Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
Penyakit Menular Seksual (PMS) sampai saat ini masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat terbesar. Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit
menular Seksual yang disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema Pallidum yang
bersifat akut dan kronis. Jalan utama penularannya melalui kontak seksual. Infeksi
ini juga dapat ditularkan dari ibu ke janin selama kehamilan atau saat kelahiran,
yang menyebabkan terjadinya sifilis kongenital. Jika cepat terdeteksi dan diobati,
sifilis dapat disembuhkan dengan antibiotika. Tetapi jika tidak diobati, sifilis dapat
berkembang ke fase selanjutnya dan meluas ke bagian tubuh lain di luar alat
kelamin.
Angka sifilis di Amerika terus menurun sejak tahun 1990, jumlahnya
dibawah 40.000 kasus per tahun. Center for Disease Control (CDC) melaporkan
hanya 11,2 kasus sifilis per 100.000 populasi pada tahun 2000 dan kasus ini
terpusat di kota besar dan wilayah tertentu. Penyebaran sifilis di dunia telah
menjadi masalah kesehatan yang besar dan umum, dengan jumlah kasus 12 juta
per tahun. Hasil penelitian Direktorat Jenderal Permasyarakatan Kementerian
Hukum dan HAM, dari 24 lapas dan rutan di Indonesia didapatkan prevalensi
sifilis 8,5% pada responden perempuan dan 5,1% pada responden laki-laki.
Treponema pallidum subspesies pallidum (biasa disebut dengan Treponema
pallidum) merupakan bakteri gram negatif, berbentuk spiral yang halus, ramping
dengan lebar kira-kira 0,2 m dan panjang 5-15 m. Bakteri yang patogen
terahdap manusia, bersifat parasit obligat intraselular, mikroaerofilik, akan mati
apabila terpapar oksigen, antiseptik, sabun, pemanasan, pengeringan sinar
matahari dan penyimpanan di refrigerator.
Sifilis dapat disembuhkan pada tahap awal infeksi, tetapi apabila dibiarkan
penyakit ini dapat menjadi infeksi yang sistemik dan kronik. Infeksi sifilis dibagi
menjadi sifilis stadium dini dan lanjut. Sifilis stadium dini terbagi menjadi sifilis
primer, sekunder, dan laten. Sifilis stadium lanjut termasuk sifilis tersier
(gumatous, sifilis kardiovaskular dan neurosifilis) serta sifilis laten lanjut.

Metode definitif untuk mendiagnosis sifilis dilakukan dengan pemeriksaan


mikroskop lapangan gelap terhadap eksudat dari chancre pada sifilis primer dan
lesi mukokutis pada sifilis sekunder serta uji antibodi fluoresens langsung. Uji
serologi lebih mudah, ekonomis, dan lebih sering dilakukan. Terdapat dua jenis
serologi yaitu: 1) uji nontreponema, termasuk uji Venereal Disease Research
Laboratory (VDRL) dan Rapid Plasma Reagin (RPR), 2) uji treponema, termasuk
Fluorescent Treponemal Antibody Absorption (FTA-ABS) dan Treponema
pallidum Particle Agglutination (TP-PA).1 Kebanyakan orang yang terinfeksi tidak
memiliki gejala atau lesi transien dan karena itu tes serologi harus digunakan
untuk skrining infeksi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Urogenitalia
2.1.1. Anatomi Urogenitalia Laki Laki
2.1.1.1. Penis
Penis mempunyai radix penis yang terfiksasi dan corpus yang tergantung
bebas. 1
Radix Penis. Radix penis dibentuk oleh tiga massa jaringan erektil yang
dinamakan bulbus penis dan crus penis dextra dan sinistra. Bulbus penis terletak
di garis tengah dan melekat pada permukaan bawah diafragma urogenital. Bulbus
penis ditembus oleh uretra dan permukaan luarnya dibungkus oleh musculus
bulbospongiosus. Masing-masing crus penis melekat pada pinggir arcus pubicus
dan permukaan luarnya diliputi oleh musculuc ischiocavernosus. Bulbus
melanjutkan diri ke depan sebagai corpus penis dan membentuk corpus
spongiosum penis. Di anterior crus penis saling mendekati dan di bagian dorsal
corpus penis terletak berdampingan membentuk corpus cavernosum penis. 1
Corpus Penis. Corpus penis pada hakekatnya terdiri atas tiga jaringan erektil
yang diliputi sarung fascia berbentuk tubular (fascia Buck). Jaringan erektil
dibentuk dari dua corpora cavernosa penis yang terletak di dorsal (saling
berhubungan satu dengan yang lain) dan satu corpus spongiosum penis yang
terletak pada permukaan ventralnya. Pada bagian distal corpus spongiosum penis
melebar membentuk glans penis yang meliputi ujung distal corpora cavernosa
panis. Pada ujung glans penis terdapat celah yang merupakan muara uretra disebut
ostium urethrae externum. 1
Preputium Penis merupakan lipatan kulit seperti kerudung yang menutupi
glans penis. Preputium dihubungkan dengan glans penis oleh lipatan yang
terdapat tepat di bawah muara uretra dan dinamakan frenulum preputii. 1
Corpus penis disokong oleh dua buah kondensasi fascia profunda yang
berjalan ke bawah dari linea alba dan symphysis pubica untuk melekat pada fascia
penis. 1
2.1.1.2. Scrotum

Scrotum merupakan kantong kulit yang terletak di bagian bawah dinding


anterior abdomen dan berisi testis, epididymis, dan ujung bawah funiculus
spermaticus. 1
Dinding scrotum terdiri atas lapisan-lapisan sebagai berikut: (1) kulit, (2)
fascia superficialis (musculus dartos yang merupakan otot polos menggantikan
penniculuc adiposus dinding anterior abdomen, dan fascia Scarpae (stratum
membranosum) di daerah ini disebut fascia Colles, (3) fascia spermatica externa
yang berasal dari aponeurosis musculus obliqus abdomina abdominis externus, (4)
fascia cremasterica yang berasal dari aponeurosis musculus obliqus internus, (5)
fascia spermatica interna yang berasal dari fascia transversalis, dan (6) tunica
vaginalis. Scrotum merupakan kantong yang tertutup yang meliputi permukaan
anterior, medial, dan lateral masing-masing testis. 1
Karena struktur scrotum, descensus testiculorum, dan pembentukan canalis
inguinalis saling berhubungan. 1
Isi Spatium Superficiale Perinei Pada Laki-Laki:
Musculuc bulbospongiosus terletak di kanan dan kiri garis tengah dan
meliputi bulbus penis dan bagian posterior corpus spongiosum penis. Fungsinya
adalah menekan uretra pars spongiosa dan mengosongkan sisa urine atau semen.
Serabut-serabut anterior juga menekan vena dorsalis penis sehingga menghambat
aliran vena dan jaringan erektil dan membantu proses ereksi penis. 1
Musculuc ischiocavernosus meliputi crus penis pada masing-masing sisi.
Fungsi otot ini menekan crus penis dan membantu proses ereksi penis1
Musculi transversus perinei superficiales terletak pada bagian posterior
spatium superficiale perinei. Masing-masing otot berorigo pada ramus ossis ischii
dan berinsersio pada corpus perineale. Fungsi otot-otot ini untuk memfiksasi
corpus perineale pada pertengahan perineum. Persafaran semua otot-otot spatium
superficiale perinei dipersarafi oleh nervus perinealis cabang nervi pudendi1
Corpus perineale merupakan massa kecil jaringan ikat yang melekat pada
pertengahan pinggir posterior diafragma urogenitale. Corpus ini berperan sebagai
tempat perlekatan otot-otot berikut: (1) musculus sphincter ani externus, (2)
musculus bulbospongiosus, dan (3) musculus transversus perinei superficialis. 1
Nervus perinealis cabang nervi pudendi masing-masing berakhir pada
spatium superficiale perinei sebagai saraf yang mempersarafi otot dan kulit. 1

Isi Spatium Profundum Perinei Pada Laki-Laki:


Panjang urethra pars membranacea kurang lebih inchi (1,3 cm) dan
terletak di dalam diafragma urogenitale, dikelilingi oleh musculus sphincter
urethrae. Urethra pars membranacea melanjutkan diri ke atas sebagai urethra pars
prostatica dan ke bawah seabgai urethra pars spongiosa. Bagian ini merupakan
bagian urethra yang paling pendek dan paling tidak dapat dilebarkan. 1
Musculus sphincter urethra mengelilingi urethra di dalam spatium
profundum perinei. Berasal dari arcus pubicus dextra dan sinistra lalu berjalan ke
medial untuk mengelilingi urethra. Persarafannya adalah nervus perinealis cabang
nervi pudendi. Fungsi otot ini menekan urethra pars membranacea dan relaksasi
selama miksi. Otot ini merupakan alat untuk menghentikan miksi secara voluntar.
1

Glandula bulbourethralis merupakan dua kelenjar kecil yang terletak di


bawah musculus sphincter urethrae. Salurannya menembus membrana perinei
(fascia inferior diafragmatis urogenitalis) dan bermuara ke urethra pars spongiosa.
Sekretnya dikeluarkan ke urethra sebagai akibat stimulasi erotik. 1
Musculi transversus perinei profundi terletak posterior terhadap musculus
sphincter urethra. Masing-masing otot berorigo ramus ossis dan berjalan ke
medial untuk berinsersio pada corpus perineale. Otot ini tidak penting untuk
klinik. 1
Arteria pudenda interna dextra dan sinistra masuk ke spatium profundum
perinei, berjalan ke depan, dan bercabang menjadi (1) arteria bulbi penis, (2)
arteria profunda penis untuk kedua crura penis; (3) arteria dorsalis penis yang
mendarahi kulit dan fascia penis. 1
Nervus dorsalis penis masing-masing sisi berjalan ke depan melalui spatium
profundum perinei dan mempersarafi kulit penis. 1
Urethra masculina panjangnya sekitar 8 inchi (20 cm) dan terbentang sari
colllum vesicae urinaria sampai ostium urethra externum pada glans penis.
Urethra masculina dibagi menjadi tiga bagian: (1) pars prostatica, (2) pars
membranacea, dan (3) pars cavernosa. 1
Urethra pars prostatica panjangnya 1 inchi (3 cm) dan berjalan melalui
prostat dari basis sampai apexnya. Bagian ini merupakan bagian yang paling lebar
dan paling dapat dilebarkan dari urethra. 1

Urethra pars membranacea panjangnya sekitar inchi (1,25 cm), terletak di


dalam diafragma urogenitale, dan dikelilingi oleh musculus sphincter urethrae.
Bagian ini merupakan bagian urethra yang paling tidak bisa dilebarkan. 1
Urethra pars spongiosa panjangnya sekitar 6 inchi (15,75 cm) dan
dibungkus di dalam bulbus dan corpus spongiosum penis. Ostium urethrae
externum merupakan bagian yang tersempit dari seluruh urethra. Bagian urethra
yang terletak di dalam glans penis melebar membentuk fossa navicularis (fossa
terminalis). Glandula bulbourethralis bermuara ke dalam urethra pars spongiosa
distal dari diafragma urogenitale. 1

Gambar 2.1 Anatomi Urogenitalia Laki-Laki


2.1.2. Anatomi Urogenitalia Wanita
2.1.2.1. Clitoris
Clitoris, yang sesuai dengan penis pada laki-laki, terletak di anterior pada
apex vestibulum vaginae. Strukturnya sama dengan penis. Glans clitoridis
sebagian tertutup oleh preputium clitoridis. 1
Radix clitoridis terbentuk dari tiga masa jaringan erektil yang dinamakan
bulbus vestibuli dan crus clitoridis dextra dan sinistra. 1
Bulbus vestibuli sesuai dengan bulbus penis, tetapi karena adanya vaginam
bulbus vestibuli terbagi menjadi dua belahan. Bulbus vestibuli melekat pada
permukaan

bawah

diafragma

urogenitale

dan

diliputi

oleh

musculus

bulbospongiosus. 1
Crura clitoridis sesuai dengan crura penis dan di anterior menjadi corpora
cavernosa clitoridis. Masing-masing tetap terpisah dan diliputi oleh musculus
ischiocavernosus. 1
Corpus clitoridis terdiri atas dua buah corpora cavernosa clitoridis yang
diliputi oleh musculus ischiocavernosus. Corpus spongiosum pada perempuan
mempunyai oleh sedikit jaringan erektil yang terletak dari bulbus vestibuli ke
glans clitoridis. 1
Glans clitoridis merupakan jaringan erektil kecil yang memayungi corpus
clitoridis. Glans ini mempunyai banyak ujung serabut sensorik. Glans clitoridis
sebagian ditutupi oleh preputium clitoridis. 1
Perdarahan, aliran limf, dan persarafan sama dengan yang terdapat pada
penis. 1
Sphincter urethrae, musculi transversus perinei profundi, arteria dan vena
pudenda interna, serta nervus dorsalis clitoridis mempunyai susunan yang sama
seperti struktur yang sama pada laki-laki. 1
Panjang urethra feminina kurang lebih 1 inchi (3,8 cm). Urethra
terbentang dari collum vesicae urinaria sampai ostium urethra externum yang
bermuara ke dalam vestibulum sekitar 1 inchi (2,5 cm) distal dari clitoris. Urethra
menembus musculus sphincter urethrae dan terletak tepat di depan vagina. Di
samping ostium urethrae externum terdapat muara kecil dari ductus glandula
paraurethralis. Urethra dapat dilebarkan sengan mudah. 1

Glandula paraurethrales yang sesuai dengan prostat pada laki-laki bermuara


ke dalam vestibulum melalui saluran-saluran kecil yang terdapat pada kedua sisi
ostium urethra externum. 1
Glandulae vesribulares majores (Bartholini) adalah sepasang kelenjar
mucosa kecil yang letaknya tertutup oleh bagian posterior bulbus vestibuli dan
labium majus pudendi. Setiap kelenjar mengalirkan sekretnya ke dalam
vestibulum melalui saluran kecil yang bermuara pada alur antara hymen dan
bagian posterior labium minus pudendi. Glandulae vestibulares majores
menghasilkan cairan pelumas selama hubungan seksual. 1
2.1.2.2. Vagina
Vagina pada perempuan tidak hanya merupakan saluran geitalia, tetapi juga
berfungsi sebagai saluran keluar untuk menstruasi dan sebagai bagian dari jalan
lahir. Saluran otot ini tergabung ke atas dan belakang di antara vulva dan uteru.
Panjang vagina kurang lebih 3 inchi (8 cm). Cervix uteri menembus dinding
anterior vagina. Orificium vagina pada gadis mempunyai lipatan mucosa tipis,
disebut hymen, yang mempunyai lubang di bagian tengahnya. Setengah bagian
atas vagina terletak di atas dasar pelvis di antara vesica urinaria di anterior dan
rectum di posterior; setengah bagian bawah vagina terletak di dalam perineum di
antara urethra di anterior dan canalis di posterior.1
Vulva
Istilah vulva merupakan istilah kolektif untuk genitalia externa perempuan,
tediri dari mons pubis, labium majus pudendi dan labium minus pudendi, clitoris,
vestibulum vaginae, bulbus vestibuli, dan glandulae vestibulares majores. 1

Gambar 2.2 Anatomi Urogenitalia Perempuan


2.2. Siphilis
2.2.1 Definisi
Sifilis adalah salah satu penyakit kelamin menahun dengan remisi dan
eksaserbasi, dapat mengenai semua alat tubuh, mempunyai masa laten dan dapat
ditularkan dari ibu ke janin.2

2.2.2 Etiologi
Penyebab penyakit sifilis adalah Treponema pallidum, 90% penularan
melalui hubungan seksual, penularan melalui hubungan non-seksual jarang. Sifilis
diklasifikasikan sebagai bawaan atau didapat. Masa inkubasi berkisar antara 1090 hari.4 Sifilis juga dapat diperoleh melalui transmisi bawaan pada bayi baru lahir
dan melalui transfusi darah, tetapi ini lebih jarang terjadi. 5 Treponema pallidum
merupakan salah satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat
empat subspesies, yaitu Treponema pallidum pallidum, yang menyebabkan sifilis,
Treponema pallidum pertenue, yang menyebabkan yaws, Treponema pallidum
carateum,yang menyebabkan pinta dan Treponema pallidum endemicum yang
menyebabkan sifilis endemik (juga disebut bejel). Klasifikasi bakteri penyebab
sifilis adalah; Kingdom: Eubacteria, Filum: Spirochaetes, Kelas: Spirochaetes,
Ordo: Spirochaetales, Familia: Treponemataceae, Genus: Treponema, Spesies:
Treponema pallidum, Subspesies: Treponema pallidum pallidum.5
2.2.3 Epidemiologi
Treponema pallidum merupakan bakteri patogen pada manusia. Kebanyakan
kasus infeksi didapat dari kontak seksual langsung dengan orang yang menderita
sifilis aktif baik primer ataupun sekunder. Penelitian mengenai penyakit ini
mengatakan bahwa lebih dari 50% penularan sifilis melalui kontak seksual.
Biasanya hanya sedikit penularan melalui kontak nongenital (contohnya bibir),
pemakaian jarum suntik intravena, atau penularan melalui transplasenta dari ibu
yang mengidap sifilis tiga tahun pertama ke janinnya. Prosedur skrining transfusi
darah yang modern telah mencegah terjadinya penularan sifilis.2
Angka sifilis di Amerika Serikat terus menurun sejak tahun 1990, jumlahnya
dibawah 40.000 kasus per-tahun. Sekitar 20% kasus adalah sifilis primer atau
sekunder dan sisanya adalah laten dan tertier. Center for Disease Control (CDC)
melaporkan hanya 11,2 kasus sifilis per 100.000 populasi pada tahun 2000 dan
kasus-kasus ini terpusat di kota-kota besar dan wilayah tertentu. Angka kejadian
ini merupakan hasil laporan terendah sejak pelaporan kasus sifilis dimulai (1941).
Terjadi peningkatan kasus setiap tahun dari 2001-2009, meskipun angka sifilis di
Amerika Serikat menurun

89,7% dari tahun 1990-2000, kemudian terjadi

penurunan kasus pada tahun 2010. Angka kejadian sifilis tidak banyak berubah
ditahun 2011. Terjadi peningkatan kasus sifilis pada pria dari 3,0 menjadi 8,2
kasus per 100.000 populasi (2001-2011), sedangkan pada perempuan terjadi
peningkatan kasus dari 0,8 menjadi 1,5 kasus per 100.000 populasi (2004-2008),
menurun menjadi 1,1 kasus per 100.000 populasi pada tahun 2010 dan 1,0 kasus
per 100.000 populasi di tahun 2011. Berdasarkan umur, angka kejadian tertinggi
terjadi pada usia 20-24 tahun yaitu 13,8 kasus per 100.000 populasi dan 25-29
tahun dengan 12,1 kasus per 100.000 populasi pada tahun 2011.
Penyebaran sifilis didunia telah menjadi masalah kesehatan yang besar dan
umum, dengan jumlah kasus 12 juta per-tahun. Hasil penelitian Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, 24 lapas dan rutan di
Indonesia dari 900 narapidana laki-laki dan 402 narapidana perempuan di tahun
2010, didapatkan prevalensi sifilis 8,5% pada responden perempuan dan 5,1%
pada responden laki-laki.2
2.2.4. Klasifikasi
Sifilis diklasifikasikan sebagai sifilis yang didapat atau bawaan. Sifilis yang
didapat dibagi menjadi sifilis stadium awal (primer, sekunder dan laten awal < 2
tahun infeksi) dan stadium akhir (laten akhir > 2 tahun infeksi, tersier termasuk
gummatous, jantung dan saraf). Sifilis kongenital dibagi menjadi sifilis stadium
awal (didiagnosis pada dua tahun pertama kehidupan) dan stadium akhir (muncul
setelah dua tahun).6

Gambar 2.3 Perjalanan alamiah sifilis yang tidak di obati.7

2.2.5. Manifestasi Klinis


2.2.5.1. Sifilis Primer
Masa tunas biasanya 2 4 minggu. T. Pallidum masuk kedalam selpaut
lendir atau kulit yang telah mengalami lesi /mikrolesi secara langsung, biasanya
melalui senggama. Treponema tersebut akan berkembang biak, kemudian terjadi
penyebaran secara limfogen dan hematogen.2
Manifestasi klinis awal sifilis adalah papul kecil soliter, kemudian dalam
satu sampai beberapa minggu, papul ini berkembang menjadi ulkus. Lesi klasik
dari sifilis primer disebut dengan chancre, ulkus yang keras dengan dasar yang
bersih, tunggal, tidak nyeri, merah, berbatas tegas, dipenuhi oleh spirokaeta dan
berlokasi pada sisi Treponema pallidum pertama kali masuk. Chancre dapat
ditemukan dimana saja tetapi paling sering di penis, servik, dinding vagina rektum
dan anus. Dasar chancre banyak mengandung spirokaeta yang dapat dilihat
dengan mikroskop lapangan gelap atau imunofluresen pada sediaan kerokan
chancre.2 dindingnya tak bergaung, kulit disekitarnya tidak menunjukkan tanda
tanda radang akut. Yang khas adakah ulkus tersebut indolen dan teraba indurasi
karena itu disebut ulkus durum. Kelainan tersebut dinamakan afek primer.2
Afek primer tersebut sembuh sendiri antara 3 10 minggu. Seminggu
setelah afek primer, biasanya terdapat pembesaran kelenjer getah bening regional
di inguinalis medialis. Keseluruhannya tersebut disebut kompleks primer.
Kelenjer tersebut soliter, indolen, tidak lunak, besarnya iasnya lentikuler, tidak
supuratif, dan tidak dapat periadenitis. Kulit diatasnya tidak menunjukkan tanda
tanda radang akut.2

Gambar 2.4 Chancre genital

2.2.5.2. Sifilis Sekunder (L.II)


Pada stadium desimenasi, terjadi penyebaran Treponema keseluruh tubuh.
Manifestasi klinisnya berupa kelainan makulopapiler, folikuler, atau pustuler pada
kulit yang timbul dua minggu sampai enam bulan (rata rata 6 minggu) setelah
luka primer hilang. 3
Diagnosis dibuat berdasarkan gambaran klinis. Ditemukannya papul basal
disekitar mulut atau alat kelamin luar pada stadium ini dapat memantu diagnosis. 3
Berbeda dengan SI yang tanpa disertai gejala konstitusi, pada S II dapat
disertai gejala tersebut yang terjadi sebelum atau selama S II. Gejala umumnya
tidak berat, berupa anoreksia, turunnya berat badan, malaese, nyeri kepala, demam
yang tidak tinggi, dan atralgia.2
Pada stadium sifilid LI dan LII, penderita mudah sekali menularkan
penyakitnya.3
2.2.5.3. Sifilis Tersier (L.III)
Sifilis tersier terlihat beberapa tahun sampai puluhan tahun setelah infeksi
primer sebagai kelainan neurologik, kelainan vakuler, atau tukak lokal berupa
infiltrat sirkumskrip, kronis, biasanya melunak, dan dekstruktif yang dinamai
guma.3
Besarnya guma bervariasi dari lenkulular sampai sebesar telur ayam. Kulit
diatasnya mula mula tidak menunjukkan tanda tanda radang akut dan dapat
digerakkan. Setelah beberapa bulan mulai melunak, biasanya mulai dari tengah,
tanda tanda radang mulai tampak, kulit menjadi eritematosa dan livid serta
melekat terhadap guma tersebut. Kemudian terjadi perforasi dan keluarlah cairan
seropurulen, kadang kadang sanguinolen, pada beberpa kasus disertai jaringan
nekrotik.2
2.2.5.4. Sifilis Kongenital

Sifilis kongenital pada bayi terjadi jika ibunya terkena sifilis, terutama
sefilis dini seba banyak T. Pallidum beredar dalam darah. Treponema masuk
secara hematogen ke janin melalui plasenta yang sudah dapat terjadi pada
kehamilan 10 minggu.2
Sifilis yang mengenai wanita hamil gejalanya ringan. Pada tahun I setelah
infeksi yang tidak terobati terdapat kemungkinan penularan hingga 90%. Jika ibu
menderita sifilis laten dini, kemungkinan bayi sakit 80%, bila sifilis lanjut 30%.2
2.2.6. Patogenesis
Penularan bakteri ini biasanya melalui hubungan seksual (membran mukosa
vagina dan uretra), kontak langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi atau dari ibu
yang menderita sifilis ke janinnya melalui plasenta pada stadium akhir kehamilan.
Treponema pallidum masuk dengan cepat melalui membran mukosa yang utuh
dan kulit yang lecet, kemudian kedalam kelenjar getah bening, masuk aliran
darah, kemudian menyebar ke seluruh organ tubuh. Bergerak masuk keruang
intersisial jaringan dengan cara gerakan cork-screw (seperti membuka tutup
botol). Beberapa jam setelah terpapar terjadi infeksi sistemik meskipun gejala
klinis dan serologi belum kelihatan pada saat itu. Darah dari pasien yang baru
terkena sifilis ataupun yang masih dalam masa inkubasi bersifat infeksius. Waktu
berkembangbiak Treponema pallidum selama masa aktif penyakit secara invivo
30-33 jam. Lesi primer muncul di tempat kuman pertama kali masuk, biasa-nya
bertahan selama 4-6 minggu dan kemudian sembuh secara spontan. Pada tempat
masuknya, kuman mengadakan multifikasi dan tubuh akan bereaksi dengan
timbulnya infiltrat yang terdiri atas limfosit, makrofag dan sel plasma yang secara
klinis dapat dilihat sebagai papul. Reaksi radang tersebut tidak hanya terbatas di
tempat masuknya kuman tetapi juga di daerah perivaskuler (Treponema pallidum
berada diantara endotel kapiler dan sekitar jaringan), hal ini mengakibatkan
hipertrofi endotel yang dapat menimbulkan obliterasi lumen kapiler (endarteritis
obliterans). Kerusakan vaskular ini mengakibatkan aliran darah pada daerah
papula tersebut berkurang sehingga terjadi erosi atau ulkus dan keadaan ini
disebut chancre.

Informasi mengenai patogenesis sifilis lebih banyak didapatkan dari


percobaan hewan karena keterbatasan informasi yang dapat diambil dari
penelitian pada manusia. Penelitian yang dilakukan pada kelinci percobaan,
dimana dua Treponema pallidum diinjeksikan secara intrakutan, menyebabkan lesi
positif lapangan gelap pada 47% kasus. Peningkatan kasus mencapai 71% dan
100% ketika 20 dan 200.000 Treponema pallidum diinokulasikan secara
intrakutan pada kelinci percobaan. Periode inkubasi bervariasi tergantung
banyaknya inokulum, sebagai contoh 10 Treponema pallidum akan menimbulkan
chancre dalam waktu 5-7 hari. Organisme ini akan muncul dalam waktu menit
didalam kelenjar limfe dan menyebar luas dalam beberapa jam, meskipun
mekanisme Treponema pallidum masuk sel masih belum diketahui secara pasti.
Thomas dkk, menyatakan bahwa perlekatan Treponema pallidum dengan sel host
melalui spesifik ligan yaitu molekul fibronektin.
Sifat yang mendasari virulensi Treponema pallidum belum dipahami
selengkapnya, tidak ada tanda-tanda bahwa kuman ini bersifat toksigenik karena
didalam dinding selnya tidak ditemukan eksotoksin ataupun endotoksin.
Meskipun didalam lesi primer dijumpai banyak kuman namun tidak ditemukan
kerusakan jaringan yang cukup luas karena kebanyakan kuman yang berada diluar
sel akan terbunuh oleh fagosit tetapi ada sejumlah kecil Treponema yang dapat
tetap dapat bertahan di dalam sel makrofag dan di dalam sel lainya yang bukan
fagosit misalnya sel endotel dan fibroblas. Keadaan tersebut dapat menjadi
petunjuk mengapa Treponema pallidum dapat hidup dalam tubuh manusia dalam
jangka waktu yang lama, yaitu selama masa asimtomatik yang merupakan ciri
khas dari penyakit sifilis. Sifat invasif Treponema sangat membantu
memperpanjang daya tahan kuman di dalam tubuh manusia.1
2.2.7. Cara Penularan
Cara penularan sifilis adalah dengan cara kontak langsung
yaitu kontak dengan eksud. Sifilis infeksius dari lesi awal kulit
dan selaput lendir pada saat melakukan hubungan seksual
dengan penderita sifilis. Lesi bisa terlihat jelas ataupun tidak

terlihat jelas. Pemajanan hampir seluruhnya terjadi karena


hubungan seksual. Penularan karena mencium atau pada saat
menimang bayi dengan sifilis konginetal jarang sekali terjadi.
Infeksi transplasental terjadi pada saat janin berada dalam
kandungan ibu menderita sifilis.2,3
Transfusi melalui darah donor bisa terjadi jika donor
menderita sifilis pada stadium awal. Penularan melalui barangbarang yang tercemar secara teoritis bisa terjadi namun
kenyataannya boleh dikatakan tidak pernah terjadi. Petugas
kesehatan pernah dilaporkan mengalami lesi primer pada tangan
mereka setelah melakukan pemeriksaan penderita sifilis dengan
lesi infeksius.2,3
2.2.8. Penegakan Diagnosis
2.2.8.1.
Klinis
Sifilis primer didiagnosis berdasarkan gejala klinis ditemukannya satu atau
lebih chancre (ulser). Pemeriksaan Treponema pallidum dengan mikroskop
lapangan gelap dan DFA-TP positif.
Sifilis sekunder ditandai dengan ditemukannya lesi mukokutaneus yang
terlokalisir atau difus dengan limfadenopati. Terkadang chancre masih ditemukan.
Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap dan DFA-TP positif.
Sifilis laten tanpa gejala klinis sifilis dengan pemeriksaan nontreponemal
dan treponemal reaktif (tanpa diagnosis sifilis sebelumnya), riwayat terapi sifilis
dengan titer uji nontreponemal yang meningkat dibandingkan dengan hasil titer
nontreponemal sebelumnya.
Sifilis tersier ditemukan guma dengan pemeriksaan treponemal reaktif,
sekitar 30% dengan uji nontreponemal yang tidak reaktif.1
Untuk mendiagnosis sifilis kongenital rumit karena lebih dari setengah
dari semua bayi tidak menunjukkan gejala pada saat lahir, dan tanda-tanda pada
bayi yang memiliki gejala mungkin halus dan tidak spesifik. Temuan yang paling
khas dari sifilis kongenital stadium dini (pada bayi berusia kurang dari 2 tahun)
adalah prematuritas dan berat badan lahir rendah (10-40% bayi), hepatomegali

dengan atau tanpa splenomegali (33-100%), ruam kulit melepuh (40%), dan
perubahan tulang terlihat pada X-ray (75-100%). Tanda-tanda dini lainnya
pseudoparalysis (12% neonatus, 36% bayi), gangguan pernapasan (34% neonatus,
57% bayi), perdarahan (10%) dan demam (16%). Tidak ada tanda-tanda
patognomonik sifilis dan terlihat pada infeksi kongenital lainnya. Sedangkan
tanda-tanda dan investigasi ini akan mengidentifikasi bayi yang paling terinfeksi,
masing-masing sensitivitas, spesifisitas dan nilai-nilai prediktif positif belum
ditetapkan.11
2.2.8.2 Laboratorium
Diagnosis laboratorium sifilis telah dilaporkan secara ekstensif oleh Larsen
sehingga dapat menghemat biaya dalam diagnosis sifilis, sedangkan terapi sifilis
telah dikembangkan oleh Hart. Gold standar untuk diagnosis sifilis adalah kultur
secara invivo dengan menginokulasikan sampel pada testis kelinci. Prosedur ini
butuh biaya besar dan waktu yang lama sampai beberapa bulan, sehingga kultur
hanya dipakai dalam hal penelitian saja.
Meskipun Treponema pallidum tidak dapat di kultur secara invitro, ada
banyak tes untuk mendiagnosis sifilis secara langsung dan tidak langsung. Belum
ada uji tunggal yang optimal. Metode diagnostik langsung termasuk pemeriksaan
mikroskop dan amplifikasi asam nukleat dengan polymerase chain reaction
(PCR). Diagnosis secara tidak langsung berdasarkan uji serologi untuk
mendeteksi antibodi. Uji serologi dibagi dalam dua kategori yaitu uji
nontreponemal untuk skrining dan uji treponemal untuk konfirmasi.

Gambar 2.8 Algoritma pemeriksaan sifilis primer

2.2.9. Penatalaksanaan
Pada pengobatan jangan dilupakan bahwa mitra seksual juga harus diobati,
dan selama belum sembuh penderita dilarang bersenggama. Pengobatan dimulai
sedini mungkin, makin dini hasilnya makin baik. Pada sifilis laten, terapi
bermaksud mencegah proses lebih lanjut. Pengobatannya menggunakan penisilin
dan antibiotik lain.2
1. Penisilin
Obat yang merupakan pilihan adalah penisilin. Penisilin dapat menembus
plasenta sehingga mencegah infeksi pada janin dan dapat menyembuhkan
janin yang terinfeksi. 2
Kadar yang tinggi dalam serum tidak diperlukan, asalkan jangan kurang
dari 0,03 unit/ml. Yang penting adalah kadar tersebut harus bertahan dalam
serum selama 10 14 hari untuk sifilid dini dan lanjut. Jika kadarnya kurang

dari angka terseut, setelah lebih dari 24 30 jam, maka kuman dapat
berkembang biak. 2
Menurut lama kerjanya ada 3 macam penisilin2 :
a. Penisilin G prokain dalam aqua dengan lama kerja 24 jam, jadi bekerja
singkat
b. Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostreatat
(PAM), lama kerja 72 jam, bersifat kerja sedang.
c. Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juta unit akan bertahan dalam serum
2 3 minggu, jadi bersifat kerja lama.
Ketiga obat tersebut diberikan intamuskular. Derifat penisilin per oral
tudak dianjurkan karena absorpsi oleh saluran cerna kurang dibandingkan
dengan suntikan. 2
Cara pemberian penisilin tersebut sesuai dengan lama kerja masing
masing, yang pertama diberikan setiap hari, yang kedua setiap 3 hari, dan yang
ketiga biasanya setiap seminggu. 2
Penisilin G benzatin karena bersifat kerja lama, maka kadar obat dalam
serum dapat bertahan lama dan lebih praktis, sebab penderita tidak perlu
disuntik setiap hari seperti pemberian penisilin G dalam aqua. Karena
penisilin G benzatin memeri rasa nyeri pada daerah suntikan, maka beerapa
peneliti tidak menganurkan diberikan kepada bayi. 2
Iktisar Penatalaksanaan Sifilis2
Sifilis
Sifilis Primer

Pengobatan
1. Penisilin G benzatin dosis 4,8 juta unit secara IM (2,4
juta) dan diberikan satu kali seminggu
2. Penisilin G prokain dalam aqua dosis total 6 juta unit,
diberi 0,6 juta unit per hari selama 10 hari
3. PAM (Penisilin prokain + 2% aluminium monostreatat).
Dosis total 4,8 juta unit. Diberikan 1,2 juta unit/kali, 2

Sifilis Sekunder
Sifilis Laten

kali seminggu
Sama dengan sifilis primer
1. Penisilin G benzatin, dosis total 7,2 juta unit
2. Penisilin G prokain dalam aqua dosis total 12 juta unit,

(diberi 0,6 juta unit per hari)


3. PAM dosis total 7,2 juta unit. Diberikan 1,2 juta
Sifilis S III

unit/kali, 2 kali seminggu


1. Penisilin G benzatin, dosis total 9,6 juta unit
2. Penisilin G prokain dalam aqua dosis total 18 juta unit,
(diberi 0,6 juta unit per hari)
3. PAM dosis total 9,6 juta unit. Diberikan 1,2 juta
unit/kali, 2 kali seminggu

2. Antibiotik lain
Selain penisilin, masih ada beberapa antiiotik lain yang dapat digunakan
sebagai pengobatan sifilis, meskipun tidak seefektif penisilin. 2
Pada pasien yang alergi terhadap penisilin, diberikan tetrasiklin 4 x 500
mg/hari, atau eritromisin 4 x 500 mg/hari, atau doksisiklin 2 x 100 mg/hari.
Lama pengobatan 15 hari bagi S I dan S II, dan 30 hari bagi stadium laten.
Eritromisin bagi ibu hamil efektivitasnya meragukan. Doksisiklin absorbsinya
lebih baik daripada tetrasiklin, yakni 90 100%, sedangkan tetrasiklin hanya
60 80%.2
Obat yang lain ialah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4 x 500
mg sehari selama 15 hari. Juga seftriaxon setiap hari 2 gr, dosis tunggam i.m
atau i.v selama 15 hari. 2
Azitromisin juga dapat digunakan untuk S I dan S II, dosisnya 500 mg
sehari sebagai dosis tunggal. Lama pengobatan 10 hari. Menurut laporan
Verdon dkk, penyembuhannya mencapai 84,4%. 2
2.2.10. Prognosis
Dengan ditemukannya penisilin, maka prognosis sifilis menjadi lebih baik.
Untuk menentukanpenyembuhan mikrobiologik, yang berarti bahwa semua T.
Pallidum di badan terbunuh tidaklah mungkin. Penyembuhan berarti sembuh
secara klinis seumur hidup, tidak menular ke orang lain, TSS pada darah dan
liquor serenrospinal selalu negatif. 2
Jika sifilis tidak diobati, maka hampi seperempatnya akan kambuh, 5% akan
mendapat S III, 23% akan meninggal. 2

Pada sifilis dini yang diobati, angka penyembuhan mencapai 95%. Kelainan
kulit akan sembuh dalam waktu 7 14 hari. Pembesaran KBG akan menetap
berminggu minggu. 2
Kegagalan terapi sebanyak 5% pada SI dan S II. Kambuh klinis umumnya
terjadi setahun sesudah terapi, berupa lesi menular pada mulut, tenggorok, dan
regio perianal. Kambuh klinis pada wanita juga dapat bermanifestasi pada bayi
berupa sefilis kongenital. 2

DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, R.S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran: Perineum. Edisi
6. Jakarta: EGC; 2006. hal. 381-402.

2. Djuanda, Adhi, E.C Natahusada. Sifilis. Dalam : Adhi Djuanda, editor. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke 6. Jakarta : Badan Penerbit FK UI.
2013. 392 411
3. De jong
4. Schneede, Peter., et all. SexuallyTransmitted Diseases (STDs) Asynoptic
Overview for Urologists. European Urology. 2003: pg. 3.
5. Public Health Branch. Syphilis. Communicable Disease Management
Protocol. 2014: pg. 1.
6. Kingston, M. Guidelines: UK National Guidelines on the Management of
Syphilis 2008. International Journal of STD & AIDS. 2008 Novermber; 19:
pg. 730.
7. Bannister, J. Diagnosis and Treatment Regimes for Syphilis. Goodfellow
Unit. 2012; pg. 4.

Anda mungkin juga menyukai