Anda di halaman 1dari 42

RAKORNAS PP IAI Februari 2015

MEDAI 2014-2018

Kualitas Perundangundangan, Pelaksanaan


dan Penegakkan

Pendidikan Calon
Apoteker

Branding Apoteker

Kualitas Organisasi

Apoteker Praktek
Bertanggungjawab

Dinegara

maju (seperti US, Europe, Australia,


Singapura, Canada, Japan, dll), Profesi Apoteker
(Farmasis) adalah Profesi yg memiliki tingkat
kepercayaan tinggi dari Masyarakat. (Bisa dijadikan
Jaminan oleh Bank)
Profesi Apoteker berdiri sejajar dgn Profesi Kesehatan
lainnya, sebagai Profesi yang sama2 peduli thd
Kesehatan Masyarakat. Mereka bekerja sama dalam
menangani masalah Kesehatan Masyarakat, saling
cross check utk meminimalkan medication error.
Apoteker merupakan pilihan utama yang menarik bagi
masyarakat utk melakukan konseling pengobatan.
Apoteker menjadi penyedia pelayanan kesehatan yang
akuntabel dalam terapi obat.

KARENA
MEREKA ADA UNTUK
MASYARAT

APAKAH PROFESI APOTEKER


SUDAH JADI SEBUAH KEBUTUHAN
OLEH MASYARAKAT?

Sekitar

95 % Obat yg dikonsumsi masyarakat


Indonesia di Produksi oleh anak Bangsa dan Apoteker
punya peran penting didalamnya.Tapi tidak banyak
masyarakat yang tahu peran Apoteker.
Ada + 5.000 Apotek di Indonesia kurang dari 20 % yang
dimiliki Apoteker.
Ada 500 Izin PBF, yang membutuhkan peran Apoteker
dalam GDP.
Ada 2.300 RS di Indonesia (Goverment & Private), yang
membutuhkan Apoteker dalam Farmasi Klinis.
Ada 9.650 Puskesmas, yang membutuhkan Apoteker .

Ada 80 PT Farmasi yang menghasilkan

+ 4.000 an Apoteker/th.
Ada lebih dari 60.000 Apoteker.

T A P I,
APAKAH APRESIASI MASYARAKAT
KEPADA APOTEKER SAMA DENGAN
NEGARA LAIN?

Sudah berapa banyakkah apoteker kita


yang
berperan
dalam
mengurangi

medication error?
Sudah berapa banyakkah Apoteker kita
yang melakukan konseling pengobatan?
Apakah kita sudah menjadi penyedia
pelayanan kesehatan yang akuntabel
dalam terapi obat?

Kita harus JUJUR menjawab pertanyaan2


diatas.
Kita masih jauh dari kondisi ideal itu.
Bagaimana mungkin kita memberikan
pelayanan yang komprehensif, kalau kita

jarang berhadapan dgn Pasien, jarang


ADA untuk Pasien.

Inginkah kita di apresiasi oleh masyarakat?


Inginkah kita berdiri sejajar dengan Profesi

Kesehatan lainnya?
Inginkah kita Profesi Apoteker punya
harkat dan martabat dimata masyarakat?
Kalau jawaban nya INGIN........... Maka

TRANSFORMASI ~ PEROBAHAN
HARUS DILAKUKAN!!!

APOTEKER YANG SUDAH EXCIST


MERUBAH PERILAKU DALAM PRAKTEK
PROFESI.
CALON APOTEKER

MENYIAPKAN DIRI JADI AGENT OF CHANGE


MENJADI APOTEKER YG PROFESIONAL.

Adalah Pedoman atas Sikap, Tingkah laku,


serta Perbuatan dalam melaksanakan
tugas dan kehidupan sehari hari di
tempat kerja maupun di masyarakat.
Pada dasarnya Kode Etik menyangkut

Moral.
Kode Etik dibuat oleh kelompok itu
sendiri. (Self regulation)

Kesanggupan APOTEKER untuk Mentaati


dan Menghindari Larangan yang ditentukan dalam Perundang-undangan, dan/
Peraturan serta Praktik PROFESI.

1. Apoteker adalah sebuah profesi luhur.


2. Melindungi masyarakat dari perbuatan
yang akan merugikan mereka.
3. Menjaga apoteker dari perbuatan yang
dapat merusak citra profesi, yang pada
akhirnya akan merugikan dirinya sendiri.

Adalah masyarakat moral (moral


community) yang memiliki cita-cita dan
nilai-nilai bersama.
Pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan suatu pengetahuan
khusus.

Keterampilan yang berdasarkan pengetahuan teoritis.


Memberikan layanan publik dan Altruisme.
Punya otonomi kerja/ Tidak tergantikan.
Melalui pendidikan yang intensif.
Memiliki Kode Etik
Ada Asosiasi/organisasi

Disahkan pada Kongres ISFI ke XVII 2005 di


Bali. Disahkan kembali dalam Kongres ISFI ke
XVIII 2009 di Jakarta.
Terdiri dari:
Mukadimah
5 (lima) Bab dan 15 (lima belas) Pasal.

Mengingat bahwa Kode Etik IAI dibuat


dengan sangat ringkas dan sederhana,
maka untuk memudahkan dalam implementasi Kode Etik tersebut di buatlah
Pedoman Implementasi. Dan setiap fasal

yang ada dibuatkan jabarannya, sehingga


dapat dijadikan acuan oleh MEDAI Daerah
dan anggota dalam mengimplementasikan.

Berisi hal yang mendasari seorang Apoteker


dalam pengabdiannya.
Landasan moral dalam pengabdiannya.
Penegasan bahwa kode etik akan dijadikan
pedoman dan petunjuk serta standar perilaku

dalam bertindak.

Berisi hal-hal yang merupakan kewajiban umum


seorang Apoteker.
Pasal 1, Kewajiban terhadap Sumpah Apoteker.
Pasal 2, Kewajiban terhadap Kode Etik Apoteker.
Pasal 3, Kewajiban pentingnya kompetensi bagi
Apoteker.
Pasal 4, Kewajiban seorang Apoteker dalam
mengembangkan ilmu & Keterampilan.

Pasal 5, Kewajiban Apoteker untuk menjaga


martabat luhur.
Pasal 6, Kewajiban Apoteker untuk selalu menjadi
teladan bagi orang lain.
Pasal 7, Kewajiban Apoteker untuk memberikan
informasi yang benar kepada masyarakat.
Pasal 8, Kewajiban Apoteker untuk selalu
mengikuti perkembangan peraturan dan
perundang-undangan di bidang
Kesehatan dan farmasi khususnya.

Berisi Kewajiban Apoteker terhadap Penderita.


Pasal 9, Kewajiban Apoteker untuk mendahulukan kepentingan pasien dan masyarakat.

Berisi Kewajiban Apoteker terhadap teman


sejawat.
Pasal 10,Bagaimana seorang Apoteker bersikap
terhadap terhadap sejawatnya.
Pasal 11,Bagaimana sikap Apoteker melihat
pelanggaran kode Etik oleh sejawatnya.
Pasal 12,Bagaimana kerjasama sesama Apoteker.

Berisi kewajiban apoteker terhadap sesama


tenaga kesehatan.
Pasal 13, Bagaimana Apoteker membangun
hubungan dengan tenaga profesi
kesehatan lainnya.
Pasal 14, Bagaimana Apoteker menjauhkan diri
dari tindakan yang dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya
kepercayaan masyarakat.

Penutup
Pasal 15, Pengaturan terhadap sanksi pelanggaran
Kode Etik.

Dalam Kongres ke XIX tahun 2014 telah ditetapkan bahwa IAI akan membuat Pedoman Disiplin
Apoteker Indonesia.
Dalam Rakernas bulan Juni 2014 telah di
tetapkan PDAI untuk pertamakalinya dan sudah
diterbitkan PO oleh PP.

1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak

kompeten.
Penjelasan: Melakukan Praktek kefarmasian
tidak dengan standar praktek Profesi/standar
kompetensi yang benar, sehingga berpotensi
menimbulkan/mengakibatkan kerusakan, kerugian pasien atau masyarakat.

2. Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang menjadi tanggung jawabnya,


tanpa
kehadirannya,
ataupun
tanpa
Apoteker penggantidan/ atau Apoteker
pendamping yang sah.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga
kesehatan tertentu dan/atau tenaga-tenaga
lainnya yang tidak memiliki kompetensi

untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.

4. Membuat keputusan profesional yang tidak ber-

pihak kepada kepentingan pasien/masyarakat.


5. Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan

dan up to date dengan cara yang mudah dimengerti oleh pasien/masyarakat, sehingga berpotensi menimbulkan kerusakan dan/ atau kerugian
pasien.
6. Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan

Standar Prosedur Operasional sebagai Pedoman


Kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan/
pelayanan
kefarmasian,
sesuai
dengan
kewenangannya.

7. Memberikan sediaan farmasi yang tidak


terjamin mutu, keamanan, dan khasiat/

manfaat kepada pasien.


8. Melakukan pengadaan (termasuk produksi
dan distribusi) obat dan/atau bahan baku
obat, tanpa prosedur yang berlaku, sehingga
berpotensi menimbulkan tidak terjaminnya
mutu, khasiat obat.
9. Tidak menghitung dengan benar dosis obat,
sehingga dapat menimbulkan kerusakan atau

kerugian kepada pasien.

10. Melakukan

penataan,penyimpanan obat tidak


sesuai standar, sehingga berpotensi menimbulkan
penurunan kualitas obat.

11. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi


tingkat kesehatan fisik ataupun mental yang
sedang terganggu sehingga merugikan kualitas

pelayanan profesi.
12. alam

penatalaksanaan praktik kefarmasian,


melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau
tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai
dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa
alasan pembenar yang sah, sehingga dapat
membahayakan pasien.

13. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam

pelaksanaan praktik swamedikasi (self medication)


yang tidak sesuai dengan kaidah pelayanan
kefarmasian.
14. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/ atau

tidak etis, dan/atau tidak objektif kepada yang


membutuhkan.
15. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasi-

an terhadap pasien tanpa alasan yang layak dan


sah.
16. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak

berhak.

17. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.

18. Membuat catatan dan/atau pelaporan


sediaan farmasi yang tidak baik dan tidak
benar
19. Berpraktik dengan menggunakan Surat
Tanda Registrasi Apoteker (STRA) atau Surat

Izin Praktik Apoteker/Surat Izin kerja


Apoteker (SIPA/SIKA) dan/atau sertifikat
kompetensi yang tidak sah.

20. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat

bukti lainnya yang diperlukan MEDAI untuk


pemeriksaan
atas
pengaduan
dugaan
pelanggaran disiplin.
21. Mengiklankan

kemampuan/pelayanan atau
kelebihan kemampuan/pelayanan yang dimiliki,
baik lisan ataupun tulisan.

22. Membuat

keterangan farmasi yang tidak


didasarkan kepada hasil pekerjaan yang
diketahuinya secara benar dan patut.

semua Apoteker mau menjalankan praktek

profesi-nya dengan baik dan benar serta


disiplin menjalankanya, maka itu berarti kita
sudah mengamalkan Kode Etik dan sudah
terhindar dari Pelanggaran Disiplin
Apoteker.

kita mengamalkan Kode Etik dan


Pedoman
Disiplin,
maka
apresiasi
masyarakat dan profesi Kesehatan
lainnya akan meningkat.

sudah ada apresiasi masyarakat dan


Profefesi Kesehatan lainnya, maka itu artinya
TRUST sudah muncul terhadap Apoteker.
Trust sudah muncul, maka masyarakat
akan membutuhkan Apoteker.
sudah menjadi kebutuhan maka
kesejahteraan Apoteker akan meningkat.

Anda mungkin juga menyukai