Pertama : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Badan Penerbit IDAI : Jakarta, 2008.
7. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Nasional Asma Anak . Balai Penerbit FKUI :
Jakarta, 2004.

8. Asma bronkiale Diunduh dari http//www.cermin dunia kedokteran.com diakses pada tanggal
30 Oktober 2010
9. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. Cermin Dunia
Kedokteran 2003; 41: 5-11
10. Neri M, Spanevello, A Chronic bronchial asthma from challenge to treatment: epidemiology
and social impact. Thorax 2000;55;57-58

Anda mungkin juga menyukai

  • Word Case
    Word Case
    Dokumen13 halaman
    Word Case
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Word Case
    Word Case
    Dokumen13 halaman
    Word Case
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Anker
    Anker
    Dokumen4 halaman
    Anker
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Word Case
    Word Case
    Dokumen13 halaman
    Word Case
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Kumpulan Tugas Stase Anak Kelompok Sebelumnya
    Kumpulan Tugas Stase Anak Kelompok Sebelumnya
    Dokumen2 halaman
    Kumpulan Tugas Stase Anak Kelompok Sebelumnya
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Out Line Isti
    Out Line Isti
    Dokumen2 halaman
    Out Line Isti
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Flora (CSS Rubella)
    Flora (CSS Rubella)
    Dokumen10 halaman
    Flora (CSS Rubella)
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Asma Anak
    Asma Anak
    Dokumen26 halaman
    Asma Anak
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Nama Pasien
    Nama Pasien
    Dokumen4 halaman
    Nama Pasien
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • PPT
    PPT
    Dokumen24 halaman
    PPT
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Efusi Pleura 1
    Efusi Pleura 1
    Dokumen30 halaman
    Efusi Pleura 1
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Empiema
    Empiema
    Dokumen13 halaman
    Empiema
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Present As I
    Present As I
    Dokumen29 halaman
    Present As I
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Case Demensia
    Case Demensia
    Dokumen38 halaman
    Case Demensia
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat