Anda di halaman 1dari 29

CASE REPORT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD ABDUL MOELOEK

CASE REPORT
Gawat Napas Pada Neonatus
Perceptor :
Dr. dr. H. Prambudi Rukmono, Sp.A(K)
dr. Rogatianus Bagus P, Sp. A., M. Kes

Oleh:
Muhammad Mahardhika Malik, S. Ked
Tryvanie R. Putra, S. Ked

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum wr. wb.


Alhamdulillah, puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan case report yang berjudul Gawat Napas pada Neonatus. Case
Report disusun dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti dan
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Abdul Moeloek
Bandar Lampung
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. H. Prambudi Rukmono, Sp.A(K)
dan dr. Rogatianus Bagus P, Sp. A, yang telah meluangkan waktunya untuk
membimbing dalam menyelesaikan case report ini. Kami menyadari kekurangan
dalam penulisan case report ini, oleh karena itu, kami mohon maaf atas segala
kekurangan. Kritik dan saran sangat kami harapkan.Semoga case report ini dapat
bermanfaat untuk kita semua.
Wassalamualaikum wr.wb.

Bandarlampung, Januari 2015

Penulis

STATUS PENDERITA
No. Catatan Medik

: 442047

Masuk RSAM

: 12 Januari 2015

Pukul

: 04.01 WIB

Anamnesis ( Alloanamnesis dari ibu pasien )


A. Identitas
-

Nama Penderita

: By. N

Jenis Kelamin

: Laki - laki

Umur

: 0 hari

Nama Ayah

: Tn. R

Umur

: 19 tahun

Pekerjaan

: Buruh Bangunan

Pendidikan

: SMP

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Nama Ibu

: Ny. N

Umur

: 18 tahun

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan

: SD

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Alamat

: Tanjung Karang Timur

Hubungan dengan orang tua

: Anak kandung

Riwayat Penyakit
Keluhan Utama

: Bayi tidak menangis saat lahir

Keluhan Tambahan : Bayi tidak bernapas spontan


Riwayat Perjalanan Penyakit
Seorang bayi laki-laki dilahirkan section caesar di Rumah Sakit Abdul Moeloek
dari ibu dengan G2P1A0 hamil 36 minggu dengan eklamsi + kala II lama, pada
tanggal 12 Januari 2015 pukul 04.00 WIB. BB lahir 4000 gram, PB 50 cm. Saat
dilahirkan, bayi tidak langsung menangis dan tidak bernapas spontan, setelah
dilakukan pembersihan jalan napas terdapat mekonium yang cukup banyak,
kemudian dilakukan resusitasi bayi bernapas, bergerak kurang aktif, dan tampak
kebiruan pada ekstremitas, dengan apgar score 1/2. Pasien di bawa ke ruang
Perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek untuk perawatan intensive,
Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu pasien mengeluhkan terdapat darah tinggi saat kehamilan dan bengkak pada
tungkai.
RiwayatPenyakit Keluarga
Di keluarga pasien ada yang memiliki riwayat Hipertensi yaitu nenek dari ibu
pasien. Riwayat atopi disangkal.
Riwayat Kehamilan
Pada saat hamil, ibu pasien hamil anak pertama berusia 18 tahun. Ibu mengatakan
rutin melakukan pemeriksaan kehamilan ke bidan setiap bulannya dan
mendapatkan suplemen untuk kehamilannya. Pada saat kehamilan ini, ibu pasien
mengeluhkan terdapat darah tinggi saat kehamilan dan bengkak pada tungkai. Ibu
pasien mengaku memiliki riwayat keputihan sebelum dan selama hamil.
Riwayat Makanan
ASI

Riwayat imunisasi
BCG

:-

DPT

:-

Polio

:-

Campak

:-

Hepatitis B

: + (0)

Kesan

: imunisasi Hepatitis B dilakukan

B. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum
Suhu
HR
Frekuensi nafas
Status generalis
1. Kepala
- Bentuk

: tampak sakit ringan, lemas


: 36,70C
: 134 x/menit
: 48 x/menit, tidak teratur, kedalaman dangkal

: Normocephal, ubun-ubun besar 1,5 x 2 cm, ubunubun kecil 0,5 x 0,5 cm.

Kulit

: Tipis dan licin.

Rambut

: Hitam, persebaran merata

2. Wajah
-

Mata

Telinga

: Mata cekung (-), konjungtiva anemis (-), Sklera anikterik,


pupil isokor, reflek cahaya (+/+)
: simetris, serumen (-)

Hidung

: Napas cuping hidung (-), stridor (-), sekret (-)

Mulut

: Bibir tidak kering dan pecah-pecah, sianosis (+),


kandidiasis (-)

3. Leher
- Bentuk
- Trakhea
- KGB
- Kaku kuduk

: simetris
: di tengah
: tidak teraba benjolan
: tidak dilakukan

4. Penilaian pernapasan
- Bentuk
: Simetris, normothoraks, sela iga normal

- Retraksi
- Warna kulit
- Paru-paru

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultas
i
-

: suprasternal, subcostal
: Merah muda

ANTERIOR
SINISTRA
DEXTRA
Simetris(+)
Simetris(+)

POSTERIOR
SINISTRA
DEXTRA
Simetris(+)
Simetris(+)

Retraksi(+)
-

Retraksi(+)
-

Retraksi(-)
-

Retraksi(-)
-

Vesikuler

Vesikuler

Vesikuler

Vesikuler

Downe score
Pernapasan
: 60-80 x/menit (0)
Retraksi
: retraksi substernal dalam (2)
Sianosis
: sianosis (1)
Air Entry
: penurunan ringan udara masuk (0)
Merintih
: dapat didengar dengan stetoskop (1)
Evaluasi Downe score = 4 (gawat napas)

5. Penilaian kardiovaskuler
- Prekordium
- Bunyi jantung
- Murmur
- Gallop
- CRT
- Denyut perifer

: Tenang
: BJ I/II reguler, murni
: Tidak ada
: Tidak ada
: 4 detik
: normal, isi penuh, denyut kuat, reguler

6. Penilaian Gastrointestinal
- Bising usus
- Emesis
- Dinding perut
- Palpasi
- Tali pusat

: Ada, normal
: Tidak ada
: Datar, massa (-), bekas luka (-)
: Lunak, hepar tidak teraba, lien tidak teraba
: Tali pusat segar, warna putih, mengkilap

7. Penilaian sistem saraf


- Aktivitas
- Tingkat kesadaran
- Gerakan
- Tonus
- Pupil
- Membuka mata
- Tangisan
- Fontanel
- Sutura
- Kejang

: Tenang
: Sadar
: Spontan, aktif
: Normotonus
: Refleks langsung -/-, refleks tak langsung (-)
: Spontan
: Tidak menangis
: Datar
: Terpisah
: Tidak ada

PenilaianMaturitas neonatus
1. Ukuran
- Berat badan
: 4000 gram
- Panjang badan
: 50 cm
- Lingkar lengan
: 6 cm
- Lingkar kepala
: 29 cm
- Lingkar dada
: 28 cm
- Lingkar perut
: 26 cm
- Panjang lengan
: 15 cm
- Panjang tungkai
: 21 cm
2. Refleks neonatal
- belum ditemukan
Maturitas Fisik
- Kulit
- Lanugo
- Permukaan Plantar
- Payudara
- Mata/Telinga
-

Genital

Maturitas Neuromuskular
- Sikap tubuh
- Persegi jendela
- Rekoil lengan
- Sudut popliteal
- Tanda selempang
- Tumit ke kuping
Ballard Score

: Merah muda halus, vena-vena tampak (1)


: (+) Daerah tanpa rambut (3)
: Garis-garis merah tipis (1)
: Areola berbintil, terdapat penonjolan 1-2mm (2)
: Kelopak terbuka, pinna sedikit melengkung, lunak,
rekoil lambat (1)
: Testis pada kanal bagian atas, rugae jarang(1)
: (3)
: 450 (2)
: 140-1800 (3)
: 1400 (2)
: (2)
: (1)
: 26 (Tingkat maturitas 36 minggu)

3. Klasifikasi neonatus berdasarkan kurva Lubchenco


Diatas percentile 90 : Besar Masa Kehamilan
C. Resume
Seorang bayi laki-laki dilahirkan sectio saesaria di Rumah Sakit Abdul Moeloek
dari ibu dengan G2P1A0 hamil 36 minggu dengan eklamsi, pada tanggal 12 Januari
2015 pukul 04.00 WIB. BB lahir 4000 gram, PB 50 cm. Saat dilahirkan, bayi
tidak langsung menangis dan tidak bernapas spontan, setelah dilakukan
pembersihan jalan napas terdapat mekonium yang cukup banyak, kemudian
dilakukan resusitasi bayi bernapas, bergerak kurang aktif, dan tampak kebiruan
pada ekstremitas AS 1/2. Down score 4, Ballard score 26.

D. Diagnosis Banding
1. NCB SMK dengan Respiratory Distress suspect Meconium Aspiration
Syndrom
2. NCB SMK dengan Respiratory distress suspect Transient Tachypnea of the
Newborn (TTN)
3. NCB SMK dengan Respiratory distress suspect Sepsis Neonatorum
E. Diagnosis Kerja
NCB SMK dengan Respiratory Distress suspect Meconium Aspiration
Syndrom
F. Penatalaksanaan
1
2
3
4
5
6

7
8
9

Rawat inkubator suhu bayi dipertahankan 36,5 37,5 C


Puasa
Pemasangan CPAP FiO2 55% PEEP 7
Pemasangan OGT
Kebutuhan cairan 90cc/kg/hari (360cc) :
- IVFD D10 356cc
- Ca glukonas 4cc
Obat-obatan
- Inj Ronem 120mg/8jam
- Inj OMZ 2,8mg/12jam
- Inj aminophilin 10mg/12jam
Laboratorium, DL, CRP,GDS
Rontgen thorak (bedsite)
Monitor TTV, perfusi, sesak, kejang

G. Prognosis
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

Quo ad sanationam

: dubia ad bonam

FOLLOW UP
Tanggal
13/01/2016

Perjalanan Penyakit
S/ bayi lahir tidak menangis

BBL: 4000 gr
BB = 4000 gr
U = 1 hari
UP = 1 hari
UG = 36

O/
KU
HR
RR
T
PB

minggu
Down Score : 4
GIR : 6,1

:
:
:
:
:

Hypoaktif, merintih
134 x/menit
48x/menit
36,7C
50cm

Kepala
Muka : Simetris
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-),
Edema palpebra (-), sclera
ikterik (-), reflex cahaya +/
+
Hidung : Septum deviasi (-), NCH
Mulut

(-)
: Sianosis (+)

Instruksi dokter
P/
1. Rawat inkubator suhu bayi
dipertahankan 36,5 37,5 C
2. Puasa
3. OGT terpasang
4. Terpasang CPAP FiO2 55%
PEEP 7
5. Kebutuhan cairan 360cc :
- IVFD D10 356cc
- Ca glukonas 4cc
5 Obat-obatan
- Inj Ronem 120mg/8jam
- Inj OMZ 2,8mg/12jam
- Inj aminophilin L: 24mg
6
7
8

M:10mg/12jam
Laboratorium, DL, CRP,GDS
Rontgen thorak (bedsite)
Monitor TTV, perfusi, sesak,
kejang

Paru
I

: Simetris, retraksi sub


sternal (+), retraksi

P
A

subcostal (+)
: Ekspansi simetris
: Vesikuler +/+, Ronkhi + /+
Wheezing -/-

Jantung
I
: Ictus cordis tidak terlihat
P
: Ictus cordis teraba
A
: BJ I/II Reguler, Murmur
(-), gallop (-)
Abdomen
I
: Datar
P
: Hepar tidak teraba, splen
tidak teraba, dinding perut
P

lemas, turgor kulit baik


: Timpani (+)

: Bising usus (+) 6x/menit

Ekstremitas :
Superior :oedem -/-, sianosis +/+,
Inferior

akral hangat
:oedem-/-, sianosis +/+,
akral hangat

14/01/2016

A/ Respiratory Distress e.c MAS


S/ Distress pernapasan

BBL= 4000gr
BB = 4000 gr
U = 2 hari
UP = 2 hari
UG = 36

O/
KU
HR
RR
T

P/
1. Rawat inkubator suhu bayi

minggu
GIR : 5,25

:Hypoaktif
: 144 x/menit
: 64 x/menit
: 35,8C

Hasillaboratorium:
Hb : 18,9 mg/dl
Leukosit : 29.820 /uL
Eritrosit : 5,3 juta/ uL
Hematokrit : 58%
Trombosit : 188.000/ uL
HitungJenis :
10Basophil : 0
11Eosinophil : 1
12Batang : 0
13Segmen : 76
14Limfosit : 16
15Monosit : 7

dipertahankan 36,5 37,5 C


2. Puasa
3. Terpasang CPAP FiO2 50%
PEEP 7
4. Kebutuhan Cairan 360cc :
- IVFD D10 303cc
- NaCl 3% 16cc
- Kcl 4cc
- Ca glukonas 4cc
- Aminosteril 33cc
5. Obat-obatan
- Inj Ronem 120mg/8jam
- Inj OMZ 2,8mg/12jam
- Inj aminophilin
6

M:10mg/12jam
Monitor TTV, perfusi, sesak,
kejang

CRP Kuantitatif : negative


Hasil Rontgen :
Kesan :Menyokong suatu meconium
aspiration syndrome

15/01/2016
BBL = 4000 gr
BB = 4000 gr

A/ Respiratory Distress e.c MAS


S/ distress pernapasan
O/

P/
1. Rawat inkubator suhu bayi
dipertahankan 36,5 37,5 C

U = 3 hari
UP = 3 hari
UG = 36
minggu
BC = -120
D = 3,3
GIR = 6,75

KU
HR
RR
T

:hypoactive dan sesak


: 132 x/menit
: 98 x/menit
:37,7C

Thorax :simetris, retraksi subcostal


(+),retraksi substernal
(+),Vesicular +/+, rh -/-,
wh -/-, BJ I-II regular
Abdomen :datar, BU + Turgor baik.

A/ Respiratory Distress e.c MAS

16/01/2016

S/ sesak napas

BBL = 4000 gr
BB = 4000 gr
U = 4 hari
UP = 4 hari
UG = 36

O/
KU
HR
RR
T

minggu
BC = (-) 6,6
D = 3,64
GIR = 6,1

: hypoactive dan sesak


: 139 x/menit
: 80 x/menit
: 37,7C

Thorax :simetris, retraksi subcostal


(+),retraksi substernal
(+),Vesicular +/+, rh -/-,
wh -/-, BJ I-II regular
Abdomen :datar, BU (+) ,Turgor
baik.

A/ Respiratory Distress e.c MAS

2. Puasa
3. Terpasang CPAP FiO2 50%
PEEP 7
4. Kebutuhan cairan 480cc :
- IVFD D10 389cc
- NaCl 3% 16cc
- Kcl 4cc
- Ca glukonas 4cc
- Aminosteril 66cc
5. Obat-obatan
- Inj Ronem 120mg/8jam
- Inj OMZ 2,8mg/12jam
- Inj aminophilin
6.

M:10mg/12jam
Monitor TTV, perfusi, sesak,

kejang
P/
1. Rawat inkubator suhu bayi
dipertahankan 36,5 37,5 C
2. Puasa
3. Terpasang CPAP FiO2 40%
PEEP 7
4. Kebutuhan cairan 480cc :
- IVFD D10 356cc
- NaCl 3% 16cc
- Kcl 4cc
- Ca glukonas 4cc
- Aminosteril 100cc
5. Obat-obatan
- Inj Ronem 120mg/8jam
- Inj OMZ 2,8mg/12jam
- Inj aminophilin
6.

M:10mg/12jam
Monitor TTV, perfusi, sesak,
kejang

17/01/2016

S/ Sesak napas

BBL = 4000 gr
BB = 4000 gr
U = 5 hari
UP = 5 hari
UG = 36

O/
KU
HR
RR
T

minggu
BC = (+) 64

Thorax :simetris, retraksi subcostal

:hypoactive dan sesak


: 106 x/menit
: 86 x/menit
: 36,7C

P/
1. Rawat inkubator suhu bayi
dipertahankan 36,5 37,5 C
2. Puasa
3. Terpasang CPAP FiO2 30%
PEEP 7
4. Kebutuhan cairan 560cc :
- Ivfd D10 363cc
- NaCl 3% 16cc

D = 2,5
GIR = 6,25

(+),retraksi substernal
(+),Vesicular +/+, rh -/-,
wh -/-, BJ I-II regular
Abdomen :datar, BU (+) Turgor baik.

A/Respiratory Distress e.c MAS

- Kcl 4cc
- Ca glukonas 4cc
- Aminosteril 133cc
- minum tropic 5cc/3jam
5. Obat-obatan
- Inj Ronem 120mg/8jam
- Inj OMZ 2,8mg/12jam
- Inj aminophilin
6.

18/01/2016
BBL = 4000 gr
BB = 4000 gr
U = 6 hari
UP = 6 hari
UG = 36
minggu
BC = (+) 223
D = 1,4
GIR = 6,25

S/ sesak napas (-)


Reflek hisap kuat
O/
KU
HR
RR
T
BBS

: lemah dan sesak


: 152 x/menit
: 54 x/menit
: 36,9C
: 4000 gr

Thorax :simetris, retraksi subcostal


(+),retraksi substernal
(+),Vesicular +/+, rh -/-,
wh -/-, BJ I-II regular
Abdomen : datar, BU (+), Turgor
baik.

19/01/2016
BBL = 4000 gr
BB = 4000 gr
U = 7 hari
UP = 7 hari
UG = 36
minggu
BC = (+) 179
D = 1,5
GIR = 6,25

S/ sesak napas (-)


Reflek hisap kuat
O/
KU
: lemah
HR
: 142 x/menit
RR
: 62x/menit
T
: 36,7C
BBS
: 4000 gr
Thorax : simetris, retraksi subcostal
(+), retraksi substernal
(+),vesicular +/+, rh -/-,
wh -/-, BJ I-II regular
Abdomen : datar, BU (+), Turgor
baik.

M:10mg/12jam
Monitor TTV, perfusi, sesak,

kejang
P/
1. Rawat inkubator suhu bayi
dipertahankan 36,5 37,5 C
2. CPAP dan OGT dilepas
3. Kebutuhan cairan 600cc :
- Ivfd D10 363cc
- NaCl 3% 16cc
- Kcl 4cc
- Ca glukonas 4cc
- Aminosteril 133cc
- Minum 10cc/3jam
4. Obat-obatan
- Inj Ronem 120mg/8jam
- Inj OMZ 4mg/24jam
- Inj aminophilin stop
- Eritromycin 4x1cc
5. Monitor TTV, perfusi, sesak,
kejang
P/
1. Rawat inkubator suhu bayi
dipertahankan 36,5 37,5 C
2. Kebutuhan cairan 600cc :
- Ivfd D10 363cc
- NaCl 3% 16cc
- Kcl 4cc
- Ca glukonas 4cc
- Aminosteril 133cc
- Minum 10cc/3jam
3. Obat-obatan
- Inj Ronem 120mg/8jam
- Inj OMZ 4mg/24jam
- Eritromycin 4x1cc
4. Monitor TTV, perfusi, sesak,
kejang

20/01/2016
BBL = 4000 gr
BB = 4000 gr
U = 8 hari
UP = 8 hari
UG = 36
minggu
BC = (+) 180
D = 3,6
GIR = 6,25

S/ sesak napas (-)


Reflek hisap kuat
O/
KU
HR
RR
T
BBS

: lemah
: 152 x/menit
: 56 x/menit
: 36,9C
: 4000 gr

Thorax : simetris, retraksi subcostal


(-), retraksi substernal
(-),Vesicular +/+, rh -/-,
wh -/-, BJ I-II regular
Abdomen : datar, BU (+) Turgor

21/01/2016
BBL = 4000 gr
BB = 4000 gr
U = 9 hari
UP = 9 hari
UG = 36
minggu
BC = (+) 70
D = 1,5

baik.
S/ sesak (-)
Reflek hisap kuat
O/
KU
HR
RR
T
BBS

: lemah
: 148 x/menit
: 50 x/menit
: 36,6C
: 4000 gr

Thorax : simetris, retraksi subcostal

P/
1. Rawat inkubator suhu bayi
dipertahankan 36,5 37,5 C
2. Kebutuhan cairan 640cc :
- IVFD D10 363cc
- NaCl 3% 16cc
- Kcl 4cc
- Ca glukonas 4cc
- Aminosteril 133cc
- Minum 15cc/3 jam
3. Obat-obatan
- Inj Ronem 120mg/8jam
- Inj OMZ 4mg/24jam
- Eritromycin 4x1cc
4. Monitor TTV, perfusi, sesak,
kejang
P/
1. Minum 20cc/3 jam
2. Rawat inkubator suhu bayi
dipertahankan 36,5 37,5 C
3. Obat-obatan
- Inj Ronem 120mg/8jam
- Inj OMZ 4mg/24jam
- Eritromycin 4x1cc
4. Monitor TTV, perfusi, sesak,
kejang

(-), retraksi substernal


(-),Vesicular +/+, rh -/-,
wh -/-, BJ I-II regular
Abdomen : datar, BU (+) Turgor
22/01/2016
BBL = 4000 gr
BB = 4000 gr
U = 10 hari
UP = 10 hari
UG = 36
minggu
BC = (+) 70
D = 1,5

baik.
S/ sesak (-)
Reflek hisap kuat
O/
KU
: gerak aktif, menangis kuat
HR
: 144 x/menit
RR
: 48 x/menit
T
: 36,7C
BBS
: 4000 gr
Thorax :simetris, retraksi subcostal
(-), retraksi substernal

P/
1. Minum 30cc/3 jam
2. Pindah SCN
3. Obat-obatan
- Inj Ronem 120mg/8jam
- Inj OMZ 4mg/24jam
- Eritromycin 4x1cc
4. Monitor TTV, perfusi, sesak,
kejang

(-),Vesicular +/+, rh -/-,

23/01/2016
BBL = 4000 gr
BB = 4000 gr
U = 11 hari
UP = 11 hari
UG = 36
minggu

wh -/-, BJ I-II regular


Abdomen :datar, BU (+) Turgor baik.
S/ sesak (-)
O/
KU
HR
RR
T
BBS

P/
-

Pulang

: gerak aktif, menangis kuat


: 144 x/menit
: 48 x/menit
: 36,7C
: 4000 gr

Thorax :simetris, retraksi subcostal


(+),retraksi substernal
(+),Vesicular +/+, rh -/-,
wh -/-, BJ I-II regular
Abdomen :datar, BU (+) Turgor baik.

ANALISIS KASUS
Pasien By N usia 0 hari, berat badan 4000 gram lahir melalui sectio caesarea atas
indikasi eklampsia + kala II lama, hamil dari ibu G2P1A0 cukup bulan (36 minggu)

janin tunggal hidup presentasi kepala tanpa lilitan tali pusat, lahir pada tanggal 12
Januari 2016. Apgar skor.
Pada alloanamnesis keluarga tidak mengetahui

HPHT ibu, keluarga hanya

memberitahu bahwa hamil 9 bulan/ 36 minggu. Berdasarkan kurva lubchencho,


neonatus tersebut berada pada lebih dari persentil 90 yang berarti neonatus besar
bulan untuk masa kehamilan. Berdasarkan hasil interpretasi penilaian kurva
Lubchenco, dimana 10: kurang masa kehamilan (SGA), di antara persentil 1090: sesuai masa kehamilan (AGA) dan di atas persentil 90: besar masa kehamilan
(LGA).1

Gambar 2.1. Penilaian Maturitas Berdasarkan Kurva Lubchenco


Selain itu pemeriksaan lain untuk menilai usia gestasi neonatus adalah dengan
menggunakan Ballard score yang dapat dilakukan pada usia neonatus kurang dari
12 jam untuk usia gestasi <26 minggu dan tidak lebih dari 96 jam untuk usia
gestasi >26 minggu.2Penilaian ini meliputi penilaian maturitas fisik dan
neuromuskular pada By.N dan didapatkan nilai sebagai berikut:
Maturitas Fisik
- Kulit
- Lanugo

: Merah muda halus, vena-vena tampak (1)


: (+) Daerah tanpa rambut (3)

Permukaan Plantar
Payudara
Mata/Telinga

Genital

Maturitas Neuromuskular
- Sikap tubuh
- Persegi jendela
- Rekoil lengan
- Sudut popliteal
- Tanda selempang
- Tumit ke kuping

: Garis-garis merah tipis (1)


: Areola berbintil, terdapat penonjolan 1-2mm (2)
: Kelopak terbuka, pinna sedikit melengkung, lunak,
rekoil lambat (1)
: Testis pada kanal bagian atas, rugae jarang(1)
: (3)
: 450 (2)
: 140-1800 (3)
: 1400 (2)
: (2)
: (1)

Pada neonatus ini didapatkan skor ballard 26 yang berarti tingkat maturitas usia
gestasi 36 minggu.

Gambar 2. Ballard Score

Pasien didiagnosis dengan asfiksia e.c meconium aspirasi syndrome.Diagnosis ini


disimpulkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
Ada beberapa definisi mengenai asfiksia, menurut IDAI, asfiksia neonatorum
merupakan kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan
asidosis. Menurut WHO, asfiksia merupakan kegagalan bernapas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir. Sedangkan menurut ACOG dan AAP, neonatus
disebut mengalami asfiksia bila memenuhi kondisi sebagai berikut (Depkes, 2008)
:
-

Nilai apgar menit kelima 0-3


Adanya asidosis pada pemeriksaan darah tali pusat (pH<7)
Gangguan neurologis (misal:kejang, hipotonia atau koma)
Gangguan sistem multiorgan (misal: gangguan kardiovaskular,
gastrointestinal, hematologi, pulmoner, atau sistem renal.

Asfiksia merupakan diagnosa yang ditegakkan langsung begitu bayi baru lahir.Hal
ini sesuai pada pasien ini karena pada pasien ini didapatkan kegagalan napas saat
lahir yang ditandai dengan apgar skor menit pertama 1, hal ini berarti terjadi
kegagalan napas secara spontan setelah lahir.Lalu pada pasien apgar skor menit
kelima adalah 2.
Beberapa hal dapat menjadi faktor terjadinya asfiksia pada neonatus, yaitu :
(Depkes, 2008)

Pasien ini lahir secara sectio caesarea atas indikasi eklampsia + kala II lama Janin
Tunggal Hidup presentasi kepala, disertai dengan terdapatnya meconium
berwarna hijau kental pada ketuban. Hal ini sesuai dengan faktor resiko terjadi
asfiksia pada pasien ini, dimana faktor resiko terjadinya asfiksia yang ditemukan
pada pasien By. Ny. N ini adalah terdapat meconium pada ketuban dan kala II
lama.

Penanganan pasca resusitasi neonatus yang mengalami asfiksia perinatal


merupakan hal yang sangat kompleks dan membutukan monitoring ketat dan
tindakan antisipasi yang ketat karena bayi beresiko mengalami disfungsi
multiorgan dan perubahan dalam kemampuan mempertahankan homeostasis
fisiologis. Prinsip umum : melanjutkan dukungan kardiorespiratorik, stabilitas
suhu, koreksi hipoglikemia, asidosis metabolic, abnormalitas elektrolit, serta
pengangan hipotensi. (Firmansyah, 2013).
Menurut American Academy of Pediatrics, rekomendasi untuk perawatan pasca
resusitasi adalah S.T.A.B.L.E dengan tujuan untuk meningkatkan keamanan
pasien dalam manajemen, mencegah kemungkinan adanya kesalahan serta

mengurangi efek samping. Stabilisasi yang tepat terbukti menurunkan tingkat


morbiditas dan mortalitas (Firmansyah, 2013).
S.T.A.B.L.E terdiri dari :
S : Sugar dan safe care
T : temperature
A : Airway
B : Blood Pressure
L: Laboratory
E: Emotional Support
S: Sugar and safe care
Langkah menstabilkan kadar gula darah neonatus. 3 faktor resiko yang
mempengaruhi kadar gula darah:
1. Cadangan glikogen terbatas
2. Hiperinsulinemia
3. Peningkatan penggunaan glukosa
Skrining hipoglikemia menggunakan darah kapiler dengan target gula darah 50110mg/dL. Dilakukan sebelum di transport dan diulang kembali saat akan
ditranspor, proses transport. Bila gula darah normal dalam pemeriksaan pertama.
Tidak perlu dilakukan pemeriksaan ulang (Firmansyah, 2013)
Dalam penanganan pasien ini, sugar and safe care dilakukan.
T (Temperature)
Usaha untuk mempertahankan suhu normal bayi dan mencegah hipotermia. Bayi
dengan hiportermia akan mengalami vasokonstriksi pembuluh darah sehingga
mengakibatkan ketidakcukupan sirkulasi dijaringan tubuh. Selain itu, kondisi
hipotermia dapat meningkatkan kebutuhan tubuh terhdapan oksigen.Neonatus
lebih mudah mengalami hipotermia dan hipertermia.Lingkungan ekstrauterin
meninkgatkan resiko hipotermia karena lingkungan udara bukan cairan hangat,

selain itu juga pengaruh konduksi, konveksi, evaporasi, dan radiasi.Suhu normal
adalah 36,5-37,5 (Firmansyah, 2013).
Bayi yang mempunyai resiko hipotermia adalah bayi prematur, BBLR, sakit berat,
resusitasi lama, dan dengan kelainana (bagian mukosa terbuak (gastroskizis, spina
bifida, omfalokel, dll)) (Firmansyah, 2013).
Pada bayi ini, dilakukan pencegahan kehilangan suhu seperti meletakkan bayi
dalam incubator dengan suhu 34.0, menggunakan selimut untuk menutupi bayi
dan pengaturan dan pemantauan suhu badan agar suhu bayi Ny.N tetap berada
pada suhu 36.5-37,5o C.
A (Airway)
Saat resusitasi dilakukan upaya membuka alveoli paru, pasca resusitasi alveoli
paru belum setpenuhnya terbuka. Beberapa faktor presdiposisi : prematuritas,
persalinan seksio cesaria, sindrom aspirasi mekonium, proses inflamasi,
penumothoraks, komplikasi spontan, kelainan bawaan, maslah lain diluar paru
(hipotermia, hipoglikemia, kelainan jantung, dll), dan problema jalan nafas
(Firmasnyah, 2013).
Pada pasien ini banyak hal yang tidak dilakukan dalam perawatan pasca
resusitasi.Termasuk dalam mendeteksi dini kegawatan napas dan evaluasi terapi.
Kegawatan napas dinilai menggunakan skor Down (Firmasnyah, 2013)

Kecepatan napas
Retraksi
Sianosis

Skor Down
0
1
2
<60 x/menit
60-80 x/menit
>80x/menit
Tidak ada retraksi Retraksi ringan
Retraksi berat
Tidak ada sianosis Sianosis
hilang Sianosis
tidak
dengan O2
Udara

hilang

dengan

O2
masuk Tidak ada udara

Udara masuk

Ada

Megap-megap

berkurang
masuk
Tidak ada megap- Terdengar melalui Terdengar tanpa

(merintih)

megap (merintih)

stetoskop

menggunakan

Skor<4
Skor 4-5
Skor 6

alat bantu
Gangguan pernapasan ringan
Gangguan pernapasan sedang
Gangguan pernapasan berat (perlu dilakukan analisa
gas darah)

Intrepretasi skor downe lain dalam mengevaluasi gawat napas pada neonatus.
Nilai skor downe <4 : tidak ada gawat napas, 4-7 : gawat napas, dan >7 ancaman
gagal napas (analisa gas darah harus dilakukan). (Rukomono, 2013)
Berdasarkan penilaian pada pasien ini, didapatkan skor downe 4 (terdapat gawat
napas) dengan uraian, sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.

Pernapasan 48 x/menit
Retraksi substernal dalam
Sianosis ada hilang dengan O2
Udara Masuk Ada
Merintih

Skor 0
Skor 2
Skor 1
Skor 0
Skor 1

Pada pasien ditemukan skor down sebesar 4.Hal ini menyatakan bahwa pasien
mengalami gawat nafas. Selain mengamati tanda kegawatan pernapasan, penting
untuk menilai kebutuhan oksigen dan peningkatan kebutuhan, komplikasi akibat
hipoksia dan hiperkarbia, perfusi perifer, tekanan darah, neurologis : kesadaran,
aktifitas, ada tidaknya kejang, produksi urin) serta tanda-tanda akan terjadi
kegagalan pernapasan seperti pernapasan megap-megap, tidak berespons dengan
pemberian O2. Bila memungkinkan : analisis gas darah (data penting: pCO2 dan
BE). Sehingga untuk stabilisasi pernapasan penting untuk dipasang saturasi
oksigen dengan target saturasi awal lahir 90-94% dan pasang pipa orogastrik
untuk dekompresi lambung. (Firmasnyah, 2013).

Menurut Rukmono (2013), ada beberapa pemeriksaan penunjangyang dapat


dilakukan pada pasien prematur dengan keadaan klinis gawat napas seperti
pemeriksaan darah tepi dengan hitung jenis, pengukuran glukosa secara serial,

elektrolit, pengukuran bilirubin serial, analisa gas darah bila kecurigaan distres
pernapasan dan CRP atau kultur biakan jika diperlukan.1 Pemeriksaan penunjang
tersebut bertujuan untuk mengetahui penyebab terjadinya gawat napas pada
neonatus. Pada By.N dengan keadaan klinis adanya gawat napas yaitu apneu,
sianosis, kesulitan bernafas (gasping), dan retraksi dada yang berat sudah
dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai pemeriksaan awal antara lain
pemeriksaan darah untuk skrining sepsis,termasuk pemeriksaan darah rutin,
hitung jenis,C-reactiveprotein. Evaluasi gawat napas juga dapat dilakukan dengan
menggunakan skor Down. Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien ini masih
belum lengkap karena belum dilakukan pemeriksaan analisa gas darah, kultur
darah dan tidak dilakukan pemeriksaan glukosa serial.
Penatalaksanaan respiratory distress pada neonatus secara umum, yaitu rawat di
inkubator untuk mempertahankan suhu tubuh (aksila 36-37C), oksigenasi untuk
mempertahankan saturasi oksigen 95-98% dengan metode Continous Positive
Airway Pressure (CPAP) (Rukmono, 2013), puasa per oral dan berikan cairan
parenteral dengan dekstrosa 10% mulai 60 ml/kg/hari, serta berikan antibiotika
dan septic work up sampai terbukti bukan sepsis.
Tatalaksana pernapasan dilakukan berupa penggunaan Continous Positive Airway
Pressure (CPAP).Continous Positive Airway Pressure (CPAP) merupakan suatu
alat yang sederhana dan efektif untuk mempertahankan tekanan positif pada
saluran nafas neonatus selama pernafasan spontan.Penatalaksanaan pada pasien
dengan penggunaan CPAP, karena pada neonatus tersebut mengalami retraksi
napas, merintih, dan sempat mengalami apneu. Hal tersebut merupakan kriteria
indikasi pemasangan CPAP yang meliputi frekuensi nafas > 60 kali permenit,
merintih dalam derajat sedang sampai parah, retraksi nafas, saturasi oksigen <93%
(preduktal), kebutuhan oksigen > 60%, sering mengalami apneu dan semua bayi
cukup bulan atau kurang bulan, yang menunjukkan salah satu kriteria tersebut
diatas, harus dipertimbangkan untuk menggunakan CPAP. Pada pasien By.N
dilakukan pemasangan CPAP, dengan FiO2 55% PEEP 7

B (Blood Pressure)
Pada bayi bisa terjadi syok akibat ganggunan perfusi dan oksigenasi
organ.Penyebab tersering pada neonatus adalah kehilangan darah saat persalinan,
kehilangan darah setelah lahir dan dehidrasi.Neonatus harus dicegah agar tidak
syok, gejala dini syok merupakan gangguan nafas, bayi dengan gangguan nafas
harus dipikirkan kemungkinan terjadinya insufisiensi sirulasi.(Firmasnyah, 2013).
Pada pasien ini, pemantauan tekanan darah tidak dilakukan.

L (Laboratory)
Perawatan pasca resusitasi selanjutnya adalah pemeriksaan laboratorium untuk
mencari

kemungkinanan

beresiko.Faktor

tersering

infeksi.Perlu
berupa

KPD

dilakukan
>18

juga

jam,

ibu

pada

bayi

dengan

yang

riwayat

korioamnionitis, ibu infeksi menjelang persalinan. Sehingga, pemeriksaan


laboratorium untuk neonatus yang perlu dilakukan adalah hitung jenis, jumlah
leukosit, IT ratio, trombosit, kultur darah, gula darah, dan analisa gas darah
(Firmansyah, 2013)

Pada pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan pemeriksaan


imunologi dan serologi.Hasil pemeriksaan pada pasien ini menunjukan hasil yang
normal.
E (Emotional Support)
Karena kelahiran anak merupakan sesuatu yang dinanti dan membahagiakan. Bila
kondisi tidak seperti yang diharapkan akan mengganggu emosi. Orangtua
biasanya akan memiliki perasaan bersalah, menyangkal, marah, tidak percaya,
merasa gagal, takut, saling menyalahkan, depresi. Maka, dukungan emosi
terhadap orangtua atau keluarga bayi sangat penting.Seperti memberikan ibu dan
ayah kesempatan untuk melihat bayinya dan kontak dengan bayi atau mengambil

gambar dan video bayinya.Serta memberikan ASI kepada bayinya dengan


melakukan pompa dan mengirim ASI kepada bayinya (Firmansyah, 2013).
Pada pasien ini terjadi asfiksia berat diduga karena adanya sindrrome aspirasi
meconium, dimana syndrome aspirasi meconium ini dapat ditegakkan
berdasarkan keadaan berikut:

Sebelum bayi lahir, alat pemantau janin menunjukkan bradikardia (denyut

jantung yang lambat)


Ketika lahir, cairan ketuban mengandung mekonium (berwarna kehijauan)
Bayi memiliki nilai Apgar yang rendah.
Dengan bantuan laringoskopi, pita suara tampak berwana kehijauan.
Dengan bantuan stetoskop, terdengar suara pernafasan yang abnormal

(ronki kasar).
Pemeriksaan lainnya yang biasanya dilakukan: (1) Analisa gas darah
(menunjukkan kadar pH yang rendah, penurunan pO2 dan peningkatan
pCO2); (2) Rontgen dada (menunjukkan adanya bercakan di paru-paru).

Pada pasien ini terdapat meconium pada ketuban, nilai apgar yang rendah serta
kesan pada pemeriksaan rontgen thorak menunjang adanya meconium aspirasi
sindrome, namun tidak dilakukan pemeriksaan dengan laringoskopi serta
pemeriksaan analisa gas darah.
Pedoman penatalaksanaan bayi yang terpapar mekonium menurut The American
Academy of Pediatrics Neonatal Resuscitation Program (NRP) Steering
Committee adalah sebagai berikut:

Jika bayi tidak bugar (didefinisikan sebagai kondisi tonus otot yang lemah
dan usaha napas yang kurang maupun tidak ada): suction trakea langsung
setelah kelahiran. Suction dilakukan selama tidak lebih dari 5 detik. Jika
tidak didapatkan cairan mekonial, jangan ulangi intubasi dan suction.
Sebaliknya, jika didapatkan cairan mekonial tanpa adanya bradikardi,
lakukan reintubasi dan suction. Jika bradikardi, lakukan ventilasi tekanan

positif dan rencanakan suction ulang setelah beberapa waktu.


Jika bayi bugar (didefinisikan sebagai kondisi usaha napas yang cukup,
menangis, tonus otot cukup, dan warna kulit yang baik): bersihkan sekresi

dan mekonium dari mulut lalu hidung menggunakan bulb syringe atau
selang suction yang besar. Pada kondisi apapun, langkah-langkah
resusitasi berikutnya harus mencakup: pengeringan, reposisi, dan
pemberian oksigen sesuai kebutuhan.
Pada pasien ini hanya dilakukan suction, dimana didapatkan mekonium pada hasil
suction. Namun pada pasien ini tidak dilakukan intubasi sehingga menurut kami
penatalaksaan tidak sesuai dengan prosedur The American Academy of Pediatrics
Neonatal Resuscitation Program (NRP) Steering Committee.
Pada pasien, tatalaksana pengosongan isi lambung untuk menghindari aspirasi
telah dilakukan dengan pemasangan Orogastric tube (OGT).Orogastric tube
(OGT) merupakan selang kecil dan panjang yang dimasukkan melalui mulut yang
turun ke tenggorokan langsung ke lambung. Terdapat dua jenis OGT yaitu wide
boar yang terbuat dari PVC untuk penggunaan jangka pendek dan fine bore yang
terbuat dari silikon atau poliuretan untuk penggunaan jangka panjang (4-6
minggu).OGT yang telah terpasang ternyata memiliki residu, sehingga neonatus
tersebut dicurigai memiliki refluks gastroesofageal.Refluks gastroesofageal pada
neonatus dapat terjadi karena waktu pengosongan lambung yang cukup lama,
ditambah dengan masih lemahnya Lower Esophagus Sphincter (LES).Pada
keadaan ini dapat dilakukan pemberian proton pump inhibitor atau H2 reseptor
antagonis untuk mengurangi terjadinya gastroesophagel reflux pada pasien
ini.Selain itu, salah satu efek samping dari obat aminofilin yang diberikan pada
neonatus adalah efek pada saluran cerna yang dapat meningkatkan sekresi asam
lambung.Pemberian terapi tambahan berupa omeprazole pada pasien ini dapat
mengurangi efek samping dari penggunaan obat aminofilin.Adapun mekanisme
kerja dari obat omeprazole yaitu menghambat kerja dari enzim H+/K+ATPase
(pompa proton) sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung tersebut. 5Pada
bayi Ny. N telah diberikan terapi Omeprazole dengan dosis 2,8mg/ 12 jam, hal ini
kami nilai masih kurang tepat karena pemberian dosis omeprazol yang
direkomendasikan pada pasien kurang dari 2 tahun adalah 0,7 mg/kgBB/hari
sehingga dosis seharusnya diberikan adalah 2,8 mg/hari.

Pada By. Ny N diberikan terapi antibiotik menggunakan meropenem. Meropenem


merupakan golongan karbapenem memiliki spektrum yang luas dengan aktivitas
yang baik terhadap bakteri batang gram-negatif, termasuk P. Aeruginosa,
organisme gram-postif dan anaerob. Karbapenem bekerja aktif terhadap
kebanyakan

galur

pneumokokus

yang

sangat

resisten

terhadap

penisilin.Karbapenem merupakan antibiotik beta-laktam yang menjadi terapi


pilihan dalam infeksi enterobakter karena resisten terhadap destruksi betalaktamase yang dihasilkan oleh enterobakter.Selain itu meropenem juga
merupakan terapi efektif pada pasien neutropenik yang mengalami demam. Efek
samping karbapanem yang paling sering terjadi adalah mual, muntah, diare, ruam
kulit, dan reaksi pada tempat infus.6Pada bayi Ny. N telah diberikan terapi
Meronem dengan dosis 120mg/8jam, hal ini kami nilai kurang tepat karena
menurut Rukmono (2013) dosis yang diberikan obat Meronem 25mg/kgbb/dosis
tiap 12 jam, sehingga semestinya diberikan 100mg/12jam.
Pada pasien ini diberikan aminofilin Loading 24mg dan maintenance
10mg/12jam. Aminofilin memiliki efek merangsang pusat napas dengan
meningkatkan

kepekaan terhadap CO2,

meningkatkan

frekuensi

napas,

menyebabkan relaksasi otot termasuk otot polos bronkus, menurunkan hipoksia


akibat depresi napas, meningkatkan aktivitas diafragma. Untuk pemberian
aminofilin sudah sesuai dengan dosis, dimana dosis loading 6mg/kg
sedangankan

dosis

maintenance

untuk

bayi

usia<7hari

diberikan

2,5mg/kg/12jam.
Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan IVFD D 10%. Nutrisi neonatus
diberikan dari cairan yang diperhitungkan dari factor lingkungan, penyakit
penyerta dan GIR (glucose in requiment)/ normal glukosa yang diperlukan
(Rukmono, 2013).
Pemberian cairan hari ke-1 pada neonatus ini sudah tepat karena pemberian
kebutuhan cairan neonatus dengan BB >2500 gr pada hari ke-1 adalah
90cc/kgBB/hari. Cairan yang dapat diberikan berupa glukosa 10%, kebutuhan

cairan neonatus hari ke 1 adalah 4kg x 90cc/hari =360 cc/hari . Yang terdiri dari
kebutuhan Ca glukonas 1x 4 = 4 cc, Rate didapatkan (356)/24 = 14,8cc. GIR =
(rate x glukosa)/(6 x BB)= (14,8 x 10)/(6 x 4)= 6,1 Pemberian glukosa pada
neonatus diperhitungkan pada kisaran nilai GIR 6-8 untuk mencegah
hipoglikemia.
Pemberian cairan hari ke-2 pada neonatus ini kurang tepat karena pemberian
kebutuhan cairan neonatus dengan BB >2500 gr pada hari ke-2 adalah
90cc/kgBB/hari, namun didapatkan GIR dibawah kisaran normal. Cairan yang
dapat diberikan berupa glukosa 10%, kebutuhan cairan neonatus berupa D10%
hari ke 2 adalah 4kg x 90cc/hari =360 cc/hari . Dengan kebutuhan Ca glukonas 1
x 4 = 4 cc, amino steril infant 16,7x0,5x4= 33cc, Kcl 1x4=4 cc, Nacl 4x4=16cc.
Rate didapatkan (303)/24 = 12,6 cc. GIR = (rate x glukosa)/(6 x BB)= (12,6 x
10)/(6 x 4)= 5,25.
Pemberian cairan hari ke-3 pada neonatus ini masih sudah tepat karena pemberian
kebutuhan cairan neonatus dengan BB >2500 gr pada hari ke-3 adalah
120cc/kgBB/hari. Cairan yang dapat diberikan berupa glukosa 10%, kebutuhan
cairan neonatus berupa D10% hari ke 3 adalah 4kg x 120cc/hari =480 cc/hari .
Dengan kebutuhan Ca glukonas 1 x 4 = 4 cc, amino steril infant 16,7x1x4= 66cc,
Kcl 1x4=4 cc, Nacl 4x4=16cc. Rate didapatkan (389)/24 = 16,2 cc. GIR = (rate x
glukosa)/(6 x BB)= (16,2 x 10)/(6 x 4)= 6,75.
Pemberian cairan hari ke-4 pada neonatus ini masih sudah tepat karena pemberian
kebutuhan cairan neonatus dengan BB >2500 gr pada hari ke-4 adalah
120cc/kgBB/hari. Cairan yang dapat diberikan berupa glukosa 10%, kebutuhan
cairan neonatus berupa D10% hari ke 4 adalah 4kg x 120cc/hari =480 cc/hari .
Dengan kebutuhan Ca glukonas 1 x 4 = 4 cc, amino steril infant 16,7x1,5x4=
100cc, Kcl 1x4=4 cc, Nacl 4x4=16cc. Rate didapatkan (356)/24 = 14,8 cc. GIR =
(rate x glukosa)/(6 x BB)= (14,8 x 10)/(6 x 4)= 6,1.

Pemberian cairan hari ke-5 pada neonatus ini masih sudah tepat karena pemberian
kebutuhan cairan neonatus dengan BB >2500 gr pada hari ke-5 adalah
140cc/kgBB/hari. Cairan yang dapat diberikan berupa glukosa 10%, kebutuhan
cairan neonatus berupa D10% hari ke 5 adalah 4kg x 140cc/hari =560 cc/hari.
Namun kebutuhan cairan dikurangi minum yaitu 40cc/hari, sehingga kebutuhan
cairan 520cc/hari. Dengan kebutuhan Ca glukonas 1 x 4 = 4 cc, amino steril infant
16,7x2x4= 133cc, Kcl 1x4=4 cc, Nacl 4x4=16cc. Rate didapatkan (363)/24 =
15,1 cc. GIR = (rate x glukosa)/(6 x BB)= (15,1 x 10)/(6 x 4)= 6,25.
Pemberian cairan hari ke-6 pada neonatus ini masih sudah tepat karena pemberian
kebutuhan cairan neonatus dengan BB >2500 gr pada hari ke-6 adalah
150cc/kgBB/hari. Cairan yang dapat diberikan berupa glukosa 10%, kebutuhan
cairan neonatus berupa D10% hari ke 6 adalah 4kg x 150cc/hari =600 cc/hari.
Namun kebutuhan cairan dikurangi minum yaitu 80cc/hari, sehingga kebutuhan
cairan 520cc/hari. Dengan kebutuhan Ca glukonas 1 x 4 = 4 cc, amino steril infant
16,7x2x4= 133cc, Kcl 1x4=4 cc, Nacl 4x4=16cc. Rate didapatkan (363)/24 =
15,1 cc. GIR = (rate x glukosa)/(6 x BB)= (15,1 x 10)/(6 x 4)= 6,25.
Pemberian cairan hari ke-7 pada neonatus ini masih sudah tepat karena pemberian
kebutuhan cairan neonatus dengan BB >2500 gr pada hari ke-7 adalah
150cc/kgBB/hari. Cairan yang dapat diberikan berupa glukosa 10%, kebutuhan
cairan neonatus berupa D10% hari ke 7 adalah 4kg x 150cc/hari =600 cc/hari.
Namun kebutuhan cairan dikurangi minum yaitu 80cc/hari, sehingga kebutuhan
cairan 520cc/hari. Dengan kebutuhan Ca glukonas 1 x 4 = 4 cc, amino steril infant
16,7x2x4= 133cc, Kcl 1x4=4 cc, Nacl 4x4=16cc. Rate didapatkan (363)/24 =
15,1 cc. GIR = (rate x glukosa)/(6 x BB)= (15,1 x 10)/(6 x 4)= 6,25.
Pemberian cairan hari ke-8 pada neonatus ini masih sudah tepat karena pemberian
kebutuhan cairan neonatus dengan BB >2500 gr pada hari ke-8 adalah
160cc/kgBB/hari. Cairan yang dapat diberikan berupa glukosa 10%, kebutuhan
cairan neonatus berupa D10% hari ke 8 adalah 4kg x 160cc/hari =640 cc/hari.
Namun kebutuhan cairan dikurangi minum yaitu 120cc/hari, sehingga kebutuhan

cairan 520cc/hari. Dengan kebutuhan Ca glukonas 1 x 4 = 4 cc, amino steril infant


16,7x2x4= 133cc, Kcl 1x4=4 cc, Nacl 4x4=16cc. Rate didapatkan (363)/24 =
15,1 cc. GIR = (rate x glukosa)/(6 x BB)= (15,1 x 10)/(6 x 4)= 6,25.
Menurut Carlo (2011), sangatlah penting untuk menjaga agar tidak terjadi aspirasi
pada saat proses pemberian minum. Tidak ada metode khusus mengenai cara
menghindari terjadinya aspirasi pada saat memberi minum. Memberi makan
secara oral harus diberhentikan pada bayi dengan respiratory distress, hipoksia,
gangguan sirkulasi, dan imaturitas. Bayi-bayi dengan risiko tinggi seperti ini
membutuhkan nutrisi parenteral. Menurut Rukmono (2013), pemberian susu pada
bayi dengan berat >2500 gram dimulai 10 cc dengan interval tiga jam, kemudian
dinaikkan bertahap ditambah 5cc sampai 10cc.
Pada kasus ini, pemberian susu pada By. N sudah tepat. Hal ini sudah sesuai
menurut

Guideline pemberian susu dimana By. N hanya diberikan minum

sebanyak 10cc/3jam, dan dinaikkan bertahap, kemudian diberikan hingga fullfeed


yaitu 25cc/ 3 jam.

Anda mungkin juga menyukai