Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Gangguan panik adalah kalainan medis berupa serangan panik
yang berulang dan tidak disebabkan oleh penggunaan obat atau gangguan
jiwa lain dengan puncaknya adalah perasaan takut, perasaan tidak aman
yang ekstrim, curiga, dan khawatir yang berlebihan (Suparihastuti, 2010).
Gangguan panik merupakan gangguan jiwa yang sering ditemui oleh
kebanyakan masyarakat umum. Lebih dari 30 juta orang di Amerika
Serikat menderita gangguan jiwa ini. Data epidemiologi menunjukkan
prevalensinya pada wanita lebih besar 2-3 kali dibandingkan pada laki-laki
(Andri, 2012). Prevalensi sepanjang hidup untuk gangguan panik yaitu
1,5% sampai 5% (Suparihastuti, 2010). Menurut hasil penelitian, angka
gangguan panik pada lansia yang berusia 65 tahun atau lebih selama satu
bulan sebanyak 1% (Wiyono & Widodo, 2010). Onset gangguan panik
biasanya selama masa remaja akhir atau masa dewasa awal, namun onset
selama masa kanak-kanak, remaja awal, usia pertengahan dan lansia dapat
terjadi (Suparihastuti, 2010).
Gangguan cemas panik diawali serangan panik yang terjadi
beberapa kali dalam satu hari. Kondisi gangguan cemas panik sering
disalahartikan sebagai suatu kondisi sakit fisik. Penyebabnya yaitu gejalagejala pada gangguan cemas panik seperti gejala fisik terutama yang
melibatkan sistem saraf autonom, baik simpatis dan parasimpatis.
Biasanya pasien dengan gangguan ini akan datang ke dokter non-spesialis
psikiatri terlebih dahulu (Andri, 2012). Gangguan cemas panic merupakan
salah satu masalah kegawatdaruratan psikiatri yang memerlukan intervensi
psikiatri. Serangan panic adalah suatu episode yang ekstrim dimana
episode kecemasan yang cepat, intens, dan meningkat yang berlangsung
15 sampai 30 menit (Astuti, 2013).
Menurut DSM-IV, kriteria diagnosis gangguan panik harus
dibuktikan dengan adanya serangan panik yang berkaitan dengan
kecemasan persisten berdurasi lebih dari 1 bulan terhadap: serangan panik
baru, konsekuensi serangan, atau terjadi perubahan perilaku yang

signifikan berhubungan dengan serangan. Selain itu untuk mendiagnosis


serangan panik, kita harus menemukan minimal 4 gejala dari 13 gejala
yaitu pusing, merasa kehilangan control, takut mati, terasa tercekik,
palpitasi, nyeri dada, sesak, mual, gemetar. Panas dikulit, menggigil, mati
rasa, depersonalisasi (Astuti, 2013).
B.

Tujuan
Tujuan

dari pemaparan materi ini yaitu untuk mengatahui

pengertian gangguan panik, etiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan


dan proses keperawatan untuk gangguan panic.

BAB II

ISI
A. Definisi
Gangguan panik merupakan suatu kelainan berupa serangan yang
berulang dan tidak disebabkan oleh penggunaan zat atau obat atau
gangguan jiwa lain dengan puncaknya berupa perasaan takut, perasaan
tidak aman yang ekstrim, curiga dan khawatir yang berlebihan
(Suparihastuti, 2010).
B. Etiologi
1. Faktor biologis
Gejala gangguan panik disebabkan oleh berbagai kelainan biologis
di dalam struktur dan fungsi otak. System saraf otonomik pada
beberapa pasien gangguan panik telah dilaporkan menunjukan
peningkatan tonus simpatik, beradaptasi secara lambat terhadap stimuli
yang sedang dan berespon secara berlebihan terhadap stimuli yang
sedang. Sistem neurotransmitter utama ayang terlibat adalah
norepinefrin, serotonin , dan gamma aminobutyric acid ( GABA )
2. Faktor psikososial
Teori kognitif perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu
respon yang dipelajari baik dari perilaku modeling orang tua
3. Faktor genetika
Gangguan panik dapat diwariskan secara genetik. pada kembar
monozigot, terdapat 31 % kemungkinan bahwa salah satu kembar
tersebut akan mengalami gangguan panik jika yang lain mengalaminya
(Sheila,2008).
C. Manifestasi Klinis
Serangan panik berulang merupakan episode intermiten tingkat
ansietas atau rasa takut paling tinggi yang berlangsung 15 sampai 30
menit, disertai empat atau lebih gejala berikut ( Sheila,2008) :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

frekuensi jantung cepat, dan jantung berdegup keras


berkeringat
gemetar, mengigil serta merasa tidak mampu bernafas
merasa tersedak
nyeri dada
mual atau distress gastrointestinal
pusing
merasa segala sesuatu tidak nyata (derealisasi) atau merasa terpisah

9.

dari diri sendiri


khawatir menjadi gila atau kehilangan kendali

10.
11.
12.
13.

takut akan segera meninggal


kesemutan atau baal pada tubuh
hotflash, kedinginan sampai menggigil
khawatir akan berulangnya serangan panic, dengan menghindari

tempat atau orang yang membuat serangan panik muncul.


D. Penatalaksanaan
1. Psikoterapi
Terapi yang diberikan pada klien dengan gangguan panik adalah
Cognitif Behaviour Therapy (CBT) karena memiliki efikasi yang lebih
tinggi dalam mengatasi gangguan panik dan biayanya lebih murah.
Selain itu, tingkat drop out dan relaps juga lebih rendah jika
dibandingkan dengan terapi farmakologi.
Terdapat beberapa beberapa metode CBT

diantaranya adalah

metode restrukturisasi, terapi relaksasi, terapi bernapas, dan terapi


interocepative.
a. Terapi restrukturisasi dilakukan dengan merestrukturisasi isi
pikiran klien dengan cara mengganti semua pikiran pikiran
negatif yang dapat mengakibatkan perasaan tidak menyenangkan
yang dapat memicu serangan panik dengan pemikiran-pemikiran
positif.
b. Terapi relaksasi dan bernapas digunakan untuk membantu pasien
mengontrol kadar kecemasan dan mencegah hypocania ketika
serangan panik terjadi.
c. Terapi interocepative harus dilakukan dengan bantuan dokter di
suatu lingkungan yang terkontrol. Karena terapi ini dilakukan
dengan memberikan paparan yang dapat menstimulus serangan
panik pasien dengan cara meningkatkannya sedikit demi sedikit
2.

hingga pasien mengalami desensitasi terhadap stimulus tersebut.


Psikofarmaka
Terdapat 3 golongan besar obat yang dianjurkan untuk mengatasi
gangguan panik, yakni golongan Serotonin Selective Reuptake
Inhibitors (SSRI), trisiklik, dan Monoamine Oxidase Inhibitor
(MAOI). Sedangkan golongan benzodiazepin hingga saat ini masih
dianggap kontoversial dalam terapi gangguan panik.
a. Serotonin Selective Reuptake Inhibitors (SSRI) merupakan obat
psikotropik pertama yang dianggap memiliki desain obat
rasional, karena cara kerjanya benar-benar spesifik pada suatu

target biologi tertentu dan memberikan efek berdasarkan target


tersebut. SSRI bekerja dalam meningkatkan kadar serotonin di
ekstraselular

dengan

menghambat

pengambilan

kembali

serotonin ke dalam sel presinaptik sehingga ada lebih banyak


serotonin di celah sinaptik yang dapat berikatan dengan reseptor
sel post-sinaptik. Contoh obat golongan SSRI adalah Fluoxetine
(Prozac), Paroxetine (Paxil, Paxil CR), Sertraline (Zoloft),
Fluvoxamine (Luvox, Luvox CR), Citalopram (Celexa),
Escitalopram (Lexapro)
b. Trisiklik merupakan zat kimia heterosiklik yang awalnya
digunakan untuk mengatasi depersi. Trisiklik bekerja dengan
cara memblok transporter serotonin dan norepinephrine,
sehingga terjadi peningkatan neurotransmiter ekstraseluler
yang dapat bereaksi dalam proses neurotransmisi. Golongan
trisiklik tidak menyebabkan ketergantungan sehingga dapat
digunakan dalam jangka waktu yang lama. Contoh obat
golongan trisiklik adalah Imipramine (Tofranil, Tofranil-PM),
Desipramine (Norpramin), Clomipramine (Anafranil).
c. Monoamine oxidase inhibitors (MAOI) merupakan salah satu
jenis antidepresi yang dapat digunakan untuk mengatasi
gangguan panik. Pada masa lalu golongan ini digunakan untuk
mengatasi gangguan panik dan depresi yang sudah resisten
terhadap golongan trisiklik. MAOI bekerja dengan cara
menghambat aktivitas monoamine oxidase, sehingga ini dapat
mencegah pemecahan monoamine neurotransmitters dan
meningkatkan avaibilitasnya. Contoh obat MAOI adalah
Phenelzine (Nardil) dan Tranylcypromine (Parnate).
E. Proses Keperawatan
Aplikasi proses keperawatan gangguan panik menurut (Videbeck,
2008) yaitu sebagai berikut:
1. Pengkajian
a. Pikiran, afek, penilaian, dan perilaku motorik
Secara kognitif, individu merasa tidak nyata dan terpisah dari
dirinya sendiri, merasa takut kehilangan kendali atau menjadi gila,

merasa seperti ia akan meninggal, dan mengalami proses pikir


yang tidak teratur sementara waktu dengan hasil pikiran yang tidak
logis. Misalnya, seorang wanita muda

mengemudi dengan

kecepatan 55 mil/jam di jalan tol. Ia mengalami serangan panik


sampai mempercepat kendaraanya hingga 88 mil/jam sampai ia
melihat petugas karcis jalan tol kemudian berbelok untuk berhenti
di sebuah gedung kantor dan dengan histeris mencoba masuk ke
kantor yang terkunci tersebut karena yakin ia akan meninggal.
Biasanya selama serangan panik, individu berupaya melarikan diri
dari emosi yang berat dan respons fisiologis yang menakutkan.
Individu akan memperlihatkan respons flight yang merupakan ciri
ansietas tingkat panik.
b.

Konsep diri
Karena sangat takut akan mengalami serangan panik

berikutnya, individu mulai mengubah kehidupan sosial, pekerjaan,


serta kehidupan keluarganya. Individu biasanya menghindari
orang-orang, tempat, dan peristiwa yang berkaitan dengan
serangan panik sebelumnya. Misalnya, individu mungkin tidak
mau naik bus jika ia pernah mengalami serangan panik di dalam
bus. Walaupun upaya menghindari objek tidak menghentikan
serangan panik, perasaan tidak berdaya individu tersebut sangat
besar sehingga ia dapat mengambil langkah yang lebih drastis
untuk menghindari panik. Pada beberapa kasus, individu berdiam
diri di rumah.
2. Analisis data
Diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan pada klien
yang mengalami gangguan panik antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Resiko cidera
Ansietas
Ketakutan
Isolasi sosial
Gangguan harga diri
Ketidakefektifan koping individu
Ketidakberdayaan
Performa peran, perubahan

i.
Gangguan pola tidur
3. Identifikasi hasil
Hasil yang ingin dicapai bervariasi berdasarkan diagnosis
keperawatan yang dipilih. Misalnya, untuk gangguan pola tidur,
hasil yang ingin dicapai yaitu klien dapat tidur sepanjang malam
tanpa terjaga. Contoh lain hasil yang tepat untuk gangguan panik
adalah:
a. Klien tidak akan menciderai diri sendiri atau orang lain
b. Klien akan berkomunikasi dengan efektif
c. Klien akan memperlihatkan penggunaan mekanisme koping
yang efektif
d. Klien akan menyampaikan pengetahuan tentang gangguan

4.

panik
e. Klien akan mengungkapkan rasa pengendalian diri
Intervensi
a. Meningkatkan keamanan dan kenyamanan
Tindakan pertama yang dilakukan perawat

adalah

menyediakan lingkungan yang aman dan memastikan privasi


klien. Lingkungan yang aman atau tenang dapat mengurang
ansietas dan memberi privasi pada klien. Perawat juga harus
tetap bersama klien untuk membantu menenangkan, dan
mengkaji perilaku dan kekhawatiran klien.
b. Hubungan terapeutik dan komunikasi terapeutik
Untuk membangun hubungan yang terapeutik, perawat
menggunakan

keterampilan

komunikasi

terapeutik

komunikasi harus sederhana dan tenang karena klien yang


mengalami ansietas berat tidak dapat mempertahankan pesan
yang panjang dan klien.
c. Penyuluhan klien dan keluarga
Penyuluhan dilakukan berkaitan dengan tindakan yang
harus dilakukan ketika gangguan panik datang. Misalnya,
perawat dapat mengajarkan teknik relaksasi kepada klien untuk
5.

digunakan ketika ia mengalami stress atau panik.


Evaluasi
Evaluasi terapi gangguan panik didasarkan pada hal-hal berikut:
a. Apakah klien memahami program pengobatan dan apakah
klien berkomitmen untuk mematuhinya?

b. Apakah frekuensi atau intensitas episode panik berkurang?


c. Apakah klien memahami berbagai metode koping dan kapan
harus menggunakannya?
d. Apakah klien yakin bahwa kualitas hidupnya memuaskan?

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Gangguan panik merupakan suatu kelainan berupa perasaan takut,
perasaan tidak aman yang ekstrim, curiga dan khawatir yang berlebihan dan tidak
disebabkan oleh penggunaan zat atau obat atau gangguan jiwa lain. Penyebab dari
gangguan panik antara lain kelainan biologis di dalam struktur dan fungsi otak,
serta respon yang dipelajari baik dari perilaku modeling orang tua. Gangguan
panik juga dapat diturunkan. Tanda tanda dari gangguan panik diantaranya
frekuensi jantung cepat, dan jantung berdegup keras, berkeringat, gemetar,
mengigil serta merasa tidak mampu bernafas, merasa tersedak, nyeri dada dan
pusing. Penatalaksanaan dari gangguan panik ini dapat melalui terapi psikoterapi
dan psikofarmaka.

DAFTAR PUSTAKA
Andri. (2012). Tata Laksana Komprehensif Pada Gangguan Panik:Tinjauan Kasus.
CDK-193 vol. 39 no. 5 , 358-362.
Astuti, R. T. (2013). Peningkatan Kemampuan Manajemen Kedaruratan
Psikiatrik: Panik bagi Perawat Jiwa di RS Jiwa Gracia Yogyakarta.
Prosinding Konferensi Nasional PPNI Jawa Tengah , 41-43.

Ham P, Waters DB, Oliver N.2005. Treatment of Panic Disorder. Jurnal Am. Fam.
Physician.71-75 (4).
Suparihastuti, R. 2010. Faktor-faktor yang mempengaruhi KEJADIAN
GANGGUAN PANIK di Poliklinik Jiwa RSUP Fatmawati periode
Juli Desember 2010. Jakarta : Universitas Pembangunan Nasional
Veteran
Videbeck, Sheila L.(2008).Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta:EGC
Wiyono, w., & Widodo, a. (2010). Hubungan antara Tingkat Kecemasan dengan
Kecenderungan Insomnia pada Lansia di Panti Wredha Dharma
Bhakti Surakarta. Berita Ilmu Keperawatan ISSN 1979-2697, Vol. 2.
No. 2 , 87-92.

Anda mungkin juga menyukai