1
GAMBARAN RADIOGRAFI
Radiograf merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting dalam
menegakkan diagnosa penyakit periodontal, tetapi radiograf semata tidak dapat
menentukan diagnosa.
Beberapa persyaratan umum dalam pemeriksaan radiografik yang lengkap,
yaitu:
1. Rangkaian film yang dibuat, meliputi:
a) Rangkaian foto rontgen periapikal seluruh gigi (full-mouth)
b) Empat foto rontgen sayap gigit periodontal
c) Foto panoramik sebagai tambahan
2. Kualitas foto rontgen yang baik, melipuit densitas, kontras dan pengambilan
sudut yang tepat, serta harus mencakup seluruh detail anatomi daerah yang
dimaksud
Keterbatasan radiografi, yaitu :
a. Radiografi konvensional memberikan gambar dua dimensi. Sedangkan
gigi merupakan objek tiga dimensi yang kompleks. Akibat dari gambar yang tumpang
tindih, detail bentuk tulang menjadi tidak terlihat.
b. Radiografi tidak memperlihatkan permulaan dari penyakit periodontal.
Setidaknya 55 60 % demineralisasi terjadi dan tidak terlihat pada gambaran
radiografi.
c. Radiografi tidak memperlihatkan kontur jaringan lunak dan tidak
merekam perubahan jaringan jaringan lunak pada periodontium.
d. Oleh karena itu, pemeriksaan klinis yang teliti dikombinasi dengan
pemeriksaan radiografik yang tepat dapat memberikan data adekuat untuk diagnosa
keberadaan dan penyebaran dari penyakit periodontal.
Baik data klinis maupun radiografik sangatlah penting dalam mendiagnosis
penyakit periodontal.
Data klinis sebagai berikut:
b. Indeks pendarahan;
c. Kedalaman probing;
d. Edema;
e. Erithema; dan
f. Struktur gingiva.
Radiograf tidak dapat memperlihatkan aktivitas penyakit, tetapi dapat
menunjukkan efek penyakit. Hal-hal yang tidak dapat ditunjukan rontgen adalah
1. Ada atau tidaknya poket
2. Morfologi kelainan bentuk tulang yang pasti, khususnya cacat uang berliiku-liku,
dehisensi, dan fenestrasi
3. Kegoyangan gigi
4. Posisi dan kondisi prosesus alveolar di permukaan fasial dan lingual
5. Keterlibatan furkasi tahap awal
6. Tingkat perlekatan jaringan ikat dan epitel jungsional
Radiografi akan sangat membantu dalam evaluasi jumlah tulang yang ada,
kondisi tulang alveolar, kehilangan tulang pada daerah furkasi, lebar dari ruang
ligamen periodontal, dan faktor lokal yang dapat menyebabkan atau memperparah
penyakit periodontal seperti restorasi yang berkontur buruk atau overhanging dan
karies. Perubahan lainnya yang dapat dilihat pada penyakit periodontal, yaitu lesi
inflamasi di tulang marginal, terlihat aktivitas osteoblas dan osteoklas, aktivitas
osteoklas yang menyebabkan perubahan pada tulang krestal dan respon awal dari
kerusakan tulang serta pada lesi kronis dapat terlihat osteosklerosis.
pasien
selama
penyinaran
akan
menyulitkan
dalam
Secara umum prosedur diagnosa dapat dibagi menjadi empat bagian, antara
lain: (1) melakukan anamnesa dan mencatat riwayat pasien, (2) melakukan
pemeriksaan terhadap pasien (pemeriksaan fisik dan laboratorium), (3) Evaluasi
dari hasil anamnesa dan hasil pemeriksaan fisik serta laboratorium yang akan
menuntun ke arah perumusan suatu diagnosa, (4) Penilaian resiko medis untuk
pasien-pasien gigi. Menurut Carranza (1990), suatu diagnosis penyakit periodontal
dapat ditegakkan melalui diagnosis klinis, radiografi, dan teknik lanjutan.
DIAGNOSIS KLINIS
Kunjungan pertama
Pada saat kunjungan pertama ini, seorang dokter gigi perlu menilai
beberapa hal seperti:
1. Penilaian pasien secara keseluruhan
Seorang operator harus mencoba menilai pasien secara keseluruhan.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah status mental dan emosional
pasien, tabiat, sikap, dan umur fisiologi .
2. Riwayat sistemik
Menurut Carranza (1990), suatu riwayat sistemik akan menolong
operator dalam hal (1) diagnosis manifestasi oral dari penyakit sistemik, (2)
penemuan kondisi sistemik yang dapat mempengaruhi respon jaringan
periodontal terhadap faktor lokal, (3) penemuan kondisi sistemik yang
membutuhkan
suatu
tindakan
pencegahan
dan
modifikasi
dalam
pain, rasa nyeri yang tumpul setelah makan, rasa nyeri yang dalam rahang,
rasa nyeri akut, sensitif ketika mengunyah, sensitif terhadap panas dan dingin,
sensasi terbakar pada gusi, dan sensitif terhadap udara yang dihirup. Riwayat
dental harus meliputi acuan seperti:
b. Kunjungan ke dokter gigi meliputi frekuensi, tanggal terakhir kunjungan,
dan perawatannya. Profilaksis oral atau pembersihan oleh dokter gigi
frekuensi dan tanggal terakhir dibersihkan.
c. Menyikat gigi frekuensi, sebelum atau sesudah makan, metode, tipe sikat
gigi dan pasta, serta interval waktu digantinya sikat gigi.
d. Perawatan ortodontik durasi dan perkiraan waktu selesai.
e. Rasa nyeri di gigi atau di gusi cara rasa nyeri terpancing, asal dan
durasinya, dan cara menghilangkan rasa nyeri tersebut.
f. Gusi berdarah kapan pertama kali diketahui; terjadi spontan atau tidak,
terjadi saat sikat gigi atau saat makan, terjadi pada malam hari atau pada
periode yang teratur; apakah gusi berdarah berhubungan dengan periode
menstruasi
atau
faktor
spesifik;
durasi
perdarahan
dan
cara
menghentikannya.
g. Bau mulut dan daerah impaksi makanan
h. Kegohayan gigi apakah terasa hilang atau tidak nyaman pada gigi?
Apakah terdapat kesulitan pada saat mengunyah?
i. Riwayat masalah gusi sebelumnya
j. Kebiasaan grinding teeth atau clenching teeth pada malam hari atau
setiap waktu. Apakah otot gigi terasa sakit pada pagi hari? Kebiasaan
lainnya seperti merokok, menggigit kuku, dan menggigit benda asing.
4. Survey radiografi intraoral
Survey radiografi minimum terdiri dari 14 film intraoral dan 4
bitewing posterior. Survey lengkung gigi dan struktur sekitarnya dapat dilihat
dengan
mudah
melalui
radiograf
panoramik.
Radiograf
panoramik
Ekstraoral atau sumber bau mulut yang jauh berasal dari penyakit atau
struktur yang berdekatan berhubungan dengan rhinitis, sinusitis, atau
tonsillitis; penyakit pada paru-paru dan bronkus; dan bau yang dikeluarkan
melalui paru-paru dari substansi aromatik dalam aliran darah seperti metabolit
dari infus makanan atau produk eksretori dari metabolisme sel.
Pemeriksaan Rongga Mulut
Pemeriksaan rongga mulut meliputi bibir, dasar mulut, lidah, palatum,
dan daerah oropharyngeal, serta kualitas dan kuantitas saliva. Walaupun hasil
pemeriksaan tidak berhubungan dengan penyakit peridontal, seorang dokter
gigi harus mendeteksi perubahan patologis yang terjadi.
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening
Kelenjar getah bening dapat membesar dan/atau mengeras sebagai
respon episode infeksi, metastase malignant, atau perubahan residual fibrotik.
Kelenjar yang inflamasi menjadi membesar, terpalpasi, empuk, dan tidak
bergerak. Acute herpetic gingivostomatitis, ANUG, dan abses periodontal akut
menghasilkan pembesaran kelenjar getah bening.
2. Pemeriksaan gigi
Menurut Carranza (1990), aspek-aspek pada gigi yang diperiksa adalah
kariesnya,
perkembangan
kecacatan,
anomali
bentuk
gigi,
wasting,
ligamen
periodontal.
Hal
ini
berbungan
dengan
distorsi
10
11
12
poket
karena
kalkulus
menghalangi
masuknya
probe.
15
Selain kedalaman poket, hal lain yang penting dalam diagnostik adalah
penentuan tingkat perlekatan (level of attachment). Kedalaman poket adalah
jarak antara dasar poket dan margin gingiva. Kedalaman poket dapat berubah
dari waktu ke waktu walaupun pada kasus yang tidak dirawat sehingga posisi
margin gingiva pun berubah. Poket yang dangkal pada 1/3 apikal akar
memiliki kerusakan yang lebih parah dibandingkan dengan poket dalam yang
melekat pada 1/3 koronal akar. Cara untuk menentukan tingkat perlekatan
adalah pada saat margin gingiva berada pada mahkota anatomis, tingkat
perlekatan ditentukan dengan mengurangi kedalaman poket dengan jarak
antara margin gingiva hingga cemento-enamel junction .
Insersi probe pada dasar poket akan mengeluarkan darah apabila
gingiva mengalami inflamasi dan epithelium poket atrofi atau terulserasi.
Untuk
mengecek
perdarahan
setelah
probing,
probe
perlahan-lahan
16
berdenyut,
sensitif
terhadap
palpasi
gigi,
kegoyangan
gigi,
mukosa gingiva sepanjang akar gigi. Abses peridontal kronis biasanya asimptomatik.
Pasien seringkali mengeluhkan rasa nyeri yang tumpul, sedikit peninggian pada gigi, dan
keinginan untuk menggigit dan menggesekkan gigi .
Carranza, F.A., 1990, Glickman's clinical Periodontology, 7th Ed, W.B Saunders Company,
Philadelphia, h.476Fedi, F.J., Vernino, A.R., Gray, J.L., 2004, Silabus Periodonti, Edisi 4, EGC, Jakarta, h.46-61
Harty, F.J., dan Ogston, R., 1995, Kamus Kedokteran Gigi, EGC, Jakarta
Lynch, M.A., Brightman, V.J., Greenberg, M.A., 1992, Ilmu Penyakit Mulut: Diagnosis dan
Terapi, Edisi 8, Binarupa Aksara, Jakarta
Rateitschak, K.H, Rateitschak., E.M, Wolf, H.F., Hassell, T.M., 1985, Color Atlas of
Periodontology, Georg Thieme Verlag Sturrgart, New York
Rose, L.F., Mealy, B.L., Genco, R.J., Cohen., D.W., 2004, Periodontics: Medicine, Surgery,
and Implants, Mobsy, St.Louis
Suproyo, H., 2007, Bahan Ajar Penatalaksanaan Penyakit Jaringan Periodontal,
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta