Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Negara yang baru berkembang pada umumnya memberikan prioritas yang

tinggi terhadap pembangunan ekonomi. Indonesia yang juga merupakan negara yang
berkembang juga masih terus melakukan pembangunan dimana sampai saat ini untuk
pembangunan tersebut diperlukan dana yang relatif besar, dana yang diperlukan
semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Sumber dana berasal dari eksternal
maupun internal,dana eksternal diperoleh dari pinjama nluar negeri namun hanya
bersifat sementara sedangkan dana internal diperoleh dari sumber pendapatan negara
dalam negeri. Dalam mengurangi ketergantungan dana eksternal pemerintah berupaya
meningkatkan sumber penerimaan dari dalam negeri. Hal ini berarti bahwa semua
pembelanjaan negara harus dibiayai dari pendapatan negara, yaitu penerimaan dari
pajak dan penerimaan bukan pajak (Jatmiko, 2006).
Pajak merupakan kewajiban warga negara yang merupakan wujud pengabdian
terhadap negara yang timbal baliknya tidak bisa dirasakan secara langsung oleh Wajib
Pajak. Pajak bisa menjadi alternatif yang sangat potensial. Sebagai salah satu
sumber penerimaan negara yang sangat potensial, sektor pajak merupakan pilihan
yang sangat tepat, selain karena jumlahnya yang relatif stabil juga merupakan
cerminan partisipasi aktif masyarakat dalam membiayai pembangunan.
Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional
dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya

nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja


daerah unntuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah daerah sama halnya dengan pemerintah pusat, mempunyai
kepentingan yang sama dalam menyelenggarakan untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya. Pemerintah daerah membutuhkan biaya dan dana untuk
membangun daerah. Dalam rangka mendukung perkembangan otonomi daerah yang
nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab, pembiayaan pemerintah dan
pembangunan daerah yang bersumber dari pendapatan asli daerah sendiri, khususnya
yang berasal dari pajak daerah, pelaksanaan pemungutan pajak daerah perlu
ditingkatkan lagi. Daerah diberi wewenang untuk menggali sumber dana yang sesuai
dengan potensi dan keadaan daerah masing-masing, sehingga nantinya dapat
meningkatkan PAD untuk membiayai rumah tangganya sendiri.
Berdasarkan pihak pemungut dan pengelola, pajak dikategorikan pada dua
jenis, yaitu pajak pusat yang dipungut dan dikelola langsung oleh Pemerintah Pusat,
dan pajak daerah yang pemungut dan pengelolanya adalah Pemerintah Daerah. Pajak
daerah yang diperoleh oleh sebuah daerah akan diproyeksikan sebagai salah satu pilar
penerimaan secara mandiri sehingga akan menjadi sumber dana bagi Pemerintah
Daerah dalam membangun daerahnya.
Pajak Daerah menurut Kesit (2005) adalah pungutan wajib atas orang
pribadi atau badan yang dilakukan oleh pemerintah daerah tanpa imbalan
langsung

yang

seimbang,

perundang-undangan

yang

yang

dapat

berlaku,

dipaksakan

yang

berdasarkan

digunakan

untuk

peraturan
membiayai

penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.


Pemungutan pajak daerah oleh pemerintah daerah propinsi maupun
2

kabupaten/kota diatur oleh Undang-Undang nomor 28 tahun 2009. Jenis pajak


daerah sebagaimana yang ada dalam Undang-Undang nomor 28 tahun 2009
adalah Pajak Kendaraan Bermotor; Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; Pajak Air Permukaan; dan Pajak Rokok;
Pajak Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Reklame; Pajak Penerangan
Jalan; Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; Pajak Parkir; Pajak Air Tanah;
Pajak Sarang Burung Walet; Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Pajak kendaraan bermotor merupakan satu dari pajak daerah dan merupakan
sumber penerimaan daerah yang potensial, sehingga pemerintah daerah perlu
melakukan optimalisasi. Kendaraan bermotor yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan disemua jenis
jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya
yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga
gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat
besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara
permanen, serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air. (Ida Zuraida,
S.H.,LL.M)

Instansi yang bertanggung jawab menangani pembayaran Pajak Kendaraan


Bermotor disuatu daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) melalui Kantor
Bersama Sistem Administrasi Manunggal dibawah Satu Atap (SAMSAT) yang
merupakan kerjasama dari tiga instansi terkait yaitu, Dispenda, Kepolisian RI dan
3

Asuransi Jasa Raharja. Kantor Bersama SAMSAT yang memiliki peran penting
dalam pelayanan PKB, karena pada instansi inilah wajib pajak (WP) membayar pajak
terhutangnya.
Tabel 1.1
: Jumlah Wajib Pajak Kendaraan Bermotor yang membayar PKB
Tahun 2010-2014.
Tahun
Jumlah WP Kendaraan
Jumlah WP Kendaraan
Bermotor yang membayar
Bermotor yang membayar
PKB di Pekanbaru (orang)
PKB di Propinsi Riau (orang)
2010
432.883
1.209.296
2011
449.930
1.314.476
2012
424.188
1.319.993
2013
412.426
1.313.002
2014
415.278
1.348.767
Sumber : Dinas Pendapatan (DISPENDA) Propinsi Riau, Tahun 2014.
Berdasarkan Tabel 1.1, dapat dilihat bahwa hampir setiap tahunnya terjadi
fluktuasi jumlah wajib pajak yang membayar Pajak Kendaraan Bermotor di
Pekanbaru dalam jangka waktu 5 tahun tersebut. Dan pada tahun 2014, Dinas
Pendapatan Provinsi Riau mencatat sekitar 300.000 wajib pajak menunggak
pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) roda dua maupun roda empat dengan
nilai mencapai Rp100 miliar. Jadi dapat dilihat bahwa pelaksanaan pemungutan pajak
kendaraan bermotor belum optimal.
Atas dasar latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik
untuk mengambil judul Evaluasi Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan
Bermotor di Daerah Riau
1.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan

masalah sebagai berikut:


1. Bagaimanakah pelaksanaan pemungutan pajak kendaraan bermotor di
Riau?

2. Bagaimanakah pelaksanaan penagihan tunggakan pajak kendaraan


bermotor di Riau
3. Apakah yang menjadi

faktor-faktor

kendala

dalam

pelaksanaan

pemungutan serta penagihan tunggakan pajak kendaraan bermotor di


Riau?
4. Apakah upaya-upaya yang telah dilakukan dalam mengatasi kendala pada
pelaksanaan pemungutan serta penagihan tunggakan pajak kendaraan
1.3

bermotor di Riau?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pelaksanaan pemungutan pajak kendaraan bermotor di Riau.
2. Mengetahui pelaksanaan penagihan tunggakan pajak kendaraan bermotor
di Riau.
3. Mengidentifikasi yang menjadi faktor-faktor kendala dalam pelaksanaan
pemungutan serta penagihan tunggakan pajak kendaraan bermotor di Riau
4. Mengidentifikasi upaya-upaya yang telah dilakukan dalam mengatasi
kendala pada pelaksanaan pemungutan serta penagihan tunggakan pajak

1.4

kendaraan bermotor di Riau.


Manfaat Penelitian
Berdasarkan penelitian yang akan peneliti lakukan dengan judul Evaluasi

Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor di Daerah Riau, diharapkan


dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang
akan diteliti. Adapun manfaat dari penulisan penelitian ini adalah :
1. Bagi peneliti, penelitian ini berguna untuk menambah pemahaman,
wawasan dan pengetahuan tentang pelaksanaan pemungutan pajak
kendaraan bermotor.
2. Bagi para pengambil kebijakan atau instansi terkait, penelitian ini
diharapkan dapat menjadi masukan dan pertimbangan, dalam hal ini
Kantor SAMSAT Pekanbaru untuk dapat meningkatkan ketegasan,

pelayanan serta sosialisasi pajak yang akan mempengaruhi terhadap


pemungutan pajak kendaraan bermotor.
3. Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh
peneliti berikutnya

kalangan akademisi yaitu mahasiswa yang akan

melakukan penelitian evaluasi pelaksanaan pemungutan pajak kendaraan


bermotor dan diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan serta sebagai bahan studi bagi para akademisi.
4. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan
pengetahuan bahwa betapa pentingnya pajak ini bagi pembangunan daerah
agar tingkat kepatuhan dan kesadaran dalam membayar pajak meningkat.
Diharapkan juga dapat menambah wawasan serta menjadi bahan
kepustakaan

dan

sumber

informasi

tambahan

dalam

melakukan

penelitianpenelitian selanjutnya dengan tema yang sama.

1.5

Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini, sistimatika penulisan yang ingin disampaikan terdiri dari

5 bab, dimana masing-masing bab akan diuraikan secara garis besar.


BAB I

Pendahuluan
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan
masalah,

BAB II

tujuan

penelitian,

manfaat

penelitian

dan

sistematika penulisan.
Tinjuan Pustaka
Bab ini menguraikan pengertian secara umum tentang topik
masalah, kemudian menguraikan konsep teori secara
mendalam yang berhubungan dengan masalah yang diteliti,
dan diakhiri dengan kerangka pemikiran yang menjadi dasar

BAB III

pola berpikir dalam melakukan penelitian serta hipotesis.


Metode Penelitian
Bab ini akan menjelaskan metodologi penelitian yang
meliputi lokasi penelitian, populasi dan sampel, jenis dan
sumber data, teknik pengumpulan data, definisi operasional
dan pengukuran variabel, dan metode analisis data

BAB IV

Hasil Penelitian dan Pembahasan


Bab ini akan menjelaskan tentang

hasil

evaluasi

pelaksanaan pemungutan pajak kendaraan bermotor. Hasil


penelitian disampaikan secara verbal dengan katakata dan
secara matematis dalam bentuk angka-angka.
7

BAB V

Kesimpulan dan Saran


Bab ini berisi tentang kesimpulan hasil penelitian, implikasi
penelitian,

keterbatasan

penelitian,

dan saran untuk

penelitian selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Tinjauan Pustaka
Penelitian telah dilakukan sebelumnya oleh beberapa penulis mengenai

pemungutan pajak kendaraan bermotor. Penelitian berupa tesis yang ditulis oleh
Aroma Dewi Palupi (2015) dengan judul Evaluasi Pelaksanaan Pemungutan Pajak
Kendaraan Bermotor Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pokok permasalahan dalam
tesis ini belum optimalnya proses penagihan pajak kendaraan bermotor yang
dilakukan Pemda DIY. Penelitian ini bersifat kualitatif. Dalam tesis ini membahas
mengenai pelaksanaan pemungutan pajak kendaraan bermotor yang dilakukan di
DIY.
Dari hasil penelitian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai pelaksanaan pemungutan pajak yang dilakukan di daerah Riau dimana
merupakan kota asal penulis. Karena bisa saja terdapat perbedaan aturan diantar dua
daerah tersebut yang bisa berdampak terhadap hasil penelitian.
2.2.

Landasan Teori

2.2.1. Pengertian Sistem dan Prosedur


Sistem adalah suatu jaringan prosedur yang dibuat menurut pola yang terpadu
untuk melaksanakan kegiatan pokok perusahaan. Menurut Widjajanto (2001) adalah
suatu yang memiliki bagian-bagian yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan

tertentu melalui tiga tahapan yaitu input, proses, dan output. Menurut Mardiasmo
(2006 : 5) ada tiga macam system pemungutan pajak, yaitu:
a.

Official Assestment System


Suatu system pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah
(fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Cirri-cirinya:
1). Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
fiskus.
2). Wajib Pajak bersifat pasif.
3). Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.

b.

Self Asestment System


Suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib
Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.Wewenang
untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri.
1). Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan
pajak sendiri yang terutang.
2). Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

c.

With Holding Sistem


Suatu system pemungutan yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
(bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-ciri: Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada
10

pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

Prosedur mempunyai suatu unsur dari system. Yang dimaksud dengan


prosedur adalah urutan kegiatan klerikel, biasanya melibatkan beberapa orang dalam
satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan secara
seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang (Mulyadi, 1993).
2.2.2. Pengertian Pajak
Menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum Dan
Tata Cara Perpajakan, Pasal 1 ayat (1) menyebutkan :
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang definisi pajak, peneliti dibawah ini telah
mengutip beberapa definisi pajak menurut para ahli sebagai berikut:
1. Menurut Prof. Dr. PJA Adriani dalam Waluyo (2011:2) : Pajak adalah
iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturanperaturan yang mendapat
prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya untuk
membiayai pengeluaranpengeluaran umum yang berhubungan
dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
2. Menurut DR. Soeparman Soemahamidjaja dalam Waluyo (2011:3) :
Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh
penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya
produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.

11

Berdasarkan definisi pajak yang telah diungkapkan oleh beberapa ahli diatas,
dapat diketahui bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut :
1. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya,
2. Sifatnya dapat dipaksakan. Hal ini berarti pelanggaran atas aturan
perpajakan akan berakibat adanya sanksi,
3. Tidak ada kontra prestasi atau jasa timbal dari negara yang dapat
dirasakan langsung oleh pembayar pajak,
4. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik pusat maupun daerah
(tidak boleh dilakukan oleh swasta yang orientasinya adalah
keuntungan), dan
5. Pajak digunakan

untuk

membiayai

pengeluaran-pengeluaran

pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan umum.


2.2.3. Jenis Pajak
Pada dasarnya pajak dikelompokkan karena setiap pajak yang dipungut
memiliki kriteria sifat dan kegunaan yang berbeda-beda. Berikut ini adalah
pembagian jenis pajak berdasarkan kriteria (Priantara, 2013:6).
1. Menurut Golongan
a.

Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya langsung kepada


WP yang berkewajiban membayar pajaknya. Ini artinya WP yang
bersangkutan yang harus memikul beban pajak dan beban pajak ini
tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Penghasilan
(PPh).

b.

Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat


dialihkankan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai
12

(PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Pajak ini


dipungut oleh WP (Pengusaha Kena Pajak PKP) terlebih dahulu dan
yang memikul beban pajak adalah pengguna jasa atau barang yang
dihasilkan oleh WP tersebut..
2. Menurut Sifat
a.

Pajak subjektif adalah pajak yang waktu pengenaannya yang pertama


diperhatikan adalah subjek pajaknya. Setelah subjeknya diketahui
barulah menentukan objeknya, contoh WP adalah PPh.

b.

Pajak obyektif (bersifat kebendaan) adalah pajak yang pada waktu


pengenaannya yang pertama diperhatikan adalah objeknya, setelah
objeknya diketahui barulah menentukan subjeknya, contohnya adalah
PPN dan Pajak Bumi Bangunan (PBB).

3. Menurut Lembaga Institusi Pemungutan


a.

Pajak Pusat adalah pajak yang diadministrasikan Pemerintah Pusat


dalam hal ini adalah Kementerian Keuangan yakni DJP, misalnya
adalah PPh dan PPN.

b.

Pajak Daerah adalah pajak yang diadministrasikan oleh Pemerintah


Daerah. Pajak Daerah dibedakan antara Pajak Provinsi dan Pajak
Kabupaten/Kota. Pajak Provinsi terdiri dari empat macam pajak yakni:
Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor,
Pajak Bahan Bakar dan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air di
bawah Tanah dan Air Permukaan. Sedangkan pajak Kabupaten/Kota
terdiri dari Pajak Hotel, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak
13

Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan


Golongan C (Mineral Bukan Logam dan Batuan).
2.2.4. Pajak Daerah
Definisi daerah menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah dalam pasal 1 ayat (1) berbunyi, Daerah Otonom, yang
selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan jenis
pajak menurut pemungut dan pengelolanya, Pajak daerah adalah pajak yang dipungut
oleh daerah seperti Propinsi, Kabupaten, maupun Kotamadya berdasarkan peraturan
daerah masing-masing dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga
daerah masing-masing (Mardiasmo, 2011:5).
Pajak daerah menurut Peraturan Daerah Propinsi Riau No. 8 Tahun 2011
tentang Pajak Daerah dalam Pasal 1 ayat (10) berbunyi, Pajak Daerah, yang
selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Soeratno (2002) dalam Utama (2012), Pajak daerah sebagai bagian
dari Pendapatan Asli Daerah yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
di harapkan pajak daerah dapat diandalkan oleh pemerintah daerah yang dapat
14

digunakan sepenuhnya untuk dimanfaatkan dalam menjalankan penyelenggaraan


pemerintahan dan pembangunan daerah. Di dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 28
Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah menyebutkan bahwa jenis pajak
daerah khususnya pajak propinsi yang terdiri dari lima jenis pajak, yaitu: pajak
kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar
kendaraan bermotor, pajak air permukaan, dan pajak rokok.
2.2.5. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih beserta
gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh
peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah
suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang
bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak (UndangUndang No 28 Tahun 2009).
Menurut Priantara (2013:537), PKB adalah pajak atas kepemilikan dan/atau
penguasaan

kendaraan

bermotor,

dengan

pengecualian

kepemilikan

atau

kepenguasaan :
1. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah;
2. Kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing, dan perwakilan
lembaga-lembaga internasional berdasar asas timbalbalik;
3. Subjek pajak lain yang diatur dengan peraturan daerah.
Definisi PKB sesuai dengan Peraturan Daerah Propinsi Riau No. 13 Tahun
2002 tentang PKB tercantum pada Pasal 1 ayat (7), yaitu Pajak yang dipungut atas
kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor. Jadi untuk setiap kepemilikan

15

dan penguasaan kendaraan bermotor oleh individu atau badan terutang pajak yang
harus dibayarkan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2.1.6

Objek dan Subjek Kendaraan Bermotor


Ketentuan mengenai objek PKB telah diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 4
Peraturan Daerah Propinsi Riau No. 13 Tahun 2002 tentang Kendaraan
Bermotor adalah:
Pasal 3 :
1) Objek PKB adalah kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan
bermotor, termasuk kepemilikan dan atau penguasaan Kendaraan
Bermotor alat-alat besar yang tidak digunakan sebagai angkutan orang
2)

atau barang di jalan umum;


Termasuk objek PKB sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah
kendaraan bermotor yang berada di daerah lebih dari 90 (sembilan puluh)
hari.

16

Pasal 4:
Dikecualikan sebagai objek PKB adalah kepemilikian dan/atau penguasaan
kendaraan bermotor oleh:
a. Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota;
b. Kedutaan, Konsulat perwakilan Negara asing, dan perwakilan lembagalembaga Internasional dengan azas timbalbalik sebagaimana berlaku
untuk Pajak Negara;
c. Pabrikan atau Importir yang semata-mata tersedia untuk dipamerkan dan
atau dijual.
Subjek PKB diatur didalam peraturan yang sama di dalam Pasal 5, yaitu:
1) Subjek PKB adalah orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau
2)
3)

menguasai kendaraan bermotor.


Wajib PKB adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan
bermotor.
Yang bertanggung jawab atas pembayaran PKB adalah;
a. Untuk orang pribadi adalah orang yang bersangkutan, kuasa atau ahli
warisnya;
b. Untuk badan adalah pengurus atau kuasanya.

17

2.2.6. Dasar Pengenaan Tarif Pajak dan Cara Perhitungan Pajak


Dasar Pengenaan Tarif dan Cara Perhitungan PKB diatur dalam pasal 6 9
Peraturan Daerah Propinsi Riau Nomor 13 Tahun 2002:
Pasal 6 :
1) Dasar pengenaan PKB dihitung sebagai perkalian dari dua unsur pokok
a. Nilai jual kendaraan bermotor.
b. Bobot yang mencerminkan secara relatif kadar kerusakan jalan dan
2)

pencerminan lingkungan akibat penggunakan kendaraan bermotor.


Nilai jual kendaraan bermotor diperoleh berdasarkan harga pasaran

3)

umum atas suatu kendaraan bermotor.


Dalam hal harga pasaran umum atas suatu kendaraan harga pasaran tidak
diketahui, nilai jual kendaraan bermotor ditentukan berdasarkan faktorfaktor.
a. Isi silinder dan/atau satuan daya
b. Penggunaan kendaraan bermotor
c. Jenis kendaraan bermotor
d. Merek kendaraan bermotor
e. Tahun pembuatan kendaraan bermotor
f. Berat total kendaraan bermotor dan banyaknya penumpang yang
diizinkan
g. Dokumen impor untuk jenis kendaraan bermotor

4)

Bobot sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung berdasarkan


faktor-faktor :
a. Tekanan ganda
b. Jenis bahan bakar kendaraan bermotor
c. Jenis, penggunaan tahun pembuatan dan cirri-ciri mesin dari

5)

kendaraan bermotor
Penghitungan dasar pengenaan PKB sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) pasal ini, dinyatakan dalam suatu tabel
18

yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan


6)

Menteri Keuangan.
Dasar pengenaan PKB sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) pasal ini

ditinjau kembali setiap tahun.


Pasal 7 :
1) Dalam hal dasar pengenaan PKB yang belum tercantum dalam tabel yang
ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri, Gubernur menetapkan dasar
2)

pengenaan pajak dimaksud dengan Keputusan Gubernur.


Dasar pengenaan PKB sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
dilaporkan kepada Menteri Dalam Negeri.

19

Pasal 8 :
Tarif PKB ditetapkan sebesar :
a. 1,5% (satu koma lima persen) untuk kendaraan bermotor bukan umum.
b. 1% (satu persen) untuk kendaraan bermotor umum.
c. 0,5% (nol koma lima persen) untuk kendaraan bermotor alat-alat berat
dan alat-alat besar.
Pasal 9 :
Besarnya pokok PKB yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud Pasal 8 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana
dimaksud Pasal 6.
2.2.7. Sanksi Pajak Kendaraan Bermotor
Sanksi adalah hukuman negatif kepada orang yang melanggar peraturan, dan
denda adalah hukuman dengan cara membayar uang karena melanggar peraturan dan
hukum yang berlaku, sehingga dapat dikatakan bahwa sanksi denda adalah hukuman
negatif kepada orang yang melanggar peraturan dengan cara membayar uang.
Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi perpajakan,
yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi dapat dijatuhkan
apabila WP melakukan pelangggaran, terutama atas kewajiban yang ditentukan dalam
UU No. 28 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dapat
berupa sanksi administrasi denda, bunga, dan kenaikan. Sanksi pidana merupakan
sanksi berupa hukuman kurungan (penjara).
Peraturan Daerah Propinsi Riau Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Pajak
Kendaraan Bermotor, telah menyebutkan beberapa sanksi yang akan dikenakan pada
WP terkait kewajiban perpajakannya.
Pasal 15 :

20

1)

Dalam jangka waktu lima tahun terhitung saat terutangnya pajak,


Gubernur dapat menerbitkan :
a. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar dalam hal :
(1) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain,
pajak yang terutang tidak atau kurang bayar
(2) Apabila Surat Pemberitahuan Pajak Daerah tidak disampaikan
kepada Gubernur dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur
secara tertulis
(3) Apabila kewajiban mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Daerah
tidak dipenuhi, pajak yang terhutang dihitung secara jabatan
b. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan apabila
ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap
yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terhutang
c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil apabila jumlah pajak terutang
sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang
dan tidak ada kredit pajak

2)

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak


Daerah Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka
1 dan angka 2, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
(dua persen) sebulan terhitung dari pajak yang kurang atau terlambat
dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
dihitung sejak saat terutangnya pajak

21

3)

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam surat Ketetapan Pajak


Daerah Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dikenakan sanksi admnistrasi berupa kenaikan sebesar 100%
(seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut

4)

Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pasal ini tidak dikenakan
apabila WP melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan

5)

Jumlah pajak yang terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah


Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3
dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh
lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga
2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat
dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
dihitung sejak saat terhutangnya pajak

Pasal 16 :
1)

Gubernur dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah apabila :


a. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar :
b. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan Pajak Daerah terdapat
kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan atau salah
hitung
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan atau
denda

2)

Jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam Surat Tagihan Pajak


Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b pasal ini
ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua

22

persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat
terhutang pajak
3)

Surat Ketetapan Pajak Daerah yang tidak atau kurang bayar setelah jatuh
tempo pembayaran dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar
2% (dua persen) sebulan sejak ditagih melalui Surat Tagihan Pajak
Daerah

4)

Bentuk, isi dan tata cara penyampaian STPD ditetapkan oleh Gubernur

2.2.8. Tata Cara Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor


1.

Pendaftaran; untuk dapat melaksanakan penghitungan besarnya PKB harus


dilakukan pendaftaran terhadap obyek Pajak, yaitu dengan cara sebagai
berikut :
a. Setiap Wajib Pajak harus mengisi Surat Pendaftaran dan Pendataan
Kendaraan Bermotor (SPPKB) dengan jelas, lengkap dan benar sesuai
dengan identitas kendaraan bermotor dan wajib pajak yang bersangkutan
b.

serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya.


SPPKB disampaikan selambat-lambatnya 14 hari sejak saat kepemilikan
dan atau penguasaan, untuk kendaraan bermotor baru ; Sampai dengan
tanggal berakhirnya masa pajak bagi kendaraan bermotor lama; 30 hari
sejak tanggal surat keterangan fiskal antar daerah, bagi kendaraan

c.

bermotor pindah dari luar daerah (Mutasi masuk).


Apabila terjadi perubahan atas kendaraan bermotor dalam masa pajak,
baik perubahan bentuk, fungsi maupun penggantian mesin suatu

2.

kendaraan bermotor; wajib dilaporkan dengan menggunakan SPPKB.


Penetapan Pajak Kendaraan Bermotor :

23

Setelah diketahui dengan jelas dan pasti obyek dan subyek PKB berdasar SPPKB,
kemudian diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) yang merupakan
pemberitahuan ketetapan besarnya pajak yang terhutang.
3.

Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor :


a. Pembayaran atas PKB harus dilunasi sekaligus dimuka untuk 12 bulan.
b. Pajak dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya
c.

4.

SKPD.
Kepada Wajib Pajak yang telah membayar lunas pajaknya diberi tanda

pelunasan pajak.
Penagihan Pajak Kendaraan Bermotor :

Pada lazimnya jika Wajib Pajak telah melakukan kewajiban mebayar PKB sesuai
dengan jangka waktu jatuh tempo pembayaran, maka tidak akan terjadi penagihan.
Penagihan baru dapat dilakukan apabila Wajib Pajak tidak melunasi kewajibannya
sesuai dengan jangka waktu pembayaran PKB. Pelaksanaan Penagihan PKB sebagai
berikut :
a.

Dengan menerbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat


lainnya yang sejenis sebagai awal tindakkan pelaksanaan penagihan
Pajak, dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran

b.

pajak.
Dalam jangka waktu 7 hari setelah tanggal Surat Teguran atau Surat
Peringatan atau surat lainnya yang sejenis, Wajib Pajak harus melunasi
pajak terhutang.

24

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Lokasi Penelitian
Metodologi penelitian adalah tata cara melaksanakan penelitian yang meliputi

kegiatan-kegiatan mencari, mencatat, merumuskan, menganalisis dan menyusun


laporan berdasarkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan fakta yang ditemukan
di lapangan.
Metode penelitian pada dasarnya adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiono, 2007). Berdasarkan hal tersebut,
metode sangat diperlukan dalam melakukan penelitian agar penelitian tersebut dapat
dilaksanakan secara ilmiah dengan mengacu pada tujuan dari penelitian itu sendiri.
Metode penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini ialah metode
deskriptif. Menurut Endang Danial (2009) metode deskriptif adalah metode yang
bertujuan untuk menggambarkan secara sistimatik suatu situasi, kondisi, kondisi
objek bidang kajian pada suatu waktu secara akurat. Berdasarkan pernyataan
tersebut, metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan segala sesuatu yang
terjadi di lapangan secara akurat.
Dalam penelitian ini penulis ingin meneliti tentang evaluasi pelaksanaan
pemungutan pajak kendaraan bermotor yang ingin diteliti adalah bagaimana
pelaksanaan pemungutan pajak kendaraan bermotor di Provinsi Riau khususnya
Kota Pekanbaru. Dengan latar belakang masalah di atas akhirnya penulis tertarik
untuk mengkaji masalah tersebut dengan menggunakan metode deskriptif yaitu
membuat deskripsi akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar
fenomena yang terjadi

25

3.2

Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

Penelitian kualitatif menurut Nasution (2003), Penelitian kualitatif disebut juga


penelitian naturalistik. Disebut kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan
bercorak kualitatif, bukan kuantitatif, karena tidak menggunakan alat-alat pengukur.
Disebut naturalistik karena situasi lapangan penelitian bersifat natural atau wajar,
sebagaimana adanya, tanpa dimanipulasi, diatur dengan eksperimen atau test.
Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong , 2004: 4) metodologi kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian yang
dilakukan dengan pendekatan kualitatif tidak menggunakan alat-alat pengukur.
Selain tidak menggunakan alat pengukur, situasi penelitian bersifat natural dalam
artian tidak ada manipulasi didalamnya dan data hasil penelitiannya disajikan dalam
bentuk deskriptif. Oleh karena itulah dikatakan pendekatan kualitatif karena sifat
data yang dikumpulkan bercorak kualitatif.
Pada penelitian kualitatif yang menjadi instrumen utama adalah peneliti
sendiri sehingga dapat menggali masalah yang ada dalam masyarakat atau dalam hal
ini dilingkungan sekolah. Penelitian berperan aktif dalam memuat rencana
penelitian, proses, dan pelaksanaan penelitian, serta menjadi faktor penentu dari
keseluruhan proses dan hasil penelitian. Oleh sebab itu, peneliti lebih
mengutamakan pendekatan antar manusia selama proses penelitian dengan lebih
banyak mengadakan kontak atau berhubungan dengan pegawai-pegawai yang
26

bekerja di Kantor SAMSAT Pekanbaru dan Kantor Dispenda Riau agar lebih leluasa
mencari informasi dan data terperinci mengenai hal-hal yang diperlukan untuk
kepentingan penelitian.

3.3

Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian untuk mengambil data ini adalah di wilayah Riau. Penelitian

ini dilakukan dilingkungan sekitar Kantor Bersama Samsat Kota Pekanbaru di Jalan
Gadjah Mada, Kota Pekanbaru, Riau dan Kantor Dispenda Riau di Jalan Sudirman,
Kota Pekanbaru.
3.4

Populasi dan Sampel


Populasi merupakan keseluruhan karakteristik atau hasil pengukuran yang

menjadi objek penelitian. Populasi dapat diartikan sebagai sekelompok orang,


kejadian, atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu (Nurindriantoro,
2002). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pada Kantor SAMSAT Pekanbaru
dan Kantor Dispenda Riau yang bertugas dalam pemungutan pajak kendaraan
bermotor
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2012). Sampel dalam penelitian ini adalah pegawai di
Kantor SAMSAT dan Dispenda Riau.

3.3

Jenis dan Sumber Data

27

Jenis data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini menurut sumbernya
adalah data primer dan sekunder. Indriantoro dan Supomo (2009), menyatakan data
primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari
sumber asli (tidak melalui media perantara). Dalam pengumpulan data ini
menggunakan metode pengumpulan data dengan cara memberikan sejumlah daftar
pertanyaan (kuesioner) kepada semua responden. Atau dalam pengertian lain adalah
data diperoleh dari observasi langsung dan pengumpulan kuesioner yang telah
dijawab oleh responden. Responden dalam penelitian ini adalah pegawai pada Kantor
SAMSAT Pekanbaru dan Kantor Dispenda Riau.
Indriantoro dan Supomo (2009), menyatakan data sekunder merupakan
sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media
perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).

3.4.

Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data adalah dengan berbagai cara diantaranya dengan

melakukan wawancara, pengamatan secara mendalam, dan mengumpulkan


dokumen-dokumen serta laporan-laporan yang ada pada Kantor SAMSAT Pekanbaru
dan Kantor DISPENDA Riau itu sendiri. Hal ini dispesifikasikan oleh sebagai
berikut :
a.

Observasi

Observasi menurut Sugiono (2010) suatu teknik pengumpulan data mempunyai ciri
yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan
kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan orang, maka

28

observasi tidak terbatas pada orang, tetapi obyek-obyek alam yang baik. Observasi
sangat berguna dalam memperoleh data yang tidak didapat melalui teknik
pengumpulan data lainnya. Observasi sendiri dapat digolongkan menjadi tida kategori
(Endang, 2009), yaitu :

Observasi Langsung, yaitu pengamatan secara langsung oleh pengamat


pada objek yang diamati. Dalam penelitian ini, penulis mengamati
bagaimana pelaksanaan pemungutan pajak kendaraan bermotor di Kota
Pekanbaru sehingga dapat memperoleh data yang diperlukan dan sesuai
dengan keadaan dilapangan.

Observasi Partisipatif, yaitu cara pengamatan langsung yang dilakukan


oleh peneliti dan peneliti terlibat secara langsung dalam pengamatan
yang dilakukan

Observasi Tidak Langsung yaitu pengamatan melalui media lain seperti


media cetak, media elektronik dan melalui orang atau kelompok yang
berhubungan dengan objek penelitian.

b.

Metode wawancara
Wawacara adalah Proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung

secara lisan antar dua orang atau lebih untuk mendengarkan secara langsung
informasi-informasi atau keterangan-keterangan. Wawancara ini dapat digolongkan
menjadi tiga, yaitu :

Wawancara terstruktur : teknik pengumpulan data, bila peneliti atau


pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa
yang akan diperolehnya.

Wawancara semi terstruktur : pelaksanaan wawancara ini lebih bebas

29

dibandingkan dengan wawancara terstruktur.

Wawancara tak berstruktur : wawancara yang bebas dimana peneliti


tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.

Dari beberapa macam wawancara diatas, peneliti menggunakan wawancara


semiterstruktur dan wawancara tak berstruktur karena melihat kondisi Kantor
SAMSAT dan Kantor Dispenda, dimana para pegawainya sibuk melayani WP dan
juga mengerjakan tugas hariannya, sehingga peneliti disini dapat melakukan
wawancara ketika para pegawai memiliki waktu luang dan juga saat istirahat.
b.

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi


Metode yang digunakan untuk mencari data yang diperlukan berdasarkan

peristiwa,

peraturan-peraturan,

dokumen,

catatan

harian

dan

sebagainya

(Arikunto,1998). Data yang peneliti kumpulkan dengan metode ini adalah profil
Kantor SAMSAT Pekanbaru dan DISPENDA Riau, laporan-laporan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pemungutan pajak kendaraan bermotor serta literatur-literatur
yang mendukung.

3.4

Teknik Analisis Data


Dalam penelitian ini, analisis data yang digunakan adalah analisis data

kualitatif. Analisis data kualitatif oleh Miles dan Huberman (1984), sebagaimana
yang dikutip oleh (Sugiono, 2008) dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.

Data yang muncul berupa kata-kata dan bukan merupakan rangkaian angka.
Data tersebut mungkin telah dikumpulkan dalam berbagai macam cara

30

(melalui pengamatan, wawancara, pita rekaman) dan diproses (melalui


catatan, pengetikan, penyutingan dengan alat-alat tulis) maka data kualitatif
tersebut tetap menggunakan kata-kata yang biasanya disusun kedalam teks
atau kalimat yang diperluas.
2.

Prosedur analisis data menurut Miles dan Huberman (1984) terdiri dari tiga
kegiatan yang terjadi secara bersamaan, meliputi (Sugiono, 2008) :

Pengurangan data atau reduksi (Data Reduction) yaitu merangkum,


memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal yang penting,
dicari tema dan polanya. Dalam penelitian ini yang pertama kali
dilakukan oleh peneliti dalam menganalisis data adalah dengan reduksi
data. Dengan demikian data yang telah direduksi oleh peneliti dapat
memberikan kemudahan didalam memberikan gambaran yang lebih
jelas tentang pelaksanaan pemungatan pajak kendaraan bermotor.

Penyajian data (Data Display) yaitu kumpulan dari informasi yang


tersusun secara sistematis dan memberikan kemungkinan adanya sebuah
penarikan simpulan dan pengambilan suatu tindakan atas hasil
penelitian. Dari teknik mereduksi data maka langkah selanjutnya yang
dilakukan oleh peneliti yaitu penyajian data dimana penyajian data ini
peneliti melakukan dalam bentuk uraian singkat.

Penarikan simpulan (Verification) yaitu sebuah jalinan keterkaitan pada


saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data dan membentuk
suatu wawasan umum yang disebut dengan analisis. Dari teknik analisis
data terakhir, yaitu peneliti menggunakan penarikan kesimpulan yang

31

dilakukan secara terus-menerus sepanjang proses penelitian. Agar dalam


menganalisis data peneliti mendapat suatu kesimpulan yang jelas dan
mudah dipahami.

32

DAFTAR PUSTAKA

Danial, Endang. 2009. Metoda Penulisan Karya Ilmiah. Bandung:Laboratorium


Pendidikan Kewanganegaraan UPI
Indriantoro, Nur. 2002. Metodelogi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan
Manajemen. Cetakan 2. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.
Indriantoro dan Supomo, 2009. Metode Penelitan Jakarta: Gramedia
Jatmiko, Agus N. (2006), Pengaruh Sikap Wajib Pajak Pada Pelaksanaan Sanksi
Denda, Pelayanan Fiskus dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di
Semarang). Tesis Program S2 Magister Akuntansi Universitas Diponegoro.
Kesit, Bambang Prakosa. (2005). Pajak dan Retribusi Daerah. Yogyakarta: UII Press.
Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Palupi, Aroma Dewi. 2015. Evaluasi Pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan
Bermotor Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta.
Priantara, Diaz. 2013. Perpajakan Indonesia Edisi 2 Revisi. Jakarta: Mitra Wacana
Media.
Utama, I Wayan Mustika. 2012. Pengaruh Kualitas Pelayanan, Sanksi Perpajakan,
dan Biaya Kepatuhan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Akuntansi.
Universitas Udayana. Bali.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, kualitatif,
dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung
Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : ALFABETA.
Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Widjajanto, Nugroho. 2001. Sistem Informasi Akuntansi. Erlangga. Jakarta
Zuraida, Ida. 2011. Teknik Penyusunan Peraturan Daerah . Jakarta : Sinar Grafika.
33

Anda mungkin juga menyukai