Anda di halaman 1dari 13

Pertanian memiliki peranan yang sangat strategis dalam kehidupan

manusia. Xenophon, filsuf dan sejarawan Yunani yang hidup 425-355 SM,
mengatakan bahwa Agriculture is the mother and nourishes of all other arts.
When it is well conducted, all other arts prosper. When it is neglected, all other
arts decline. Pertanian adalah ibu dari segala budaya. Jika pertanian berjalan
dengan baik, maka budaya-budaya lainnya akan tumbuh dengan baik pula. Tetapi,
manakala sektor ini diterlantarkan, maka semua budaya lainnya akan rusak
(Daryanto, 2010).
A. Kebijakan-kebijakan yang Dijalankan Pemerintah dalam Rangka
Pembangunan Pertanian
1. Kebijakan Harga
Kebijakan ini merupakan salah satu kebijakan yang terpenting di banyak
negara dan biasanya digabung dengan pendapatan sehingga disebut kebijakan
harga dan pendapatan (price and income policy). Segi harga dari kebijakan itu
bertujuan untuk mengadakan stabilisasi harga, sedangkan segi pendapatannya
bertujuan agar pendapatan petani tidak terlalu berfluktuasi ari musim ke musim
dan dari tahun ke tahun. Kebijakan harga dapat mengandung pemberian suatu
penyangga (support) untuk hasil-hasil pertanian supaya tidak merugikan petani.
Negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Australia dan lain-lain, banyak
sekali hasil-hasil pertanian seperti gandum, kapas, padi, gula biet dan lain-lain
yang mendapat perlindungan pemerintah berupa penyangga dan subsidi.
Indonesia baru mempraktikan kebijakan harga untuk beberapa hasil sejak tahun
1969. Secara teoritis kebijakan harga dapat dipakai mencapai tiga tujuan yaitu:
1. Stabilisasi harga-hasil hasil pertanian terutama pada tingkat petani.
2. Meningkatkan pendapatan petani melalui perbaikan nilai tukar (term of trade).
3. Memberikan arah dan petunjuk pada jumlah produksi.
2. Kebijakan Pemasaran
Di samping kebijakan harga untuk melindungi petani produsen maka
pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan-kebijakan khusus dalam kelembagaan
perdagangan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan tekanan pada perubahan
rantai pemasaran dari produsen ke konsumen, dengan tujuan utama untuk
memperkuat daya saing petani. Di negara-negara Afrika seperti Nigeria dan

Kenya apa yang dikenal dengan nama Badan Pemasaran Pusat (Central
Marketing Board) berusaha untuk mengurangi pengaruh fluktuasi harga pasar
dunia atas penghasilan petani. Badan pemasaran ini sangat berhasil di Inggris
yang dimulai sesudah deprisi besar pada tahun 1930 untuk bulu domba, milk, telur
dan kentang. Di negara kita pembentukan sindikat dan PT eksportir kopi, badan
pengurus kopra, badan pemasaran lada, pada prinsipnya mempunyai tujuan yang
sama dengan badan-badan pemasaran pusat di Afrika dan Inggris itu.
Masalah yang dihadapi di negara kita adalah kurangnya kegairahan
berproduksi pada tingkat petani, tidak adanya keinginan untuk mengadakan
penanaman baru, dan usaha-usaha lain untuk menaikan produksi karena
presentase harga yang diterima oleh petani relatif rendah dibandingkan dengan
bagian yang diterima golongan-golongan lain.
Badan-badan pemasaran yang dibentuk dimaksudkan untuk memberikan
jaminan harga yang minimum yang stabil pada petani. Sehubungan dengan usaha
memperkuat kedudukan pengusaha eksportir lemah telah diambil kebijakan
kredit, yaitu dengan memberikan kredit dengan bunga yang relatif rendah dan
menyederhanakan prosedur ekspor maka kebijakan pemasaran hasil-hasil tanaman
perdagangan untuk ekspor maka kebijakan ini meliputi pula pengaturan distribusi
sarana-saran produksi bagi petani pemerintah berusaha menciptakan persaingan
yang sehat diantara para pedagang yang melayani kebutuhan petani seperti pupuk,
peptisida dan lain-lain sehingga petani akan dapat membeli saran-saran produksi
tersebut dengan harga yang tidak terlalu tinggi.
Kebijakan pemasaran merupakan usaha campur tangan pemerintah dalam
bekerjanya kekuatan-kekuatan pasar. Disatu pihak pemerintah dapat mengurangi
pengaruh kekuatan-kekuatan pasar supaya tidak terlalu merugikan para pedagang
dan petani, tetapi dipihak lain persaingan dapat didorong untuk mencapai efisiensi
ekonomi yang tinggi. Dalam hal yang terakhir ini berarti pemerintah memberi
arah tertentu di dalam bekerjanya gaya-gaya pasar. Dalam praktek kebijakan
pemasaran dilaksanakan secara bersamaan dengan kebijaksanaan harga.
3. Kebijakan Struktural

Kebijakan struktural dalam pertanian dimaksudkan untuk memperbaiki


struktur produksi misalnya luas pemilikan tanah, pengenalan dan penguasaan alatalat pertanian yang baru dan perbaikan prasarana pertanian pada umumnya baik
prasarana fisik maupun sosial ekonomi. Kebijakan struktural ini hanya dapat
terlaksana dengan kerjasama yang erat dari beberapa lembaga pemerintah.
Perubahan struktur yang dimaksud disini tidak mudah mencapainya dan biasanya
memakan waktu yang lama. Hal ini disebabkan karena sifat fisik usaha tani yang
tidak saja merupakan unit usaha ekonomi tetapi juga merupakan bagian kehidupan
petani dengan segala aspeknya. Oleh sebab itu tindakan ekonomi saja tidak akan
mampu mendorong perubahan struktur dalam sektor pertanian sebagai mana dapat
dilaksanakan dengan penyuluhan-penyuluhan yang intensif adalah merupakan
pula satu contoh dari kebijakan ini. Kebijakan pemasaran yang telah disebutkan di
atas sebenarnya dimaksudkan pula untuk mempercepat proses perubahan
struktural di sektor pertanian dalam komoditas pertanian.
Persoalan yang selalu tidak mudah diatasi adalah persoalan keadilan.
Hampir setiap kebijakan jarang akan disambut dengan baik oleh semua pihak.
Selalu ada saja pihak yang memperoleh manfaat lebih besar dari fihak lainnya
bahkan ada yang dirugikan. Itulah sebabnya masalah kebijakan pertanian
bukanlah terletak pada banyak sedikitnya campur tangan pemerintah melainkan
pada berhasil tidaknya kebijakan mencapai sasarannya dengan sekaligus mencari
keadilan bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh sebab itu kebijakan pertanian
yang baik adalah yang dapat mencapai tujuan nasional untuk menaikan produksi
secara optimal dengan perlakuan yang adil pada pihak-pihak yang bersangkutan.
Walaupun jelas sekali kebijakan pertanian yang berupa peraturan-peraturan itu
mutlak diperlukan bagi kepentingan semua pihak, namun haruslah peraturanperaturan itu tidak berlebih-lebihan. Peraturan yang berlebihan tidak saja akan
merusak hubungan pasar yang sehat yang sangat diperlukan bagi kemajuan dan
efisiensi ekonomi, tetapi bahkan dapat pula mematikan semangat dan inisiatif
perseorangan dalam berusaha.
4. Kebijakan Inpres Desa Tertinggal (IDT)

Kebijakan IDT diperlukan untuk meningkatkan penanganan kemiskinan


secara berkelanjutan di desa-desa tertinggal. IDT merupakan program khusus
yang telah ada di pedesaan atau perkotaan, oleh karena itu diharapkan agar IDT
dapat dipadukan dengan bauk dengan program-program sektoral. IDT diperlukan
juga untuk menyukseskan program peemerataan karena dengan IDT diharapkan
dapat memobilisasi kemampuan masyarakat kecil secara lebih besar dan IDT
tersebut dilaksanakan secara langsung oleh masyarakat sehingga masyrakat
diharapkan mampu meningkatkan wawasan, kebersamaan dan partisipasi terhadap
kegiatan yang mereka lakukan.
Pelaksanaan IDT agar berjalan dengan baik maka dapat dipersiapkan
matang sekali dengan menugaskan tim nasional (aparat setempat) untuk
menyusun konsep IDT yang sesuai dengan problem yang ada. Selanjutnya
dilakukan pelatihan, dengan maksud agar semua aparat (petugas) terlibat
melaksanakan IDT sehingga mempunyai persepsi yang sama terhadap konsep IDT
yang sesuai dengan problem yang ada. Selanjutnya dilakukan pelatihan, dengan
maksud agar semua aparat (petugas) terlihat melaksanakan IDT sehingga
mempunyai persepsi yang sama terhadap konsep IDT.
Bila terjadi persepsi yang tidak sama baik dari kalangan birokrat atau
pejabat yang ditugasi melaksanakan IDT maupun persepsi dari golongan miskin
itu sendiri. Karena itu perlu terus dilakukan pemasyarakatan IDT secara lebih luas
liputannya. Bila terjadi kebutuhan yang sebenarnya dari masyarakat miskin itu
tidak diketahui karena dominannya petugas, sehingga apa yang benar-benar
dibutuhkan tidak diketahui, tetapi justru kegiatan dari keinginan petugas. Karena
itu perlu penyuluh yang terus-menerus agar terjadi hubungan yang kuat antara
petugas dan golongan miskin. IDT memiliki 4 tujuan yaitu:
1. Memadukan gerak langkah semua instansi,lembaga pemerintah, masyarakat
dan dunia usaha untuk mendukung program penanggulangan kemiskinan.
2. Membuka peluang bagi penduduk miskin untuk melakukan kegiatan produktif
dengan bantuan modal kerja.
3. Mengembangkan, meningkatkan dan memantapkan kehidupan ekonomi
penduduk miskin melalui penyediaan dana bantuan.

4. Meningkatkan kesadaran, kemauan, tanggungjawab, rasa kebersamaan, harga


diri dan percaya pada diri penduduk miskin di masyrakat. Dengan ini
sumberdaya manusia dan sumberdaya alam diharapkan akan mencapai suatu
pembangunan yang berkesinambungan.
B. Mekanisme Perencanaan dalam Pembangunan Pertanian
Tantangan pembangunan pertanian ke depan semakin terasa dengan
banyaknya permasalahan dan kendala yang dihadapi baik secara makro maupun
teknis operasional kegiatan di lapangan. Hal ini erat kaitannya dengan proses
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi serta dukungan besaran anggaran yang
tersedia. Sebagai sektor yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap
pembangunan nasional, maka pemerintah melalui Kementerian Pertanian dalam
setiap tahun anggaran tetap memberikan perhatian yang besar dalam mendorong
pembangunan pertanian di daerah. Terlebih dengan diimplementasikannya alokasi
anggaran dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang disalurkan ke daerah.
Berdasarkan kewenangan yang telah ditetapkan dalam UU Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,
program dan anggaran pembangunan pertanian tersebut dijabarkan sesuai dengan
peta kewenangan pemerintah dengan memberikan peluang lebih banyak kepada
partisipasi masyarakat sebagai pelaku pembangunan.
Sebagai wujud penerapan sistem penganggaran ini diharapkan agar
aspirasi daerah dalam proses perencanaan akan menumbuhkan rasa ikut memiliki
(sense of belonging) bagi daerah terhadap anggaran kinerja, yang kemudian
diharapkan meningkatkan efektivitas sekaligus efisiensi pelaksanaan kegiatan.
Selanjutnya perencanaan tersebut juga diharapkan tetap dapat menampung
sasaran-sasaran perencanaan yang bersifat makro yang ditetapkan oleh Pusat,
sehingga sistem perencanaan yang serasi antara bottom up planning dan top down
policy dapat diwujudkan. Untuk itu, dalam perencanaan anggaran kinerja para
perencana harus memiliki pemahaman yang komprehensif mengenai hubungan
program dengan anggaran kinerja khususnya berkaitan dengan:

1. Strategi dan prioritas program yang memiliki nilai taktis strategis bagi
pembangunan pertanian.
2. Target group (kelompok sasaran) yang akan dituju oleh program dan kegiatan
yang ditunjukkan oleh indikator dan sasaran kinerja yang terukur.
3. Sumberdaya dan teknologi yang tersedia dalam rangka peningkatan pelayanan
dan pemberdayaan masyarakat.
Sejalan dengan kemajuan teknologi, dan berbagai masalah dan kendala
pembangunan

pertanian

yang

dihadapi,

maka

dapat

dikatakan

bahwa

pembangunan pertanian merupakan tugas besar dan komplek, sehingga secara


operasional harus melibatkan berbagai instansi dan lembaga terkait. Untuk
mendukung hal tesebut, diperlukan peningkatan koordinasi dan jaringan kerja
dalam memadukan kegiatan pembangunan yang harmonis melalui kerjasama
dengan pemanfaatan sumberdaya pada masing-masing pihak.

Kemampuan

perencana di daerah diupayakan untuk terus ditingkatkan sehingga mampu


menggali potensi serta menggunakan potensi tersebut seluas-luasnya.
Adapun mekanisme perencanaan dan anggaran kinerja dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1.

Pemerintah pusat menetapkan kebijakan nasional pembangunan pertanian


sebagai acuan makro terhadap implementasi kegiatan di daerah. Hal ini terkait
erat dengan tata ruang pengembangan ekonomi, sumberdaya alam pertanian
(termasuk kawasan agribisnis unggulan, potensi komoditas unggulan/strategis
secara nasional), daya saing, pemberdayaan wilayah tertinggal, pengentasan

kemiskinan, pembangunan sarana dan prasarana.


2.
Pemerintah provinsi menjabarkan kebijakan pusat melalui penilaian dan
koordinasi terhadap pengembangan wilayah berbasis komoditas di wilayahnya,
dengan melibatkan dan memberdayakan Kabupaten/Kota secara menyeluruh
dan terintegrasi dalam pengembangan aspek di hulu sampai hilir, dan unsur
penunjangnya.
3.
Pemerintah

Kabupaten/Kota

menyusun

perencanaan

program

dan

anggaran kinerja pembangunan pertanian di wilayahnya yang mengacu pada


kebijakan nasional dan kapasitas sumberdaya wilayah. Untuk mendukung hal
tersebut pemerintah Kabupaten/Kota terlebih dahulu melakukan identifikasi

terhadap: besaran, kualitas dan karakteristik (sumberdaya alam, SDM, modal,


teknologi, sosial dan budaya).
Proses

penyusunan

rencana

program

maupun

anggaran

kinerja

pembangunan pertanian dilaksanakan melalui kegiatan:


1)

Di tingkat lapangan dilakukan perencanaan partisipatif dalam rangka


menyusun rencana program dan anggaran kinerja pembangunan pertanian.
Usulan rencana tersebut berasal dari petani, swasta, dan pemerintah daerah
setempat. Usulan tersebut merupakan aspirasi terpadu yang didasari oleh
kondisi nyata di lapangan. Penjaringan aspirasi tersebut dimaksudkan untuk
memberi kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dan terlibat
dalam proses perencanaan dan penganggaran. Partisipasi dan keterlibatan

2)

tersebut dapat berupa ide, pendapat dan saran.


Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian (Musrenbangtan) di
tingkat Kabupaten/Kota merupakan wahana menyusun rencana program dan
anggaran kinerja. Kegiatan Musrenbangtan setiap tahunnya di tingkat Provinsi
diharapkan sudah dilaksanakan pada akhir bulan Februari sampai awal Maret

3)

setiap tahunnya.
Dalam forum Musrenbangtan ini dilakukan evaluasi terpadu terhadap
usulan program maupun anggaran kinerja untuk menghasilkan suatu komitmen
bersama

mengenai

rancangan

pembangunan

pertanian

di

tingkat

Kabupaten/Kota. Rancangan pembangunan tersebut mengacu pada Repetada


Kabupaten/Kota. Untuk kesinambungan pembangunan pertanian tersebut perlu
memperhatikan keterpaduan subsistem, subsektor dan sektor terkait, serta
sumber-sumber pembiayaan.
4)
Perencanaan dilakukan secara menyeluruh mencakup aspek hulu, on-farm,
hilir dan jasa penunjangnya, dapat berupa kegiatan peningkatan produksi
(mencakup penyediaan benih/bibit, perbaikan pengelolaan lahan dan air,
penyediaan pupuk, penyediaan alsintan, dll), pengolahan dan pemasaran,
peningkatan kualitas SDM dan penyuluhan, serta kegiatan lainnya. Menghitung
kebutuhan anggaran berupa nilai rupiah yang akan dibiayai dengan APBN
sesuai dengan jenis belanjanya serta dukungan APBD.

5)

Fokus komoditas strategis/unggulan yang dikembangkan secara nasional


mencakup 32 jenis yaitu : (1) Tanaman Pangan: padi, kedele, jagung, ubi kayu
dan kacang tanah; (2) Tanaman Hortikultura: kentang, cabe merah, bawang
merah, mangga, manggis, pisang, anggrek, durian, rimpang dan jeruk; (3)
Tanaman Perkebunan: kelapa sawit, karet, kelapa, kakao, kopi, lada, jambu
mete, tanaman serat, tebu, tembakau, dan cengkeh; dan (4) Peternakan: sapi
potong, kambing, domba, babi, ayam buras dan itik. Namun demikian
diberikan keleluasaan bagi daerah untuk mengembangkan komoditas spesifik
lokasi (seperti komoditas pala, sagu, kerbau, dan lainnya) dengan syarat adanya
analisis dan justifikasi yang kuat dari daerah terhadap komoditas spesifik lokasi

dimaksud sehingga benar-benar layak untuk dikembangkan.


6)
Agar pengembangan komoditas strategis/unggulan dapat dilaksanakan
secara terprogram, terkoordinasi dan terpadu, perlu di rancang program
penunjangnya secara tepat dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan
masyarakat serta potensi sumber daya dan kondisi sosial budaya daerah
setempat. Program penunjang tersebut meliputi antara lain: SDM, sarana dan
prasarana pertanian, pembiayaan dan investasi pertanian, pengolahan dan
pemasaran produk pertanian, serta pemantapan sistem dan penguatan
kelembagaan ketahanan pangan/agribisnis.
7)
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian (Musrenbangtan) di
tingkat Provinsi, merupakan wahana menyusun rencana program dan anggaran
kinerja pembangunan pertanian di tingkat provinsi. Kegiatan Musrenbangtan
setiap tahunnya tingkat Provinsi diharapkan sudah dilaksanakan pada akhir
bulan Februari sampai awal Maret setiap tahunnya.
8)
Forum ini membahas usulan dari masing-masing Kabupaten/Kota yang
mengacu pada kebijakan nasional dan Repetada provinsi. Untuk memperoleh
rancangan pembangunan yang mantap dan terarah perlu melibatkan sub sektor
dan sektor terkait, serta sumber-sumber pembiayaan.
9)
Musyarawah
Regional
Perencanaan
Pembangunan

Pertanian

(Musregrenbangtan) dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian


Nasional (Musrenbangtannas), merupakan wahana koordinasi dan sinkronisasi
yang mengarah kepada kebijakan nasional dengan mengacu kepada Rencana

pembangunan

Nasional

dan

Rencana

Kerja

Pemerintah.

Kegiatan

Musrenbangtan tingkat nasional dan menyusun rencana kerja pembangunan


pertanian dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian pada awal bulan April
setiap tahunnya.
Kebijakan

yang

ditempuh

Kementerian

Pertanian

dalam

rangka

pelaksanaan anggaran pembangunan pertanian di daerah setiap tahunnya adalah


melalui asas dekonsentrasi dan asas tugas pembantuan. Dana Dekonsentrasi dan
Tugas Pembantuan merupakan bagian anggaran kementerian negara/lembaga
yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada
Gubernur sebagai wakil Pemerintah. Kegiatan dekonsentrasi di provinsi
dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah yang ditetapkan oleh Gubernur.
Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada kepala daerah.
Kegiatan tugas pembantuan di daerah dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat
daerah yang ditetapkan oleh Gubernur, bupati atau walikota.
C. Revitalisasi dalam Pembangunan Pertanian
Laporan Pembangunan Dunia (World Development Report/WDR) (2008),
yang bertemakan Agriculture for the Development menyatakan bahwa investasi
yang lebih besar dan lebih baik dalam bidang pertanian (dalam arti luas termasuk
agribisnis) di negara-negara berkembang, yang sebagian besar berada di Asia,
merupakan langkah vital dan strategis bagi kesejahteraan 600 juta penduduk
miskin. Negara-negara berkembang akan gagal mencapai targetnya untuk
mengurangi sampai setengah penduduk dunia dari tingkat kemiskinan dan
kelaparan yang parah pada tahun 2015, kecuali jika sektor pertanian dan
perdesaan mendapatkan prioritas. Pertumbuhan pertanian berdasarkan penelitianpenelitian yang sangat ekstensif (700 studi) sangat diyakini masih merupakan cara
paling efektif untuk meningkatkan pendapatan masyarakat miskin di perdesaan.
Revitalisasi pertanian memiliki tiga pilar pengertian, yaitu: (a) sebagai
kesadaran akan pentingnya pertanian; (b) bentuk rumusan harapan masa depan
akan kondisi pertanian yang lebih baik; serta (c) sebagai kebijakan dan strategi

besar melakukan proses revitalisasi pertanian. Peran revitalisasi pertanian tidak


hanya sebatas membangun kesadaran pentingnya pertanian semata, tetapi juga
terkait dengan adanya perubahan paradigma pola pikir masyarakat yang
memandang pertanian tidak hanya sekedar bercocok tanam menghasilkan
komoditas untuk dikonsumsi. Sektor pertanian mempunyai efek pengganda
(multiplier effect) yang besar terkait dengan adanya keterkaitan ke depan dan ke
belakang (forward and backward linkages) dengan sektor-sektor lainnya, terutama
industri pengolahan dan jasa.
Strategi pembangunan pertanian yang akan dan telah dilaksanakan
Kementerian Pertanian selama periode 2010-2014 dilakukan melalui revitalisasi
pertanian dengan fokus pada tujuh aspek dasar yang disebut dengan Tujuh Gema
Revitalisasi, yang terdiri dari:
1. Kinerja Implementasi Kebijakan Revitalisasi Lahan
Terdapat tiga jenis sumber daya utama yang menentukan produktivitas dan
produksi pertanian, yaitu lahan, tenaga kerja, dan modal. Upaya peningkatan
produktivitas dan produksi pertanian tidak terlepas dari peningkatan ketiga faktor
produksi tersebut. Kajian pada aspek revitalisasi lahan difokuskan pada
implementasi Undang-Undang No. 41/2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) dan produk hukum turunannya serta
masalah alih fungsi lahan. Kedua aspek ini sangat penting bagi pembangunan
pertanian, pencapaian empat target sukses Kementerian Pertanian, dan bagi
keberlanjutan pembangunan pertanian.
2. Kinerja Implementasi Revitalisasi Perbenihan dan Perbibitan
Terdapat tiga argumen penting pertanian untuk pembangunan, yaitu: (1)
revolusi di bidang bioteknologi pertanian, terutama dipicu oleh pengembangan
ilmu genetika dan mikrobiologi menunjukkan pentingnya benih dan bibit; (2)
tumbuh dan berkembangnya pasar modern seperti supermarket dan hypermarket
yang mentransformasikan rantai pasokan pertanian ke makanan; dan (3)
penurunan kemiskinan dan pelestarian lingkungan, di mana sektor pertanian
menjadi penggerak utama untuk menurunkan kemiskinan dan pelestarian
lingkungan di kawasan perdesaan. Pembenahan benih sangat dibutuhkan agar

benih yang digunakan berkualitas dan dan telah memiliki sertifikat sehingga hasil
yang diperoleh oleh petani dapat maksimal.
3. Kinerja Implementasi Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana Pertanian
Untuk mengorganisasikan kompleksitas dalam kegiatan bisnis, empat elemen
faktor sebagai perangkat analisa lingkungan bisnis. Elemen yang pertama adalah
kondisi-kondisi faktor, misalnya infrastruktur fisik dan keterampilan tenaga kerja.
Elemen yang kedua adalah faktor permintaan, misalnya peraturan produk dan
pelanggan, perilaku pelanggan, dan daya beli pelanggan. Elemen ketiga adalah
konteks strategi dan persaingan, misalnya struktur perpajakan, hukum-hukum
persaingan, dan strategi untuk berkompetisi dengan perusahan-erusahaan lokal.
Elemen keempat adalah tersedianya industri-industri yang terkait dan mendukung
bisnis, misalnya keluasan dan kedalaman industri pertanian di kawasan Program
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (P2LB). Semua elemen di atas berinteraksi
dengan dampak spesifiknya pada perusahaan dan pada kawasan PLP2B. Elemenelemen tersebut menghasilkan dampak kinerja sistem, di mana perbaikan elemen
terlemah cenderung menghasilkan dampak terkuat pada mutu secara keseluruhan.
4. Kinerja Implementasi Revitalisasi Sumber Daya Manusia
Dengan asumsi bahwa tujuan petani adalah memaksimumkan keuntungan
usahatani, maka pengambilan keputusan petani mencakup aspek-aspek berikut: (a)
apa yang akan diusahakan, (b) seberapa banyak, (c) kapan, (d) di mana, (e)
dengan cara apa, dan (f) akan dijual kapan, dalam bentuk apa dan di mana. Aspek
(a) sampai dengan (c) lazimnya menentukan pola tanam, aspek (d) berkaitan
dengan teknik budidaya (prapanen dan pascapanen), sedangkan aspek (f)
berkaitan dengan masalah pemasaran produk yang dihasilkannya.
Dalam UU No. 16/2006 Pasal 4 disebutkan bahwa penyuluhan pertanian
berfungsi menumbuhkan kemandirian petani, yang berarti meningkatkan kualitas
SDM petani. Hal ini sejalan dengan salah satu target Kementerian Pertanian
berupa pencapaian swasembada pangan. Dengan menempatkan ketahanan pangan
sebagai unsur wajib dan pertanian bukan wajib, berarti upaya untuk pemenuhan
pangan berasal dari impor menjadi legal, mengingat pertanian bukan menjadi
prioritas.

5. Kinerja Implementasi Revitalisasi Pembiayaan Pertanian


Rumah tangga petani pada umumnya dihadapkan pada masalah pemilikan
modal usaha yang rendah dan keterbatasan aksesibilitas ke lembaga pembiayaan.
Untuk menutupi kekurangan modal petani umumnya mengajukan pinjaman ke
lembaga pembiayaan di sekitar tempat tinggal mereka, baik formal maupun
informal. Beberapa sumber kredit formal adalah lembaga kredit perbankan
maupun nonbank, sedangkan kredit informal adalah pedagang sarana produksi,
pedagang hasil pertanian, kelompok tani/Gapoktan, pelepas uang/money landers,
kerabat, dan tetangga. Secara garis besar sumber dana yang tersedia bagi
masyarakat di perdesaan dapat dikelompokkan menjadi: (1) sumberdana yang
berasal dari masyarakat; (2) kredit dari lembaga nonformal; (3) kredit program
pemerintah; dan (4) kredit dari bank swasta dan koperasi. Dari keempat sumber
tersebut, umumnya petani memperoleh tambahan modal untuk meningkatkan
produktivitas usahataninya dengan menerapkan teknologi yang ada.
6. Kinerja Implementasi Revitalisasi Kelembagaan Petani
Strategi revitalisasi kelembagaan petani dapat dilakukan dengan: (1)
penambahan struktur baru, misalnya dengan penambahan struktur baru dapat
dilakukan untuk unit usaha penanganan pasca panen, pengolahan hasil pertanian,
dan pemasaran; (2) penguatan peran dan fungsi yang dapat dilakukan pada
masing-masing unit-unit usaha untuk meningkatkan kinerja kelembagaan petani,
baik dari aspek manajemen, permodalan, kegiatan usaha, dan meningkatkan
partisipasi anggota; (3) perluasan dan atau pendalaman tujuan kelembagaan
petani, dengan mengembangkan kelompok-kelompok usaha ekonomi produktif,
tidak hanya terbatas usahatani berbasis sumber daya, namun tercakup kegiatan
penanganan pasca panen, pengolahan hasil, dan pemasaran; dan (4) penguatan
ikatan-ikatan horizontal dan sekaligus ikatan vertikal.
7. Kinerja Implementasi Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir
Revitalisasi di bidang teknologi dilakukan dengan langkah-langkah berikut: (1)
pengembangan teknologi baik benih/bibit, budidaya, dan pasca panen yang
mampu dapat memecahkan permasalahan pokok yang dihadapi oleh petani; (2)
adanya sistem difusi inovasi yang mampu mentransfer tentang teknik, cara, dan

bahan yang digunakan; (3) pentingnya penyuluhan dan pelatihan lapang yang
dapat meningkatkan pengetahuan petani tentang makna dan logika yang
terkandung dalam paket teknologi tersebut, sehingga petani memiliki pemahaman
yang mendalam tentang teknologi yang diterapkan; dan (4) melakukan uji
adaptasi terhadap teknologi yang akan diintroduksikan, baik yang dapat dilakukan
di Laboratorium Lapang pada berbagai tipe agroekosistem.
Revitalisasi industri hilir terutama dalam industri hilir pangan berbasis tepungtepungan dihadapkan pada beberapa permasalahan pokok sebagai berikut: (1)
masalah produksi bahan baku yang terbatas, (2) fasilitas yang kurang memadai,
(3) program yang bersifat sporadik dan tidak massal, (4) rendahnya keterampilan
teknis dan kapabilitas manajerial petani, (5) kalah bersaing dengan pabrikan skala
besar dalam efisiensi dan kualitas produk, (6) tidak kebijakan proteksi dari
pemerintah terhadap industri hilir berbasis tepung-tepungan, dan (7) mengalami
stagnasi dalam pengembangan industri hilir
DAFTAR PUSTAKA
Daryanto, Arief. 2010. Memposisikan secara Tepat Pembangunan Pertanian dalam
Perspektif Pembangunan Nasional. Poultry Industries Outlook, 1(1): 26-46.
Kementerian Pertanian. 2013. Mekanisme Perencanaan. [Serial Online].
http://www.pertanian.go.id/eplanning/statis-8-mekanismeperencanaan.html.
[24 April 2016].
Rifai, Ade Indrawan. 2012. Dampak Pembangunan Sektor Pertanian Tanaman
Pangan Terhadap Perekonomian Indonesia. Jakarta: UI.
Saptana, Muhammad Iqbal, dan Ahmad Makky Ar-Rozi. 2013. Evaluasi
Kebijakan Tujuh Gema Revitalisasi dalam Pembangunan Pertanian. Analisis
Kebijakan Pertanian, 11(2): 107-127.

Anda mungkin juga menyukai