Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Stroke adalah gangguan peredaran darah di otak. Dalam bahasa inggris di

namai juga sebagai Cerebro-vascular accident. Kata stroke berarti pukulan. Dari
kata ini dapat disimpulkan bahywa timbulnya stroke ialah mendadak.Kata lain
untuk penyakit stroke ini ialah brain attack yaitu serangan otak. Gangguan
perdarahan darah ini mengakibatkan fungsi otak terganggu, dan bila berat dapat
mengakibatkan kematian sebagian sel-sel otak disebut infark.(Harsono,2009).
Insiden stroke menurut umum, bias mengenai semua umur, tetapi secara
keseluruhan mulai meningkat pada usia decade ke-5. Perdarahan subarachnoid
sudah mulai timbul pada usia dasawarsa ke-3 sampai ke-5 dan setelah usia 60 th.
Perdarahan intraserebral sering didapati mulai pada decade ke-5 sampai decade
ke-8 usia orang Amerika. Sedangkan thrombosis lebih sering pada umur 50-70
an.Stroke pada anak muda juga banyak di dapati akibat infarrk karena emboli
yaitu mulai dari usia di bawah 20 tahun dan meningkat pada decade ke-4 hingga
decade ke-6 dari usia, lalu menurun dan jarang dijumpai pada usia yang lebih tua.
(Medscape. Januari 2015)
Demensia adalah penyakit yang banyak menyerang orang berusia lanjut,
makin tua makin besar kemungkinan terserang demensia. Pada penderita
demensia, terjadi gangguan fungsi intelektualnya, termasuk pula kemampuan
mengingat, terutama ingatan jangka pendek (mudah lupa). Penderita demensia
juga sulit berpikir abstrak, sukar mengolah informasi baru atau mengatasi
persoalan.

Kepribadian

seorang

penderita

demensia,

misalnya

respons

emosionalnya, juga bisa berubah. Dalam beberapa kasus alzheimer, gejala itu bisa
menjadi kronis dan progresif sehingga penderita kehilangan seluruh kemampuan
intelektualnya.
Insidensi dan prevalensi demensia vaskuler yang dilaporkan berbeda-beda
menurut populasi study, metoda pendeteksian, kriteria diagnosa yang dipakai dan

periode waktu pengamatan. Diperkirakan demensia vaskuler memberikan


kontribusi 10%-20% dari kasus demensia. 2
Prevalensi demensia pada lanjut usia yang berumur 65 tahun adalah 5% dari
populasi lansia. Prevalensi ini meningkat menjadi 20% pada lansia berumur 85
tahun ke atas. Dengan kategori lanjut usia penduduk berumur 65 tahun ke atas,
angka lansia diindonesia pada tahun 2000 sebanyak 11,28 juta. Jumlah ini
diperkirakan melonjak menajdi 29 juta jiwa pada tahun 2010 atau 10% dari
populasi penduduk.3
Di indonesia prevalensi demensia belum ada data pasti. Data dari bangsal
saraf, stroke merupakan 50% kasus, maka kemungkinan etiologi demensia
terbanyak diindonesia adalahh demensia vaskular(multi-infark). Demensia bisa
terjadi pada semua umur, tetapi lebih banyak pada lanjut usia.
Mudah lupa merupakan gejala yang paling sering ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari warga lanjut usia (lansia). Tapi, mudah lupa tak jarang
ditemukan pada usia setengah baya, bahkan umur belia. Mudah lupa memang bisa
dianggap gejala wajar atau alamiah. Tapi, kita tetap harus waspada, sebab mudah
lupa (terutama pada usia belia) bisa saja merupakan stadium awal dari demensia
(dementia) atau kepikunan, yang merupakan gangguan otak akibat penyakit atau
kondisi lainnya.
1.1

Tujuan Penulisan
Melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Neurologi di Rumah

Sakit Umum Daerah (RSUD) Solok.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Defenisi
Stroke menurut WHO adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi

cerebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat.
Berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya
penyebab selain dari gangguan vascular.
Pada stroke terjadi hipoksia serebrum yang menyebabkan cedera dan
kematian sel-sel neuron. Kerusakan otak karena stroke terjadi sebagai akibat
pembengkakakn dan edema yang timbul dalam 24-72 jam pertama setelah
kematian sel neuron
Stroke Iskemik adalah kondisi medis yang ditandai dengan terganggunya
aliran darah ke dalam otak akibat dari sumbatan pada pembuluh darah di dalam
otak oleh gumpalan darah. Terdapat dua tipe dari stroke iskemik tergantung dari
sumber gumpalan darah yang menyebabkan penyumbatan arteri: Stroke
Trombotik dan Stroke Emboli. Stroke trombotik terjadi karena sumbatan pada
arteri yang menyempit oleh gumpalan darah yang terbentuk dari plak pada tempat
tersebut sedangkan stroke emboli terjadi karena sumbatan pada arteri yang
menyempit oleh gumpalan darah yang berasal dari bagian lain pada tubuh.
Gumpalan darah biasanya terbentuk pada daerah dimana arteri sudah menyempit
oleh plak (sekumpulan sel-sel lemak) ateroslerotik.
Demensia adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan penurunan
fungsional yang seringkali disebabkan oleh kelainan yang terjadi pada otak.
Demensia adalah kumpulan penyakit dengan gejala-gejala yang mana
mengakibatkan perubahan pada pasien dalam cara berpikir dan berinteraksi
dengan orang lain. Seringkali, memori jangka pendek, pikiran, kemampuan
berbicara dan kemampuan motorik terpengaruh. Beberapa bentuk demensia
merubah kepribadian pasien. Penderita demensia akan kehilangan kemampuan
tertentu dan pengetahuannya yang telah didapatkan sebelumnya. Hal inilah yang
terutama membedakan dengan kondisi lainnya yang mempengaruhi pikiran.
Orang yang mengalami masalah pembelajaran, atau ber-IQ rendah tidak akan
3

pernah memiliki kemampuan tertentu, tetapi orang yang terkena demensia akan
kehilangan kemampuan yang telah didapatkannya. Demensia biasanya terjadi
pada usia lanjut.
Pada banyak jenis demensia, beberapa dari sel-sel syaraf di otak berhenti
berfungsi, kehilangan sambungan dengan sel-sel lain, dan mati. Demensia
biasanya semakin lama semakin memburuk. Ini berarti penyakit ini perlahanlahan menyebar di otak dan gejala-gejala penderita semakin lama semakin
memburuk
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan
fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Gangguan fungsi kognitif antara lain
pada intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah, orientasi,
persepsi, perhatian dan konsentrasi, penyesuaian, dan kemampuan bersosialisasi.
(Arif Mansjoer, 1999)
Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi
vegetatif atau keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran abstrak,
penilaian, dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat terganggu.
(Elizabeth J. Corwin, 2009)
Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan
hilangnya independensi sosial. (William F. Ganong, 2010)
Menurut Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar
penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit
atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi
hidup sehari -hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas
kehidupan sehari hari (Nugroho, 2008).
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang
dapatmempengaruhi

aktifitas

sehari-hari.

Penderita

Demensia

seringkali

menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian


(behavior symptom) yang menganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu
(non-disruptif) (Voicer. L., Hurley, A.C., Mahoney, E.1998).
Jadi, Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya
berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian
dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran

kepribadian. Penyakit yang dapat dialami oleh semua orang dari berbagai latar
belakang pendidikan maupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat perawatan
khusus untuk demensia, namun perawatan untuk menangani gejala boleh
dilakukan.
2.2.

Epidemiologi
Sebagai penyebab kematian dan kecacatan, penyakit peredaran darah otak

menempati angka yang tinggi, terutama pada orang tua. Di negara yang telah maju
(USA) menempati tempat ke-3 sebagai kausa kematian setelah penyakit jantung
koroner dan penyakit kanker. Dikemukakan terdapat 500.000 stroke baru setiap
tahunnya dan 200.000 daripadanya meninggal dunia. Bila dihitung dari seluruh
sebab kematian di negara itu angka tersebut mendekati 11%. Diperkirakan
prevalensi 20 per 1000 pada tingkat umur 45-54, 60 per 1000 pada golongan umur
65-74 tahun dan 95 per 1000 pada golongan umur 75-85 tahun. Sebagai penyebab
morbiditas, stroke diperkirakan terdapat pada 1,6 juta penduduk Amerika, di mana
40% memerlukan pelayanan khusus dengan 10% memerlukan perawatan total.
Angka-angka seperti di atas belum dapat diketahui secara pasti di negara kita.
Walaupun demikian ada beberapa laporan di beberapa kota di Indonesia di
mana terdapat bagian neurologi di rumah sakitnya.
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60
tahun adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). peningkatan angka
kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup
suatu populasi . Kira-kira 5 % usia lanjut 65 70 tahun menderita demensia dan
meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85
tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5 1.0 % dan di Amerika jumlah
demensia pada usia lanjut 10 15% atau sekitar 3 4 juta orang.
Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia
Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di negara
maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler penyebab kedua
sekitar 15-20% sisanya 15- 35% disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan
Cina demensia vaskuler 50 60 % dan 30 40 % demensia akibat penyakit
Alzheimer.
2.3.

Anatomi dan Patofisiologi


5

Darah mengalir ke otak melalui dua arteri karotis dan dua arteri
vertebralis. Arteri carotis interna setelah memisahkan diri dari arteri carotis
komunis naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan
dalam sinus kavernosus, mempercabangkan arteri untuk nervus optikus dan retina.
Akhirnya bercabang dua arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Arteri
karotis interna memberikan vaskularisasi pada region sentral dan lateral hemisfer.
Arteri serebri anterior memberikan vaskularisasi pada kortkes frontalis, parietalis
bagian tengah korpus kalosum dan nucleus kaudatus. Arteri serebri media
memberikan vaskularisasi pada korteks lobus frontalis, parietalis, dan temporalis.
Sistem vertebral di bentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di arteri subklavia menuju dasar tengkorak melalui kanalis
transversalis di kolum vertebralis servikalis, masuk rongga cranium melalui
foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli
inferior. Pada batas medulla oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi arteri
basilaris dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mes
ensefalon arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang arteri serebri posterior.
Arteri vertebralis memberikan vaskularisasi pada pons. Arteri serebri posterior
memberikan vaskularisasi pada lobus temporalis oksipitalis sebagian kapsula
interna, thalamus, hipokampus, korpus genikulatum, dan manilaria batang otak
bagian atas.

Gambar 2.1. Vaskularisasi Otak

Dalam kondisi normal, aliran darah otak orang dewasa adalah 50-60
ml/100 gram. Berat otak normal rata-rata dewasa adalah 1300-1400 gram. Pada
keadaan demikian, kecepatan otak untuk memetabolisme oksigen kurang lebih 3,5
ml/100gr. Bila aliran darah otak turun menjadi 20-25 ml/100 gr akan terjadi
kompensasi berupa peningkatan ekstraksi oksigen ke jarinagn otak sehingga
fungsi-fungsi sel saraf dapat dipertahankan. 3
Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan melibatkan
patofisiologi permeabilitas sawar darah otak, juga menyebabkan kerusakan neural
yang mengakibatkan akumulasi glutamat di ruang ekstraseluler, sehingga kadar
intraseluler akan meningkat melalui transport glutamat, dan akan menyebabkan
ketidakseimbangan ion natrium yang menembus membran. Secara umum
patofisiologi stroke iskemik meliputi dua proses yang terkait, yaitu:
1. Perubahan Fisiologi pada Aliran Darah Otak
Adanya sumbatan pembuluh darah akan menyebabkan otak mengalami
kekurangan nutrisi penting seperti oksigen dan glukosa, sehingga daerah pusat
yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut akan mengalami iskemik sampai
infark. Pada otak yang mengalami iskemik, terdapat gradien yang terdiri dari
ischemic core (inti iskemik) dan penumbra (terletak di sekeliling iskemik
core). Pada daerah ischemic core, sel mengalami nekrosis sebagai akibat dari
kegagalan energi yang merusak dinding beserta isinya sehingga sel akan
mengalami lisis. Sedangkan daerah di sekelilingnya, denagn adanya sirkulasi
kolateral maka sel-sel belum mati, tetapi metabolisme oksidatif dan proses
depolarisasi neuronal oleh pompa ion akan berkurang. Daerah ini disebut sebagai
penumbra iskemik:. Bila proses tersebut berlangsung terusmenerus, maka sel
tidak lagi dapat mempertahankan integritasnya sehingga akan terjadi kematian sel
yang secara akut timbul melalui proses apoptosis.
Daerah penumbra berkaitan erat dengan penanganan stroke, dimana
terdapat periode yang dikenal sebagai window therapy, yaitu 6 jam setelah
awitan. Bila ditangani dengan baik dan tepat, maka daerah penumbra akan dapat
diselamatkan sehingga infark tidak bertambah luas.

Gambar 1. Sumbatan Pembuluh Darah Otak


2. Perubahan Kimiawi yang Terjadi pada Sel Otak akibat Iskemik
Pengurangan terus menerus ATP yang diperlukan untuk metabolisme sel.
Bila aliran darah dan ATP tidak segera dipulihkan maka akan mengakibatkan
kematian sel otak. Otak hanya bertahan tanpa penambahan ATP baru selama
beberapa menit saja.
Berkurangnya aliran darah ke otak sebesar 10-15cc/100gr akan
mengakibatkan kekurangan glukosa dan oksigen sehingga proses metabolisme
oksidatif terganggu. Keadaaan ini menyebabkan penimbunan asam laktat sebagai
hasil metabolisme anaerob, sehingga akan mempercepat proses kerusakan otak.
Terganggunya keseimbangan asam basa dan rusaknya pompa ion karena
kurang tersedianya energi yang diperlukan untuk menjalankan pompa ion.
Gagalnya pompa ion akan menyebabakan depolarisasi anoksik disertai
penimbunan glutamat dan aspartat. Akibat dari depolarisasi anoksik ini adalah
keluarnya kalium disertai masuknya natrium dan kalsium. Masuknyaa natrium
dan kalsium akan diikuti oleh air, sehingga menimbulkan edema dan kerusakan
sel

2.4.

Etiologi
Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer, yang

penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga penyakit


Alzheimer disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya kelainan
gen tertentu. Pada penyakit alzheimer, beberapa bagian otak mengalami
kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya respon terhadap
bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di dalam otak ditemukan
jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang semrawut) dan
protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi.
Penyebab kedua dari Demensia yaitu, serangan stroke yang berturut-turut.
Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan
atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap
menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan
akibat tersumbatnya aliran darah yang disebut dengan infark. Demensia yang
disebabkan

oleh

stroke

kecil

disebut

demensia

multi-infark.

Sebagian

penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya
menyebabkan kerusakan pembuluh darah di

Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi


3 golongan besar :
a.
Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak
dikenal kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara
b.

biokimiawi pada sistem enzim, atau pada metabolisme


Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat

c.

diobati, penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :


1)
Penyakit degenerasi spino-serebelar.
2)
Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
3)
Khorea Huntington
Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam
golongan ini diantaranya :
1)
Penyakit cerebro kardiovaskuler
2)
penyakit- penyakit metabolik
3)
Gangguan nutrisi
4)
Akibat intoksikasi menahun

1.4. Klasifikasi
1. Menurut Kerusakan Struktur Otak
a. Tipe Alzheimer
Alzheimer adalah kondisi dimana sel saraf pada otak mengalami
kematian sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan
sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami
gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses
berpikir. Sekitar 50-60% penderita demensia disebabkan karena penyakit
Alzheimer.Demensia ini ditandai dengan gejala :
1) Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
2) Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia,
gangguan fungsi eksekutif,
3) Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
4) Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
5) Kehilangan inisiatif.
Penyakit Alzheimer dibagi atas 3 stadium berdasarkan beratnya deteorisasi
intelektual: :
1) Stadium I (amnesia)
Berlangsung 2-4 tahun
Amnesia menonjol
Perubahan emosi ringan

10

Memori jangka panjang baik


Keluarga biasanya tidak terganggu

2) Stadium II (Bingung)
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebut stadium demensia.
Gejalanya:
Disorientasi
Gangguan bahasa (afasia)
Penderita mudah bingung
Penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat
melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota
keluarganya, tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga
mengulanginya lagi. Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan
penderita

mudah

tersesat

dilungkungannya,

depresi

berat

prevalensinya 15-20%.
3) Stadium III (Akhir)
Setelah 6 - 12 tahun
Memori dan intelektual lebih terganggu
Membisu dan gangguan berjalan
Inkontinensia urin
Kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan orang lain
Kematian terjadi akibat infeksi atau trauma
b. Demensia Vascular
Demensia tipe vascular disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak dan
setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia.
Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi
darah otak, sehingga depresi dapat diduga sebagai demensia vaskular.Tanda-tanda
neurologis fokal seperti :

Peningkatan reflek tendon dalam


Kelainan gaya berjalan
Kelemahan anggota gerak

2. Menurut Umur:

11

1) Demensia senilis ( usia lebih dari 65tahun)


2) Demensia prasenilis (usia kurang dari 65tahun)
3. Menurut perjalanan penyakit :
1) Reversibel (mengalami perbaikan)
2) Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit.B,
Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb)
Pada

demensia

tipe

ini

terdapat

pembesaran

vertrikel

dengan

meningkatnya cairan serebrospinalis, hal ini menyebabkan adanya :


1) Gangguan gayajalan (tidak stabil, menyeret).
2) Inkontinensia urin.
3) Demensia
4. Menurut sifat klinis:
1) Demensia proprius
2) Pseudo-demensia
Klasifikasi lain yang berdasarkan korelasi gejala klinik dengan patologi
anatomisnya, yaitu:
1. Anterior: Frontal premotor korteks
Perubahan behavior, kehilangan control, anti social, reaksi lambat
2. Posterior: Lobus parietal dan temporal
Gangguan kognitif: memori dan bahasa, akan tetapi behavior relative baik
3. Subkortikal: Apatis, forgetful, lamban, adanya gangguan gerak
4. Kortikal: Gangguan fungsi luhur, afasia, agnosia, apraksia
2.5.

Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang

dijumpai pada penyakit demensia Alzheimer. Serabut neuron yang kusut (masa
kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak senile atau neuritis (deposit pritein
beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein precusor amiloid (APP)).
Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri dan
mengakibatkan rusaknya ukuran otak. Perubahan serupa juga dijumpai pada
tonjolan kecil jaringan otak normal lansia. Sel utama yang terkena penyakit ini
adalah menggunakan neurotransmitter asetilkolin. Secar biokomia, produksi
asetilkolion yang mempengaruhi aktivitas menurun. Asetilkolin terutan terlibat
dalam proses ingatan.
Kerusakan serebri terjadi bila pasokan darah keotak terganggu. Infark,
kematian jaringan otak, terjadi dengan kecepatan yang luar biasa. Infark serebri
kecil-kecil multiple-infark. Pada penyakit Alzeimer terjafi penurunan yang

12

progresif, sebaliknya progresi demensia multi-infark tidak beraturan. Setiap infark


yang kecil diikuti penyembuhan dan masa stabil sampai terjadi infark kemudian.
Biasanya

pasien

mempunyai

riwayat

penyakit

kardiovaskuler

atau

serebrovaskuler.
Pusing, sakit kepala dan penurunan kekuatan fisik dan mental adalah
tanda-tanda awal penyakit. Pada lebih dari setengah kasus, penyakit ini muncul
sebagai kebingungan yang mendadak. Kemudian diikuuti kehilangan ingatan yang
mendadak. Kemudian diikuti kehilangan ingatan bertahap. Pasien bisa mengalami
halusinasi dan menunjukkan tanda-tanda delirium, bisa terjadi gangguan bicara.
2.6.

Gejala Klinis
Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe

Alzheimer dan Vaskuler.


1. Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia
akibat gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung
progresif lambat, dimana akibat proses degenaratif menyebabkan
kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-sel otak ini baru
menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya
ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan
penderita tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut dengan
kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan
barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya
gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Wahan
(curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi
pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi,
gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor,
berkelana.
Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :
1) Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala
gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. Fungsi
memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang
dialami
2) Stadium II

13

Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia.

Gejalanya antara lain,


Disorientasi
gangguan bahasa (afasia)
penderita mudah bingung
penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat
melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota
keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga

mengulanginya lagi.
Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah

tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,


3) Stadium III
Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun.Gejala
klinisnya antara lain:
Penderita menjadi vegetative
tidak bergerak dan membisu
daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal
keluarganya sendiri
tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil
kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan orang lain
kematian terjadi akibat infeksi atau trauma
2. Demensia Vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan
sirkulasi darah di otak. Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat
berakibat terjadinya demensia,. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di
otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat didiuga
sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia
vaskuler daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena kemampuan penilaian
terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap stabil pada demensia vaskuler.
Dibawah ini merupakan klasifikasi penyebab demensia vaskuker,
diantaranya:
1) Kelainan sebagai penyebab Demensia :
Penyakit degenaratif
Penyakit serebrovaskuler
Keadaan anoksi/ cardiac arrest, gagal jantung, intioksi co
Trauma otak
Infeksi (aids, ensefalitis, sifilis)
Hidrosefaulus normotensive
Tumor primer atau metastasis
14

Autoimun, vaskulitif
Multiple sclerosis
Toksik
kelainan lain : Epilepsi, stress mental, heat stroke, whipple

disease
3. Kelainan/ keadaan yang dapat menampilkan demensi
1) Gangguan psiatrik :
Depresi
Anxietas
Psikosis
2) Obat-obatan :
Psikofarmaka
Antiaritmia
Antihipertensi
3) Antikonvulsan
Digitalis
4) Gangguan nutrisi :
Defisiensi B6 (Pelagra)
Defisiensi B12
Defisiensi asam folat
Marchiava-bignami disease
5) Gangguan metabolisme :
Hiper/hipotiroidi
Hiperkalsemia
Hiper/hiponatremia
Hiopoglikemia
Hiperlipidemia
Hipercapnia
Gagal ginjal
Sindromk Cushing
Addisons disesse
Hippotituitaria
Efek remote penyakit kanker
2.7.

Tanda dan Gejala Demensia


Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan

kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari..


Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam
puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala
yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya
mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh

15

penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa
meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri
sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya
mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa
khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi
keluarga merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak
istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik
penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada
Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi
seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan
memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat
ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia
penderita demensia ke rumah sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama
fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim
kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat
mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia
bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum
memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis
pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang
individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan
sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang
semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami
dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia.
Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap
empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan
sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku (Behavioral symptom) yang dapat
terjadi pada Lansia penderita demensia di antaranya adalah delusi, halusinasi,
depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan
melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari

16

secara mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal
(Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).

1)
2)
3)
4)
5)
1)

Sindroma utama dari demensia adalah:


Gangguan fungsi luhur lebih dari 3, dominasi fungsi memori
Degradasi relative progresif
Gangguan psikiatris (gangguan afektif.emosi dsb)
Kesadaran tetpa baik
Gangguan social/adl
Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sbb:
Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, lupa

menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.


2) Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada
3) Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata
atau cerita yang sama berkali-kali
4) Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah
drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain,
rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak
mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
5) Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah
2.8.

Pemeriksaan Fisik
Pada demensia, daerah motoric, pyramidal, dan ekstrapiramidal ikut

terlibat secara difus maka hemiparesis atau monoparesis dan diplegia dapat
melengkapkan sindrom demensia. Apabila manifestasi gangguan korteks
pyramidal dan ekstrapiramidal tidak nyata, tanda-tanda lesi organic yang
mencerminkan gangguan pada korteks premotorik atau prefrontal dapat
membangkitkan refleks-refleks. Refleks tersebut merupakan pertanda keadaan
regresi atau kemunduran kualitas fungsi.
a. Refleks memegang (grasp reflex)
Jari telunjuk dan tengah si pemeriksa diletakkan pada telapak tangan si
penderita. Refleks memegang adalah positif apabila jari si pemeriksa
dipegang oleh tangan penderita.
Gambar 1. Reflek Memegang
b. Refleks glabella
Orang dengan demensia akan memejamkan matanya tiap kali glabelanya
diketuk. Pada orang sehat, pemejaman mata pada ketukan berkali-kali
17

pada glabella hanya timbul dua tiga kali saja dan selanjutnya tidak akan
memejam lagi
Gambar 2. Reflek glabella
c. Refleks palmomental
Goresan pada kulit tenar membangkitkan kontraksi otot mentalis
ipsilateral pada penderita dengan demensia
Gambar
3.

Reflek

palmomental

d. Refleks korneomandibular
Goresan kornea pada pasien dengan demensia membangkitkan pemejaman
mata ipsilateral yang disertai oleh gerakan mandibular ke sisi kontralateral
e. Refleks snouts
Pada penderita dengan demensia setiap kali bibir atas atau bawah diketuk
m.orbikularis oris berkontraksi

18

Gambar 4. Reflek snouts


f. Refleks menetek (suck reflex)
Reflek menetek adalah positif apabila bibir penderita dicucurkan secara
reflektorik seolah-olah mau menetek jika bibirnya tersentuh oleh sesuatu
misalnya sebatang pensil
Gambar 5. Reflek menetek

g. Refleks kaki tonik


Pada demensia, penggoresan pada telapak kaki membangkitkan kontraksi
tonik dari kaki berikut jari-jarinya
Pemeriksaan MMSE (Mini Mental State Examination)
Alat skrining kognitif yang biasa digunakan adalah pemeriksaan status
mental mini atau Mini Mental State Examination(MMSE). Pemeriksaan ini
berguna untuk mengetahui kemampuan orientasi, registrasi, perhatian, daya
ingat, kemampuan bahasa dan berhitung. Deficit fokal ditemukan pada demensia
vascular sedangkan deficit global pada penyakit Alzheimer.
Tabel 2.1. Mini Mental State Examination
Item
1

Tes
ORIENTASI
Sekarang (tahun), (musim), (tanggal), (hari) apa?

Nilai
5
19

Kita berada dimana? (negara), (propinsi), (kota), (Rumah Sakit),


(lantai/kamar)

REGISTRASI
Sebutkan 3 buah nama benda (apel,meja, koin), tiap benda 1 detik,
pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk
tiap nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat
menyebutkan dengan benar dan catat jumlah pengulangan

5
4

ATENSI DAN KALKULASI


Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar.
Hentikan setelah 5 jawaban, atau disuruh mengeja terbalik
WAHYU (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan;
misal uyahw=2 nilai)

3
2

6
7
8

9
10
11

MENINGGAT KEMBALI (RECALL)


Pasien disursuh menyebut kembali 3 nama benda diatas
BAHASA
Pasien disuruh menyebutkan nama benda yang ditunjukan (pensil,
buku)
Pasien disuruh mengulang kata-kata: namun, tanpa, bila
Pasien disuruh melakukan perintah : ambil kertas ini dengan
tangan anda, lipatlah menjadi dua dan letakan dilantai
Pasien disuruh membaca dan melakukan perintah pejamkan mata
anda
Pasien diminta menulis dengan spontan
Pasien disuruh
menggambar bentuk dibawah
ini

Total
24-30 normal
17-23 probable gangguan kognitif
0-16 definite gangguan kognitif

1
3

1
1
1

30

Untuk membedakan secara cepat antara demensia tipe Alzheimer dengan


tipe vaskuler sebagai berikut:

20

Tabel 2.2. Skala iskemik Hachinsky


Ya

Tidak

Onset mendadak

Detoriorasi bertahap

Klinis berfluktuasi

Kebingungan malam hari

Kepribadian relative tak 1

terganggu
Depresi

Keluhan somatic

Emosi labil

Riwayat hipertensi

Riwayat CVD

Aterosklerosis penyerta

Keluhan neurologi fokal

Gejala neurologi fokal

2.9.

Diagnosa

2.10. Diagnosa Banding


a. Delirium
b. Depresi
c. Skizofrenia
2.11. Tatalaksana

21

Pada prinsipnya penatalaksanaan gangguan prilaku dan demensia dapat


dibagi dalam terapi medikamentosa dan nonmedikamentosa.
a. Terapi medikamentosa
Terapi obat-obatan diberikan untuk mengatasi faktor penyebab dan
mencegah atau memperlambat perkembangan demensia. Pada kasus demensia
lanjut, terapi obat-obatan tidak untuk mengobati penyebab melainkan ditujukan
untuk meminimalkan gejala psikologis dan gangguan prilaku yang terjadi.
Beberapa obat-obatan dapat digolongkan menjadi:
a.

Neurotropika: pyritinol, piracetam, sabeluzole

b.

Ca-antagonis: nimodipine, citicholine, cinnarizine, pentoxiphiline, pantoyl


GABA

c.

Acethylcholinesterase

inhibitor:

tacrine,

donopezil,

galantamine,

rivastigmin, memantine
Obat-obat lain dapat diberikan sesuai dengan gejala akibat gangguan
psikologis dan perilaku seperti:
a.

Antipsikotik tipikal: haloperidol

b.

Antipsikotik atipikal: clozapine, risperidone, olanzapine, quetiapine

c.

Anxiolitik: clobazam, lorazepam, buspirone, trazodone dan sebagainya.

d.

Antidepresan: amitriptilin, tofranil, asendin, SSRI.

e.

Mood stabilizer: carbamazepine, divalproex, neurontin dan sebagainya

b. Terapi nonmedikamentosa
Intervensi nonfarmakologis harus dilakukan secara holistic meliputi
lingkungan, psikologis, kemampuan bahasa dan lain-lain. Intervensi psikologis
dapat berupa psikoterapi untuk mengurangi kecemasan, memberikan rasa aman
dan ketenangan baik dalam bentuk psikoterapi individual, kelompok maupun
keluarga. Lingkungan tempat tinggal juga perlu mendapat perhatian agar
memberikan cukup kenyamanan serta keamanan bagi penderita. Warna, bentuk,
bahan, fasilitas seyogyanya disesuaikan untuk mendukung program yang akan
dilaksankan. Pendekatan lain meliputi adat, budaya, keagamaan, pengembangan
kesukaan/ hobi juga biasa dilakukan untuk memaksimalkan potensi yang ada pada
penderita sekaligus memberikan keselarasan dengan sisitem sosial yang ada.

22

Untuk caregiver diperlukan dukungan mental, pengembangan kemampuan


adaptasi, peningkatan kemandirian dan kemampuan menerima kenyataan.
Meskipun seorang individu dengan demensia harus selalu berada di bawah
perawatan medis, anggota keluarga idealnya menangani sebagian besar perawatan
sehari-hari. Perawatan medis harus fokus pada mengoptimalkan kesehatan
individu dan kualitas hidup sementara anggota keluarga membantu mengatasi
dengan banyak tantangan untuk merawat anggota keluarga dengan demensia.
Perawatan medis tergantung pada kondisi yang mendasari, tapi paling sering
terdiri dari obat-obatan dan perawatan nonmedikamentosa seperti terapi perilaku.
Penghilangan stigma dan diskriminasi secara sosial terutama pada daerahdaerah yang lebih cenderung materialistik menjadi penting untuk memberikan
kenyamanan secara psikologis bagi lansia. International Labour Organization serta
WHO menganjurkan pemerintah untuk memasukkan beberapa prinsip dalam
program nasional, diantaranya:
A.

Kebebasan
1) Para lansia harus mendapatkan akses yang baik terhadap makanan, air,
perlindungan, pakaian, serta kesehatan melalui ketersediaan pendapatan,
dukungan keluarga dan masyarakat serta kemandirian.
2) Para lansia harus memiliki kesempatan untuk bekerja atau memiliki
akses pada kesempatan yang memungkinkan mereka mendapatkan
sumber pendapatan
3) Lansia harus dapat berpartisipasi dalam memutuskan kapan dan
bagaimana akan meninggalkan pekerjaannya
4) Para lansia harus mendapatkan akses untuk pendidikan dan programprogram pelatihan
5) Para lansia harus mendapatkan kesempatan untuk hidup dalam
lingkungan yang aman dan bisa menyesuaikan dengan perubahan
kapasitasnya
6) Lansia harus bisa tetap tinggal dirumah selama mungkin

B.

Partisipasi
1) Para lansia harus tetap tergabung dalam masyarakat, berpartisipasi secara
aktif dalam formulasi dan implementasi kebijaksanaan yang secara

23

langsung mempengaruhi kesejahteraannya dan membagikan pengetahuan


dan ketrampilan mereka dengan generasi berikutnya.
2) Lansia harus mampu mencari dan mencari kesempatan untuk melayani
masyarakat sebagai sukarelawan sesuai dengan kemampuannya.
3) Para lansia harus selalu dalam kerjasama dengan lansia lainnya.
C.

Perhatian
1) Para lansia harus mendapatlkan keuntungan dari keluarga dan masyarakat
serta pelindungan selaras dengan setiap sistem sosial dari nilai-nilai
budaya.
2) Para lansia harus memiliki akses pada pelayanan kesehatan untuk
membantu mereka menjaga atau mengembalikan tingkat kesejahteraan
fisik, mental, dan emosional serta untuk mencegah keterlambatan
penyakit.
3) Lansia harus memiliki akses pada pelayanan sosial dan hukum untuk
meningkatkan otonomi, perlindungan dan perhatian.
4) Lansia harus mampu menggunakan ketersediaan institusi perlindungannya
dengan baik untuk memberikan perlindungan, rehabilitasi, stimulasi sosial
dan mental dalam lingkungan yang aman.
5) Lansia harus mampu menikmati hak asasi manusia dan kebebasan ketika
tinggal di tempat manapun, fasilitas pengobatan, termasuk penghormatan
akan martabatnya, keyakinan, kebutuhan, dan privasi serta hak untuk
membuat keputusan untuk kehidupan dan kualitas hidupnya.

D.

Pemenuhan diri
1) Lansia

harus

mampu

mencari

kesempatan

untuk

pembangunan

sepenuhnya potensi diri mereka.


2) Lansia harus memiliki akses akan sumber pendidikan, budaya, spiritual,
dan rekreasional di masyarakat.
E.

Martabat
1) Lansia harus mampu hidup dalam lingkungan yang aman dan bermartabat
dan bebas dari eksploitasi fisik maupun mental.

24

2) Lansia harus diperlakukan dengan baik tanpa melihat umur, jenis kelamin,
ras atau latar belakang etnik, disabilitas atau status yang lain dan di hargai
secara bebas akan kontribusi ekonomis mereka.
Para lansia yang mengalami demensia selayaknya mendapat penghargaan
yang baik tanpa memandang usia serta sejauh mana gangguan yang ada dan
bahwasanya setiap orang adalah unik, memiliki kepribadian tersendiri sehingga
pendekatan masing-masing haruslah disesuaikan. Beberapa kunci pokok dalam
penanganan secara holistik yang dapat dilaksanakan antara lain (NICE, 2004):
a.

Tanpa diskriminasi
Para penderita demensia tidak boleh dikecualikan dari semua pelayanan
semata-mata karena diagnosis, usia atau gangguan yang ada.

b.

Penjelasan yang tepat


Para penyedia layanan kesehatan harus selalu memberikan penjelasan dengn
baik kepada para penderita. Mereka harus mendapatkan informasi dengan
baik, dipastikan bahwa mereka dapat mengerti dan apabila terdapat gangguan
dalam pemahaman maka bias menggunakan alat bantuMental Capacity Act
2005.

c.

Carers/ penjaga yang membantu dalam kegiatan sehari hari


Para penyedia layanan kesehatan harus dipastikan mendapatkan hak untuk
mendapatkan penilaian atas apa yang dibutuhkan dan apabila mengalami
stress psikologis, mereka harus mendapatkan terapi psikologi termasuk
cognitive behavioural therapy dari ahlinya.

d.

Koordinasi dan integrasi layanan kesehatan dan sosial


Penyedia layanan keehatan dan sosial harus berkoordinasi dalam bekerja
melalui suatu prosedur tertulis. Rencana dan strategi harus memasukkan
sistem lokal serta pendekatan budaya lokal yang bersifat spesifik mengingat
kultur, penilaian, penghargaan serta peranan setiap lansia dalam masyarakat
tidaklah sama dalam setiap system budaya.

e.

Penilaian memori
Penilaian memori harus dilakukan dan merupakan titik dimana rujukan dan
penanganan yang komperhensif harus dilakukan pada seseorang yang
dicurigai menderita demensia.

25

f.

Alat bantu diagnosis


selain alat bantu terstandar untuk menilai status kognitif, alat bantu untuk
menilai gangguan struktur lain terutama pada otak juga harus ada.

g.

Gangguan perilaku
Faktor pencetus terjadinya gangguan prilaku harus diidentifikasi dan
penanganan harus disesuaikan. Terapi kognitif dan perilaku bisa diberikan
dengan pendekatan individu bersamaan dengan terapi medikamentosa.

h.

Pelatihan
Para penyedia layanan harus dipastikan mendapat pelatihan yang sesuai sesuai
dengan peranan dan tangung jawab masing-masing.

i.

Kebutuhan kesehatan mental pada kondisi acute hospitals


Dalam keadaan tertentu dimana diperlukan penanganan perawatan rumah
sakit, fasilitas untuk itu harus tersedia sesuai dengan kebutuhan medis, sosial
dan mental penderita.

26

BAB III
LAPORAN KASUS
Seorang pasien perempuan 83 tahun datang ke IGD RSUD Solok dengan
keluhan anggota gerak sebelah kiri tiba-tiba lemah sejak 7 hari yang lalu. Pasien
merasa anggota gerak kirinya tidak bisa digerakkan seperti biasa. Gerakannya
terbatas.
3.1.Identitas Pasien
Nama

: Ny. Y

Alamat

: Biruhun

Pekerjaan

: Pensiunan guru SD

Agama

: Islam

Jenis kelamin : Perempuan


Umur

: 83 tahun

3.2. Anamnesa
a. Keluhan Utama

27

Anggota gerak sebelah kiri tiba-tiba lemah sejak 7 hari yang lalu
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Anggota gerak sebelah kiri tiba-tiba lemah sejak 7 hari yang lalu.
Hal ini disadari pertama kali setelah bangun tidur, pasien tidak bisa turun
dari tempat tidur. Awalnya tangan dan kaki kirinya terasa berat dan susah
digerakkan seperti biasa. Sejak itu pasien tidak dapat memakai pakaian
sendiri, dan tidak menyadari keinginan untuk BAK sehingga BAK sering
sembarang tempat. Pasien masih mampu mengingat orang-orang
terdekatnya seperti anak dan menantunya.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien memiliki riwayat hipertensi.
- Pasien memiliki riwayat asma
- Pasien memiliki riwayat penyakit bronkopneumonia
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat PJK disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Semua anak pasien mempunyai riwayat hipertensi
e. Riwayat Pekerjaan dan Sosial
Pasien adalah seorang pensiunan guru SD. Setelah pensiun,
pasien tinggal bersama cucunya di rumah. Pasien sering mengajarkan
cucunya tentang pelajaran di sekolah.
Sejak cucunya pindah keluar kota, pasien lebih sering bermenung
dirumah. Pasien menjadi mudah pelupa
3.3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
-

Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Nafas
Suhu
Berat Badan
Tinggi Badan
Gizi
Turgor Kulit

: Sedang
: Compos Mentis
: 180/100 mmHg
: 84x/i teratur
: 20x/i
: 36,7oC
: 45 kg
: 160 cm
: Baik
: Baik

28

Status Lokalisata
-

Mata kanan

: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Kiri
-

: konjungtiva tidak anemi, sclera tidak ikterik

Kelenjar Getah Bening


Leher

: Tidak teraba pembesaran KGB

Aksila

: Tidak teraba pembesaran KGB

Inguinal

: Tidak teraba pembesaran KGB

- Leher: Tidak terdengar bising carotis


- Torak
a. Paru
Inspeksi

: Simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis

Palpasi

: fremitus sama kiri dan kanan

Perkusi

: Sonor dikedua lapangan paru

Auskultasi

: Suara nafas normal vesicular, ronki(-/-), Wheezing (-/-)

b. Jantung

Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: Dalam batas normal

Auskultasi

: irama teratur, bising( - )

Abdomen
Inspeksi

: tidak ada sikatrik, tidak ada venektasi

Palpasi

: defans muskular (-) nyeri tekan dan nyeri lepas ( - ), hepar

dan lien tidak teraba

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus( + ) normal

Colum Vertebrae

: Vertebrae dalam batas normal

3.4. Status Neurologikus


a. Glassgow Coma Scale ( GCS )
: E4M6V5 = 15
b. Tanda rangsangan selaput otak:
- Kaku kuduk
:- Brudzinki I
:- Brudzinki II
: Tidak dapat dilakukan
- Tanda kernig
:-

29

c. Tanda peningkatan tekanan intracranial


- Pupil
: Isokor
- Diameter : 3mm/3mm

d. Pemeriksaan Nervus Kranialis


1) N1. Olfaktorius
Penciuman

Kanan

Kiri

Subjektif

Abnormal

Abnormal

Objektif dengan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

bahan
2) N II

: Nervus Optikus

Penglihatan
Tajam penglihatan
Lapang pandang
Melihat warna
Funduskopi
3) N III

Kiri
Normal
Normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

:Nervus Okulomotorius

Bola mata
Ptosis
Gerakan bulbus
Strabismus
Nistagmus
Ekso-endoftalmus
Pupil
Bentuk
Reflek cahaya
Reflex akomodasi
Reflex Konvergen
4) N IV

kanan
Normal
Normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Kanan
Normal
Tidak ada
Bebas kesegala arah
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Kiri
Normal
Tidak ada
Bebas kesegala arah
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Isokor
+
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Isokor
+
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

: Nervus Troklearis
Kanan

Kiri
30

Gerakan

mata

ke Normal

bawah
Sikap bulbus
Diplopia

5) N V

Dalam batas normal


Tidak ada

Normal
Dalam batas normal
Tidak ada

: Nervus Trigeminus
Kanan

Kiri

Normal
Normal
Normal
Normal

Normal
Normal
Normal
Normal

+
Baik

+
Baik

Baik
Baik

Baik
Baik

Baik

Baik

kanan
Normal
Dalam batas normal
Tidak ada

Kiri
Normal
Dalam batas normal
Tidak ada

Motoric
Membuka mulut
Menggerakan rahang
Menggigit
Mengunyah
Sensorik
Divisi optalmika
Reflek kornea
Sensibilitas
Divisi maksila
Reflek masseter
Sensibilitas
Divisi mandibular
Sensibilitas

6) N. VI : Nervus Abdusen

Gerakan mata lateral


Sikap bulbus
Diplopia

7) N.VII : Nervus Fasialis

Raut wajah
Sekresi air mata
Fissura palpebral
Menggerakkan dahi
Menutup mata
Mencibir/bersiul
Memperlihatkan gigi
Sensasi 2/3 depan
Hiperakustik

kanan
Simetris
Normal
Simetris
Simetris
Normal
Normal
Normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Kiri
Tidak simetris
Normal
Simetris
Simetris
Normal
Defiasi
Tidak simetris
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

31

8) N.VIII : Nervus Vestibukoklearis

Suara berbisik
Detik arloji
Rinne test
Weber test
Swabach test
Memanjang
Memendek
Nistagmus
Pendular
Vertical
Siklikal
Pengaruh posisi kepala

Kanan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Kiri
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

9) N.IX : Nervus Glossopharingeus


Kanan
Sensasi

lidah

Kiri

1/3 Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Kanan
Simetris
Ditengah
Normal
Normal
Normal
Teratur

Kiri
Simetris
Ditengah
Normal
Normal
Normal
Teratur

belakang
Reflek muntah

10) N.X : Nervus Vagus

Arkus faring
Uvula
Menelan
Artikulasi
Suara
Nadi

11) N. XI : Nervus Asssesorius


kanan
Menoleh ke kanan
Normal
Menoleh ke kiri
Gerakan terbatas
Mengangkat bahu ke Normal

Kiri
Normal
Gerakan terbatas
Normal

kanan

32

Mengangkat bahu ke Abnormal

Abnormal

kiri

12) N. XII : Nervus Hipoglosus

Kedudukan lidah

Kanan
Simetris

Kiri
Simetris

dalam
Kedudukan lidah

Simetris

Simetris

dijulurkan
Tremor
Fasikulasi
Atrofi

e. Pemeriksaan koordinasi
Cara berjalan
Romberg test
Ataksia
Rebound

Tidak lakukan
Tidak lakukan
Tidak lakukan
Tidak lakukan

Disatria
Disfagia
Supinasi-pronasi
Tes jari hidung

Tidak lakukan
Tidak lakukan
Tidak lakukan
Tidak lakukan

phenomen
Tes tumit lutut

Tidak lakukan

Tes hidung jari

Tidak lakukan

f. Pemeriksaan fungsi Motorik


a. Badan
b. Berdiri &
berjalan

Respirasi

Normal

Normal

Duduk

Normal

Normal

spontan
Tremor

Atetosis

Mioklonik

Gerakan

Khorea

Tidak

Tidak lakukan

lakukan

c. Ekstremitas

Superior
Kanan

Kiri

33

Gerakan

Aktif

Pasif

Kekuatan

555

222

Trofi

Eutrofi

Atrofi

Tonus

Eutonus

Hipotonus

Inferior
Kanan

kiri

Kanan

Kiri

Aktif

Pasif

555

333

Eutrofi

Atrofi

Eutonus

Hipotonus

g. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil
Sensibilitas nyeri
Sensibilitas termis
Sensibilitas
Sensibilitas kortikal
Streognosis
Pengenalan 2 titik
Pengenalan rabaan

Tidak dilakukan
Normal
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Normal
Normal

h. System reflex
1.Fisiologi
Kornea
Berbamgki

Kanan
+
Tidak

Kiri
+
Tidak

Biseps
Triceps

Kanan
++
++

Kiri
+++
+++

s
Laring

dilakukan
Tidak

dilakukan
Tidak

APR

++

+++

Maseter

dilakukan
Tidak

dilakukan
Tidak

KPR

++

+++

Dinding

dilakukan
Tidak

dilakukan
Tidak

Bulboca

Tidak

Tidak

perut
Atas

dilakukan
Tidak

dilakukan
Tidak

vernosus
Cremater

dilakukan
Tidak

dilakukan
Tidak

Tengah

dilakukan
Tidak

dilakukan
Tidak

Sfingter

dilakukan
Tidak

dilakukan
Tidak

34

Bawah

dilakukan
Tidak

dilakukan
Tidak

dilakukan

dilakukan

2. Patologis
Lengan
Hoffman-

dilakukan

dilakukan

Tungkai
Babinski

Chaddok

s
Oppenhe

im
Gordon
Schaeffe

r
Klonus

Tidak

Tidak

paha
Klonus

dilakukan
Tidak

dilakukan
Tidak

kaki

dilakukan

dilakukan

Tromner

ROM
Fleksi
Ekstensi
Rotasi
3. Fungsi Otonom
Miksi
Defekasi
Sekresi keringat

: Normal
: Normal
: Normal
: Normal
: Normal
: Normal

Fungsi luhur
Kesadaran
Reaksi bicara

Normal

Tanda dementia
Refleks

Fungsi

Normal

Glabela
Refleks Snout

Intelektual
Reaksi Emosi

Normal

Refleks

memegang
Refleks

35

Palmomental

3.5. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium
a. Kimia darah
- uric acid
- Glukosa puasa
- Glukosa 2 jam PP
- Cholesterol
- Trigliserida
- HDL
- LDL
- Calcium darah
- K (kalium)
- Na (natrium)
b. Elektrokardiogram (EKG)

: 9,5 mg/dL
: 69%
: 95%
:163 mg/dl
:129 mg/dl
: 26 mg/dl
: 112 mg/dl
: 7,0 mg/ml
: 2,8 Eq/L
: 130 Eq/L

c. Rencana pemeriksaan tambahan


- CT scan kepala
- EEG
- MRI

3.6. Diagnosa
a. Diagnosa klinis

: Hemiparese sinistra, parese N.VII dan N.XII tipe

sentral + Predemensia
b. Diagnosa topik
: Cortek Serebri hemisfer dextra
c. Diagnosa etiologis : Trombosis serebri, degenerative (atrofi serebri)
d. Diagnosa sekunder : Hipertensi

3.7. Tatalaksana
a) Terapi umum
- Elevasi kepala 300
- IVFD RL 12 jam/kolf
- Kateter urin untuk monitor cairan
- Diet ML rendah garam dan kolesterol
b) Terapi khusus
- Antiagregrasi trombosit : aspilet 1x80 mg
- Piracetam 2x1200 mg
- Amlodipine 1x5 mg + Captopril 1x12,5 mg
36

Donepezil 2x5 mg

3.8. Prognosis
a. Quo at vitam
b. Quo at fungtionam
c. Quo at sanationam

: Bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam

BAB IV
DISKUSI
Telah diperiksa seorang pasien perempuan usia 83 tahun yang dirawat di
bangsal neurologi RSUD Solok dengan diagnosis klinis Hemiparese sinistra+
parese N.VII dan N.XII tipe sentral + Predemensia.
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Dari anamnesa didapatkan bahwa keluhan lemah pada anggota gerak kiri sejak 1
minggu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien merasakan lengan dan
tungkai kanan terasa berat saat digerakkan. Hal ini disadari pertama kali setelah

37

bangun tidur, pasien tidak bisa turun dari tempat tidur. Awalnya tangan dan kaki
kirinya terasa berat dan susah digerakkan seperti biasa. Sejak itu pasien tidak
dapat memakai pakaian sendiri, dan tidak menyadari keinginan untuk BAK
sehingga BAK sering sembarang tempat. Pasien masih mampu mengingat orangorang terdekatnya seperti anak dan menantunya.
Dari riwayat penyakit dahulu pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi
, pasien tidak rutin control dan tidak minum obat antihipertensi.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
tingkat kesadaran compos mentis cooperative, tanda rangsangan meningeal dan
tanda peningkatan tekanan intra kranial tidak ditemukan, pada pasien ditemukan
gangguan pada nervus VII yaitu raut wajah tidak simetris kiri dan kanan, mencibir
atau bersiul tidak simetris kiri dan kanan. Kekuatan motoric pada pasien ini untuk
ekstremitas superior dan inferior kanan adalah 2/2/2 dan 3/3/3. Pada pasien
ditemukan reflek patologis Babinski positif.
Penatakalsanaan pasien ini secara umum adalah IVFD RL 12 jam/kolf,
diet rendah garam dan rendah kolesterol dan penatalaksanaan secara khusus
adalah aspilet 1x80 mg, Piracetam 2x1200 mg, Amlodipine 1x5 mg + Captopril
1x12,5 mg dan Donepezil 2x5 mg.

BAB V
KESIMPULAN

38

Anda mungkin juga menyukai

  • Word Case
    Word Case
    Dokumen13 halaman
    Word Case
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Word Case
    Word Case
    Dokumen13 halaman
    Word Case
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Word Case
    Word Case
    Dokumen13 halaman
    Word Case
    putri diana
    Belum ada peringkat
  • Out Line Isti
    Out Line Isti
    Dokumen2 halaman
    Out Line Isti
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Anker
    Anker
    Dokumen4 halaman
    Anker
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Asma Anak
    Asma Anak
    Dokumen26 halaman
    Asma Anak
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Nama Pasien
    Nama Pasien
    Dokumen4 halaman
    Nama Pasien
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Kumpulan Tugas Stase Anak Kelompok Sebelumnya
    Kumpulan Tugas Stase Anak Kelompok Sebelumnya
    Dokumen2 halaman
    Kumpulan Tugas Stase Anak Kelompok Sebelumnya
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Efusi Pleura 1
    Efusi Pleura 1
    Dokumen30 halaman
    Efusi Pleura 1
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Flora (CSS Rubella)
    Flora (CSS Rubella)
    Dokumen10 halaman
    Flora (CSS Rubella)
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Empiema
    Empiema
    Dokumen13 halaman
    Empiema
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Present As I
    Present As I
    Dokumen29 halaman
    Present As I
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • Present As I
    Present As I
    Dokumen29 halaman
    Present As I
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat
  • PPT
    PPT
    Dokumen24 halaman
    PPT
    Flora Ramadhani
    Belum ada peringkat