PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Stroke adalah gangguan peredaran darah di otak. Dalam bahasa inggris di
namai juga sebagai Cerebro-vascular accident. Kata stroke berarti pukulan. Dari
kata ini dapat disimpulkan bahywa timbulnya stroke ialah mendadak.Kata lain
untuk penyakit stroke ini ialah brain attack yaitu serangan otak. Gangguan
perdarahan darah ini mengakibatkan fungsi otak terganggu, dan bila berat dapat
mengakibatkan kematian sebagian sel-sel otak disebut infark.(Harsono,2009).
Insiden stroke menurut umum, bias mengenai semua umur, tetapi secara
keseluruhan mulai meningkat pada usia decade ke-5. Perdarahan subarachnoid
sudah mulai timbul pada usia dasawarsa ke-3 sampai ke-5 dan setelah usia 60 th.
Perdarahan intraserebral sering didapati mulai pada decade ke-5 sampai decade
ke-8 usia orang Amerika. Sedangkan thrombosis lebih sering pada umur 50-70
an.Stroke pada anak muda juga banyak di dapati akibat infarrk karena emboli
yaitu mulai dari usia di bawah 20 tahun dan meningkat pada decade ke-4 hingga
decade ke-6 dari usia, lalu menurun dan jarang dijumpai pada usia yang lebih tua.
(Medscape. Januari 2015)
Demensia adalah penyakit yang banyak menyerang orang berusia lanjut,
makin tua makin besar kemungkinan terserang demensia. Pada penderita
demensia, terjadi gangguan fungsi intelektualnya, termasuk pula kemampuan
mengingat, terutama ingatan jangka pendek (mudah lupa). Penderita demensia
juga sulit berpikir abstrak, sukar mengolah informasi baru atau mengatasi
persoalan.
Kepribadian
seorang
penderita
demensia,
misalnya
respons
emosionalnya, juga bisa berubah. Dalam beberapa kasus alzheimer, gejala itu bisa
menjadi kronis dan progresif sehingga penderita kehilangan seluruh kemampuan
intelektualnya.
Insidensi dan prevalensi demensia vaskuler yang dilaporkan berbeda-beda
menurut populasi study, metoda pendeteksian, kriteria diagnosa yang dipakai dan
Tujuan Penulisan
Melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Neurologi di Rumah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Defenisi
Stroke menurut WHO adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi
cerebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat.
Berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya
penyebab selain dari gangguan vascular.
Pada stroke terjadi hipoksia serebrum yang menyebabkan cedera dan
kematian sel-sel neuron. Kerusakan otak karena stroke terjadi sebagai akibat
pembengkakakn dan edema yang timbul dalam 24-72 jam pertama setelah
kematian sel neuron
Stroke Iskemik adalah kondisi medis yang ditandai dengan terganggunya
aliran darah ke dalam otak akibat dari sumbatan pada pembuluh darah di dalam
otak oleh gumpalan darah. Terdapat dua tipe dari stroke iskemik tergantung dari
sumber gumpalan darah yang menyebabkan penyumbatan arteri: Stroke
Trombotik dan Stroke Emboli. Stroke trombotik terjadi karena sumbatan pada
arteri yang menyempit oleh gumpalan darah yang terbentuk dari plak pada tempat
tersebut sedangkan stroke emboli terjadi karena sumbatan pada arteri yang
menyempit oleh gumpalan darah yang berasal dari bagian lain pada tubuh.
Gumpalan darah biasanya terbentuk pada daerah dimana arteri sudah menyempit
oleh plak (sekumpulan sel-sel lemak) ateroslerotik.
Demensia adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan penurunan
fungsional yang seringkali disebabkan oleh kelainan yang terjadi pada otak.
Demensia adalah kumpulan penyakit dengan gejala-gejala yang mana
mengakibatkan perubahan pada pasien dalam cara berpikir dan berinteraksi
dengan orang lain. Seringkali, memori jangka pendek, pikiran, kemampuan
berbicara dan kemampuan motorik terpengaruh. Beberapa bentuk demensia
merubah kepribadian pasien. Penderita demensia akan kehilangan kemampuan
tertentu dan pengetahuannya yang telah didapatkan sebelumnya. Hal inilah yang
terutama membedakan dengan kondisi lainnya yang mempengaruhi pikiran.
Orang yang mengalami masalah pembelajaran, atau ber-IQ rendah tidak akan
3
pernah memiliki kemampuan tertentu, tetapi orang yang terkena demensia akan
kehilangan kemampuan yang telah didapatkannya. Demensia biasanya terjadi
pada usia lanjut.
Pada banyak jenis demensia, beberapa dari sel-sel syaraf di otak berhenti
berfungsi, kehilangan sambungan dengan sel-sel lain, dan mati. Demensia
biasanya semakin lama semakin memburuk. Ini berarti penyakit ini perlahanlahan menyebar di otak dan gejala-gejala penderita semakin lama semakin
memburuk
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan
fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Gangguan fungsi kognitif antara lain
pada intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah, orientasi,
persepsi, perhatian dan konsentrasi, penyesuaian, dan kemampuan bersosialisasi.
(Arif Mansjoer, 1999)
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi
vegetatif atau keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak,
penilaian, dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu.
(Elizabeth J. Corwin, 2009)
Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan
hilangnya independensi sosial. (William F. Ganong, 2010)
Menurut Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar
penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit
atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi
hidup sehari -hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas
kehidupan sehari hari (Nugroho, 2008).
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang
dapatmempengaruhi
aktifitas
sehari-hari.
Penderita
Demensia
seringkali
kepribadian. Penyakit yang dapat dialami oleh semua orang dari berbagai latar
belakang pendidikan maupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat perawatan
khusus untuk demensia, namun perawatan untuk menangani gejala boleh
dilakukan.
2.2.
Epidemiologi
Sebagai penyebab kematian dan kecacatan, penyakit peredaran darah otak
menempati angka yang tinggi, terutama pada orang tua. Di negara yang telah maju
(USA) menempati tempat ke-3 sebagai kausa kematian setelah penyakit jantung
koroner dan penyakit kanker. Dikemukakan terdapat 500.000 stroke baru setiap
tahunnya dan 200.000 daripadanya meninggal dunia. Bila dihitung dari seluruh
sebab kematian di negara itu angka tersebut mendekati 11%. Diperkirakan
prevalensi 20 per 1000 pada tingkat umur 45-54, 60 per 1000 pada golongan umur
65-74 tahun dan 95 per 1000 pada golongan umur 75-85 tahun. Sebagai penyebab
morbiditas, stroke diperkirakan terdapat pada 1,6 juta penduduk Amerika, di mana
40% memerlukan pelayanan khusus dengan 10% memerlukan perawatan total.
Angka-angka seperti di atas belum dapat diketahui secara pasti di negara kita.
Walaupun demikian ada beberapa laporan di beberapa kota di Indonesia di
mana terdapat bagian neurologi di rumah sakitnya.
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60
tahun adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). peningkatan angka
kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup
suatu populasi . Kira-kira 5 % usia lanjut 65 70 tahun menderita demensia dan
meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85
tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5 1.0 % dan di Amerika jumlah
demensia pada usia lanjut 10 15% atau sekitar 3 4 juta orang.
Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia
Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di negara
maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler penyebab kedua
sekitar 15-20% sisanya 15- 35% disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan
Cina demensia vaskuler 50 60 % dan 30 40 % demensia akibat penyakit
Alzheimer.
2.3.
Darah mengalir ke otak melalui dua arteri karotis dan dua arteri
vertebralis. Arteri carotis interna setelah memisahkan diri dari arteri carotis
komunis naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan
dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus optikus dan retina.
Akhirnya bercabang dua arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Arteri
karotis interna memberikan vaskularisasi pada region sentral dan lateral hemisfer.
Arteri serebri anterior memberikan vaskularisasi pada kortkes frontalis, parietalis
bagian tengah korpus kalosum dan nucleus kaudatus. Arteri serebri media
memberikan vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis, dan temporalis.
Sistem vertebral di bentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di arteri subklavia menuju dasar tengkorak melalui kanalis
transversalis di kolum vertebralis servikalis, masuk rongga cranium melalui
foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli
inferior. Pada batas medulla oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri
basilaris dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mes
ensefalon arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri serebri posterior.
Arteri vertebralis memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri serebri posterior
memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis oksipitalis sebagian kapsula
interna, thalamus, hipokampus, korpus genikulatum, dan manilaria batang otak
bagian atas.
Dalam kondisi normal, aliran darah otak orang dewasa adalah 50-60
ml/100 gram. Berat otak normal rata-rata dewasa adalah 1300-1400 gram. Pada
keadaan demikian, kecepatan otak untuk memetabolisme oksigen kurang lebih 3,5
ml/100gr. Bila aliran darah otak turun menjadi 20-25 ml/100 gr akan terjadi
kompensasi berupa peningkatan ekstraksi oksigen ke jarinagn otak sehingga
fungsi-fungsi sel saraf dapat dipertahankan. 3
Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan melibatkan
patofisiologi permeabilitas sawar darah otak, juga menyebabkan kerusakan neural
yang mengakibatkan akumulasi glutamat di ruang ekstraseluler, sehingga kadar
intraseluler akan meningkat melalui transport glutamat, dan akan menyebabkan
ketidakseimbangan ion natrium yang menembus membran. Secara umum
patofisiologi stroke iskemik meliputi dua proses yang terkait, yaitu:
1. Perubahan Fisiologi pada Aliran Darah Otak
Adanya sumbatan pembuluh darah akan menyebabkan otak mengalami
kekurangan nutrisi penting seperti oksigen dan glukosa, sehingga daerah pusat
yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut akan mengalami iskemik sampai
infark. Pada otak yang mengalami iskemik, terdapat gradien yang terdiri dari
ischemic core (inti iskemik) dan penumbra (terletak di sekeliling iskemik
core). Pada daerah ischemic core, sel mengalami nekrosis sebagai akibat dari
kegagalan energi yang merusak dinding beserta isinya sehingga sel akan
mengalami lisis. Sedangkan daerah di sekelilingnya, denagn adanya sirkulasi
kolateral maka sel-sel belum mati, tetapi metabolisme oksidatif dan proses
depolarisasi neuronal oleh pompa ion akan berkurang. Daerah ini disebut sebagai
penumbra iskemik:. Bila proses tersebut berlangsung terusmenerus, maka sel
tidak lagi dapat mempertahankan integritasnya sehingga akan terjadi kematian sel
yang secara akut timbul melalui proses apoptosis.
Daerah penumbra berkaitan erat dengan penanganan stroke, dimana
terdapat periode yang dikenal sebagai window therapy, yaitu 6 jam setelah
awitan. Bila ditangani dengan baik dan tepat, maka daerah penumbra akan dapat
diselamatkan sehingga infark tidak bertambah luas.
2.4.
Etiologi
Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer, yang
oleh
stroke
kecil
disebut
demensia
multi-infark.
Sebagian
penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya
menyebabkan kerusakan pembuluh darah di
c.
1.4. Klasifikasi
1. Menurut Kerusakan Struktur Otak
a. Tipe Alzheimer
Alzheimer adalah kondisi dimana sel saraf pada otak mengalami
kematian sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan
sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami
gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses
berpikir. Sekitar 50-60% penderita demensia disebabkan karena penyakit
Alzheimer.Demensia ini ditandai dengan gejala :
1) Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
2) Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia,
gangguan fungsi eksekutif,
3) Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
4) Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
5) Kehilangan inisiatif.
Penyakit Alzheimer dibagi atas 3 stadium berdasarkan beratnya deteorisasi
intelektual: :
1) Stadium I (amnesia)
Berlangsung 2-4 tahun
Amnesia menonjol
Perubahan emosi ringan
10
2) Stadium II (Bingung)
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebut stadium demensia.
Gejalanya:
Disorientasi
Gangguan bahasa (afasia)
Penderita mudah bingung
Penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat
melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota
keluarganya, tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga
mengulanginya lagi. Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan
penderita
mudah
tersesat
dilungkungannya,
depresi
berat
prevalensinya 15-20%.
3) Stadium III (Akhir)
Setelah 6 - 12 tahun
Memori dan intelektual lebih terganggu
Membisu dan gangguan berjalan
Inkontinensia urin
Kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan orang lain
Kematian terjadi akibat infeksi atau trauma
b. Demensia Vascular
Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak dan
setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia.
Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi
darah otak, sehingga depresi dapat diduga sebagai demensia vaskular.Tanda-tanda
neurologis fokal seperti :
2. Menurut Umur:
11
demensia
tipe
ini
terdapat
pembesaran
vertrikel
dengan
Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang
dijumpai pada penyakit demensia Alzheimer. Serabut neuron yang kusut (masa
kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak senile atau neuritis (deposit pritein
beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein precusor amiloid (APP)).
Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri dan
mengakibatkan rusaknya ukuran otak. Perubahan serupa juga dijumpai pada
tonjolan kecil jaringan otak normal lansia. Sel utama yang terkena penyakit ini
adalah menggunakan neurotransmitter asetilkolin. Secar biokomia, produksi
asetilkolion yang mempengaruhi aktivitas menurun. Asetilkolin terutan terlibat
dalam proses ingatan.
Kerusakan serebri terjadi bila pasokan darah keotak terganggu. Infark,
kematian jaringan otak, terjadi dengan kecepatan yang luar biasa. Infark serebri
kecil-kecil multiple-infark. Pada penyakit Alzeimer terjafi penurunan yang
12
pasien
mempunyai
riwayat
penyakit
kardiovaskuler
atau
serebrovaskuler.
Pusing, sakit kepala dan penurunan kekuatan fisik dan mental adalah
tanda-tanda awal penyakit. Pada lebih dari setengah kasus, penyakit ini muncul
sebagai kebingungan yang mendadak. Kemudian diikuuti kehilangan ingatan yang
mendadak. Kemudian diikuti kehilangan ingatan bertahap. Pasien bisa mengalami
halusinasi dan menunjukkan tanda-tanda delirium, bisa terjadi gangguan bicara.
2.6.
Gejala Klinis
Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe
13
mengulanginya lagi.
Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah
Autoimun, vaskulitif
Multiple sclerosis
Toksik
kelainan lain : Epilepsi, stress mental, heat stroke, whipple
disease
3. Kelainan/ keadaan yang dapat menampilkan demensi
1) Gangguan psiatrik :
Depresi
Anxietas
Psikosis
2) Obat-obatan :
Psikofarmaka
Antiaritmia
Antihipertensi
3) Antikonvulsan
Digitalis
4) Gangguan nutrisi :
Defisiensi B6 (Pelagra)
Defisiensi B12
Defisiensi asam folat
Marchiava-bignami disease
5) Gangguan metabolisme :
Hiper/hipotiroidi
Hiperkalsemia
Hiper/hiponatremia
Hiopoglikemia
Hiperlipidemia
Hipercapnia
Gagal ginjal
Sindromk Cushing
Addisons disesse
Hippotituitaria
Efek remote penyakit kanker
2.7.
15
penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa
meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri
sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya
mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa
khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi
keluarga merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak
istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik
penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada
Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi
seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan
memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat
ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia
penderita demensia ke rumah sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama
fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim
kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat
mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia
bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum
memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis
pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang
individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan
sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang
semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami
dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia.
Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap
empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan
sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku (Behavioral symptom) yang dapat
terjadi pada Lansia penderita demensia di antaranya adalah delusi, halusinasi,
depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan
melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari
16
secara mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal
(Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
1)
2)
3)
4)
5)
1)
Pemeriksaan Fisik
Pada demensia, daerah motoric, pyramidal, dan ekstrapiramidal ikut
terlibat secara difus maka hemiparesis atau monoparesis dan diplegia dapat
melengkapkan sindrom demensia. Apabila manifestasi gangguan korteks
pyramidal dan ekstrapiramidal tidak nyata, tanda-tanda lesi organic yang
mencerminkan gangguan pada korteks premotorik atau prefrontal dapat
membangkitkan refleks-refleks. Refleks tersebut merupakan pertanda keadaan
regresi atau kemunduran kualitas fungsi.
a. Refleks memegang (grasp reflex)
Jari telunjuk dan tengah si pemeriksa diletakkan pada telapak tangan si
penderita. Refleks memegang adalah positif apabila jari si pemeriksa
dipegang oleh tangan penderita.
Gambar 1. Reflek Memegang
b. Refleks glabella
Orang dengan demensia akan memejamkan matanya tiap kali glabelanya
diketuk. Pada orang sehat, pemejaman mata pada ketukan berkali-kali
17
pada glabella hanya timbul dua tiga kali saja dan selanjutnya tidak akan
memejam lagi
Gambar 2. Reflek glabella
c. Refleks palmomental
Goresan pada kulit tenar membangkitkan kontraksi otot mentalis
ipsilateral pada penderita dengan demensia
Gambar
3.
Reflek
palmomental
d. Refleks korneomandibular
Goresan kornea pada pasien dengan demensia membangkitkan pemejaman
mata ipsilateral yang disertai oleh gerakan mandibular ke sisi kontralateral
e. Refleks snouts
Pada penderita dengan demensia setiap kali bibir atas atau bawah diketuk
m.orbikularis oris berkontraksi
18
Tes
ORIENTASI
Sekarang (tahun), (musim), (tanggal), (hari) apa?
Nilai
5
19
REGISTRASI
Sebutkan 3 buah nama benda (apel,meja, koin), tiap benda 1 detik,
pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk
tiap nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat
menyebutkan dengan benar dan catat jumlah pengulangan
5
4
3
2
6
7
8
9
10
11
Total
24-30 normal
17-23 probable gangguan kognitif
0-16 definite gangguan kognitif
1
3
1
1
1
30
20
Tidak
Onset mendadak
Detoriorasi bertahap
Klinis berfluktuasi
terganggu
Depresi
Keluhan somatic
Emosi labil
Riwayat hipertensi
Riwayat CVD
Aterosklerosis penyerta
2.9.
Diagnosa
21
b.
c.
Acethylcholinesterase
inhibitor:
tacrine,
donopezil,
galantamine,
rivastigmin, memantine
Obat-obat lain dapat diberikan sesuai dengan gejala akibat gangguan
psikologis dan perilaku seperti:
a.
b.
c.
d.
e.
b. Terapi nonmedikamentosa
Intervensi nonfarmakologis harus dilakukan secara holistic meliputi
lingkungan, psikologis, kemampuan bahasa dan lain-lain. Intervensi psikologis
dapat berupa psikoterapi untuk mengurangi kecemasan, memberikan rasa aman
dan ketenangan baik dalam bentuk psikoterapi individual, kelompok maupun
keluarga. Lingkungan tempat tinggal juga perlu mendapat perhatian agar
memberikan cukup kenyamanan serta keamanan bagi penderita. Warna, bentuk,
bahan, fasilitas seyogyanya disesuaikan untuk mendukung program yang akan
dilaksankan. Pendekatan lain meliputi adat, budaya, keagamaan, pengembangan
kesukaan/ hobi juga biasa dilakukan untuk memaksimalkan potensi yang ada pada
penderita sekaligus memberikan keselarasan dengan sisitem sosial yang ada.
22
Kebebasan
1) Para lansia harus mendapatkan akses yang baik terhadap makanan, air,
perlindungan, pakaian, serta kesehatan melalui ketersediaan pendapatan,
dukungan keluarga dan masyarakat serta kemandirian.
2) Para lansia harus memiliki kesempatan untuk bekerja atau memiliki
akses pada kesempatan yang memungkinkan mereka mendapatkan
sumber pendapatan
3) Lansia harus dapat berpartisipasi dalam memutuskan kapan dan
bagaimana akan meninggalkan pekerjaannya
4) Para lansia harus mendapatkan akses untuk pendidikan dan programprogram pelatihan
5) Para lansia harus mendapatkan kesempatan untuk hidup dalam
lingkungan yang aman dan bisa menyesuaikan dengan perubahan
kapasitasnya
6) Lansia harus bisa tetap tinggal dirumah selama mungkin
B.
Partisipasi
1) Para lansia harus tetap tergabung dalam masyarakat, berpartisipasi secara
aktif dalam formulasi dan implementasi kebijaksanaan yang secara
23
Perhatian
1) Para lansia harus mendapatlkan keuntungan dari keluarga dan masyarakat
serta pelindungan selaras dengan setiap sistem sosial dari nilai-nilai
budaya.
2) Para lansia harus memiliki akses pada pelayanan kesehatan untuk
membantu mereka menjaga atau mengembalikan tingkat kesejahteraan
fisik, mental, dan emosional serta untuk mencegah keterlambatan
penyakit.
3) Lansia harus memiliki akses pada pelayanan sosial dan hukum untuk
meningkatkan otonomi, perlindungan dan perhatian.
4) Lansia harus mampu menggunakan ketersediaan institusi perlindungannya
dengan baik untuk memberikan perlindungan, rehabilitasi, stimulasi sosial
dan mental dalam lingkungan yang aman.
5) Lansia harus mampu menikmati hak asasi manusia dan kebebasan ketika
tinggal di tempat manapun, fasilitas pengobatan, termasuk penghormatan
akan martabatnya, keyakinan, kebutuhan, dan privasi serta hak untuk
membuat keputusan untuk kehidupan dan kualitas hidupnya.
D.
Pemenuhan diri
1) Lansia
harus
mampu
mencari
kesempatan
untuk
pembangunan
Martabat
1) Lansia harus mampu hidup dalam lingkungan yang aman dan bermartabat
dan bebas dari eksploitasi fisik maupun mental.
24
2) Lansia harus diperlakukan dengan baik tanpa melihat umur, jenis kelamin,
ras atau latar belakang etnik, disabilitas atau status yang lain dan di hargai
secara bebas akan kontribusi ekonomis mereka.
Para lansia yang mengalami demensia selayaknya mendapat penghargaan
yang baik tanpa memandang usia serta sejauh mana gangguan yang ada dan
bahwasanya setiap orang adalah unik, memiliki kepribadian tersendiri sehingga
pendekatan masing-masing haruslah disesuaikan. Beberapa kunci pokok dalam
penanganan secara holistik yang dapat dilaksanakan antara lain (NICE, 2004):
a.
Tanpa diskriminasi
Para penderita demensia tidak boleh dikecualikan dari semua pelayanan
semata-mata karena diagnosis, usia atau gangguan yang ada.
b.
c.
d.
e.
Penilaian memori
Penilaian memori harus dilakukan dan merupakan titik dimana rujukan dan
penanganan yang komperhensif harus dilakukan pada seseorang yang
dicurigai menderita demensia.
25
f.
g.
Gangguan perilaku
Faktor pencetus terjadinya gangguan prilaku harus diidentifikasi dan
penanganan harus disesuaikan. Terapi kognitif dan perilaku bisa diberikan
dengan pendekatan individu bersamaan dengan terapi medikamentosa.
h.
Pelatihan
Para penyedia layanan harus dipastikan mendapat pelatihan yang sesuai sesuai
dengan peranan dan tangung jawab masing-masing.
i.
26
BAB III
LAPORAN KASUS
Seorang pasien perempuan 83 tahun datang ke IGD RSUD Solok dengan
keluhan anggota gerak sebelah kiri tiba-tiba lemah sejak 7 hari yang lalu. Pasien
merasa anggota gerak kirinya tidak bisa digerakkan seperti biasa. Gerakannya
terbatas.
3.1.Identitas Pasien
Nama
: Ny. Y
Alamat
: Biruhun
Pekerjaan
: Pensiunan guru SD
Agama
: Islam
: 83 tahun
3.2. Anamnesa
a. Keluhan Utama
27
Anggota gerak sebelah kiri tiba-tiba lemah sejak 7 hari yang lalu
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Anggota gerak sebelah kiri tiba-tiba lemah sejak 7 hari yang lalu.
Hal ini disadari pertama kali setelah bangun tidur, pasien tidak bisa turun
dari tempat tidur. Awalnya tangan dan kaki kirinya terasa berat dan susah
digerakkan seperti biasa. Sejak itu pasien tidak dapat memakai pakaian
sendiri, dan tidak menyadari keinginan untuk BAK sehingga BAK sering
sembarang tempat. Pasien masih mampu mengingat orang-orang
terdekatnya seperti anak dan menantunya.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien memiliki riwayat hipertensi.
- Pasien memiliki riwayat asma
- Pasien memiliki riwayat penyakit bronkopneumonia
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat PJK disangkal
Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Nafas
Suhu
Berat Badan
Tinggi Badan
Gizi
Turgor Kulit
: Sedang
: Compos Mentis
: 180/100 mmHg
: 84x/i teratur
: 20x/i
: 36,7oC
: 45 kg
: 160 cm
: Baik
: Baik
28
Status Lokalisata
-
Mata kanan
Kiri
-
Aksila
Inguinal
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
b. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
Colum Vertebrae
29
Kanan
Kiri
Subjektif
Abnormal
Abnormal
Objektif dengan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
bahan
2) N II
: Nervus Optikus
Penglihatan
Tajam penglihatan
Lapang pandang
Melihat warna
Funduskopi
3) N III
Kiri
Normal
Normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
:Nervus Okulomotorius
Bola mata
Ptosis
Gerakan bulbus
Strabismus
Nistagmus
Ekso-endoftalmus
Pupil
Bentuk
Reflek cahaya
Reflex akomodasi
Reflex Konvergen
4) N IV
kanan
Normal
Normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Kanan
Normal
Tidak ada
Bebas kesegala arah
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kiri
Normal
Tidak ada
Bebas kesegala arah
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Isokor
+
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Isokor
+
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
: Nervus Troklearis
Kanan
Kiri
30
Gerakan
mata
ke Normal
bawah
Sikap bulbus
Diplopia
5) N V
Normal
Dalam batas normal
Tidak ada
: Nervus Trigeminus
Kanan
Kiri
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
+
Baik
+
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
kanan
Normal
Dalam batas normal
Tidak ada
Kiri
Normal
Dalam batas normal
Tidak ada
Motoric
Membuka mulut
Menggerakan rahang
Menggigit
Mengunyah
Sensorik
Divisi optalmika
Reflek kornea
Sensibilitas
Divisi maksila
Reflek masseter
Sensibilitas
Divisi mandibular
Sensibilitas
6) N. VI : Nervus Abdusen
Raut wajah
Sekresi air mata
Fissura palpebral
Menggerakkan dahi
Menutup mata
Mencibir/bersiul
Memperlihatkan gigi
Sensasi 2/3 depan
Hiperakustik
kanan
Simetris
Normal
Simetris
Simetris
Normal
Normal
Normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Kiri
Tidak simetris
Normal
Simetris
Simetris
Normal
Defiasi
Tidak simetris
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
31
Suara berbisik
Detik arloji
Rinne test
Weber test
Swabach test
Memanjang
Memendek
Nistagmus
Pendular
Vertical
Siklikal
Pengaruh posisi kepala
Kanan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Kiri
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
lidah
Kiri
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Kanan
Simetris
Ditengah
Normal
Normal
Normal
Teratur
Kiri
Simetris
Ditengah
Normal
Normal
Normal
Teratur
belakang
Reflek muntah
Arkus faring
Uvula
Menelan
Artikulasi
Suara
Nadi
Kiri
Normal
Gerakan terbatas
Normal
kanan
32
Abnormal
kiri
Kedudukan lidah
Kanan
Simetris
Kiri
Simetris
dalam
Kedudukan lidah
Simetris
Simetris
dijulurkan
Tremor
Fasikulasi
Atrofi
e. Pemeriksaan koordinasi
Cara berjalan
Romberg test
Ataksia
Rebound
Tidak lakukan
Tidak lakukan
Tidak lakukan
Tidak lakukan
Disatria
Disfagia
Supinasi-pronasi
Tes jari hidung
Tidak lakukan
Tidak lakukan
Tidak lakukan
Tidak lakukan
phenomen
Tes tumit lutut
Tidak lakukan
Tidak lakukan
Respirasi
Normal
Normal
Duduk
Normal
Normal
spontan
Tremor
Atetosis
Mioklonik
Gerakan
Khorea
Tidak
Tidak lakukan
lakukan
c. Ekstremitas
Superior
Kanan
Kiri
33
Gerakan
Aktif
Pasif
Kekuatan
555
222
Trofi
Eutrofi
Atrofi
Tonus
Eutonus
Hipotonus
Inferior
Kanan
kiri
Kanan
Kiri
Aktif
Pasif
555
333
Eutrofi
Atrofi
Eutonus
Hipotonus
g. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil
Sensibilitas nyeri
Sensibilitas termis
Sensibilitas
Sensibilitas kortikal
Streognosis
Pengenalan 2 titik
Pengenalan rabaan
Tidak dilakukan
Normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Normal
Normal
h. System reflex
1.Fisiologi
Kornea
Berbamgki
Kanan
+
Tidak
Kiri
+
Tidak
Biseps
Triceps
Kanan
++
++
Kiri
+++
+++
s
Laring
dilakukan
Tidak
dilakukan
Tidak
APR
++
+++
Maseter
dilakukan
Tidak
dilakukan
Tidak
KPR
++
+++
Dinding
dilakukan
Tidak
dilakukan
Tidak
Bulboca
Tidak
Tidak
perut
Atas
dilakukan
Tidak
dilakukan
Tidak
vernosus
Cremater
dilakukan
Tidak
dilakukan
Tidak
Tengah
dilakukan
Tidak
dilakukan
Tidak
Sfingter
dilakukan
Tidak
dilakukan
Tidak
34
Bawah
dilakukan
Tidak
dilakukan
Tidak
dilakukan
dilakukan
2. Patologis
Lengan
Hoffman-
dilakukan
dilakukan
Tungkai
Babinski
Chaddok
s
Oppenhe
im
Gordon
Schaeffe
r
Klonus
Tidak
Tidak
paha
Klonus
dilakukan
Tidak
dilakukan
Tidak
kaki
dilakukan
dilakukan
Tromner
ROM
Fleksi
Ekstensi
Rotasi
3. Fungsi Otonom
Miksi
Defekasi
Sekresi keringat
: Normal
: Normal
: Normal
: Normal
: Normal
: Normal
Fungsi luhur
Kesadaran
Reaksi bicara
Normal
Tanda dementia
Refleks
Fungsi
Normal
Glabela
Refleks Snout
Intelektual
Reaksi Emosi
Normal
Refleks
memegang
Refleks
35
Palmomental
: 9,5 mg/dL
: 69%
: 95%
:163 mg/dl
:129 mg/dl
: 26 mg/dl
: 112 mg/dl
: 7,0 mg/ml
: 2,8 Eq/L
: 130 Eq/L
3.6. Diagnosa
a. Diagnosa klinis
sentral + Predemensia
b. Diagnosa topik
: Cortek Serebri hemisfer dextra
c. Diagnosa etiologis : Trombosis serebri, degenerative (atrofi serebri)
d. Diagnosa sekunder : Hipertensi
3.7. Tatalaksana
a) Terapi umum
- Elevasi kepala 300
- IVFD RL 12 jam/kolf
- Kateter urin untuk monitor cairan
- Diet ML rendah garam dan kolesterol
b) Terapi khusus
- Antiagregrasi trombosit : aspilet 1x80 mg
- Piracetam 2x1200 mg
- Amlodipine 1x5 mg + Captopril 1x12,5 mg
36
Donepezil 2x5 mg
3.8. Prognosis
a. Quo at vitam
b. Quo at fungtionam
c. Quo at sanationam
: Bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
BAB IV
DISKUSI
Telah diperiksa seorang pasien perempuan usia 83 tahun yang dirawat di
bangsal neurologi RSUD Solok dengan diagnosis klinis Hemiparese sinistra+
parese N.VII dan N.XII tipe sentral + Predemensia.
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Dari anamnesa didapatkan bahwa keluhan lemah pada anggota gerak kiri sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien merasakan lengan dan
tungkai kanan terasa berat saat digerakkan. Hal ini disadari pertama kali setelah
37
bangun tidur, pasien tidak bisa turun dari tempat tidur. Awalnya tangan dan kaki
kirinya terasa berat dan susah digerakkan seperti biasa. Sejak itu pasien tidak
dapat memakai pakaian sendiri, dan tidak menyadari keinginan untuk BAK
sehingga BAK sering sembarang tempat. Pasien masih mampu mengingat orangorang terdekatnya seperti anak dan menantunya.
Dari riwayat penyakit dahulu pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi
, pasien tidak rutin control dan tidak minum obat antihipertensi.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
tingkat kesadaran compos mentis cooperative, tanda rangsangan meningeal dan
tanda peningkatan tekanan intra kranial tidak ditemukan, pada pasien ditemukan
gangguan pada nervus VII yaitu raut wajah tidak simetris kiri dan kanan, mencibir
atau bersiul tidak simetris kiri dan kanan. Kekuatan motoric pada pasien ini untuk
ekstremitas superior dan inferior kanan adalah 2/2/2 dan 3/3/3. Pada pasien
ditemukan reflek patologis Babinski positif.
Penatakalsanaan pasien ini secara umum adalah IVFD RL 12 jam/kolf,
diet rendah garam dan rendah kolesterol dan penatalaksanaan secara khusus
adalah aspilet 1x80 mg, Piracetam 2x1200 mg, Amlodipine 1x5 mg + Captopril
1x12,5 mg dan Donepezil 2x5 mg.
BAB V
KESIMPULAN
38