Anda di halaman 1dari 20

ULKUS KORNEA

I.

PENDAHULUAN
Ulkus (tukak) kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea

akibat kematian jaringan.(1) Ulkus kornea biasanya merupakan ulkus infeksi akibat
kerusakan pada epitel.(2,3) Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak
ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang.
Ulkus terbagi kepada dua bentuk yaitu ulkus kornea sentral dan ulkus kornea
marginal atau perifer. (1)
Ulkus kornea dapat disebabkan oleh infeksi dari bakteri, viral atau fungi.
Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan

(1,2)

yang tepat dan cepat untuk

mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi seperti desmetokel, perforasi,


endoftalmitis, bahkan kebutaan. Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah
penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan
gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya
ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai. (1,3)
II.

EPIDEMIOLOGI
Insiden ulkus kornea sekitar 25.000 orang per tahun yang pada umumnya

diawali dengan keratitis. Angka kejadian ulkus kornea pada penderita yang
menggunakan lensa kontak sekitar 4 kejadian per 10.000 pengguna lensa kontak. (4,5)
Ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, infeksi dan
kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya. Berbagai mikroorganisme dapat
menimbulkan penyakit ini, diantaranya adalah bakteri, jamur, virus.(2,5)
Penelitian di United Kingdom melaporkan beberapa faktor yang berkaitan
dengan meningkatnya resiko terjadinya invasi pada kornea, penggunaan lensa kontak
yang lama, laki-laki, merokok dan akhir musim sejuk (Maret-Juli). Dari penelitian
juga didapatkan insiden terjadinya ulkus kornea meningkat sampai delapan kali lipat
pada mereka yang tidur sambil memakai lensa kontak dibanding dengan mereka yang
memakai lensa kontak hanya ketika waktu bekerja.(4)

10

Ulkus kornea dapat mengenai semua umur. Kelompok dengan prevalensi


penyakit yang lebih tinggi adalah mereka dengan faktor resiko. Kelompok pertama
yang berusia di bawah 30 tahun adalah mereka yang memakai lensa kontak dan atau
dengan trauma okuler, dan kelompok kedua yang berusia di atas 50 tahun adalah
mereka yang mungkin menjalani operasi.(4)
III.

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 1. Lapisan- lapisan kornea (6)


Kornea merupakan suatu jaringan yang transparan dan avaskuler, dengan
ukuran diameter horizontal 11 12

mm dan

ukuran diameter vertikal 10

11 mm. Indeks bias dari kornea adalah 1,376 walaupun indeks bias 1,3775 yang
digunakan pada kalibrasi keratometer yang berfungsi untuk menghitung kekuatan
optik dari kurvatura anterior dan posterior dari kornea. Kornea menyumbangkan 74%
atau 43,25 D dari total 58,6 D kekuatan yang dimiliki oleh mata normal. Kornea juga
merupakan sumber astigmatisme pada sistem optik. Untuk kebutuhan nutrisinya,
kornea bergantung pada difusi glukosa dari humor akuos dan oksigen yang berdifusi
melalui air mata. Sebagai tambahan, kornea perifer mendapat suplai oksigen dari
sirkulasi limbus. (6)
Kornea dalam bahasa latin cornum artinya seperti tanduk, merupakan selaput
bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan
yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas: (1,6)
11

1. Epitel

Terdiri atas 5 lapis sel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih, satu lapis
sel basal, sel polygonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis
sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin
maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal
disampingnya dan sel poliglonal di depannya melalui desmosom dan macula
okluden, ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang
merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat
erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menyebabkan erosi rekuren. Epitel
berasal dari permukaan ektoderm.

2. Membran Bowman

Terletak dibawah membran basal epitel kornea. Lapisan ini mengandung


kolagen

yang

brserat

yang

tersusun

tidak

teratur, dimana

terjadi

penggabungan pada lapisan stroma , membran bowman berada pada daerah


transisi yaitu dari kolagen yang berserat menyerupai oblik berubah menjadi
bentuk kolagen menyerupai lamelar pada lapisan stroma kornea bagian
superfisialis. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Stroma

Lapisan ini terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar
satu dengan yang lainnya, pada permukaan epitel terlihat anyaman yang
teratur sedang di perifer serat bagian ini bercabang. Diantara lamelar tersebar .
fibrosit (keratosit). Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan
fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma kornea.

4. Membran Descement

Merupakan membran aselular, merupakan batas belakang stroma kornea


dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Lapisan ini berasal
dari endothelium, membran ini tipis pada saat bayi, kemudian berkembang
sesuai perkembangan usia. Bersifat sangat elastik dan berkembang terus
seumur hidup.

5. Endotel
Bagian ini merupakan lapisan terbawah dari kornea. Berasal dari mesotelium,
berlapis satu, bentuk heksagonal. Sel endotel menghasilkan mitokondria, sel12

sel saling bersatu membentuk desmosom dan zonula okluden oklud dan
menghasilkan cairan dari stroma kornea. Endotel melekat pada membran
dessemet melalui hemidesmosom dan zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke
stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya.
Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir
saraf. Sensasi dingin oleh Bulbus Krause ditemukan pada daerah limbus. (1)
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas
cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform,
avaskuler dan deturgesens. Deturgesens, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan
kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi
sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme
dehidrasi, dan cedera kimiawi atw fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera
pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya
sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal
sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi.
Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat film air mata menjadi
hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air
dari stroma kornea superficial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi. (3)
IV.

ETIOLOGI
Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditemukan oleh adanya

kolegenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Penyebab ulkus kornea
adalah bakteri, jamur, dan virus.(1,4).
Banyak bakteri yang bisa menyebabkan uklus kornea, namun bakteri
kelompok Stapylococcus sp., Streptococcus sp. dan Moraxella sp. adalah yang paling
sering dilaporkan di Amerika Syarikat. Kebanyakan ulkus kornea adalah tipe sentral,
namun kadang-kadang bisa mengenai bagian perifer dari kornea (ulkus marginal). (4)

13

Pada ulkus jamur kebanyakan disebabkan oleh Candida, Fusarium,


Aspergillus, penicillium, Cephalosporin dan spesies mycosis fungoides.(4)
Untuk kausa virus, Herpes simplex virus (HSV) adalah yang paling banyak
menyebabkan ulkus kornea di Amerika Syarikat. Walaupun tidak selalunya ada, tanda
klasik dari infeksi HSV adalah ulkus berbentuk dendritik yang bercabang.(4)
V.

PATOGENESIS DAN PATOLOGI


Apabila kerusakan atau cedera pada epithelium telah dimasuki oleh agen-agen

asing, terjadilah sekuel perubahan patologik yang muncul saat perkembangan ulkus
kornea dan proses ini dapat dideskripsikan dalam empat stadium, yaitu infiltrasi,
ulkus aktif, regresi, dan sikatrik. Hasil akhir dari ulkus kornea tergantung kepada
virulensi agen infektif, mekanisme daya tahan tubuh, dan terapi yang diberikan.
Bergantung kepada tiga faktor tersebut, maka ulkus kornea dapat menjadi : (7)
a. ulkus terlokalisir dan sembuh
b. penetrasi lebih dalam sampai dapat terjadi perforasi, atau
c. menyebar secara cepat pada seluruh kornea dalam bentuk ulkus kornea.
A. Patologi Ulkus Kornea yang Terlokalisir
1. Stadium infiltrasi progresif. (7)
Karakteristik yang menonjol adalah infiltrasi dari polimorphonuklear dan/atau
limfosit ke epithelium dari suplementasi sirkulasi perifer melalui stroma jika jaringan
ini juga terkena. Nekrosis pada jaringan juga dapat terjadi, tergantung pada virulensi
agen dan ketahanan daya tahan tubuh pasien.

Gambar 2: Stadium infiltrasi progresif (7)


2. Stadium ulkus aktif. (7)
Ulkus aktif adalah suatu hasil dari nekrosis dan pelepasan epithelium. Lapisan
Bowman dan stroma. Dinding dari ulkus aktif membengkak pada lamella dengan

14

menginhibisi cairan dan sel-sel leukosit yang ada diantara lapisan bowman dan
stroma. Zona infiltrasi memberikan jarak antara jaringan sekitar dan tepi ulkus. Pada
stadium ini, sisi dan dasar ulkus tampak infiltrasi keabu-abuan dan pengelupasan.
Pada stadium ini, akan menimbulkan hiperemia pada pembuluh darah jaringan
circumcorneal yang menimbulkan eksudat purulen pada kornea. Muncul juga
kongesti vaskular pada iris dan badan silier dan beberapa derajat iritis yang
disebabkan oleh absorbsi toksin dari ulkus. Eksudasi menuju kamera okuli anterior
melalui pembuluh darah iris dan badan silier dapat menimbulkan hipopion. Ulserasi
mungkin terjadi kemajuan dengan penyebaran ke lateral yang ditunjukkan pada ulkus
superfisial difus atau kemajuan itu lebih ke arah dalam dan dapat menyebabkan
pembentukan desmetocele dan dapat menyebabkan perforasi. Bila agen infeksius
sangat virulen dan/atau daya tahan tubuh menurun maka dapat penetrasi ke tempat
yang lebih dalam pada stadium ulkus aktif.

Gambar

3: Stadium
ulkus aktif (7)

3. Stadium regresi. (7)


Regresi dipicu oleh daya tahan tubuh natural (produksi antibodi dan immune
selular) dan terapi yang dapat respon yang baik. Garis demarkasi terbentuk
disekeliling ulkus, yang terdiri dari leukosit yang menetralisir dan phagosit yang
menghambat organisme dandebris sel nekrotik. Proses ini didukung oleh
vaskularisasi superfisial yang meningkatkan respon imun humoral dan sesuler. Ulkus
pada stadium ini mulai membaik dan epithelium mulai tumbuh pada sekeliling ulkus.

15

Gambar 4: Stadium regresi (7)


4. Stadium sikatrik. (7)
Stadium ini, proses penyembuhan berlanjut dengan semakin progresifnya
epithelisasi yang membentuk lapisan terluar secara permanen. Selain epithelium,
jaringan fibrous juga mengambil bagian dengan membentuk fibroblast pada kornea
dan sebagian sel endotelial untuk membentuk pembuluh darah baru. Stroma yang
menebal dan mengisi lapisan bawah epithelium , mendorong epithel ke anterior.
Derajat jaringan parut (scar) pada penyembuhan bervariasi. Jika ulkus sangat
superfisial dan hanya merusak epithelium saja, maka akan sembuh tanpa ada
kekaburan pada kornea pada ulkus tersebut. Bila ulkus mencapai lapisan Bowman
dan sebagian lamella stroma, jaringan parut yang terbentuk disebut dengan nebula.
Makula dan leukoma adalah hasil dari proses penyembuhan pada ulkus yang lebih
dari 1/3 stroma kornea.

Gambar 5: Stadium sikatrik. (7)


B. Patologi Ulkus Kornea yang Perforasi
Perforasi ulkus kornea dapat terjadi bila proses ulkus lebih dalam dan
mencapai membrana descement. Membran ini keluar sebagai descemetocele, (lihat
gambar 6). Pada stadium ini, tekanan yang meningkat pada pasien secara tiba-tiba
seperti batuk, bersin, mengejan, dan lain-lain akan menyebabkan perforasi, kebocoran
humor aqueous, tekanan intraokuler yang menurun dan diafragma iris-lensa akan
bergerak depan. Efek dari perforasi ini tergantung pada posisi dan ukuran perforasi.
Bila perforasi kecil dan bertentangan dengan tisu iris, dapat terjadi proses
penyembuhan dan pembentukan sikatrik yang cepat. Leukoma adheren adalah hasil
akhir setelah tejadinya cedera.

16

Gambar 6: Descemetocele (7)


VI.

JENIS-JENIS ULKUS KORNEA

A. Ulkus Kornea Tipe Sentral


Ulkus sentral biasanya merupakan ulkus infeksi akibat kerusakan pada epitel.
Lesi terletak di sentral, jauh dari limbus vaskuler. Hipopion biasanya (tidak selalu
menyertai ulkus). Hipopion adalah pengumpulan sel-sel radang yang tampak sebagai
lapis pucat dibagian bawah kamera anterior dan khas untuk ulkus kornea bakteri dan
jamur.(3)
Etiologi ulkus kornea sentral biasanya bakteri (Pseudomonas pneumokokkus,
moraxela liquefaciens, streptokokkus beta hemolitik), virus (herpes simpleks, herpes
zoster), jamur (Candida albicans, fusarium, sefalosporium dan aspergilus).(1)
Ulkus Kornea Pneumokokkus
Ulkus kornea pneumokokkus biasanya muncul 24-28 jam setelah inokulasi
pada kornea yang lecet. Infeksi ini secara khas menimbulkan sebuah ulkus berbatas
tegas warna kelabu yang cenderung menyebar secara tak teratur dari tempat infeksi
ke sentral kornea. Lapisan superficial kornea adalah yang pertama terlihat, kemudian
parenkim bagian dalam. Kornea sekitar ulkus sering bening. Biasanya ada hipopion.(3)

Gambar 7. Ulkus kornea akibat bakteri disertai hipopion. (6)


Ulkus Kornea Pseudomonas
Infeksi pseudomonas merupakan infeksi yang paling sering terjadi dan paling
berat dari infeksi kuman patogen gram negatif pada kornea. Kuman ini mengeluarkan
endotoksin dan sejumlah enzim ekstraselular.(1)
Diduga bahwa virulensi pseudomonas pada kornea berhubungan erat dengan
produksi intraselular calcium activated protease yang mampu membuat kerusakan
besar pada stroma kornea. Dahulu zat ini diduga kologenase, akan tetapi sekarang

17

disebut sebagai enzim proteoglycanolytic.(1)


Lesi ulkus yang disebabkan pseudomonas mulai di daerah sentral kornea
ulkus kornea sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea karena
pengaruh enzim proteolitik yang dihasilkan organisme ini. Meskipun pada awalnya
superficial, ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea. Umumnya terdapat hipopion
besar yang cenderung membesar dengan berkembangnya ulkus. Infiltrat dan eksudat
mungkin berwana hijau kebiruan. Ini akibat pigmen yang dihasilkan P.Aeruginosa.(1,3)

Gambar 8. Ulkus kornea akibat pseudomonas. (3)


Keratomikosis
Keratomikosis adalah suatu infeksi kornea yang disebabkan oleh jamur
biasanya dimulai dengan suatu ruda paksa pada kornea oleh ranting pohon, daun dan
bagian tumbuh-tumbuhan. Setelah 5 hari ruda paksa atau 3 minggu kemudian pasien
akan merasa sakit hebat pada mata dan silau.(1)
Ulkus fungi itu indolen, dengan infiltrat kelabu, sering disertai hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superficial, dan lesi-lesi satelit ( umumnya
infiltrate di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi). Lesi utama, dan
seirng juga lesi satelit merupak plak endotel dengan tepian tidak teratur di bawah lesi
kornea utama, disertai reaksi kamera anterior yang hebat dan abses kornea. (3)
Kebanyakan ulkus fungi disebabkan organism oportunis seperti Candida,
Fusarium, Aspergillus, Penicillium, Cephalosporin, dan lain-lain. (3)
Kerokan dari ulkus korneafungi, kecuali disebabkan Candida, mengandungi
unsur-unsur hifa; kerokan dari ulkus Candida umumnya mengandungi pseudohifa
atau bentuk ragi, yang menampakkan kuncup-kuncup khas. (3)

18

Gambar 9. Ulkus kornea akibat jamur (4 )

Keratitis Herpes Simpleks


Keratitis ini merupakan penyebab ulkus kornea paling umum dan penyebab
kcbutaan kornea di Amerika. Bentuk epitelialnya adalah padanan dari herpes labialis,
yang memiliki ciri-ciri imunologik dan patologik sama, juga perjalanan penyakitnya.
Perbedaan satu-satunya adalah perjalanan klinik keratitis dapat berlangsung
lama karena kornea kurang vaskuler, sehingga menghambat migrasi limfosit dan
makrofag ke lesi. Infeksi okuler HSV pada hospes imunokompeten biasanya sembuh
sendiri, namun pada hospes yang secara imunologik tidak kompeten, termasuk pasien
yang diobati dengan kortikosteroid topikal, perjalanannya mungkin menahun dan
dapat merusak. Penyakit stroma dan endotel tadinya diduga hanyalah respons
imunologik terhadap partikel virus atau perubahan seluler akibat virus, namun
sekarang makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa infeksi virus aktif dapat
timbul di dalam stroma dan mungkin juga sel-sel endotel, selain di jaringan lain
dalam segmen anterior, seperti iris dan endotel trabekel. Ini mengharuskan
penilaian kemungkinan peran relatif replikasi virus dan respons imun hospes
sebelum dan selama pengobatan terhadap penyakit herpes. Kortikosteroid topikal
dapat mengendalikan respons peradangan yang merusak namun memberi peluang
terjadinya replikasi virus. Jadi setiap kali menggunakan kortikosteroid topikal,
harus ditambahkan obat anti-virus. Setiap pasien yang memakai kortikosteroid
topikal selama pengobatan penyakit mata akibat herpes harus dalam pengawasan
seorang oftalmologi. (3,4)
Kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV dan cairan dari lesi kulit
mengandung sel-sel raksasa multinuklear. Virus ini dapat dibiakkan pada membran

19

korio-allantois embrio telur ayam dan banyak jenis sel jaringan lain, misalnya sel
HeLa dan terbentuk plak-plak khas. Namun pada kebanyakan kasus, diagnosis dapat
ditegakkan secara klinik berdasarkan ulkus dendritik atau geografik khas dan sensasi
kornea yang sangat menurun, bahkan sampai hilang sama sekali. (3)

Gambar 10. Ulkus

kornea akibat
HSV (9)

Keratitis Virus Varicella-Zoster


Infeksi virus varicella-zoster (VZV) terjadi dalam dua bentuk : primer
(varicella) dan rekurens (zoster). Manifestasi pada mata jarang terjadi pada varicella
namun sering pada zoster oftalmik. Pada varicella (cacar air), lesi mata umumnya
pada kelopak dan tepian kelopak. Jarang ada keratitis (khas lesi stroma perifer dengan
vaskularisasi), dan lebih jarang lagi keratitis epitelial dengan atau tanpa
pseudodendrit. Pernah dilaporkan keratitis diskiformis, dengan uveitis yang lamanya
bervariasi. (3)
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kerokan dan biakan di atas media
khusus. Biopsi kornea mungkin diperlukan. Sediaan histopatologik menampakkan
adanya bentuk-bentukk amoeba (kista atau trofozoit). Larutan dan kotak lensa kontak
harus dibiak. Sering bentuk amoeba dapat ditemukan pada larutan kotak penyimpan lensa

kontak. (3)
B. Ulkus Kornea Tipe Perifer
Ulcus marginal
Ulkus marginalis merupakan peradangan kornea bagian perifer berbentuk
khas yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan tempat
20

kelainannya. Sumbu memanjang daerah peradangan biasanya sejajar dengan limbus


kornea. Diduga dasar kelainannya ialah suatu reaksi hipersensitivitas terhadap
eksotoksin stafilokokus.(1)
Ulkus yang terdapat terutama di bagian perifer kornea, yang biasanya terjadi
akibat alergi, toksik, infeksi dan penyakit kolagen vaskular. Ulkus marginal
merupakan ulkus kornea yang didapatkan pada orang tua yang sering dihubungkan
dengan reumatik. Hampir 50% keluhan ini berhubungan dengan infeksi stafilokokus.
(1,3)

Infiltrat dari ulkus yang terlihat diduga merupakan timbunan kompleks


antigen-antibodi. Secara histopatologik terlihat sebagai ulkus atau abses epithelial
atau subepithelial.

(l)

Infiltrat dan ulkus marginal mulai berupa infiltrat linear atau

lonjong, terpisah dari limbus oleh interval bening dan hanya pada akhirnya menjadi
ulkus dan mengalami vaskularisasi. Proses ini sembuh sendiri umumnya setelah 7
sampai 10 hari.(3)
Penglihatan pasien dengan ulkus marginal akan menurun disertai dengan rasa
sakit, fotofobia dan lakrimasi.(1)
Pengobatan ulkus marginal ini adalah antibiotik dengan steroid lokal dapat
diberikan sesudah kemungkinan infkesi virus herpes simpleks disingkirkan
pemberian steroid sebaiknya dalam waktu yang singkat disertai dengan pemberian
Vitamin B dan C dosis tinggi.(3,5)
Ulcus mooren
Ulkus Mooren adalah suatu ulkus menahun superficial yang dimulai dari tepi
kornea dengan bagian tepinya tergaung dan berjalan progresif tanpa kecenderungan
perforasi. Lama kelamaan ulkus ini mengenai seluruh kornea. Penyebab ulkus
Mooren sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan diduga
penyebabnya hipersensitivitas terhadap protein tuberculosis, virus, autoimun, dan
alergi terhadap toksin ankilostoma. (1)
Penyebab dari ulkus mooren belum diketahui namun diduga autoimun. 60-80
% kasus unilateral dan disertai ekstravasi limbus dan kornea perifer, yang sakit dan
progresif sering berakibat kerusakan mata. Ulkus ini tidak responsif dengan antibiotik
maupun
Dilakukan

kortikosteroid.
eksisi

konjunngtiva

21

limbus dan keratoplasti tektonik lamelar. Terapi imuopsupresif sistemik ada


manfaatnya untuk penyakit yang telah lanjut. (3)

Gambar 11. Ulkus Mooren


Ulkus kornea akibat defesiensi vitamin A
Ulkus kornea tipikal pada avitaminosis A terletak dipusat dan bilateral,
berwarna kelabu dan indolen, serta kehilangan kilau kornea di daerah sekitarnya.
Kornea melunak da nekrotik (karenanya disebut keratomalacia) juga sering timbul
perforasi. Epitel konjungtiva berlapis keratin, yang terlihat dibintik Bitot (daerah
berbentuk baji pada konjungtiva, biasanya pada tepi temporal, dengan limbus dan
apeksnya melebar kearah kantus lateral). Ulserasi kornea akibat avitaminosis A dari
makanan dan gangguan absorbsi di saluran cerna dan gangguan pemanfaatan oleh
tubuh. Kekurangan vitamin A akan menyebabkan keratinisasi umum pada epitel
diseluruh tubuh. Perubahan pada konjungtiva dan kornea bersama-sama dikenal
sebagai xerophthalmia. (3)

VII.

GEJALA KLINIS (1,2,3,4,8)


Gejala klinis pada pasien dengan ulkus kornea sangat bervariasi, tergantung

dari penyebab dari ulkus itu sendiri. Gejala dari ulkus kornea yaitu nyeri yang ekstrim
oleh karena paparan terhadap nervus, oleh karena kornea memiliki banyak serabut
nyeri, kebanyakan lesi kornea menimbulkan rasa sakit dan fotopobia. Rasa sakit ini
diperhebat oleh gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan
menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan
membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan
terutama jika letaknya di pusat. Fotopobia pada penyakit kornea adalah akibat
kontraksi iris beradang yang sakit. Dilatasi pembuluh darah adalah fenomena refleks
yang disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea. Fotopobia yang berat pada
kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi terjadi
pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun

22

berairmata dan fotopobia umunnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada
tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen. (3)
Tanda penting ulkus kornea yaitu penipisan kornea dengan defek pada epitel
yang nampak pada pewarnaan fluoresen. Biasanya juga terdapat tanda-tanda uveitis
anterior seperti miosis, aqueus flare (protein pada humor aqueus) dan kemerahan
pada mata. Refleks axon berperan terhadap pembentukan uveitis, stimulasi reseptor
nyeri pada kornea menyebabkan pelepasan mediator inflamasi seperti prostaglandin,
histamine dan asetilkolin. Pemeriksaan terhadap bola mata biasanya eritema, dan
tanda-tanda inflamasi pada kelopak mata dan konjungtiva, injeksi siliaris biasanya
juga ada. Eksudat purulen dapat terlihat pada sakus konjungtiva dan pada permukaan
ulkus, dan infiltrasi stroma dapat menunjukkan opasitas kornea berwarna krem. Ulkus
biasanya berbentuk bulat atau oval, dengan batas yang tegas. Pemeriksaan dengan slit
lamp dapat ditemukan tanda-tanda iritis dan hipopion. (4)

VIII.

DIAGNOSIS
Diagnosis ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,

dan pemeriksaan penunjang. Keberhasilan penanganan ulkus kornea tergantung pada


ketepatan diagnosis, penyebab infeksi, dan besarnya kerusakan yang terjadi. Adapun
jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis
adalah: (1,5,7,8,10)

Anamnesis
Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya gejala subjektif yang dikeluhkan oleh
pasien, dapat berupa mata nyeri, kemerahan, penglihatan kabur, silau jika melihat
cahaya, kelopak terasa berat. Yang juga harus digali ialah adanya riwayat trauma,
kemasukan benda asing, pemakaian lensa kontak, adanya penyakit vaskulitis atau
autoimun, dan penggunaan kortikosteroid jangka panjang.

Pemeriksaan fisis
-

Visus

Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi


oleh karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi
cahaya yang masuk ke dalam media refrakta.

Slit lamp

23

Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan
pada kornea.

Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva ataupun


perikornea.

Pemeriksaan penunjang
-

Tes fluoresein
Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan kornea. Untuk
melihat adanya daerah yang defek pada kornea. (warna hijau menunjukkan
daerah yang defek pada kornea, sedangkan warna biru menunjukkan daerah
yang intak).

Pewarnaan gram dan KOH


Untuk menentukan mikroorganisme penyebab ulkus, oleh jamur.

Kultur
Kadangkala dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif pada beberapa
kasus.

IX.

DIAGNOSIS BANDING

Ulkus kornea didiagnosa banding dengan : (1)


1. Keratitis, adalah radang pada kornea yang biasanya sesuai dengan lapisan
kornea yang terinfeksi. Pada keratitis ditemukan mata merah yang juga
ditemukan pada ulkus kornea, sakit pada mata, penglihatan berkurang.
Gejalanya hampir menyerupai ulkus kornea.

2. Iritis, adalah radang pada iris. Pada iris juga ditemukan mata merah, nyeri
yang hebat pada mata, pada uji floresein ditemukan kornea presipitat.

24

3. Endoftalmitis, biasanya ditemukan hipopion di BMD dan kekeruhan pada


vitreus.

X.
PENATALAKSANAAN

(1)

Pengobatan pada ulkus dan infeksi kornea tergantung kepada kausa.


Pengobatan harus diberikan sedini mungkin untuk mengelakkan terjadinya jaringan
parut pada kornea. Prinsip pengobatan adalah bertujuan menghalangi hidupnya
bakteri dengan antibiotika, dan mengurangi reaksi radang dengan steroid. Sampai saat
ini pengobatan dengan steroid masih kontroversi. Secara umum ulkus diobati sebagai
berikut :

Bila terdapat ulkus yang disertai dengan pembentukan sekret yang banyak, jangan
dibalut karena dapat menghalangi pengaliran secret infeksi dan memberikan
media yang baik untuk perkembangbiakan kuman penyebabnya.

Sekret yang terbentuk dibersihkan 4 kali sehari

Antisipasi kemungkinan terjadinya glaukoma sekunder

Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya cukup diberi lokal kecuali
pada kasus yang berat.
Terapi kortikosteroid pada peradangan kornea masih kontroversi. Telah

diketahui bahwa pada keratitis telah terjadi kerusakan jaringan baik oleh karena efek
langsung enzim litik dan toksin yang dihasilkan oleh organisme pathogen serta

25

kerusakan yang disebabkan oleh reaksi inflamasi oleh karena mikroorganisme.


Reaksi inflamasi supuratif terutama banyak sel polimorfonuklear leukosit. Neutrofil
mampu menyebabkan destruksi jaringan oleh metabolit radikal bebasnya maupun
enzim proteolitiknya. Alasan yang masuk akal penggunaan kortikosteroid yaitu untuk
mencegah destruksi jaringan yang disebabkan oleh neutrofil tersebut. Berikut adalah
kriteria pemberian kortikosteroid yang direkomendasikan : (4,8)

Kortikosteroid tidak boleh diberikan pada fase awal pengobatan hingga organisme
penyebab diketahui dan organisme tersebut secara in vitro sensitif terhadap
antibiotik yang telah digunakan.

Pasien harus sanggup datang kembali untuk kontrol untuk melihat respon
pengobatan.

Tidak ada kesulitan untuk eradikasi kuman dan tidak berkaitan dengan virulensi
lain.
Di samping itu, adanya respon yang memuaskan terhadap pemberian

antibiotik

sangat

dianjurkan

sebelum

memulai

pemberian

kortikosteroid.

Kortikosteroid tetes dapat dimulai dengan dosis sedang (prednisolon asetat atau fosfat
1% setiap 4-6 jam), dan pasien harus dimonitor selama 24-48 jam setelah terapi awal.
Jika pasien tidak menunjukkan efek samping, frekuensi pemberian dapat ditingkatkan
dengan periode waktu yang pendek kemudian dapat di tapering sesuai dengan gejala
klinik. (3,8)
Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelisasi dan mata terlihat tenang,
kecuali bila penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan tambahan 1-2
minggu. Pada tukak kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila dengan
pengobatan tidak sembuh atau terjadinya jaringan parut yang mengganggu
penglihatan. (l,6)

XI.

KOMPLIKASI

Komplikasi ulkus kornea antara lain: (4,7)


1. Iridosiklitis toksik : seringkali dikaitkan dengan ulkus kornea yang purulen
karena terjadinya absorbs toksin dari segmen anterior.
2. Glaukoma sekunder : timbul karena adanya blok dari eksudat yang fibrinous
pada sudut segmen anterior (inflamatori glaukoma).

26

3. Descemetocele : Beberapa ulkus disebabkan oleh agen virulen


yang menembus kornea dengan cepat menuju membran descemet,
yang dapat menimbulkan resistensi yang hebat, tetapi karena terdapat
tekanan intraokuler, maka terjadi herniasi sebagai vesikel yang transparan
yang disebut dengan descemetocele. Ini adalah tanda dari perforasi yang
mengancam dan sering kali menimbulkan nyeri hebat.
4. Perforasi ulkus kornea : tekanan tiba-tiba seperti batuk, bersin
atau spasme otot orbikularis dapat membuat perforasi yang mengancam
menjadi perforasi yang sebenarnya. Pada saat terjadi perforasi, nyeri
berkurang dan pasien merasakan adanya cairan hangat (aqueous) yang keluar
dari mata.
Sekuel dari perforasi ulkus kornea, termasuk:

Prolaps iris: muncul segera mengikuti perforasi.

Subluksasi atau dislokasi anterior dari lensa dapat muncul karena


adanya peregangan dan ruptur zonula secara tiba-tiba.

Anterior capsular katarak: terbentuk saat terjadi kontak antara lensa dan
ulkus pada saat perforasi pada area pupillary.

Fistula kornea : terbentuk saat perforasi pada area pupillary tidak


diikuti oleh iris dan dibatasi oleh epithelium yang membuat jalan secara
cepat. Terjadinya kebocoran aqueous secara terus menerus melalui
fistula ini.

Uveitis purulen, endoftalmitis, bahkan panoftalmitis yang berkembang


karena penyebaran infeksi secara intraokular.

Perdarahan intraokuler dalam bentuk perdarahan vitreus atau


perdarahanchoroid yang muncul pada beberapa pasien karena
terjadinya penurunan tekanan bola mata secara mendadak.

5. Jaringan parut kornea: Merupakan hasil akhir dari penye mbuhan


ulkus kornea. Jaringan parut kornea menyebankan gangguan
penglihatan secara permanen mulai dari penurunan penglihatan
ringan sampai dengan buta total. Tergantung pada gambaran klinis dari ulkus
kornea, jaringan parut mungkin dapat seperti nebula, makula, leukoma,
kerectesia (ektatik sikatrik), lekoma adheren atau staphyloma.
27

XII.

PROGNOSIS
Ulkus kornea dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut, yang

merupakan

penyebab utama

kebutaan dan gangguan penglihatan. Kebanyakan

gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya
ditetapkan secara dini,maka pengobatan dapat diobati secara memadai. (2,5,8)

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata : Pemeriksaan anatomi dan fisiologi mata
serta kelainan pada pemeriksaan mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga
Jakarta FKUI 2008. Hal. 27-30
2. Khaw P T, Shah P, Elkington. Red eye. ABC of Eyes. 4 th ed. London. BMJ books.
2004. Pg.10-11
3. Biswell R. Kornea. In : Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva P. General
Ophthalmology. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika; 2000 : Hal.129-42
4. Mills

T.J.

Corneal

Ulceration

and

Ulcerative

Keratitis.

Dalam:

http://www.emedicine.com/emerg/topic115.htm
5. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB. Microbial and Parasitic Infection of Cornea
and Sclera. In : Basic and Clinical Science Cource. External Disease and Cornea.
Section 8. USA : AAO; 2011-2012 : Pg.158-71.
6. Lang K Gerhard. Cornea. In: Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas. New York.
Thieme Stuttgart. 2000. Pg.130-34
7. Khurana AK. Comprehensive Opthalmology. Fourth Edition. New Age
International: New Delhi. 2007. Pg. 80-82; 90-110; 170-3

28

8. Medline Plus. Corneal Ulcers and Infection. US National Library of Medicine


NIH

National

Institutes

of

Health.

Available

from

URL:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001032.htm
9. Arthur L.S.M, Constable I.J. Conjunctiva, Sclera and Cornea. In: Color Atlas of
Ophthamology. Third Edition. World Science. Pg. 33-50.
10. Galloway NR. Common Eye Disease and their Management. Third Edition. 2000.
New York: Springer. Pg. 53-55.

29

Anda mungkin juga menyukai