Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH BIOTEKNOLOGI

BIOREMEDIASI LIMBAH MERKURI DENGAN


MEKANISME BIOLEACHING MENGGUNAKAN
BAKTERI Bacillus megaterium

OLEH :
NAMA
NIM

: WAHDANIATI RAHMAH
: 08041181320037

DOSEN PENGAMPU
Dr. Marieska Verawaty, M.Si

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas
rahmat dan karunia-Nya lah penulis akhirnya dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Bioremediasi Limbah Merkuri Dengan Mekanisme Bioleaching
Menggunakan Bakteri Bacillus megaterium .
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan sebagai
pengganti Ujian Tengah Semester Genap. Dalam penulisan makalah ini penulis
merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kurangnya kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dan penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dalam kehidupannya. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Inderalaya, April 2016

Penulis

DAFTAR ISI
COVER
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab 1 PENDAHULUAN................................................................................... 2
1.1. Latar Belakang......................................................................................
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................
1.3. Tujuan....................................................................................................
1.4. Manfaat.................................................................................................

2
4
4
4

Bab 2 PEMBAHASAN.................................................................................... 5
2.1. Pengertian Logam Merkuri..................................................................... 5
2.1.1 Karakteristik Dari Merkuri........................................................... 6
2.1.2 Siklus Merkuri Di Dalam Lingkungan......................................... 7
2.1.3 Nilai Ambang Batas (NAB) Di Dalam Lingkungan Perairan....... 9
2.1.4 Dampak Merkuri Bagi Kesehatan................................................. 9
2.2. Pengertian Bakteri Leaching................................................................... 10
2.3. Karakteristik Bakteri Bacillus Megaterium ............................................ 10
2.4. Resistensi Bakteri Terhadap Logam Merkuri.......................................... 11
2.5. Resistensi Bacillus Megaterium Terhadap Logam Merkuri....................12
2.6. Proses Bioremediasi Logam Merkuri......................................................14
2.6.1 Mekanisme Bioleaching...............................................................18
2.7. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Bioleaching....................................19
Bab 3 KESIMPULAN......................................................................................21
Daftar Pustaka...................................................................................................22

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang

Pembangunan kawasan industri di daerah-daerah pertanian dan sekitarnya


menyebabkan berkurangnya luas areal pertanian, pencemaran tanah dan badan air
yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil/produk pertanian,
terganggunya kenyamanan dan kesehatan manusia atau makhluk hidup lain.
Kerusakan akibat kegiatan pertambangan adalah berubah atau hilangnya bentuk
permukaan bumi (landscape), terutama pertambangan yang dilakukan secara
terbuka (opened mining) meninggalkan lubang-lubang besar di permukaan bumi.
Logam berat merupakan jenis polutan yang terdistribusi secara luas di
dalam tanah dan mendapat perhatian secara khusus karena sifatnya yang tidak
dapat terdegradasi serta dapat bertahan lama di dalam lingkungan. Limbah padat
dan atau cair yang dihasilkan dari berbagai proses industri dan pertambangan
mengandung logam berat toksik (Essa et.al, 2002). Termasuk logam berat yang
sering mencemari habitat lingkungan diantaranya yaitu Cr, Cd, As Pb dan Hg
(Merkuri). Merkuri ini merupakan salah satu jenis polutan yang bersifat toksik
(Santi dan Goenadi, 2009). Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Selid,
et.al (2009) bahwa merkuri adalah unsur yang sangat beracun yang banyak
tersebar di atmosfer, litosfer, dan air permukaan. Merkuri menimbulkan masalah
serius bagi kesehatan manusia, seperti bioaccumulation merkuri dalam otak dan
ginjal pada akhirnya mengarah pada penyakit neurologis.
Toksisitas (daya racun) logam berat dapat berdampak negatif bahkan
merugikan bagi kesehatan manusia tergantung pada bagian mana logam berat
tersebut terakumulasi didalam tubuh, selain itu toksisitas logam berat juga dapat
menjadi inhibitor (penghambat) proses enzimatik didalam tubuh sehingga proses
metabolisme tidak dapat berlangsung. Logam berat dapat juga menjadi pemicu
dan penyebab alergi, mutagen, teratogen atau karsinogen bagi manusia
Jalur masuknya logam berat dapat melalui kulit, pernapasan dan
pencernaan. Logam berat jika sudah terserap ke dalam tubuh sangat sulit
dihancurkan dan akan tetap tinggal di dalamnya hingga nantinya dibuang melalui
proses ekskresi. Hal serupa juga terjadi apabila suatu lingkungan terutama di
perairan yang telah terkontaminasi (tercemar) logam berat maka proses
pembersihannya akan sulit sekali dilakukan.

Berbagai jenis mikroorganisme (bakteri) diketahui dapat mengakumulasi


logam berat dalam jumlah besar. Pendekatan inilah yang menjadi dasar untuk
pengembangan proses bioremediasi dengan memanfaatkan kemampuan aktivitas
biosorpsi melalui metabolisme bakteri. Pemanfaatan bakteri sebagai agen
bioremoval ion logam berat dalam bioremediasi untuk sistem perairan tercemar
perlu dikembangkan karena hal ini adalah salah satu alternatif pendekatan secara
biologis yang potensial, ekonomis dan ramah lingkungan untuk pengelolaan atau
pengendalian kualitas air suatu sistem perairan tercemar logam berat.
Bakteri Bacillus di alam jumlahnya cukup banyak dan keanekaragamannya
cukup tinggi, Bacillus dapat disolasi dari lingkungan perairan tawar, perairan asin,
tanah, tanaman, hewan dan udara bahkan di lingkungan ekstrim. Pada lingkungan
ekstrim tercemar merkuri, bakteri yang dapat hidup dinamakan Bakteri Resisten
Merkuri (BRM). Eksplorasi Bacillus yang merupakan BRM telah dilakukan di
perairan yang tercemar merkuri seperti sungai di Iran, perairan pantai di India.
Sedangkan di Indonesia, eksplorasi Bacillus telah dilakukan di sungai Cisadane
Banten, sungai Sangon Kulonprogo Yogyakarta Sungai Kalimas Surabaya.
Bakteri yang diisolasi dari lingkungan yang tercemar logam berat mempunyai
resistensi terhadap logam berat yang ada di sekitarnya (Chojnacka, 2010).
Berdasarkan beberapa penelitian, isolasi, karakterisasi dan uji resistensi
terhadap bakteri indigenous asal Sungai Cisadane diketahui memiliki kemampuan
resistensi terhadap logam Hg (Zarkasyi, 2007). Selanjutnya isolat bakteri tersebut
berhasil diidentifikasi dan diketahui sebagai isolat bakteri Bacillus megaterium
(Badjoeri, 2007). Sehingga Bacillus megaterium dapat gunakan sebagai agen
bioremediasi untuk mengatasi lingkungan yang tercemar oleh logam berat
merkuri.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini diantaranya :
1. Apakah dimaksud dengan logam merkuri?
2. Bagaimana karakteristik dari Merkuri?

3. Bagaimana Siklus merkuri di dalam lingkungan?


4. Berapa nilai ambang batas (NAB) di dalam lingkungan perairan?
5. Apa dampak merkuri bagi kesehatan?
6. Apa pengertian Bakteri leaching?
7. Bagaimana karakteristik bakteri Bacillus megaterium?
8. Bagaimana resistensi bakteri Terhadap logam merkuri?
9. Bagaimana resistensi Bacillus megaterium Terhadap logam merkuri?
10. Bagaimana proses bioremediasi bakteri dengan bioleaching?
11. Apa sajakah faktor yang mempengaruhi proses bioleaching?
1.3. Tujuan
1.

Untuk mengetahui kemampuan Bacillus megaterium dalam bioremediasi


tanah tercemar merkuri.

2.

Untuk

mengetahui

proses

bioremediasi

merkuri

oleh

bakteri

Bacillus megaterium dengan mekanisme bioleaching.


1.4. Manfaat
1. Dapat mengatahui dampak pencemaran lingkungan oleh limbah merkuri
2. Dapat mengetahui kemampuan Bacillus megaterium dalam bioremediasi
tanah tercemar merkuri.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1.Merkuri
Raksa (nama lama: air raksa) atau merkuri atau hydrargyrum (Latin:
Hydrargyrum, air/cairan perak) adalah unsur kimia pada tabel periodik dengan
simbol merkuri dan nomor atom 80 dengan berat atom 200,59 g/mol, titik beku
390C dan

titik didih 356,60C.. Unsur golongan logam transisi ini berwarna

keperakan dan merupakan satu dari lima unsur (bersama cesium,

fransium,

galium, dan brom) yang berbentuk cair dalam suhu kamar, serta mudah menguap.
Merkuri akan memadat pada tekanan 7.640 Atm. Merkuri akan larut dalam asam
sulfat atau asam nitrit tetapi tahan terhadap basa.
Logam merkuri (Hg) adalah salah satu trace element yang mempunyai sifat
cair pada temperatur ruang dengan spesifik gravity dan daya hantar listrik yang
tinggi. Karena sifat-sifat tersebut, merkuri banyak digunakan baik dalam kegiatan
perindustrian maupun laboratorium. Merkuri (Hg) merupakan senyawa pencemar
terbesar dalam lingkungan. Emisi merkuri ditetapkan sebagai pencemar berbahaya
yang dapat mengakibatkan dampak serius terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan sekitar. Merkuri tetap ada dalam lingkungan karena sifatnya sangat
persisten baik dari bentuk merkuri organik maupun merkuri anorganik.
Merkuri anorganik, termasuk logam merkuri (Hg++) dan garam-garamnya
seperti merkuri khlorida (HgCl2) yang bersifat sangat toksik, HgCl2 digunakan
dalam bidang kesehatan, Hg(ONC)2 digunakan sebagai bahan detonator, dan
HgS digunakan untuk pigmen cat berwarna merah terang dan bahan antiseptik.
Merkuri anorganik, termasuk logam merkuri (Hg++) dan garam-garamnya seperti
merkuri khlorida (HgCl2) yang bersifat sangat toksik, HgCl2 digunakan dalam
bidang

kesehatan, Hg(ONC)2 digunakan sebagai bahan detonator, dan HgS

digunakan untuk pigmen cat berwarna merah terang dan bahan antiseptik.
Komponen merkuri organik terdiri dari (i) Aril merkuri,

mengandung

hidrokarbon aromatik seperti fenil merkuri asetat, (ii) Alkil merkuri, mengandung
hidrokarbon alifatik dan merupakan merkuri yang paling beracun, misalnya metil
merkuri, etil merkuri dsb, (iii) Alkoksialkil merkuri (R-O-Hg). Merkuri umumnya
terdiri dari tiga bentuk yaitu elemen merkuri (Hg 0), ion merkuri (Hg2+), dan
merkuri organik kompleks.
2.1.1 Karakteristik Merkuri
Kebanyakan merkuri di alam merupakan gabungan antar elemen alam dan
elemen yang bersumber kepada kegiatan manusia, jarang dalam bentuk terpisah.
Di alam merkuri tersebar di karang-karang, tanah, udara, air dan organisma hidup
melalui proses fisik, kimia, biologi yang kompleks. Penggunaan merkuri sangat
luas dalam berbagai bidang baik industri, pertanian, pendidikan, dan sebagainya
5

Merkuri mempunyai sifat:


a. Merupakan satu satunya logam yang berbentuk cair pada suhu kamar, dan
mempunyai titik beku terendah dari semua logam.
b. Mempunyai vatalitas tinggi.
c. Memiliki tahanan listrik terendah dari semua logam sehingga merupakan
konduktor terbaik.
d. Banyak logam dapat larut dalam merkuri membentuk komponen yang disebut
amalgam alloy).
e. Semua komponennya mempunyai sifat racun terhadap semua mahluk hidup.
Merkuri (Hg) berbentuk cair keperakan pada suhu kamar. Merkuri
membentuk berbagai persenyawaan baik anorganik (seperti oksida, klorida, dan
nitrat) maupun organik. Merkuri dapat menjadi senyawa anorganik melalui
oksidasi dan kembali menjadi unsur merkuri (Hg) melalui reduksi. Merkuri
anorganik menjadi merkuri organik melalui kerja bakteri anaerobic tertentu dan
senyawa

ini

secara

lambat

berdegredasi

menjadi

merkuri

anorganik

(Subanri, 2008).
Logam merkuri (Hg), mempunyai nama kimia hydragyrum yang berarti cair.
Logam merkuri dilambangkan dengan Hg. Pada periodika unsur kimia Hg
menempati urutan (NA) 80 dan mempunyai massa atom (Ar 200,59). Merkuri
telah dikenal manusia sejak manusia mengenal peradaban. Logam ini dihasilkan
dari bijih sinabar, HgS, yang mengandung unsur merkuri antara 0,1% - 4%.
HgS + O2 Hg + SO2
Merkuri yang telah dilepaskan kemudian dikondensasi, sehingga diperoleh logam
cair murni. Logam cair inilah yang kemudian digunakan oleh manusia untuk
bermacam-macam keperluan (Subanri, 2008).
2.1.2. Siklus Merkuri di Dalam Lingkungan
Secara alamiah merkuri berasal dari kerak bumi,
konsentrasi merkuri di kerak bumi sebesar 0,08

Widowati (2008)

ppm. Merkuri di atmosfir

sebagian besar berasal dari limbah industri yang melepaskan gas/uap merkuri ke
atmosfir, kemudian terdeposisi kembali ke permukaan bumi bersamaan dengan
proses presipitasi (hujan). Pelindian merkuri yang ada di kerak bumi juga terjadi

bersamaan dengan aliran air hujan di permukaan bumi (runoff) dan juga akibat
aliran air permukaan maupun air tanah yang melewati endapan sinnabar (HgS).
Begitu merkuri mencapai permukaan tanah, merkuri akan diikat menjadi merkuri
organik dan anorganik di dalam tanah, misalnya HgCl. Sehingga di alam merkuri
ditemukan dalam bentuk logam merkuri (Hg0 ), anorganik garam merkuri (HgCl)
dan metil merkuri (MeHg). Pencemaran limbah merkuri dapat berasal dari sisa
limbah industri yang sengaja dibuang didaerah perairan.

Gambar 2.1.2. Penandaan Saluran Pembuangan Limbah Industri yang


Mengandung Senyawa Logam Berat Berbahaya Oleh Aktivis Greenpeace
Perubahan logam merkuri menjadi metil Hg dalam sistem perairan adalah
suatu proses yang kompleks. Logam merkuri akan mengalami oksidasi sehingga
berubah

menjadi (Hg+2) yang kemudian memungkinkan sulphate reducing

bacteria (SRB) dalam sedimen perairan mengubah (Hg+2) menjadi metil Hg (HgCH3) atau disebut juga MeHg. Proses perubahan ini lebih efektif dalam kondisi
sedikit oksigen di

perairan, sehingga untuk memenuhi kondisi ini maka

diperlukan kedalaman air yang cukup dalam yaitu lebih dari 5 meter, selain itu
konsentrasi sulfida dalam perairan juga mempengaruhi

kecepatan perubahan

(Hg+2) menjadi MeHg. Derajat keasaman air juga mempengaruhi kecepatan


perubahan ini, semakin rendah pH maka kecepatan perubahannya semakin tinggi.
Tetapi MeHg juga terdemetilasi dengan efisien baik dalam lingkungan anaerob
dan aerob.

Perubahan ini dalam terjadi dalam hitungan beberapa hari sampai beberapa
minggu, dan merkuri akan mengalami siklus perubahan dalam kedua bentuk ini
cukup lama sebelum akhirnya akan mengalami bioakumulasi dalam ikan atau
hilang dari sistem sebagai (Hg+2), elemen (Hg0 ) dan MeHg, atau melalui proses
yang lain. MeHg yang larut dalam air akan terserap oleh mikroorganisme yang
kemudian mikroorganisme dimakan oleh ikan kecil dan ikan kecil termakan oleh
ikan besar sehingga akan terjadi bioakumulasi dan biomagnifikasi MeHg pada
jaringan daging ikan karnivora, yang pada akhirnya ikan dimakan oleh manusia.
Terjadinya akumulasi MeHg dalam hewan air

disebabkan oleh pengambilan

merkuri oleh hewan air lebih cepat daripada proses ekskresinya. Konsentrasi
merkuri dalam tubuh

ikan bisa mencapai 100.000 kali daripada konsentrasi

merkuri pada air sekitarnya (Budiono, 2002 dalam Widowati, dkk.,2008).

Gambar 2.1.3 Sumber dan Rantai Penyebaran Merkuri di Lingkungan


2.1.3. Nilai Ambang Batas (NAB) Merkuri di Dalam Perairan
Karena sifatnya yang sangat beracun, maka U.S. Food and Administration
(FDA) menentukan pembakuan atau nilai ambang batas (NAB) kadar merkuri
yang ada dalam perairan yaitu sebesar 0,005 mg/L (standar di Jepang Hg total
0,4 ppm; MeHg 0,3 ppm). Nilai ambang batas ialah suatu keadaan dimana suatu
konsentrasi

senyawa

kimia,

dalam

hal

ini

merkuri

dianggap

belum

membahayakan bagi kesehatan manusia. Namun demikian apabila konsentrasi


merkuri di dalam makanan, minuman atau perairan sudah melampaui NAB maka
air maupun makanan tersebut harus dinyatakan berbahaya (Budiono, 2002).

Wardoyo (1981) menyatakan perairan yang aman untuk budidaya ikan


mempunyai kadar (konsentrasi) merkuri sekitar 0,002 mg/L. Menurut OECD
(1974) dalam Budiono (2002), pencemaran merkuri di perairan akibat kegiatan
alam mempunyai kisaran antara 0,00001 sampai 0,0028 mg/L, kecuali pada
beberapa tempat seperti sungai-sungai di Italia dimana terdapat sumber endapan
logam

merkuri

alamiah,

kadarnya

dapat

mencapai

136

ppb.

Setelah

mengkonsumsi ikan tercemar MeHg, setelah 1 tahun sebanyak 3% MeHg akan


tetap tinggal di dalam tubuh karena waktu paruh biologis MeHg dalam tubuh
(dikeluarkan dari tubuh) membutuhkan waktu 70 hari
(NIMD, Jepang).
2.1.4. Dampak Merkuri Bagi Kesehatan
Berdasarkan sifat kimia dan fisik, air raksa (Hg) memiliki tingkat dan daya
racun yang bersifat toksik tinggi dibandingkan logam-logam lainnya. Paparan
merkuri ke dalam tubuh manusia bisa melalui makanan, minuman, pernafasan
dan kulit. Uap merkuri mempunyai efek racun yang lebih berbahaya
dibandingkan Merkuri cair karena uap lebih mudah masuk dan diserap tubuh
melalui proses pernafasan. Penyerapan organik merkuri (MeHg) di dalam tubuh
dapat mencapai 95% kemudian terakumulasi dalam ginjal, otak, hati dan janin.
Widowati, 2008 menyatakan keracunan akut bisa terjadi pada konsentrasi uap
merkuri 0,5-1,2 mg/m3 dengan gejala faringitis, mual dan shock apabila paparan
berlanjut dapat menimbulkan pembengkakan kelenjar ludah, nefritis, hepatitis
serta gangguan sistem saraf pusat, seperti tremor, gagap dan limbung. Penelitian
pada kelinci dengan uap merkuri 28,8 mg/m3. mengakibatkan kerusakan parah
pada ginjal, hati, otak, jantung, paru-paru dan usus besar.
Tragedi Minamata yang kemudian dikenal menyebabkan

penyakit

Minamata adalah pencemaran MeHg yang dramatis di dunia pada tahun 1950an.
Tragedi ini membuktikan pencemaran MeHg pada ikan yang dikonsumsi oleh
masyarakat

mengakibatkan 1.000 orang meninggal dan menghabiskan biaya

sebesar $ 342 juta untuk membersihkan Teluk Minamata dari limbah pabrik kimia
Chisso Corp. Hasil penelitian oleh National Institute Minamata Disease,
keracunan kronik MeHg akan terakumulasi dalam jaringan otak karena bentuk

MeHg menyerupai asam amino sehingga dapat mengelabui sensor pembuluh


darah dalam otak mahluk hidup.
2.2. Bakteri Leaching
Bakteri dapat dimanfaatkan untuk menghilangkan atau mengekstrak logam
dari lingkungan (tanah, air, sedimen) yang terkontaminasi logam melalui
mekanisme pengubahan sifat kimia dari struktur pembentuk senyawa sebagai
bioakumulasi, biotransformasi dan bioremediasi. Melalui mekanisme tersebut
bakteri dapat menurunkan atau menghilangkan sifat toksik dari bahan pencemar
(detoksifikasi). Demikian pula melalui mekanisme bioleaching, bakteri dapat
menghasilkan produk berupa asam organik atau anorganik dan ligan yang mampu
memobilisasi logam sehingga logam dalam sedimen limbah dapat dikeluarkan
(Lloyd, 2002). Dilain pihak proses bioleaching pada limbah logam berat dapat
menyebabkan toksisitas terhadap lingkungan, karena pada proses ini dihasilkan
logam yang larut dalam bentuk ion yang lebih bersifat toksik (Tuttle dan Dugan,
1976 dalam Atlas dan Barha, 1993).
2.3. Karakteristik Bakteri Bacillus megaterium
Bacillus megaterium merupakan salah satu jenis bakteri yang termasuk
genus Bacillus, divisi Firmicutes, kelas Bacilli, ordo Bacillales, dan famili
Bacillaceae (Holt dkk.,1994; Turnbull, 1996). Jenis ini memiliki sel berbentuk
batang dan bersifat Gram positif, bergerak dengan menggunakan flagel dan dapat
membentuk endospora apabila hidup pada lingkungan yang ekstrim. .megaterium
banyak ditemukan dalam tanah dan di air (Madigan dan Martinko,2005).

Gambar 2.4. Bentuk Sel Bacillus megaterium

10

Berdasarkan hasil uji biokimia bakteri pada penelitian sebelumnya diketahui


jenis ini mempunyai enzim katalase (katalase +), mampu menghemolisis darah
pada suhu 45oC (hemolisis +), memfermentasikan senyawa arabinosa, glukosa
dan mannitol, membentuk asam dari glukosa, dan mampu memanfaatkan citrat
sebagai sumber karbon (citrat +) (Badjoeri, 2007). Berikut ini diperlihat gambar
kultur murni Bacillus megaterium pada medium nutrien agar, inkubasi selama 72
jam, pada suhu ruang.

Gambar 2.5. Kultur Murni B. Megaterium Pada Permukaan Medium NA

2.4. Resistensi Bakteri Terhadap Merkuri (Hg)


Resistensi bakteri terhadap logam merkuri dapat melalui mekanisme
biosorbsi dan biakumulasi. Mekanisme biosorpsi merupakan proses pasif,
sehingga logam tidak meracuni sel bakteri. Sedangkan mekanisme bioakumulasi
merupakan proses aktif dimana logam berat dapat meracuni sel bakteri
(Chojnacka, 2010 dalam sholikah dan Kuswytasari).
Bakteri resisten merkuri terdistribusi secara luas di alam yang terdiri dari
bakteri gram positif dan gram negatif. Beberapa contoh bakteri resisten merkuri
gram negatif adalah Serattia

marcescens,

Klebsiella

Sp., Thiobaccilus

ferooxidans, Aleabigenes euthropus, Acinetobacterium erwina dan bakteri gram


positif yaitu : Staphylocuccus aureus, Group B streptococcus, Streptomyces sp.,
Bacillus sp., dan Mycobacterium scofulaceum. Diantara strain bakteri yang resiten
terhadap merkuri inorganic, kurang lebih 10-30% juga toleran terhadap senyawa
organomerkuri (Barkay, 1992).

11

Menurut Liebert 1999 (dalam Nofiani dan Guzrisal, 2004) model


mekanisme resisten merkuri bakteri gram negatif adalah sebagai berikut Hg (II)
yang masuk periplasma terikat ke pasangan residu sistein MerP. Selanjutnya MerP
mentransfer Hg (II) ke residu sistein MerT atau MerC. Akhirnya ion Hg
menyeberang membran sitoplasma melalui proses reaksi pertukaran ligan menuju
sisi aktif flavin disulfide oksidoreduktase, merkuri reduktase (MerA). Merkuri
reduktase mengkatalisis reduksi Hg (II) menjadi Hg (0) volatil dan sedikit reaktif.
Akhirnya Hg (0) berdifusi dilingkungan sel untuk selanjutnya dikeluarkan dari
sel. Bakteri yang hanya memiliki protein merkuri reduktase (MerA) disebut
dengan bakteri resisten merkuri spektrum sempit.
Beberapa bakteri selain memiliki protein merkuri reduktase (MerA) juga
memiliki protein organomerkuri Akhirnya Hg (0) berdifusi dilingkungan sel untuk
selanjutnya dikeluarkan dari sel. Bakteri yang hanya memiliki protein merkuri
reduktase (MerA) disebut dengan bakteri resisten merkuri spektrum sempit.
Beberapa bakteri selain memiliki protein merkuri reduktase (MerA) juga memiliki
protein organomerkuri liase MerB). MerB berfungsi dalam mengkatalisis
pemutusan ikatan merkuri-karbon sehingga dihasikan senyawa organik dan ion
Hg yang berupa garam tiol. Bakteri yang memiliki kedua protein merkuri
reduktase (MerA) dan organomerkuri liase (MerB) disebut dengan bakteri resisten
merkuri spektrum luas.
2.5. Resistensi Bacillus megaterium Terhadap Logam Merkuri
Resistensi mikroorganisme terhadap logam Hg anorganik berbeda-beda
(Nofiani dan Gusrizal, 2004). Menurut Smith et al., (1998), bakteri Gram positif
dan Gram negatif secara prinsip memiliki perbedaan satu dengan lainnya dalam
hal interaksi dengan logam (Giller et al., 1998) Bakteri Gram negatif
menunjukkan toleransi terhadap logam yang lebih besar daripada Gram positif
karen memiliki struktur dinding sel yang lebih kompleks yang mampu mengikat
dan mengimobilisasi ion logam termasuk Hg ..Selain itu Ahmad et al. (2005)
2+

mengemukakanbahwa bakteri juga dapat menghasilkan polisakarida ekstraselular


yang dapat melindungi sel dari pengaruh toksik logam berat.
Perbedaan resistensi ini berhubungan dengan mekanisme respon terhadap
stress merkuri (Hg). Pertama, dengan cara menghambat metabolisme sel sehingga
12

pertumbuhan sel lambat atau sel mati. Kedua, menginduksi sistem operon resisten
merkuri (Hg) untuk bekerja sehingga sel tetap hidup dalam kondisi stress. Ketiga,
adanya plasmid yang mengandung gen resisten merkuri (Hg) yang masuk ke
dalam sel.
Bakteri yang resisten terhadap merkuri (Hg) terjadi karena bakteri resisten
merkuri memiliki gen resisten merkuri (mer operon), (Silver dan Phung, 1996;
De, 2004). Struktur mer operon berbeda untuk tiap jenis bakteri. Umumnya
struktur mer operon terdiri dari gen metaloregulator (merR), gen transport merkuri
(merT, merP, merC), gen merkuri reduktase (merA) dan organomerkuri liase
(merB) (De, 2004).
De (2004) menyatakan bahwa model mekanisme resisten merkuri bakteri
Gram negatif adalah sebagai berikut : Hg2+ yang masuk periplasma terikat ke
pasangan residu sistem merP. Selanjutnya merP mentransfer Hg2+ ke residu sistein
merT atau merC. Akhirnya ion Hg menyeberang membran sitoplasma melalui
proses reaksi pertukaran ligan menuju sisi aktif flavin disulfida oksidoreduktase,
merkuri reduktase (merA) mengkatalisis reduksi Hg2+ menjadi Hg0 volatil dan
sedikit reaktif. Akhirnya Hg0 berdifusi di lingkungan sel untuk selanjutnya
dikeluarkan dari sel.
Bakteri yang hanya memiliki protein merkuri reduktase (merA) disebut
dengan bakteri resisten merkuri spektrum sempit. Beberapa bakteri selain
memiliki protein merkuri reduktase (merA) juga memiliki protein organomerkuri
liase (merB) yang berfungsi dalam mengkatalisis pemutusan ikatan merkuri
karbon sehingga dihasilkan senyawa organik dan ion Hg yang berupa garam tiol
Smith et al., 1998). Bakteri yang memiliki kedua protein merkuri reduktase
(merA) dan protein organomerkuri liase (merB) disebut dengan bakteri resisten
merkuri spektrum luas (Silver dan Phung, 1996; Smith et al., 1998; De, 2004).
Dalam penggunaan mikroorganisme ada beberapa jenis bakteri yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan untuk menyerap logam berat, di antaranya dari genus
Pseudomonas, Leptotrix, Klebsiella, Citrobacter dan Bacillus (Zeroual et al., 2001
dalam De, 2004; Satchanska et al., 2005). Di antara genus bakteri tersebut hanya
genus Pseudomonas dan Bacillus yang diakui paling resisten terhadap logam berat
di lingkungan (Satchanska et al., 2005).

13

Gambar 2.6. Penurunan Konsentrasi Hg oleh Bakteri B. megaterium


Keterangan : 1 = Perlakuan 10 mg/L Hg ; 2 = Perlakuan 15 mg/L Hg ;
3 = Perlakuan 20 mg/L Hg

2.6. Proses Bioremediasi Limbah Merkuri


Kontaminasi yang diakibatkan oleh logam berat di alam tidak bersifat bio
degradable.

Namun

demikian,

sejumlah

logam

berat

dan

metaloid

pengkontaminan penting bersifat kurang larut dan lebih volatil dalam bentuk
tereduksi apabila dibandingkan dalam bentuk teroksidasi. Reaksi reduksi merkuri
merupakan salah satu contoh reaksi reduksi logam larut menjadi bentuk volatil
dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
Hg(II) + [H2] Hg(0) + 2 H
Merkuri yang terdapat dalam limbah atau waste di perairan umum diubah
oleh aktifitas mikroorganisme menjadi komponen methyl merkuri (CH3-Hg) yang
memiliki sifat racun dan daya ikat yang kuat disamping kelarutannya yang tinggi
terutama dalam tubuh hewan air. Hal tersebut mengakibatkan merkuri
terakumulasi melalui proses bioakumulasi dan biomagnifikasi dalam jaringan
tubuh hewan-hewan air, sehingga kadar merkuri dapat mencapai level yang
berbahaya baik bagi kehidupan hewan air maupun kesehatan manusia, yang
makan hasil tangkap hewan-hewan air tersebut. Sanusi (1980) mengemukakan
bahwa terjadinya proses akumulasi merkuri di dalam tubuh hewan air, karena

14

kecepatan pengambilan merkuri (up take rate) oleh organisme air lebih cepat
dibandingkan dengan proses ekskresi.
Kadar merkuri di dalam tanah sangat bervariasi dan tergantung tingkat
kedalaman khususnya pada tanah-tanah alami. Hal ini berarti bahwa kedalaman
pengambilan contoh tanah merupakan suatu pedoman yang penting untuk
memperoleh akurasi data. Pada tanah yang diolah, kadar merkuri dalam lapisan
olah dengan kedalaman 0 20 cm cukup homogen karena adanya pengelolaan
tanah (Alloway, 1995).
Berdasarkan Essa et al. (2002), ada 3 mekanisme bioremediasi terhadap
merkuri yaitu metilasi, reduksi secara enzimatis, pengendapan dari ion Hg 2+
sebagai HgS yang tidak larut sebagai hasil dari pembentukan gas H2S, atau
biomineralisasi dari ion Hg2+ sebagai komplek merkuri-fosfat yang tidak larut
selain

HgS.

Menurut

Nazaret

et

al.

(1994)

dalam

Kiefer

(2000),

Bacillus megaterium melakukan bioremediasi dengan melakukan uptake reduksi


terhadap ion Hg. Resistensi bakteri tersebut berdasarkan potensial redoks dimana
sel mampu mereduksi ion Hg2+ menjadi Hg0 yang lebih tidak toksik bagi sel
bakteri dengan bantuan enzim reduktase, sehingga Hg0 dapat meninggalkan sel
melalui mekanisme difusi pasif maupun volatilisasi. Bacillus megaterium lebih
banyak melakukan bioremediasi terhadap logam Hg secara reduksi enzimatis,
karena tidak terjadi mekanisme efflux hingga jam ke-30.
Bacillus megaterium tidak dapat melakukan bioremediasi logam Hg dengan
cara pembentukan HgS, karena bakteri tersebut tidak dapat menghasilkan gas H 2S
ketika dilakukan uji biokimia. Sedangkan mekanisme bioremediasi secara metilasi
biasanya terjadi pada bakteri anaerob, dan belum pernah dilaporkan terjadi pada
Bacillus megaterium. Bioremediasi logam Hg baik dengan variasi pH maupun
suhu inkubasi, tidak tampak terjadinya mekanisme efflux. Hal ini diduga karena
Hg0 yang terbentuk selama proses remediasi keluar dari sel bakteri melalui proses
volatilisasi.
Pendapat sejalan juga mengungkapkan bahwa detoksifikasi merkuri dapat
dilakukan menggunakan mikroorgansime resisten merkuri, misalnya bakteri
resisten merkuri. Berbagai mekanisme detoksifikasi merkuri telah dilaporkan,
seperti berkurangnya penyerapan ion merkuri karena pengurangan permeabilitas

15

selular untuk ion Hg2+ (Pan-Hou et al., 1981 dalam Nascimento and Edmar,
2003 ), demethylation dari methylmercury oleh Clostridium cochlearium T - 2P,
yang
melibatkan dekomposisi dan inaktivasi dari merkuri anorganik dengan hidrogen
sulfida (H2S) (Pan-Hou dan Imura, 1981 dalam Nascimento and Edmar, 2003),
metilasi merkuri oleh bakteri tertentu yang menggunakan metilasi sebagai
resistensi atau detoksifikasi mekanisme (Trevor, 1986 dalam Nascimento and
Edmar, 2003 ) dan penyitaan dari methylmercury (Silver dan Misra, 1984 dalam
Nascimento and Edmar, 2003).
Jenis bakteri yang resisten terhadap logam berat mungkin berada di dalam
tanah dan di lokasi tambang. Apabila bakteri tersebut dapat beradaptasi pada
lingkungan dengan tingkat kontaminasi logam berat yang tinggi, maka
diasumsikan

bahwa

penggunaan

bakteri

tersebut

sangat

efektif

dalam

meningkatkan reduksi logam berat. Sejumlah bakteri resisten terhadap merkuri


telah diisolasi dari berbagai jenis lingkungan. Umumnya bakteri tersebut termasuk
dalam kelompok baik bakteri Gram negatif maupun Gram positif (Nascimento &
Chartone-Souza, 2003 dalam Santi dan Goenadi, 2009).
Beberapa bakteri aerobik dan fakultatif mengkatalisasi proses reduksi Hg(II)
menjadi Hg(0) seperti Bacillus, Pseudomonas, Corynebacterium, Micrococcus
dan Vibrio. Pseudomonas maltophilia dapat mereduksi Cr6+ yang bersifat mobile
dan toksik menjadi bentuk immobile dan nontoksik Cr 3+ serta meminimumkan
mobilitas ion toksik lainnya di lingkungan seperti Hg2+, Pb2+ dan Cd2+.
Detoksifikasi merkuri oleh bakteri resisten merkuri terjadi karena bakteri resisten
merkuri memiliki gen resisten merkuri, mer operon. Struktur mer operon berbeda
untuk tiap jenis bakteri (Mann, 2009), yang mengubah Hg(II) menjadi Hg(0).
Umumnya struktur mer operon terdiri dari gen metaloregulator (merR), gen
transpor merkuri (merT,merP, merC), gen merkuri reduktase (merA) dan
organomerkuri liase (merB). Model mekanisme resisten merkuri bakteri gram
negatif adalah sebagai berikut Hg(II) yang masuk periplasma terikat ke pasangan
residu sistein MerP. Selanjutnya MerP mentransfer Hg(II) ke residu sistein MerT
atau MerC. Akhirnya ion Hg menyeberang membran sitoplasma melalui proses
reaksi pertukaran ligan menuju sisi aktif flavin disulfide oksidoreduktase, merkuri

16

reduktase (MerA). Merkuri reduktase (MerA) mengkatalisis reduksi Hg (II)


menjadi Hg (0) volatil dan sedikit reaktif (Rasmussen et.al, 2008). Akhirnya
Hg(0) berdifusi di lingkungan sel untuk selanjutnya dikeluarkan dari sel. Bakteri
yang hanya memiliki protein merkuri reduktase (MerA) disebut dengan bakteri
resisten merkuri spektrum sempit.
Beberapa bakteri selain memiliki protein merkuri reduktase (MerA) juga
memiliki

protein

organomerkuri

liase

(MerB).

MerB

berfungsi

dalam

mengkatalisis pemutusan ikatan merkuri-karbon sehingga dihasilkan senyawa


organik dan ion Hg yang berupa garam tiol. Bakteri yang memiliki kedua protein
merkuri reduktase (MerA) dan organomerkuri liase (MerB) disebut dengan bakteri
resisten merkuri spektrum luas.
Bentuk merkuri yang utama di dalam atmosfer adalah unsur merkuri dalam
bentuk (Hgo), yang mana mudah menguap dan dioksidasi menjadi ion merkuri
(Hg2+,) secara fotokimia kebanyakan dari merkuri yang memasuki lingkungan
akuatik dalam bentuk Hg2-.Resistensi merkuri telah dipelajari secara intensif pada
bakteri Gram negatif Pseudomonas aeruginosa, dimana gen untuk resistensi
merkuri berada pada suatu plasmid. Gen ini disebut gen mer yang diatur di dalam
suatu operon dan dibawah kontrol dari protein regulator MeR (produk dari merR).
MerR berfungsi seperti repressor dan suatu aktivator. Pada keadaan tidak
adanya Hg2+, MerR mengikat kepada bagian operator dan adanya transkripsi dari
mer TPCAD. Bagaimanapun, jika ada Hg2+ , membentuk suatu kompleks dengan
MerR, yang kemudian berfungsi sebagai suatu activator dari transkripsi dari
operon mer. Merkuri reduktase, menjadi produk dari gen merA. MerD, produk
dari merD, juga memainkan suatu peran sebagai regulator, sedangkan mer
menyandi suatu protein pengikat Hg2+ periplasmik. Protein ini, MerP mengikat
Hg2+ dan memindahkannya kepada suatu membran protein MerT (produk merT),
yang mengangkut Hg2+ ke dalam sel untuk direduksi merkuri reduktase. Hasil
akhir adalah reduksi Hg2+ menjadi Hgo, yang mudah menguap dan bebas dari sel.

2.6.1. Mekanisme Bioleaching Merkuri

17

Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme yang telah dipilih


untuk ditumbuhkan pada polutan tertentu sebagai upaya untuk menurunkan kadar
polutan tersebut. Pada saat proses bioremediasi berlangsung, enzim-enzim yang
diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi struktur polutan beracun menjadi
tidak kompleks sehingga menjadi metabolit yang tidak beracun dan berbahaya
(Priadie, 2012).
Menurut Fahrudin, (2010) Proses biotransformasi merkuri secara umum
terdiri dua proses. Pertama yaitu reduksi ion merkuri adalah Hg2+ menjadi Hg0
oleh enzim merkuri reduktase yang membutuhkan reduktan NADPH dan
menghasilkan logam merkuri. Kedua yaitu merombak metilmerkuri dengan
pemutusan ikatan antara C-Hg oleh enzim organomerkuriliase. Adapun reaksi
pada proses tersebut adalah sebagai berikut:
1. Reduksi Hg2+
Hg2
Merkuri reduktase

Hg0

2. Demitilasi CH3Hg+
CH3Hg+
Organomerkuri liase

Hg2+ + CH4

Hg0
Merkuri reduktase

Mekanisme bioakumulasi berhubungan dengan adanya gen operon yang


mengatur resistensi bakteri terhadap logam. Bakteri resisten merkuri mempunyai
gen mer operon untuk mekanisme resistensi terhadap merkuri. Gen mer operon
terdiri dari gen metaloregulator (merR), gen transpor merkuri (merT, merP, merC),
gen yang menyandi enzim merkuri reduktase (merA) dan gen yang menyandi
enzim organomerkuri liase (merB) (Brown et al., 2002 dalam sholikahdan
Kuswytasari). Proses resistensi bakteri terhadap merkuri ion (Hg2+) melalui
reaksi ikatan ligan dan reaksi enzimatis yang dapat mereduksi Hg2+ menjadi Hg0
Souza, 2003 dalam Sholikah dan Kuswytasari).

18

Gambar 2.7. Skema Pemulihan Logam Dengan Proses Bleaching.

Gambar 2.8. Skema Bioleaching T.ferrooxidans

2.7. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Bioleaching


Faktor yang mempengaruhi efektifitas bioleaching limbah logam antara lain
pH, suhu, ,keberadaan logam lain da lam larutan (jenis limbah), konsentrasi logam
berat, waktu kontak bakteri, ukuran partikel (luas permukaan partikel) yang di
leaching, serta kemampuan bakteri beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang
ada (Atlas dan Bartha, 1993). Menurut Chen dan Wilson (1997) bahwa perbedaan
pH di dalam air yang tercemar seringkali mempengaruhi proses pembersihan
logam berat.
Lebih lanjut Connel (1995); Darimont & Frenay dalam Chen & Wilson
(1997); Kong et al (1995), mengemukakan bahwa pH merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh pada proses pembentukan spesies logam dan atau gerakan
logam berat di dalam air Jenis limbah dan konsentrasi logam berat dapat
mempengaruhi bakteri di dalam proses bioleaching logam. Tingginya kadar logam
berat mengakibatkan pertumbuhan bakteri terganggu bahkan menyebabkan
matinya sejumlah bakteri yang tidak tahan terhadap logam tersebut. Hal ini
disebabkan karena setiap bakteri memiliki toleransi yang berbeda terhadap logam
berat. Selain itu proses leaching dipengaruhi oleh waktu kontak bakteri dalam

19

medium dengan permukaan partikel. Menurut Seidel et al (2001) bahwa pelekatan


bakteri pada permukaan partikel dipengaruhi waktu, dimana makin lama waktu
kontak bakteri dalam medium makin banyak bakteri yang melekat pada
permukaan partikel dan makin banyak bakteri yang dapat melakukan aktivitas
leachingnya. Jenis bakteri juga berpengaruh pada pelepasan atau leaching
logam,dengan kata lain bahwa bioleaching logam berat oleh setiap jenis bakteri
berbeda. Perbedaan ini diakibatkan oleh produk metabolik yang dihasilkan selama
proses berlangsung. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa proses leaching
logam berat oleh bakteri bergantung pada beberapa faktor yaitu; jenis dan
komposisi logam berat dalam limbah, kemampuan bakteri untuk melakukan
leaching, dan faktor lingkungan yang mempengaruhi aktivitas bakteri.
Kemampuan bakteri melakukan bioleaching Pb dan senyawanya bergantung pada
bakteri untuk beradaptasi dengan lingkungannya.

BAB 3
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dari makalah ini didapatkan beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pencemaran limbah merkuri dapat berasal dari sisa limbah industri yang
sengaja dibuang didaerah perairan.

20

2. Semua komponen merkuri mempunyai sifat racun terhadap semua mahluk


hidup.
3. Bakteri Bacillus megaterium memiliki kemampuan sebagai agen bioremediasi
limbah merkuri.
4. Proses bioleaching terjadi melalui dua tahap yakni Reduksi Hg2+ dan
Demitilasi CH3Hg+.
5. Faktor yang mempengaruhi efektifitas bioleaching limbah logam antara lain
pH, suhu, ,keberadaan logam lain da lam larutan (jenis limbah), konsentrasi
logam berat, waktu kontak bakteri, ukuran partikel (luas permukaan partikel)
yang di leaching, serta kemampuan bakteri beradaptasi dengan kondisi
lingkungan yang ada

DAFTAR PUSTAKA
Ahalya, N., T.V., Ramachandra. and R.D., Kanamadi. 2004. Biosorption of Heavy
Metals. Centre for Ecological Sciences. Indian Institute of Science.
Bangalore, India.
Asmara, W. 1996. Bioakumulasi Metal Berat pada Mikroorganisme. In
Symposium and Workshop Heavy Metal Bioaccumulation. IUC
Biotechnology, Gadjah Mada University, Yogyakarta.

21

Atlas, R. M. and R. Bartha. 1993. Microbial Ecology. Fundamentals and


Applications. 3 rd (Ed.). The Benjamin and Cummings Publishing Co.
Inc, Redwood. 563 pp.
Bachofen, R. 1994. Cell Structure and Metabolism, and its Relation with the
Environment. In Chemical and Biological Regulation of Aquatic
Systems. J, Buffle. De Vitre.R.R. Lewis Publishers, Tokyo. p 231-233.
Badjoeri, M. 2007. Hasil Identifikasi Bakteri Isolat AS1.3a. Pusat Penelitian
Limnologi-LIPI Cibinong, Bogor. belum dipublikasikan.
Badjoeri, M, S. Larashati, M.S. Syawal, Awalina, Sugiarti dan V. Indarwati. 2006.
Kajian Potensi Bakteri Indigenous Sebagai Agen Bioremoval Senyawa
Logam Pada Sistem Perairan Sungai Cisadane. Laporan Hasil
Penelitian. Pusat Penelitian Limnologi-LIPI, Cibinong, Bogor.
Bourquin, A. W. 1990. Bioremediation of Hadzarous Waste Biofutur. p 24 35.
BPPT. 2005. Air Bersih Bebas Bakteri dan Zat Kimia. Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT). http://www.bppt.go.id/. 24 Juni 2007.
pkl. 20.15 WIB.
Brock, T.D and M.T. Mandigan. 1991. Biology of Microorganism (6th Ed).
Prentice-Hall International Inc, New Jersey.
Budiono, A. 2002. Pengaruh Pencemaran Merkuri Terhadap Biota Air. Makalah
Pengantar Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Buffle, J. and W. Stumm. 1994. General Chemistry of Aquatic Systems. In
Chemical and Biological Regulation of Aquatic Systems. J, Buffle. De
Vitre.R.R. Lewis Publishers, Tokyo. p 1-10.
Cappucino, J.G and Sherman, N. 1996. Microbiology : A Laboratory Manual.
Fourth Edition. The Benjamin and Cumming Publishing Company Inc,
California.
Cheung, K.H. and Ji-Dong Gu. 2005. Chromate Reduction by Bacillus
megaterium TKW 3 Isolated From Marine Sediments. World Journal of
Microbiology and Biotechnology. 21 (3) : 213-219.
Cossich, E. S., C.R.G. Tavares and T.M.K. Ravagnani. 2002. Biosorption of
chromium(III) by Sargassum sp. Biomass. 5 (2)
.
Csuros, M. and Csuros, C. 2002 Cold Vapour AAS for Solid and Semi Solids. In
Environmental Sampling and Analysis for Metals. Lewis Publishers,
Tokyo. p 149.
De, Jaysankar. 2004. Mercury-resistant Marine Bacteria and Their Role in

22

Bioremediation of Certain Toxicants. Thesis. National Institute of


Oceanography Goa University, India.
Djarismawati. 1991. Tinjauan Penelitian Kadar Logam Berat pada Sungai di DKI
Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran. 70: 5-9.
Djuangsih, N., A.K. Benito, H. Salim. 1982. Aspek Toksikologi Lingkungan,
Laporan Analisis Dampak Lingkungan. Lembaga Ekologi Universitas
Padjadjaran, Bandung.
Fardiaz, S. 1988. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas IPB. Bogor. p 2324 hlm.
Gadd, G. M. 1992. Metal Tolerance. In Microbial Control Pollution. Fry, J. C.,
Gadd, G. M., Herbert, R. A., Jones, R. W. and Watson-Craik, I. A.
(Eds). Society for General Microbiology Symposium Cambridge
University Press, UK.
Gaudy, A. F. and E. T. Gaudy. 1981. Microbiology for Environmental Scientist
and Engineers. International Student Edition, McGraw-Hill International
Book Company, Auckland. p 176-195.
Gavrilescu, M. 2004. Removal of Heavy Metals from the Environment by
Biosorption. Technical Engineering in Life Sciences. 4 (3) : 219-232.
Sulaksono, H., O. Komala dan I. M. Sudiana. 2002. Isolasi Bakteri Selulolitik
Aerobik dan Karakteristik Enzimnya dari Tanah Gunung Botol,
Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun. Ekologia. 2 (2) : 33-41.
Sutamihardja, R. T. M., Adnan, K. dan Sanusi. 1982. Perairan Teluk Jakarta
Ditinjau dari Tingkat Pencemarannya. Fakultas Pascasarjana, Jurusan
PSL. IPB, Bogor.
Syawal dan Yustiawati. 2004. Kajian Pencemaran Merkuri Akibat Pengolahan
Biji Emas di Sungai Cikaniki, Sub Das Cisadane, Bogor. Laporan Hasil
Penelitian. Pusat Penelitian Limnologi LIPI Cibinong, Bogor.
Turnbull, P.C.B. 1996. Bacillus. In Barron's Medical Microbiology (Baron S et al,
Eds.), 4th ed., Univ. of Texas Medical Branch.
USGS (United States Geological Survey). 1995. Mercury Contamination of
Aquatic Ecosystems. Fact Sheet FS-216-95.
Vouck. 1986. General Chemistry of Metal. Handbook on the Toxicology of Metal.
Elsivier. New York.
Volk, A. Wesley. dan M.F. Wheeler. 1986. Mikrobiologi Dasar. Edisi Kelima,
Jilid 2 alih bahasa Soenartono A. Penerbit Erlangga, Jakarta.

23

Wagner-Dobler, I, H.V. Canstein, Y. Li, K. N. Timmis, and W.D. Deckwer. 2000.


Removal of Mercury from Chemical Wastewater by Microorganisms in
Technical Scale. Environmental Science. 34.
Wardoyo, S. T. H, 1981. Analisa Dampak Suatu Proyek Terhadap Kualitas Air.
Training ANDAL PPLH-UNDP-PUSDI. PSL, IPB. Bogor. 30 pp.
Wild, A. 1995. Soils and The Environment : An Introduction. Cambridge
University Press. Cambridge, Great Britain.
Wong, P.K., K.C. Lam, C.M. So. 1993. Removal and Recovery of Cu(II) from
Industrial Effluent by Immobilization Cells of Pseudomonas putida II11. Appl. Microbiol. Biotech. 39 : 127-131.
Zarkasyi, H. 2007. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Resisten Ion Logam Hg dan
Pb yang Berasal Dari Air di Hilir Sungai Cisadane yang Tercemar.
Laporan PKL. Program Studi Biologi, FST, UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta.
Zarkasyi, H. 2008. Biosorpsi Logam Merkuri (Hg) Oleh Bacillus Megaterium Asal

Hilir Sungai Cisadane. Skripsi Sarjana. Universitas Islam Negeri Syarif


Hidayatullah : Jakarta. 77 hlm.
Zulaika, E., Sholikah, U., Prasetya, A.Y. 2012. Potensi Bakteri Bacillus Sebagai
Agensia Bioremediasi Limbah Industri Yang Mengandung Merkuri. Seminar
Pemetaan Potensi dan Inovasi Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Seni dan Budaya
(IPTEKSB). ITS : Surabaya. 6 hlm.

24

Anda mungkin juga menyukai