Anda di halaman 1dari 30

CSR

Kepada Yth:
Dr. IGM. Afridoni, Sp.A

ASPIRASI PNEUMONIA

OLEH
Flora Ramadhani

11-148

PRESEPTOR
Dr. IGM. Afridoni, Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK-RSUD SOLOK 2015

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.

Defenisi
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar
disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil di sebabkan
oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll).1
Aspirasi merupakan proses terbawanya bahan yang ada di orofaring pada saat
respirasi ke saluran napas bawah dan dapat menimbulkan kerusakan parenkim
paru. Kerusakan yang terjadi tergantung jumlah dan jenis bahan yang teraspirasi
serta daya tahan tubuh. Sindrom aspirasi dikenal dalam berbagai bentuk
berdasarkan etiologi dan patofisiologi yang berbeda dan cara terapi yang juga
berbeda.
Pneumonia aspirasi merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan
alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran
gas setempat yang disebabkan oleh aspirasi benda asing baik yang berasal dari
dalam tubuh maupun di luar tubuh penderita.4
Bayi dan anak-anak dengan refleks batuk dan menelan yang belum sempurna
menyebabkan terjadinya aspirasi benda asing, maupun makanan ke dalam paru,
sehingga dapat menimbulkan gejala mendadak batuk dan sesak nafas setelah
makan atau minum.5

Gambar: paru-paru yang mengalami infeksi


Epidemiologi
Data mengenai pneumonia aspirasi di Indonesia belum terekam, sedangkan

1.2.

data di USA menyebutkan bahwa hampir 45% dari total populasi pernah
mengalami tersedak, terutama tersedak air liur saat tidur nyenyak tengah malam.
Dan hanya 4% yang menjadi masalah klinis aspirasi pneumonia. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa pada 4,5 juta kasus pneumonia yang ada dalam
masyarakat, maka sebesar 5-15% nya menimbulkan pneumonia aspirasi..
Prevalensi terkait dengan faktor usia, kondisi neuromuskuler dan status mental
penderita. Sedangkan jenis kelamin dan ras tidak berpengaruh terhadap prevalensi
aspirasi pneumonia.2
1.3.

Etiologi
Terdapat 3 macam penyebab sindroma pneumonia aspirasi, yaitu aspirasi
asam lambung yang menyebabkan pneumonia kimiawi, aspirasi bakteri dari oral
dan oropharingeal menyebabkan pneumonia bakterial, Aspirasi minyak, seperti
mineral oil atau vegetable oil dapat menyebabkan exogenous lipoid pneumonia.
Aspirasi benda asing merupakan kegawatdaruratan paru dan pada beberapa kasus
merupakan faktor predisposisi pneumonia bakterial.4
Kondisi yang mempengaruhi pneumonia aspirasi antara lain:

Kesadaran yang berkurang, merupakan hasil yang berbahaya dari reflex batuk
dan penutupan glottis.

Disfagia dari gangguan syaraf

Gangguan pada sistem gastrointestinal, seperti penyakit esophageal, pembedahan


yang melibatkan saluran atas atau esophagus, dan aliran lambung.

Mekanisme gangguan penutupan glottis atau sfingter jantung karena trakeotomi,


endotracheal intubations (ET), bronkoskopi, endoskopi atas dan nasogastric
feeding (NGT)

Anestesi faringeal dan kondisi yang bermacam-macam seperti muntahan yang


diperpanjang, volume saluran cerna yang lebar, gastrostomi dan posisi terlentang.

Lain-lain: fistula trakeo-esofageal, pneumonia yang berhubungan dengan


ventilator, penyakit periodontal dan trakeotomi.4
Pneumonia aspirasi terjadi bila cairan amnion yang mengandung mekonium

terinhalasi oleh bayi. Keadaan ini lebih dikenal sebagai sindrom aspirasi mekonium.
Cairan amnion sendiri sampai saat ini belum dibuktikan dapat membahayakan paru
bayi. Cairan amnion yang mengandung mekonium dapat terjadi bila bayi dalam
kandungan menderita gawat janin. Kejadian ini merupakan 10-20% dari seluruh
kehamilan.6
1.4.
Patofisiologi
Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme termasuk barier
anatomi dan mekanik diantaranya adalah filtrasi partikel di hidung, pencegahan
aspirasi dengan reflek epiglotis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk,
pembersihan ke arah kranial oleh lapisan mukosilier. Sistem pertahanan tubuh
yang terlibat baik sekresi lokal imunoglobulin A maupun respon inflamasi oleh
sel-sel leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, alveolar makrofag dan cell
mediated immunity. Pada aspirasi pneumonia terjadi gangguan dalam refleks
epiglotis, dan refleks batuk.5
Saat terjadi inhalasi atau aspirasi patogen, bakteri dapat mencapai alveoli
maka beberapa mekanisme pertahanan tubuh akan dikerahkan. Saat terjadi kontak
antara bakteri dengan dinding alveoli maka akan ditangkap oleh lapisan cairan

epitel yang mengandung opsonin dan tergantung pada respon imunologis penjamu
akan terbentuk imunoglobulin G spesifik. Kemudian terjadi fagositosis oleh
makrofag alveolar, dan akan dilisis dengan perantaraan komplemen. Sebagian
kuman yang tidak terlisis, leukosit PMN dengan aktifitas fagositosisnya akan
direkrut dengan perantaraan sitokin sehingga terjadi respon inflamasi. Sehingga
terjadi kongesti vaskular dan edema. Kuman akan dilapisi cairan edematus yang
berasal dari alveolus, dan area edematus membesar secara sentrifugal dan
membentuk area sentral yang terdiri dari eritrosit, eksudat purulen, dan bakteri.
Fase ini secara histopatologi dinamakan red hepatization (hepatisasi merah).5
Tahap selanjutnya disebut hepatisasi kelabu yang ditandai fagositosis oleh
leukosit PMN. Pelepasan komponen dinding bakteri dan pneumolisin melalui
degradasi enzimatik meningkatkan respon inflamasi pada sel-sel paru.5
Resolusi konsolidasi pneumonia terjadi ketika antibodi dan leukosit PMN
meneruskan aktifitas fagositosisnya, sel-sel monosit akan membersihkan debris.5
Efek patologis yang dihasilkan aspirasi cairan lambung tergantung dari pH
dan volume cairan. Perburukan klinis terjadi bila volume cairan yang teraspirasi
lebih dari 0,8 mg/kg dan atau pH kurang dari 2,5. Hipoksemia, hemoragik
pneumonitis, atelektasis, dan edema pulmonal akan muncul dengan cepat pada
aspirasi yang masif. Secara klinis akan terlihat dalam 1-2 jam setelah aspirasi.
Lebih dari 24-48 jam terdapat peningkatan infiltrasi neutrofil, pengelupasan
mukosa, pada parenkim paru, dan konsolidasi alveolar.5
Pada kelahiran yang lama dan persalinan yang sukar bayi sering memulai
gerakan pernapasan yang kuat di dalam uterus akibat terganggunya masukan
oksigen melalui plasenta. Pada keadaan demikian bayi dapat mengaspirasi cairan
amnion yang mengandung verniks kaseosa, sel epitel, mekonium atau bendabenda dari saluran lahir, yang dapat memblokade jalan napas, yang paling kecil
serta menganggu pertukaran oksigen dan karbondioksida. Bakteri patogen yang
ditemukan menyertai benda-benda yang teraspirasi, dan dapat terjadi pneumonia
bahkan pada kasus-kasus yang noninfeksi, kegawatan pernapasan yang disertai
bukti yang dapat dilihat secara rontgen akan adanya aspirasi.6
Aspirasi benda asing pada paru dapat juga terjadi pada bayi baru lahir akibat
adanya fistula trakeoesofagus, obstruksi esofagus dan duodenum, refluks

gastroesofagus, praktek-praktek pemberian makanan yang tidak tepat, dan


pemberian obat-obatan depresan.6
Isi lambung harus diaspirasi melalui kateter lunak tepat sebelum operasi atau
prosedur-prosedur lain yang memerlukan anastesi atau yang menimbulkan
gangguan berarti pada bayi. Bila aspirasi telah terjadi, pengobatannya terdiri dari
memberikan dukungan umum dan pernapasan dan pengobatan pneumonia.6
1.5.

Manifestasi Klinis
Pneumonia aspirasi sering terjadi pada bayi dismaturitas (kecil untuk masa
kehamilan), neonatus lebih bulan atau bayi yang menderita gawat janin pada
kehamilan atau persalinan. Biasanya bayi lahir dengan asfiksia disertai riwayat
resusitasi aktif. Tanda sindrom gangguan pernafasan mulai tampak dalam 24 jam
pertama setelah lahir. Kadang-kadang terdengar pula ronki pada kedua paru.
Bergantung kepada jumlah mekonium yang terinhalasi, mungkin terlihat
emfisema atau atelektasis.7
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan foto rontgen toraks yang
menunjukkan gambaran infiltrasi kasar di kedua paru disertai dengan bagian yang
mengalami emfisema.7
Kematian dapat terjadi pada hari-hari pertama karena kegagalan pernafasan
atau asidosis berat. Pada bayi yang mengalami perbaikan, biasanya gejala
hiperpnue baru dapat menghilang setelah beberapa hari dan kadang-kadang
sampai beberapa minggu.3
Di dalam uterus, atau lebih sering pada pernapasan pertama, mekonium yang
kental teraspirasi ke dalam paru, mengakibatkan obstruksi jalan napas kecil yang
dapat menimbulkan kegawatan pernapasan dalam beberapa jam pertama dengan
gejala takipnea, retraksi, mendengkur, dan sianosis pada bayi yang terkenanya
berat. Obstruksi parsial pada beberapa jalan napas dapat menimbulkan
pneumotoraks atau pneumomediastinum, atau keduanya. Pengobatan tepat dapat
menunda mulainya kegawatan pernapasan, yang bisa hanya terdiri atas takikardia
tanpa retraksi. Distensi dada yang berlebihan dapat menonjol. Keadaan ini
biasanya membaik dalam 72 jam, tetapi bila dalam perjalanan penyakitnya bayi
memerlukan ventilasi, keadaan ini dapat berat dan kemungkinan mortalitasnya

tinggi. Takipnea dapat menetap selama beberapa hari atau bahkan beberapa
minggu. Rontgen dada bersifat khas ditandai dengan bercak-bercak infiltrat,
corakan kedua lapangan paru kasar, diameter anteroposterior tambah, dan
diafragma mendatar. Rontgen dada normal pada bayi dengan hipoksia berat dan
tidak adanya malformasi jantung mengesankan diagnosis sirkulasi janin persisten.
PO2 arteri dapat rendah pada penyakit lain, dan jika terjadi hipoksia, biasanya ada
asidosis metabolik.6
Gejala dan tanda pneumonia dapat dibedakan menjadi:
-

Gejala umum infeksi (non spesifik)


Gejala pulmonal
Gejala pleural
Gejala non spesifik meliputi demam, menggigil, gelisah, sefalgia.
Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan gastrointestinal, seperti
muntah, kembung, diare atau sakit perut.5
Gejala pulmonal timbul setelah beberapa saat proses infeksi
berlangsung. Akan ditemukan gejala nafas cuping hidung, takipnea, dispnea,
apnea, otot bantu nafas interkostal dan abdominal. Pada anak yang lebih besar
umumnya akan ditemukan batuk, namun pada neonatus bisa tanpa batuk.5
Pleuritic chest pain akibat peradangan pada pleura, ditandai dengan
nyeri dada, sehingga dapat membatasi gerakan dinding dada selama inspirasi.
Pada keadaan ini biasanya ditemukan pada pneumonia yang disebabkan
streptococcus pneumonia dan staphylococcus aureus.5
Frekuensi napas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui
beratnya penyakit. Penilaian ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan
memantau tatalaksana pneumonia. WHO bahkan telah merekomendasikan
untuk menghitung frekuensi nafas pada setiap anak dengan batuk, pada
keadaan ini frekuensi napas lebih cepat dari normal serta adanya tarikan
dinding dada bagian bawah. WHO menetapkannya sebagai kasus pneumonia
berat dan memerlukan perawatan di rumah sakit untuk pemberian antibiotik.5
1.6. Diagnosis

Anamnesa
Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus menerus, sesak, kebiruan
disekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi) dan nyeri dada.
Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering
menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan kesadaran,
kejang.8
Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital yang dapat ditemukan adalah hipotensi (syok septik),
suhu > 39oC. pada pemeriksaan toraks didapatkan dispnea : inspiratory effort
ditandai dengan takipnea, retraksi (chest indrawing), nafas cuping hidung dan
sianosis. Gerakan dinding toraks dapat berkurang pada daerah yang terkena,
perkusi normal atau redup. Perkusi toraks tidak bernilai diagnostik, karena
umumnya kelainan patologinya menyebar. Suara redup pada perkusi biasanya
karena adanya efusi pleura.8
Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara nafas utama
melemah, seringkali ditemukan bila ada proses peradangan subpleura atau
mengeras (suara bronkial) bila ada proses konsolidasi. Suara nafas tambahan
berupa ronki basah halus di lapangan paru yang terkena khas pada pasien anak
yang lebih besar, mungkin tidak akan terdengar pada bayi. Pada bayi dan balita
kecil karena kecilnya volume toraks biasanya suara nafas saling berbaur dan sulit
diidentifikasi.5
Radiologi
Pemeriksaan foto polos dada perlu dibuat untuk menunjang diagnosis,
disamping untuk melihat luasnya kelainan patologi secara lebih akurat. Posisi
anteroposterior (AP) dan lateral (L), diperlukan untuk menentukan luasnya lokasi
anatomik dalam paru, luasnya kelainan dan kemungkinan adanya komplikasi
penebalan pleura pada pleuritis, atelektasis, efusi pleura, pneumomediastinum,
pneumotoraks, abses, pneumatokel. Akan terlihat infiltrat pada lobus superior
kanan pada bayi, tetapi pada anak yang lebih besar akan tampak di bagian
posterior atau basal paru. Lobus tengah dan bawah paru kanan merupakan lokasi

tersering ditemukan infiltrat, disebabkan karena posisi bronkus kanan yang lebih
vertikal.5

Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap
-

Pada pemeriksaan darah lengkap sering ditemukan leukositosis >15.000/UL,


tanda adanya infeksi.

Pemeriksaan hitung jenis dengan dominsai neutrofil atau adanya pergeseran ke


kiri menunjukkan bakterial pneumonia.
Pemeriksaan kultur darah jarang memberikan hasil yang positif tetapi
dapat membantu pada kasus yang tidak menunjukkan respon terhadap
penanganan awal. Kultur darah direkomendasikan pada kasus pneumonia yang
berat dan pada bayi kurang dari 3 bulan.5
Pemeriksaan analisa gas darah termasuk PaO2, PaCO2 , dan saturasi
oksigen. Menunjukkan adanya hipoksemia. Kadar PaCO2 dapat rendah. Dapat
terjadi asidosis respiratorik, asidosis metabolik.5

1.6.

Penatalaksanaan

Penghisapan jalan nafas

Pemberian oksigen

Pemberian cairan dan nutrisi. Cairan rumatan diberikan mengandung gula dan
elektrolit, disesuaikan berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi. Pasien
yang sesak dapat dipuasakan, bila sesak berkurang dapat diberikan asupan
oral melalui NGT.

Intubasi endotracheal dengan pengisapan dapat dipertimbangkan pada pasien


yang tidak dapat mempertahankan jalan nafasnya.

Ventilasi mekanik pada kasus yang berat (gagal nafas)

Antibiotik. Sesuai dengan kuman penyebab, namun karena kendala diagnostik


etiologi, diberikan antibiotik secara empiris. Golongan beta laktam (Penisilin,
sefalosporin, karbapenem, dan monobaktam), biasanya digunakan untuk
terapi pneumonia yang disebabkan bakteri Streptococcus pneumonia,
Haemophillus influenza, dan Staphylococcus aureus. Pada kasus berat diberi
golongan sefalosporin sebagai pilihan, terutama bila penyebabnya belum
diketahui. Pada kasus yang ringan sedang, dipilih golongan penisilin. Pada
bayi kurang dari 2 bulan, WHO merekomendasikan pemberian penisilin dan
gentamisin.
Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam. Bila tidak ada perbaikan
klinis dilakukan perubahan pemberian antibiotik sampai anak dinyatakan
sembuh. Lama pemberian antibiotik tergantung : kemajuan klinis penderita,
hasil laboratoris, foto toraks dan jenis kuman penyebab.10
Perawatan umum pada aspirasi mekonium berupa : (a) pengaturan
secara adekuat suhu dam kelembapan lingkungan, (b) pembersihan jalan nafas
sebaik-baiknya dan bila perlu dilakukan intubasi, (c) seluruh cairan lambung
harus segera dikeluarkan untuk menghindarkan kemungkinan aspirasi
ulangan. Tindakan tersebut di atas seharusnya dikerjakan pada setiap bayi
yang lahir dengan cairan amnion yang mengandung mekonium.2
Pemberian oksigen dan mengatur keseimbangan asam-basa. Oksigen
diberikan sampai sianosis menhilang. Pemberian NaHCO3 untuk mengatur

keseimbangan asam-basa tubuh seperti pada pengobatan penyakit membran


hialin, yaitu dengan tujuan memepertahankan pH darah dalam batas normal.2
Antibiotika diberikan karena diagnosis banding antara pneumonia
aspirasi dengan pneumonia bakterial sulit dibedakan dan penyelidikan
menunjukkan bahwa infeksi sekunder pada penderita ini sering ditemukan.
Antibiotika yang diberikan ialah kombinasi penisilin atau ampisilin dengan
gentamisin.2
Pengobatan pneumonia aspirasi-mekonium mencakup perawatan
pendukung dan manajemen standar untuk kegawatan pernapasan. Manfaat
oksigenasi PEEP harus dipertimbangkan terhadap risiko pneumotoraks.
Aspirasi mekonium yang berat menyerupai sirkulasi janin persisten dan
memerlukan pengobatan yang serupa. Penderita yang refrakter terhadap
ventilasi mekanis konvensional atau ventilasi frekuensi tinggi dapat
memperoleh manfaat dari terapi surfaktan (tanpa memandang umur
kehamilan), inhalasi nitrit oksida, atau oksigenasi membran ekstrakorporal
(ECMO).10
Follow up
Pasien dengan keadaan hemodinamik berat atau dengan distress

respiratory di rawat di ICU.


Pasien dengan respiratori yang stabil di rawat di bangsal perawatan
umum.

Gambar: Bronchoscopy9

Tabel: Diagnosis pneumonia aspirasi

1.8. Pencegahan

Pada pasien yang memiliki disfungsi menelan untuk menghindari


aspirasi asam lambung, diperlukan teknik kompensasi untuk
mengurangi aspirasi dengan diet lunak dan takaran yang lebih

sedikit
Posisikan kepala 45 dari bed tempat tidur pada pasien beresiko

untuk terjadinya aspirasi.


Pasang NGT pada pasien dengan disfagia.
Puasa 6-8 jam sebelum operasi elektif agar perut kosong sebelum
operasi berlangsung.6

1.9. Komplikasi
Gagal nafas dan sirkulasi
Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orang yang menderita
pneumonia sering kesulitan bernafas,dan itu tidak mungkin bagi mereka untuk
tetap cukup bernafas tanpa bantuan agar tetap hidup. Bantuan pernapasan noninvasiv yang dapat membantu seperti mesin untuk jalan nafas dengan bilevel
tekanan positif,dalam kasus lain pemasangan endotracheal tube kalau perlu dan
ventilator dapat digunakan untuk membantu pernafasan. Pneumonia dapat
menyebabkan

gagal

nafas

oleh

pencetus

akut

respiratory

distress

syndrome(ARDS). Hasil dari gabungan infeksi dan respon inflamasi dalam


paru-paru segera diisi cairan dan menjadi sangat kental, kekentalan ini menyatu
dengan keras menyebabkan kesulitan penyaringan udara untuk cairan
alveoli,harus membuat ventilasi mekanik yang dibutuhkan.2
Syok sepsis dan septik

Merupakan komplikasi potensial dari pneumonia. Sepsis terjadi karena


mikroorganisme masuk ke aliran darah dan respon sistem imun melalui sekresi
sitokin. Sepsis seringkali terjadi pada pneumonia karena bakteri; streptoccocus
pneumonia merupakan salah satu penyebabnya. Individu dengan sepsis atau
septik membutuhkan unit perawatan intensif di rumah sakit. Mereka
membutuhkan cairan infus dan obat-obatan untuk membantu mempertahankan
tekanan darah agar tidak turun sampai rendah. Sepsis dapat menyebabkan
kerusakan hati,ginjal,dan jantung diantara masalah lain dan sering menyebabkan
kematian.2
Effusi pleura,empyema dan abces
Ada kalanya,infeksi mikroorganisme pada paru-paru akan menyebabkan
bertambahnya (effusi pleura) cairan dalam ruang yang mengelilingi paru
(rongga pleura). Jika mikroorganisme itu sendiri ada di rongga pleura,
kumpulan cairan ini disebut empyema. Bila cairan pleura ada pada orang
dengan pneumonia, cairan ini sering diambil dengan jarum (toracentesis) dan
diperiksa, tergantung dari hasil pemeriksaan ini. Pada kasus empyema berat
perlu tindakan pembedahan. Jika cairan tidak dapat dikeluarkan,mungkin
infeksi berlangsung lama, karena antibiotik tiak menembus dengan baik ke
dalam rongga pleura. Abses pada paru biasanya dapat dilihat dengan foto thorax
dengan sinar x atau CT scan. Abses-abses khas terjadi pada pneumonia aspirasi
dan sering mengandung beberapa tipe bakteri. Biasanya antibiotik cukup untuk
pengobatan abses pada paru,tetapi kadang abses harus dikeluarkan oleh ahli
bedah atau ahli radiologi.2
1.10 Prognosis
Angka mortalitas PAK adalah sebesar 5% yang meningkat menjadi
20% pada PAN.Angka mortalitas pneumonia aspirasi yang tidak disertai
komplikasi adalah sebesar 5%, sedangkan pada aspirsai masif dengan atau
tanpa disertai sindrom Mendelson mencapai 70%. Angka mortalitas aspirasi
pneumonia disertai empyema sebesar 20%.1,3

BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama

: By. H

Umur

: 21 hari

Jenis Kelamin

: perempuan

Agama

: Islam

Alamat

: Tanjung Paku

IDENTITAS ORANG TUA


Nama Ayah

: Tn. A

Umur

: 30 tahun

Pekerjaan

: supir taxi

Pendidikan

: SMP

Nama Ibu

: Ny.N

Umur

: 31 tahun

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Pendidikan

: SMP

Ruang

: NICU

Masuk RS

: 10 Juni 2015

A. ALLOANAMNESIS (diberikan oleh ibu kandung)


Seorang anak perempuan berumur 21 hari dirawat dibangsal Perinatology
RSUD Solok sejak tanggal 10 Juni 2015, dengan:
Keluhan Utama:
Area dibawah mata, bibir, serta samping hidung pasien tiba-tiba berwarna biru
Riwayat Penyakit Sekarang:
-

Area dibawah mata, bibir, serta samping hidung pasien tiba-tiba berwarna

biru.
Anak batuk berdahak sejak 1 minggu SMRS. Lalu Ibu pasien membeli sendiri
obat laserin namun tidak ada perbaikan dari keluhan pasien setelah meminum
obat tersebut. Kemudian ibu pasien membawanya untuk berobat ke bidan,
diberikan obat sirup serta puyer kepada pasien, setelah diminum beberapa hari

batuk hanya berkurang sedikit saja.


2 hari kemudian pasien tampak mulai sesak, nafas pasien megap-megap, tidur
pasien menjadi terganggu, pasien menjadi sering terbangun sewaktu tidur,
pasien menjadi malas minum susu. Karena khawatir, ibu pasien memaksa
pasien untuk menyusu. Ibu pasien selalu menyusukan pasien dalam posisi
duduk dan pasien digendong. Ibu pasien mengatakan pasien sempat tersedak.
Beberapa kali pasien batuk serta ASI keluar dari hidung pasien saat ibunya

memaksa pasien menyusu, sehari 3 kali.


Sorenya muka pasien menjadi pucat, area dibawah mata, bibir, serta samping
hidung menjadi berwarna biru.

Tidak terdapat keluhan pilek serta demam pad pasien.


BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mempunyai keluhan seperti ini sebelumnya

Tidak ada riwayat asma, bersin-bersin di pagi hari, dan penyakit jantung

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang sedang mengikuti program pengobatan


jangka lama

Tidak ada yang memiliki riwayat sesak nafas, alergi, asma, penyakit jantung

Riwayat Sosial Ekonomi.


Kesan : riwayat sosial ekonomi baik
Riwayat Lingkungan
Kepemilikan rumah

: Rumah Pribadi

RIWAYAT PASIEN
A Riwayat Antenatal Care
Ibu mengaku rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan. Ibu memeriksakan
kehamilan sebanyak 4 kali yaitu 1 kali pada trimester awal, 1 kali di trimester kedua
dan 2 kali menjelang kelahiran. Ibu meminum vitamin penambah darah, mendapat
suntik TT 2x dan tidak ada konsumsi jamu. Ibu mengatakan tidak ada penyakit
selama hamil, tidak ada riwayat trauma dan tidak ada perdarahan sebelum persalinan.

Kesan: riwayat pemeliharaan antenatal baik.


B Riwayat Persalinan
Kelahiran
Tempat kelahiran

: Rumah Bidan

Penolong persalinan

: Bidan

Cara persalinan

: Spontan per vaginam

Masa gestasi

: 39 minggu

Tanggal kelahiran

: 15 Mai 2015

Air ketuban

: Jernih

Keadaan bayi

Berat badan lahir

: 2600 gram

Panjang badan lahir

: 47 cm

Lingkar kepala

: tidak didapatkan data

Langsung menangis

: langsung menangis

Nilai APGAR

: ibu tidak tahu

Kelainan bawaan

:-

Kesan : riwayat kelahiran baik


C Riwayat Makanan
Selama kehamilan, ibu pasien mengatakan makan 3x sehari dengan nasi, lauk
pauk, sayur dan buah. Rutin meminum susu kehamilan. Dan Sampai saat ini
pasien hanya mengkonsumsi ASI.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 10 Juni 2015, pukul 12.00 WIB di ruang
ICU. Bayi perempuan, usia 21 hari, berat badan sekarang 3300 gram, panjang
badan 47 cm, lingkar kepala 33 cm.
Kesan umum :
Gerak cukup aktif, tangisan cukup kuat, tampak sesak nafas (+) berkurang,
sianosis (-), anemis (-), kejang (-), ikterik (-)
Tanda vital
Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan
Laju jantung
: 128x/menit, reguler
Pernapasan
: 46x/menit
Suhu
: 36,9C (Axilla)
Sp02
: 95%
Status Generalis
Kepala
Mesocephal, ukuran lingkar kepala 33 cm, ubun-ubun besar masih
terbuka, teraba datar, tidak tegang, caput succadaneum (-), cephal
hematom (-), rambut hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut,

kulit kepala tidak ada kelainan.


Mata
Mata cekung (-/-), palpebra oedem (-/-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva
anemis
(-/-), katarak kongenital (-/-), glaukoma kongenital (-/-)
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), bentuk normal, sekret (-/-), septum deviasi (-)
Telinga
Normotia, discharge (-/-)
Mulut
Sianosis (-), trismus (-), stomatitis (-), bercak-bercak putih pada lidah dan
mukosa (-), bibir kering (-), labioschizis (-), palatoschizis (-)
Leher
Pendek, pergerakan baik, tumor(-), tanda trauma (-)

Thorax
Paru
Inspeksi
Palpasi

: simetris dalam keadaan statis maupun dinamis,


retraksi suprasternal berkurang
: stem fremitus tidak dilakukan.

Perkusi
Auskultasi

: pemeriksaan tidak dilakukan


: suara nafas bronkovesikuler, suara nafas tambahan (-/-),
Ronkhi basah (+/+), wheezing (-/-), hantaran (+/+)

Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: pulsasi ictus cordis tidak tampak


: ictus cordis tidak teraba
: pemeriksaan tidak dilakukan
: bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi

:datar
:bising usus (+)
:supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba.
:timpani

Tulang Belakang
Tidak ada spina bifida, tidak ada meningocele
Genitalia
Perempuan, Labia mayora sudah menutup labia minora
Anorektal
Anus (+), diaper rash (-)
Anggota gerak
Keempat anggota gerak lengkap sempurna

Refleks Primitif

Refleks Oral :

Refleks Hisap

Refleks Rooting

Refleks Moro

Refleks Palmar Grasp

Refleks Plantar Grasp

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium 11 Juni 2015


Hematologi + Sero
Imunologi

Hasil

Rujukan

Lekosit

7.5

6.0 21.0

Eritrosit

3.5/ul

3.9-5.9/ul

Hemoglobin

12.1 g/dL

13.4-19.8 g/Dl

Hematokrit

33.3 %

41-65 %

MCV

94.6 U

76-96 U

MCH

34.4 pcg

27-31 pcg

MCHC

36.3 g/dL

33.0-37.0 g/dL

Trombosit

260.000 /ul

150.000-400.000/ul

Golongn darah

Rhesus

Positif

HBSAg

Negatif

KIMIA KLINIK 11 Juni 2015

Negatif

Natrium

131.8 mmol/L

135 248 mmol?L

Kallium

5.46 mmol/L

3,6 5,5 mmol/L

Klorida

98.8 mmol/L

95-108 mmol/L

Pemeriksaan Rongent 13 Juni 2015

Bayangan konsolidasi pulmo kanan atas bekurang


Silhoute sign (+)
COR CTR < 0,56
Kesan : menyokong pneumonia aspirasi

V. DAFTAR PERMASALAHAN
1
2
3

Sianosis
Sesak napas
Batuk

Pemeriksaan fisik: terdapat nafas cuping hidung, retraksi subcostal dan

suprasternal pada dinding dada, juga terdapat ronki


foto rontgen thorax: mendukung pneumonia aspirasi

VI. DIAGNOSIS BANDING


Sianosis, Sesak napas, dan Batuk
Pulmonal
o Penumonia aspirasi
o Bronkopneumonia
o Pneumonia interstisial

Non Pulmonal
o Penyakit Jantung Bawaan

Sianotik : TOF

VII. DIAGNOSIS KERJA


Pneumonia Aspirasi
VIII. PENATALAKSANAAN
A Terapi Awal
Non Medikamentosa
suction lendir dan cairan
Bagging
pasang NGT
k/p ventilator/CPAP

Medikamentosa
02 masker 5L/m
resusitasi Nacl 20 cc bolus IV
IVFD D5% NS 15 tpm mikro

injeksi indop 5 mcg/kgbb/menit IV


injeksi ceftriaxon 2 x 150 mg IV
injeksi dexamethasone 3 x ampul IV
injeksi aminofilin 2x4 mg iv
B Terapi Sekarang

Non Medikamentosa
konsul fisioterapi
Medikamentosa
02 inkubator 2L/m
IVFD D5% NS 15 tpm mikro
injeksi ceftriaxon 2 x 150 mg IV
injeksi dexamethasone 3 x ampul IV
injeksi aminofilin 2x4 mg iv
Diet : ASI/PASI per oral 8 x 5-10 ml
IX PROGRAM

Evaluasi keadaan umum dan tanda vital

Fisioterapi (chest therapy)

Jaga kehangatan

X. SARAN

Pemeriksaan AGD

Pemeriksaan Echocardiografi

XI. NASEHAT

Jaga kehangatan bayi

Pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan

Ibu harus selalu membersihkan puting susu sebelum maupun sesudah


menyusui. Jika ibu menggunakan botol susu, pastikan botol susu dalam
keadaan bersih dan harus selalu dicuci serta direbus sebelum digunakan.

Jangan memaksakan bayi saat menyusukannya

Setelah menyusui sendawakan bayi dengan cara meletakkan bayi tegak lurus
di pundak dan tepuk punggungnya perlahan-lahan sampai mengeluarkan
suara.

Menjelaskan kepada ibu pasien untuk selalu mencuci tangan sehabis


membersihkan tinja anak.

Pantau pertumbuhan dan perkembangan anak dengan cara kontrol untuk tahu
gejala sisa

Ibu harus memeriksakan ke dokter secepat mungkin jika bayinya :


Mempunyai masalah bernafas
Menangis (lebih sering atau berbeda dari biasanya), merintih, atau
mengerang kesakitan
Tampak berwarna kebiruan (sianotik)
Suhu tubuh 38C
Muntah atau buang air besar berlebihan (>3x/hari)
Mengeluarkan darah (walaupun sedikit) pada air kencing maupun
beraknya
Mengalami gemetar pada kaki dan tangan
Kejang

Lakukan pemeriksaan kesehatan bayi secara rutin ke pusat pelayanan


kesehatan terdekat untuk memeriksa perkembangan dan pertumbuhan badan
serta pemberian imunisasi dasar pada bayi

Hindari asap rokok di sekitar bayi karena paru-paru bayi masih sangat rentan
terhadap infeksi pernapasan

XII. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

Quo ad sanationam

: dubia ad bonam

RESUME
Diagnosa pada pasien ini adalah Peneumonia Aspirasi. Diagnosa ini
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus dan pemeriksaan
penunjang. Berdasarkan anamnesa didapatkan keluhan berupa area dibawah mata,
bibir, serta samping hidung pasien tiba-tiba berwarna biru. Pasien sempat tersedak.
Beberapa kali pasien batuk serta ASI keluar dari hidung pasien saat ibunya memaksa
pasien menyusu, sehari 3 kali.
Pada pemeriksaan fisik juga didapatkan:

Tekanan darah
Laju jantung
Pernapasan
Suhu
Sp02

: tidak dilakukan pemeriksaan


: 128x/menit, reguler
: 46x/menit
: 36,9C (Axilla)
: 95%

Berdasarkan pemeriksaan penunjang didapatkan hasil lab darah berupa


pemeriksaan hematologi dan seroimulogi. Hal ini sesuai dengan tinjauan pustaka.
Pemeriksaan radiologis sangat membantu dalam penegakan diagnosa aspirasi
mekonium, dimana terdapat Bayangan konsolidasi pulmo kanan atas bekurang,
silhoute sign (+), COR CTR < 0,56.
Pilihan utama penatalaksanaan aspirasi meconium adalah ibu harus segera
membawa anaknya ke dokter jika mempunyai masalah bernafas, menangis (lebih
sering atau berbeda dari biasanya), merintih, atau mengerang kesakitan, tampak
berwarna kebiruan (sianotik), kejang. Pada pasien ini dapat diberika tindakan berupa
terapi non medikamentosa dan medikamentosa

DAFTAR PUSTAKA
1

Said, Mardjanis. Buku Ajar Respirologi Anak. IDAI. Jakarta : Badan Penerbit

IDAI. 2008 : 350-364.


Hassan, Rusepno. Alatas, Husein. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2

3
4

FKUI. Jakarta : Infomedika Jakarta. 2007 : 1228-1234


Carpenito, Lynda Juall (2000). Diagnosa Keperawatan edisi 8. EGC. Jakarta
Harmas Yulia Fara Hylda. 2011. Aspirasi Pneumonia. FK Universitas

Muhammadiyah Malang. (http://www.scribe.com/)


Angela Gracia. 2007. Pneumonia Aspiras dan Penatalaksanaannyai. FK

Universitas Kristen Indonesia. (http://www.scribe.com/)


Behrman, Richard. Kliegman, Robert. Arvin, Ann. Ilmu Kesehatan Anak Nelson
Jilid 1. Jakarta : EGC. 2000 : 600-601

Gabs, G. 2010. Askep Anak Pneumonia. (http://gardengab.com/ , diakses tanggal

5 Juni 2015)
KTW. 2010. Suplementasi Zinc Menurunkan Kejadian Pneumonia Pada Anak-

anak
Nursalam. 2010. Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Penyakit.

Salemba Medika. Jakarta


10 Nursalam. (2005). Asuhan Keperawatan Pada Bayi dan Anak. Salemba Medika.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai

  • Word Case
    Word Case
    Dokumen13 halaman
    Word Case
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Word Case
    Word Case
    Dokumen13 halaman
    Word Case
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Word Case
    Word Case
    Dokumen13 halaman
    Word Case
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Out Line Isti
    Out Line Isti
    Dokumen2 halaman
    Out Line Isti
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Anker
    Anker
    Dokumen4 halaman
    Anker
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Asma Anak
    Asma Anak
    Dokumen26 halaman
    Asma Anak
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Nama Pasien
    Nama Pasien
    Dokumen4 halaman
    Nama Pasien
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Kumpulan Tugas Stase Anak Kelompok Sebelumnya
    Kumpulan Tugas Stase Anak Kelompok Sebelumnya
    Dokumen2 halaman
    Kumpulan Tugas Stase Anak Kelompok Sebelumnya
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Case Demensia
    Case Demensia
    Dokumen38 halaman
    Case Demensia
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Flora (CSS Rubella)
    Flora (CSS Rubella)
    Dokumen10 halaman
    Flora (CSS Rubella)
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Empiema
    Empiema
    Dokumen13 halaman
    Empiema
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Present As I
    Present As I
    Dokumen29 halaman
    Present As I
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Present As I
    Present As I
    Dokumen29 halaman
    Present As I
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • PPT
    PPT
    Dokumen24 halaman
    PPT
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat