Kepada Yth:
Dr. IGM. Afridoni, Sp.A
ASMA
OLEH
Flora Ramadhani
11-148
PRESEPTOR
Dr. IGM. Afridoni, Sp.A
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK-RSUD SOLOK 2015
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Defenisi
Istilah asma berasal dari bahasa Yunani asthma yang berarti sengal-sengal. Dalam
pengertian klinik, asma dapat diartikan sebagai batuk yang disertai sesak napas berulang
dengan atau tanpa disertai mengi. Penyebab asma dapat berasal dari gangguan pada saluran
pernapasan yang dikenal sebagai asma bronkial. Istilah bronkial sendiri merujuk pada
bronkus.
Menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, asma adalah mengi berulang
dan/atau batuk persisten (menetap) dengan karakteristik sebagai berikut:
- timbul secara episodik,
- cenderung pada malam/dini hari (nokturnal),
- musiman,
- setelah aktivitas fisik,
- ada riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.
Sedangkan menurut GINA ( Global Initiative for Asthma ) Asma didefinisikan sebagai
gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel yang berperan, khususnya
sel mast, eosinofil, dan limfosit T.
1.2. Faktor Pencetus
1. Alergen
Faktor alergi dianggap mempunyai peranan penting pada sebagian besar anak dengan
asma. Disamping itu hiperreaktivitas saluran napas juga merupakan factor yang penting.
Sensitisasi tergantung pada lama dan intensitas hubungan dengan bahan alergenik
sehingga dengan berhubungan dengan umur. Pada bayi dan anak kecil sering
berhubungan dengan isi dari debu rumah. Dengan bertambahnya umur makin banyak
jenis alergen pencetusnya. Asma karena makanan biasanya terjadi pada bayi dan anak
kecil.
2. Infeksi
Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak kecil. Virus penyebab biasanya
respiratory syncytial virus (RSV) dan virus parainfluenza. Kadang-kadang juga dapat
disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasit.
3. Cuaca
Perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban dihubungkan dengan
percepatan dan terjadinya serangan asma.
4. Iritan
Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat, SO2, dan
polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air dingin.Iritasi hidung dan
batuk dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi. Udara kering mungkin juga
merupakan pencetus hiperventilasi dan kegiatan jasmani
5. Kegiatan jasmani
Kegiatan jasmani yang berat dapat menimbulkan serangan pada anak dengan asma. Pada
anak dengan faal paru di bawah normal sangat rentan terhadap kegiatan jasmani.
6. Infeksi saluran napas bagian atas
Disamping infeksi virus saluran napas bagian atas, sinusitis akut dan kronik dapat
mempermudah terjadinya asma pada anak. Rinitis alergi dapat memperberat asma melalui
mekanisme iritasi atau refleks..
7. Psikis
Tidak adanya perhatian dan tidak mau mengakui persoalan yang berhubungan dengan
asma oleh anak sendiri atau keluarganya akan memperlambat atau menggagalkan usahausaha pencegahan. Dan sebaliknya jika terlalu takut terhadap serangan asma atau hari
depan anak juga tidak baik, karena dapat memperberat serangan asma.
1.3. Faktor Resiko
1. Jenis kelamin
Menurut laporan dari beberapa penelitian didapatkan bahwa prevalens asma pada anak
laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5 sampai 2 kali lipat anak perempuan. Namun
pada orang dewasa, rasio ini berubah menjadi sebanding antara laki-laki dan perempuan
pada usia 30 tahun.
2. Usia
Umumnya pada kebanyakan kasus asma persisten gejala asma timbul pada usia muda,
yaitu pada beberapa tahun pertama kehidupan.
3. Riwayat atopi
Adanya riwayat atopi berhubungan dengan meningkatnya risiko asma persisten dan
beratnya asma. Beberapa laporan menunjukan bahwa sensitisasi alergi terhadap alergen
inhalan, susu, telur, atau kacang pada tahun pertama kehidupan, merupakan prediktor
timbulnya asma.
4. Lingkungan
Adanya alergen di lingkungan hidup anak meningkatkan risiko penyakit asma, alergen
yang sering mencetuskan asma antara lain adalah serpihan kulit binatang piaraan, tungau
debu rumah, jamur, dan kecoa.
5. Ras
Menurut laporan dari amerika serikat, didapatkan bahwa prevalens asma dan kejadian
serangan asma pada ras kulit hitam lebih tinggi daripada kulit putih.
6. Asap rokok
Prevalens asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi daripada anak yang tidak
terpajan asap rokok. Risiko terhadap asap rokok sudah dimulai sejak janin dalam
kandungan, umumnya berlangsung terus setelah anak dilahirkan, dan menyebakan
meningkatnya risiko.
7. Outdoor air pollution,
8. Infeksi respiratorik. 6
1.4. Epidemiologi
Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan diperkirakan 45%
populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh penyakit ini. Asma bronkial terjadi pada
segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia dini. Sekitar separuh kasus timbul sebelum usia 10
tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Pada usia kanak-kanak terdapat
predisposisi laki-laki : perempuan = 2 : 1 yang kemudian menjadi sama pada usia 30 tahun. 1,2
Asma merupakan 10 besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu
tergambar dari data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di
Indonesia. SKRT 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke 5 dari 10 penyebab kesakitan
bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik
dan emfisema sebagai penyebab kematian ke 4 di Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995,
prevalensi asma di Indonesia sekitar 13 per 1.000 penduduk, dibandingkan bronkitis kronik 11
per 1.000 penduduk dan obstruksi paru 2 per 1.000 penduduk. 1,2,7,8
Kira-kira 220% populasi anak dilaporkan pernah menderita asma. Belum ada
penyelidikan menyeluruh mengenai angka kejadian asma pada anak di Indonesia, namun
diperkirakan berkisar antara 510%. Dilaporkan di beberapa negara angka kejadian asma
meningkat, misalnya di Jepang. Australia dan Taiwan. Di poliklinik Subbagian Paru Anak FKUIRSCM Jakarta, lebih dari 50% kunjungan merupakan penderita asma. Jumlah kunjungan di
poliklinik Subbagian Paru Anak berkisar antara 12.00013.000 atau rata-rata 12.324 kunjungan
pertahun. Pada tahun 1985 yang perlu mendapat perawatan karena serangan asma yang berat ada
5 anak, 2 anak di antaranya adalah pasien poliklinik paru. Sedang yang lainnya dikirim oleh
dokter luar. Tahun 1986 hanya terdapat 1 anak dan pada tahun 1987 terdapat 1 anak yang dirawat
karena serangan asma yang berat.
1.5. Patofisiologi
sel goblet dan kelenjar submukosa, protein plasma yang keluar melalui mikrovaskular
bronkus dan debris selular.
respiratorik terutama
daerah
peribronkial dapat
memperberat
Inflamasi akut
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain virus, iritan,
alergen yang dapat menginduksi respons inflamasi akut.
kromoglikat atau antagonis H1 dan H2 sebelumnya. Keadaan ini tidak dipengaruhi oleh
pemberian kortikosteroid beberapa saat sebelumnya. Tetapi pemberian kortikosteroid
untuk beberapa hari sebelumnya dapat mencegah reaksi ini.
2.
Inflamasi kronik
Asma yang berlanjut yang tidak dobati atau kurang terkontrol berhubungan dengan inflamasi
di dalam dan disekitar bronkus. Berbagai sel terlibat dan teraktivasi, seperti limfosit T,
eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblas dan otot polos bronkus. Pada otopsi
ditemukan infiltrasi bronkus oleh eosinofil dan sel mononuklear. Sering ditemukan sumbatan
bronkus oleh mukus yang lengket dan kental. Sumbatan bronkus oleh mukus ini bahkan
dapat terlihat sampai alveoli. Infiltrasi eosinofil dan sel-sel mononuklear terjadi akibat factor
kemotaktik dari sel mast seperti ECF-A dan LTB4. Mediator PAF yang dihasilkan oleh sel
mast, basofil dan makrofag yang dapat menyebabkan hipertrofi otot polos dan kerusakan
mukosa bronkus serta menyebabkan bronkokonstriksi yang lebih kuat. Kortikosteroid
biasanya memberikan hasil yang baik. Diduga, ketotifen dapat juga mencegah fase ketiga ini.
Airway remodeling
Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan remodeling. Infiltrasi
sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling, juga komponen lainnya seperti matriks
ekstraselular, membran retikular basal, matriks interstitial, fibrogenic growth factor, protease
dan inhibitornya, pembuluh darah, otot polos, kelenjar mukus. Perubahan struktur yang
terjadi :
udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan stress. Banyaknya serangan 34 kali dalam satu
tahun dan tiap kali serangan beberapa hari sampai beberapa minggu. Frekuensi serangan
paling banyak pada umur 813 tahun. Pada golongan lanjut kadang-kadang sukar dibedakan
dengan golongan asma kronik atau persisten. Umumnya gejala paling buruk terjadi pada
malam hari dengan batuk dan mengi yang dapat mengganggu tidur.
Pemeriksaan fisik di luar serangan tergantung pada frekuensi serangan. Jika waktu
serangan lebih dari 12 minggu, biasanya tidak ditemukan kelainan fisik.
3. Asma kronik atau persisten (Asma Berat)
Pada 25% anak serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan, 75% sebelum umur 3
tahun. Pada 50% anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun pertama dan pada 50% sisanya
serangan episodik. Pada umur 56 tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi saluran napas
yang persisten dan hampir selalu terdapat mengi setiap hari. Dari waktu ke waktu terjadi
serangan yang berat dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Obstruksi jalan napas
mencapai puncaknya pada umur 814 tahun.
Selain itu juga pembagian asma menurut GINA adalah sebagai berikut :
Tabel klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis
Derajat
asma
Intermitten
Gejala
Bulanan
Gejala
malam
2x/bulan
Faal paru
APE 80%
Serangan singkat
nilai terbaik
Variabilitas APE
<
20%
Persisten
Mingguan
ringan
> 2x/bulan
VEP1
80%
1x/hari
Variabilitas APE
Persisten
Harian
>
20-30%
APE 60-80%
sedang
1x/minggu
Serangan
mengganggu
nilai terbaik
Variabilitas APE
30%
APE 60%
>
membutuhkan bronkodilator
Persisten
setiap hari
Kontinua
berat
Sering kambuh
terbaik
Sering
Variabilitas APE
>
30%
1.8. Manifestasi Klinis
Gejala asma terdiri dari trias asma : dispnea, batuk dan mengi. Pada bentuk yang paling
khas, asma merupakan penyakit episodik dan keseluruhan tiga gejala tersebut dapat timbul
bersama-sama. Berhentinya episode asma kerapkali ditandai dengan batuk yang menghasilkan
lendir atu mukus yang lengket seperti benang yang liat. 1,2,7
Pada serangan asma ringan:
Mengi sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop sepanjang ekspirasi dan inspirasi.
Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya dalam, ditambah nafas cuping hidung.
Kesadaran: kebingungan.
Retraksi dangkal/hilang.
1.9. Diagnosis
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak
napas, mengi, rasa berat di dada dan variabilitas yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang
baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran
faal paru terutama reversibiltas kelainan faal paru akan lebih meningkatkan nilai diagnostik. 3,4
beban fisik sangat karakteristik untuk asma. Walaupun demikian cukup banyak asma anak
dengan batuk kronik berulang, terutama terjadi pada malam hari ketika hendak tidur, disertai
sesak, tetapi tidak jelas mengi dan sering didiagnosis bronkitis kronik. Pada anak yang demikian,
yang sudah dapat dilakukan uji faal paru (provokasi bronkus) sebagian besar akan terbukti
adanya sifat-sifat asma.
Batuk malam yang menetap dan yang tidak tidak berhasil diobati dengan obat batuk biasa
dan kemudian cepat menghilang setelah mendapat bronkodilator, sangat mungkin merupakan
bentuk asma.
Pemeriksaan fisik
o Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, disertai batuk-batuk paroksismal,
kadang-kadang terdengar suara mengi, ekspirasi memanjang, terlihat retraksi daerah
supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Pada asma kronik bentuk toraks
Pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat menunjang diagnosis
asma. Dalam sputum dapat ditemukan kristal Charcot-Leyden dan spiral Curshman. Bila ada
infeksi mungkin akan didapatkan leukositosis polimormonuklear.
IgE
spesifik
dapat
memperkuat
diagnosis
dan
menentukan
penatalaksaannya. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat
dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/kelainan kulit pada lengan tempat uji
kulit dan lain-lain).
1.10. Penatalaksanaan
Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen, yaitu :
1. Edukasi
2. Menilai dan memonitor berat asma secara berkala
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat
Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri
dari pengontrol dan pelega.
1. Pengontrol (controller)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap
hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten.
Pengontrol sering disebut pencegah. Yang termasuk obat pengontrol :
Kortikosteroid inhalasi
Kortikosteroid sistemik
Sodium kromoglikat
Nedokromil sodium
Metilsantin
Leukotrien modifier
2.
Pelega (reliever)
Prinsipnya adalah untuk mendilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki
dan atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala akut, seperti mengi,
rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas. Termasuk pelega
adalah :
Kortikosteroid sistemik (steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan
bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya
dikombinasikan dengan bronkodilator lain).
Antikolinergik
Aminofilin
Adrenalin
Medikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara, yaitu inhalasi, oral dan parenteral
(subkutan, intramuskular dan intravena). Kelebihan pemberian medikasi langsung ke jalan napas
adalah :
1.
2.
3.
Beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorbsi
pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator adalah cepat
bila diberikan secara inhalasi daripada oral.
Serangan asma yang ringan biasanya cukup diobati dengan obat bronkodilator
oral atau aerosol, bahkan ada yang demikian ringannya hingga tidak memerlukan
pengobatan.
Serangan asma yang sedang dan akut perlu pengobatan dengan obat yang
ringan kronik atau serangan sedang mungkin diperlukan tambahan kortikosteroid dan
bronkodilator. Pada serangan sedang oksigen sudah perlu diberikan 12 liter/menit.
Pada serangan asma yang berat bila gagal dengan bronkdilator aerosol atau
subkutan dan kortikosteroid perlu teofilin intravena, oksigen dan koreksi keseimbangan
cairan, asam-basa dan elektrolit. Bila upaya-upaya tersebut gagal atau diduga akan gagal,
keadaan jiwa anak mungkin terancam, berarti anak tersebut sudah masuk dalam keadaan
status asmatikus. 1,3,7
Bila tidak ada tanda-tanda keracunan teofilin dan keadaan serangan asmanya belum
membaik, mungkin perlu tambahan dosis teofilin.
Pantau tanda-tanda vital, bila terdapat tanda-tanda gagal napas yang mengancam perlu
bantuan pernapasan, bila perlu dirawat di unit perawatan intensif. 3
Apabila serangan asma baru pada stadium prodromal, maka penggunaan bronkodilator
secepat-cepatnya dan dengan cara yang tepat dengan dosis yang cukup memadai dapat
menggagalkan serangan asma akut (lewis dan farrel, 1985).
Kortikosteroid merupakan obat penting dalam pencegahan asma dan hendaknya
dipertimbangkan bila hasil pengobatan dengan bronkodilator tidak memadai. Dosis prednison
12 mg/kgBB/hari, biasanya tidaj memberikan efek samping. Pemberian kortikosteroid
jangka pendek pada waktu serangan asma dapat mencegah keadaan yang lebih gawat dan
perawatan di rumah sakit tidak diperlukan. Anak yang telah mendapat terapi kortikosteroid
lama dengan dosis rumatan, bila mendapat serangan asma akut dosis kortikosteroid perlu
ditinggikan. Pada asma yang persisten atau kronik, pemberian kortikosteroid mungkin
diperlukan.. Jika terpaksa menggunakan kortikostreroid jangka panjang harus diberikan
secara inhalasi. Pada bayi dan anak kecil serangan asma mungkin lebih banyak disebabkan
oleh udem mukosa dan sekresi bronkus daripada bronkospasme. Pemberian kortikosteroid
mungkin sangat berguna.7
1.11. Pencegahan
Pencegahan serangan asma terdiri atas :
3. Ada beberapa anak yang memerlukan makan obat atau menghirup obat aerosol dahulu
beberapa waktu sebelum kegiatan olahraga.
1.12. Diagnosa Banding
Pada bayi adanya benda asing di saluran napas dan esophagus atau kelenjar timus yang
menekan trakea.
Penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis dan fibrosis kistik.
Bronkitis. Tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan tidak herediter. Bila sering
berulang dan kronik biasanya disebabkan oleh asma.
Bronkiolitis akut, biasanya mengenai anak di bawah umur 2 tahun dan terbanyak di bawah
umur 6 bulan dan jarang berulang.
Asma kardial. Sangat jarang pada anak. Dispnea paroksismal terutama malam hari dan
biasanya didapatkan tanda-tanda kelainan jantung.
1.13. Komplikasi
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi
emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks membungkuk ke depan dan
memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letak rendah, gambaran jantung
menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi
bentuk dada burung dara dan tampak sulkus Harrison.
Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat terjadi
atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah
menjadi bronkiektasis dan bila ada infeksi terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus
menerus dan beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan disebut status
asmatikus. Bila tidak ditolong dengan semestinya dapat menyebabkan gagal pernapasan, gagal
jantung, bahkan kematian. 1,2,3,7
1.14. Prognosis
Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir menunjukkan
kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang jumlahnya kira-kira 10 juta
penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan
terbatas.
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada
5080% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada masa kanak-kanak.
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTIFIKASI
Nama
:A
Umur
: 11 tahun
: 30 kg
: Islam
Alamat
: Alahan Panjang
ANAMNESA
(Alloanamnesa tanggal 1 Juli 2015)
Keluhan utama
Anak sesak nafas sejak 1 hari yang lalu, sesak nafas waktu dini hari
Sesak nafas muncul tiba-tiba diikuti dengan mengi
Sesak timbul saat udara dingin dan debu yang berlebihan di sekitar
Sesak berkurang pada posisi duduk
Sebelum sesak nafas, pasien batuk berdahak 3 hari yang lalu. Dahak
putih bening, tidak banyak namun kadang-kadang susah untuk
dikeluarkan
Anak tidak demam
Tidak ada riwayat tersedak makanan atau benda asing
Tidak ada riwayat batuk lama
Tidak ada riwayat kontak dengan batuk lama
Tidak ada muntah, gangguan BAB dan BAK
Riwayat keluarga:
o Riwayat asma pada kakek pasien
Riwayat pribadi
1. Riwayat kehamilan
Ibu hamil cukup bulan. Selama kehamilan ibu mengaku tidak pernah
mengalami sakit yang berat, ibu melakukan pemeriksaan antenatal dengan
rutin setiap bualn ke bidan
2. Riwayat persalinan
Lahir spontan di Klinik Bersalin dengan bantuan bidan, dengan berat
badan lahir 3000 gr dengan panjang 40 cm
3. Riwayat pasca persalinan
Tidak ada asfiksia, tidak ada sianosis, dapat menyusu dengan baik,
imunisasi lengkap sampai usia 9 bulan di puskesmas
Riwayat Makanan
(Sejak lahir sampai sekarang, kualitas dan kuantitas)
-
Imunisasi
Ibu mengatakan imunisasi dasar anak lengkap, dilakukan di posyandu, namun waktunya lupa
secara detail