PENDAHULUAN
1
Latar belakang
Kelenjar saliva sesuai dengan fungsinya terdiri dari kelenjar saliva mayor dan minor.
Kelenjar ludah ini mengandung jaringan tabung kecil yang disebut saluran. Air liur
mengalir melalui saluran ini ke dalam mulut. Siladenitis sering terjadi pada kelenjar
parotis (depan telinga) dan kelenjar submandibularis (di bawah dagu). Sialadenitis terjadi
karena penurunan fungsi duktus oleh karena infeksi, penyumbatan atau trauma
menyebabkan aliran saliva akan berkurang bahkan terhenti (Dawes,2008).
Kelenjar submandibularis ikut terserang pada 13% keadaan dengan serangan bilateral
pada 5% keadaan. Serangan pada kelenjar submandibula, tanpa disertai serangan pada
kelenjar aprotid merupakan perkecualian serta terjadi pada 1% keadaan. Serangan pada
kelenjar submandibula sering berhubungan dengan edema serta dapat meluas menjadi
edema presternal. Pembengkakan kelenjar ludah berlangsung selama satu minggu.
Periode akut dapat dikontrol dengan kombinasi antibiotik. Pada keadaan yang lebih
parah, gejala yang ada dapat dikontrol dengan pengikatan duktus atau parotidektomi
permukaan. Jika infeksi tidak membaik, kita mungkin memerlukan pembedahan untuk
membuka dan tiriskan kelenjar. Untuk itu, sebagai seorang perawat hendaknya dapat
merencanakan assuhan keperawatan yang tepat beserta intervensi yang sesuai bagi
penderita sialadenitis.
2 Tujuan
1
Tujuan Umum
Mempelajari konsep dan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
2
sialadenitis.
Tujuan Khusus
1 Dapat mengetahui konsep anatomi dari kelenjar saliva
2 Dapat mengetahui konsep dari gangguan sialadenitis
3 Dapat merumuskan asuhan keperawatan dari gangguan sialadenitis
Manfaat
1 Memberikan informasi ilmu pengetahuan tentang perjalanan penyakit infeksi
2 Memberikan informasi tentang sialadenitis agar perawat dapat memberikan asuhan
keperawatan kepada klien secara tepat dan optimal.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1
Defenisi
Sialadenitis adalah peradangan dari kelenjar air liur yang dapat disebabkan oleh virus,
bakteri atau penyakit autoimun (Bing, 2001).
(Mitchell, 2009).
a Mukokel merupakan lesi kelenjar saliva yang paling sering ditemukan. Lesi ini terjadi
karena penyumbatan atau ruptur duktus salivarius dengan kebocoran saliva ke dalam
stroma di sekitarnya. Mukokel yang paling sering ditemukan pada bibir sebelah
bawah tersebut secara khas terjadi karena trauma. Ukuran lesi ini berfluktuasi dan
terutama berkaitan dengan makanan. Eksisi yang total dapat menyebabkan rekurensi
b
(Mitchell, 2009).
Sialoadenitis nonspesifik (bakterial) umumnya terjadi sesudah obstruksi duktus
salivarius oleh batu (sialolitiasis), dengan pertumbuhan S. Aureus atau Streptococus
viridans yang berlebihan sehingga terjadi pembesaran kelenjar saliva serta nyeri dan
Peradangan kronis pada parenkim kelenjar atau duktus yang seperti batu
(sialolithiasis) yang disebabkan infeksi (sialodochitis) dari bakteri staphylococus
c
d
Sialadenitis kronis. Tipe ini bisa disebut juga dengan sialodochitis yang dapat
menimbulkan rasa tegang yang tidak nyaman pada saat makan. Glandula saliva
yang mengalami infeksi akan membentuk sekresi purulen berwarna putih susu dan
kental. Sumbatan kronis atau infeksi akan menyebabkan berkurangnya
serusacini/mukus sehingga terjadi pembentukan fibrosis intertisial. Bila hal
tersebut terjadi, maka aliran saliva akan sangat berkurang (Gordon, 1996;280).
5 Pemeriksaan Diagnostik
1 Kultur darah: untuk mengetahui sepsis atau bakterimia.
2 Pemeriksaan elektrolit rutin dan jumlah sel darah lengkap.
3 Analisis serum untuk antibodi antinuklear, SS-A, SS-B, dan laju endapan darah.
4 Evaluasi USG atau computed tomography (CT) akan menunjukkan apakah
(Haskel, 1990).
Komplikasi
Paling serius : pembentukan abses
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
1
Pengkajian
1 Identitas
Pada penyakit sialadenitis tidak dipengaruhi oleh ras, jenis kelamin, agama tapi
2
sakit).
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien dengan gangguan sialadenitis biasanya pada penyakit terdahulu mengalami
obstruksi hiposecretion atau saluran kelenjar saliva yang menyebabkan saliva
sedikit.
Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit ini tidak berhubungan dengan genetik dari klien dan keluarganya. Namun,
: 60-100 x/menit
: 38 C
TD
: 120/80 mmhg
2
No
1.
Pemeriksaan Fisik :
a B1 (Sistem Pernafasan)
Tidak tmengalami gangguan.
b B2 (Sistem Kardiovaskuler)
Tidak mengalami gangguan.
c B3 (Sistem Persyarafan)
Terdapat gangguan rasa nyeri di pipi atau di bawah dagu
d B4 (Sistem Perkemihan)
Tidak tmengalami gangguan
e B5 (Sistem Pencernaan)
a anoreksia
b Sulit menelan
c Timbulnya nyeri tekan
f B6 (Sistem Muskuloskeletaldan Integumen)
a). Malaise
Analisa Data
Data
Data Subjektif :
Etiologi
Gangguan sekresi saliva
Penghentian/Penurunan aliran
bawah (kelenjar
saliva
submandibula)
Pembesaran glandula
Masalah
Nyeri
Bengkak
Nyeri
Data objektif :
2.
Data subjektif:
Tidak mengkonsumsi
makanan yang terlalu kasar
Data objektif:
kebutuhan tubuh
Infeksi glandula
Sekresi cairan purulen
Sekresi mucus berkurang
Fibrosis intersial
Aliran saliva berkurang
Gangguan pencernaan kimiawi
Nutrisi tidak terserap
maksimal
Nutrisi kurang dari kebutuhan
BB awal = 55 kg
BB normal sesuai tinggi seharusnya =
55,8 kg
TB: 162 cm
Badan menggigil
Pengentalan saliva
Data objektif:
Hipertermi
Inflamasi
Pembengkakan
Demam
Diagnosa Keperawatan
1 Nyeri berhubungan dengan Sensitivitas serabut saraf lokal sekunder akibat respon
2
evaluasi
untuk
intervensi
selanjutnya
Kaji faktor penyebab timbul nyeri Dengan
mengetahui
(takut , marah, cemas)
penyebab
nyeri
faktor
menentukan
dengan
pemberian analgetik
dokter
rasa nyeri
untuk Analgetik efektif untuk mengatasi
nyeri
2.Resiko
perubahan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
b.d
mampu
menjelaskan
kembali
pendidikan
kesehatan
yang
kondisi
social
ekonomi
Perawat
menggunakan
pasien.
pendekatan
terara
pendidikan
dalam
yang
memberikan
sesuai
dengan
tertentu
dan
beberapa
goute,
memberiukan
persiapan
diberikan
Mulai dengan makanan kecil dan Kandungan
tingkatkan
sesuai
dan
lainnya
manifestasi
terhadap
komposisi
yang
makanan
akan
dapat
toleransi.
memerlukan
perubahan
intervensi
yang
pada
tidak
reseptor
H2,
dimana
tidak
nyaman
pada
yang
sakit merupakan
jarang
dilakukan
pemberian
dan
persiapan
pemberian
penghambat
H2,
reseptor
memiliki
arti
memberikan
kondisi
normal
aktifvitas
rutin
selama
mekanisme
berkonsentrasi
makan
tanpa
pada
adanya
Pemakaian penghambat
idin)
meningkatkan
menurunkan
pH
iritasi
gaster,
pada
dan
mukosa
data
memberikan
selanjutnya.
Anjurkan keluarga untuk membatasi Penurunan
aktivitas pasien.
dasar
ubtuk
intervensi
aktivitas
menurunkan
laju
akan
metabolisme
parotitis,
dengan
demikian
membantu
menurunkan
suhu
tubuh.
Kondisi ruang yang sejuk, tenang,
sedikit pengunjung memberikan
effektivitas
terhadap
preoses
lingkungan
(radiasi
dan
penting
agar
suhu
suhu
tubuh
yang
dingin.
digunakan
Area
adalah
mempunyai
area
pembuluh
yang
yang
darah
keluarga
memakaikan
pakaian
untuk
yang
dengan
dokter
sangat
efektif
efek
dari
bertujuan
untuk
BAB 4
PENUTUP
1
Kesimpulan
Sialadenitis adalah peradangan kelenjar air liur yang dapat disebabkan oleh virus,
bakteri penyakit autoimun, dan bisa juga disebabkan oleh trauma. Awalnya disebabkan
oleh obstruksi kemudian berkmbang tanpa diketahui sebab yang jelas. Beberapa faktor
resikonyaseperti dehidrasi, terapi radiasi, stress, malnutrisi dan hiegyne oral yang tidak
tepat, orang sakit, dan operasi. Glandula saliva memiliki ductus untuk mengeluarkan
enzim, jika suatu duktus mengalami penurunan fungsi oleh karena infeksi
(sialodochitis), penyumbatan (batu ludah, sialolitiasis), atau trauma, maka aliran aliran
saliva akan berkurang atau bahkan terhenti. Manifestasi klinik secara umum yang
ditunjukan
fungsi kelenjar air liur (hiposaliva), ditemukannya sel radang PMN (polimononuklear)
dan bakteri dalam saliva. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
menegakkan diasnosis diantara kultur darah, pemeriksaan elektrolit rutin dan jumlah sel
darah lengkap, analisis serum untuk antibodi antinuklear, SS-A, SS-B, dan laju endapan
darah, Evaluasi USG atau computed tomography (CT). Perawatan awaldapat dilakukan
hidrasi yang adekuat, menjaga kebersihan mulut, pijat berulang pada kelenjar, antibotik
IV. Komplikasi yang ditimbulkannya sepeti adanya pembentukan abses dan
perlindungan gigi serta karies menurun. Sebagian besar Infeksi kelenjar ludah ini dapat
2
Carpenitto, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta: EGC
Cawson,R. A., et al. 2002. The Pathology and Surgery of the Salivary Glands . Sialadenitis :
1-31.
Djimantoro, Bing; Hendrawan, Andhy; Kurniadhi, Budi; Sudiono, Janti. 2001. Penuntun
Praktikum Patologi Anatomi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Gordon. 2000. Buku Praktis Bedah Mulut. Jakarta : EGC
Haskel, R. 1990. Penyakit Mulut. Jakarta: EGC
Ikatan dokter anak indonesia. 2008. Buku ajar Infeksi dan Pedatri Tropis (edisi2). Jakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan FKUI.
Mitchell dkk. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika.
Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Prasetyo, Remita Adya. 2007. Pemeriksaan radiologi di Bidang Ilmu Penyakit Mulut.
Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit Mulut FKG Universitas hang Tuah surabaya