Anda di halaman 1dari 24

Majalah

Vol. VIII, No. 08/II/P3DI/April/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

PERUMUSAN PUTUSAN MK
DALAM PERUBAHAN KEDUA UU PILKADA
Novianto M. Hantoro*)

Abstrak
Salah satu tujuan perubahan kedua UU Pilkada adalah untuk mengubah ketentuan
dalam UU Pilkada akibat adanya putusan MK. RUU yang diajukan oleh Pemerintah
telah mencoba mengakomodasi putusan MK tersebut, namun terdapat perbedaan
pemikiran dalam menyikapi putusan MK, baik antara pemerintah dan DPR, maupun
antarfraksi di DPR. Perbedaan ini berpotensi terhadap berbedanya rumusan antara
undang-undang nantinya dengan putusan MK. Salah satu yang paling krusial adalah
persyaratan mengundurkan diri bagi anggota DPR, DPD, DPRD, anggota TNI,
Polri, dan PNS, serta pejabat BUMN dan BUMD. Keinginan untuk mengubah atau
memodifikasi putusan MK mengundang tanggapan bahwa pembentuk undang-undang
menentang atau tidak menghormati putusan MK. Di lain pihak beranggapan putusan
MK masih perlu dikaji menyangkut kewenangan MK sebagai negative legislature dan
penerapan asas keadilan memperlakukan yang sama terhadap hal sama dan berbeda
terhadap hal berbeda. Ke depan perlu dikembalikan fungsi lembaga negara masingmasing, yaitu MK sebagai negative legislature, serta Presiden dan DPR sebagai
(positive) legislature.

Pendahuluan

(MK). Putusan MK terhadap permohonan tersebut,


antara lain:
1. Putusan MK Nomor 33/PUU-XIII/2015
mengenai pembatalan ketentuan Pasal
7 huruf r beserta penjelasannya dan
konstitusionalitas bersyarat terhadap Pasal 7
huruf s.
2. Putusan MK Nomor 42/PUU-XIII/2015
mengenai
persyaratan tidak pernah
dipidana;
3. Putusan MK Nomor 100/PUU-XIII/2015
mengenai pelaksanaan Pilkada dengan calon
tunggal;

Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota


(Pilkada) secara serentak gelombang I telah
selesai dilaksanakan. Menjelang dan setelah
dilaksanakannya Pilkada serentak 2015, beberapa
ketentuan di dalam Undang-Undang No. 8
Tahun 2015 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan
Pemerintah
Pengganti
UndangUndang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UndangUndang (UU Pilkada) yang menjadi dasar
penyelenggaraan Pilkada telah dimohonkan untuk
diuji konstitusionalitasnya ke Mahkamah Konstitusi

*) Peneliti Madya Hukum Konstitusi, pada Bidang Hukum, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
E-mail: nmhantoro@yahoo.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-1-

4. Putusan MK Nomor 60/PUU-XIII/2015


mengenai persyaratan dukungan calon
perseorangan.
5. Putusan MK Nomor 105/PUU-XIII/2015
mengenai perubahan hari kalender menjadi
hari kerja.

bahwa Pasal 7 huruf g inkonstitusional secara


bersyarat sepanjang tidak dimaknai dikecualikan
bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan
jujur mengemukakan kepada publik. Di dalam
RUU, persyaratan ini dirumuskan: tidak pernah
sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau
bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan
jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang
bersangkutan mantan terpidana. Artinya, rumusan
di dalam RUU tidak semata-mata mengakomodasi
putusan MK, namun mempertahankan rumusan
lama dan menggabungkannya dengan rumusan
baru yang mengakomodasi putusan MK.
Persyaratan
tidak
memiliki
konflik
kepentingan dengan petahana terdapat dalam Pasal
7 huruf r. Berdasarkan Putusan MK No. 33/PUUXIII/2015, Pasal 7 huruf r beserta penjelasannya
dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan
tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Di
dalam RUU, Pasal 7 huruf r beserta penjelasannya
dihapus. Artinya, penghapusan rumusan tersebut
telah mengakomodasi putusan MK.
Persyaratan tentang anggota DPR, DPD, DPRD,
anggota TNI, Polri, dan PNS, serta pemegang jabatan
di BUMN dan BUMD yang akan mencalonkan diri
diatur dalam Pasal 7 huruf s, huruf t, dan huruf u.
Pemerintah mengakomodasi putusan MK dengan
merumuskan di dalam perubahan pasal-pasal
tersebut bahwa anggota DPR, DPD, DPRD, anggota
TNI, Polri, dan PNS, serta pemegang jabatan di
BUMN dan BUMD yang akan mencalonkan diri harus
mengundurkan diri sejak ditetapkan menjadi calon.
Di dalam DIM yang diajukan oleh beberapa
fraksi, rumusan perubahan ini diusulkan untuk
diubah. Usulan perubahan tersebut pada intinya
berbeda dengan substansi putusan MK yang
mengharuskan untuk mengundurkan diri sejak
ditetapkan sebagai calon, melainkan hanya non
aktif atau cuti. Adanya usulan beberapa fraksi
tersebut menunjukkan adanya potensi UU
Perubahan Kedua UU Pilkada nantinya berbeda
dengan putusan MK.

Naskah akademik RUU tentang Perubahan


Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
dan Walikota Menjadi Undang-Undang (RUU
Perubahan Kedua UU Pilkada) menyebutkan
bahwa
salah
satu
dasar
pertimbangan
dilakukannya penyempurnaan terhadap UU
Pilkada adalah untuk mengakomodasi Putusan
MK. Namun terdapat perbedaan pemikiran dalam
menyikapi putusan MK tersebut, baik antara
pemerintah dan DPR, maupun antarfraksi di
DPR. Hal ini terlihat dari rumusan yang terdapat
di dalam RUU Perubahan Kedua UU Pilkada
dan usulan perubahan dari fraksi yang tertuang
dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Untuk
itu, menarik untuk dikaji bagaimana konstruksi
hukum dalam mengakomodasi putusan MK ke
dalam Perubahan Kedua UU Pilkada.

Akomodasi Putusan MK dalam RUU


Di dalam RUU Perubahan Kedua UU Pilkada,
Pemerintah telah mengakomodasi putusan MK
di dalam rumusan perubahan. Rumusan tersebut
terdapat dalam Pasal 7 terkait dengan persyaratan,
Pasal 41 terkait dengan syarat dukungan bagi
calon perseorangan, Pasal 54A, Pasal 85 ayat (2a)
dan (2b), Pasal 107 ayat (3), dan Pasal 109 ayat (3)
terkait dengan pasangan calon tunggal, serta Pasal
157 ayat (8) terkait dengan hari kerja,
Di antara beberapa rumusan tersebut,
salah satu yang menarik untuk dicermati adalah
rumusan yang mengatur mengenai persyaratan.
Setidaknya terdapat 3 (tiga) kategori persyaratan
yang mengakomodasi putusan MK, yaitu mantan
terpidana, tidak memiliki konflik kepentingan
dengan petahana, dan kewajiban mengundurkan
diri setelah ditetapkan sebagai pasangan calon bagi
Anggota DPR, DPD, DPRD, anggota TNI, Polri, dan
PNS, serta pemegang jabatan di BUMN dan BUMD.
Persyaratan bukan mantan terpidana
terdapat di dalam Pasal 7 huruf g yang menyatakan:
tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih. Putusan MK menyatakan

Komplikasi/Kerumitan
Mengakomodasi Putusan MK
Adanya keinginan untuk mengubah atau
memodifikasi putusan MK mengenai persyaratan
calon ini mengundang tanggapan dari berbagai
kalangan yang antara lain menyebutkan bahwa
usulan perubahan tersebut menentang putusan
MK atau tidak menghormati putusan MK. Di lain
pihak beranggapan putusan MK masih perlu dikaji
lebih lanjut. Tulisan ini mencoba menganalisis
dalam konteks prinsip-prinsip hukum.
-2-

Di dalam konstitusi disebutkan bahwa MK


berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk
menguji undang-undang terhadap UndangUndang Dasar. Hal ini berarti tidak dapat dilakukan
upaya hukum lain (melalui pengadilan secara
bertingkat). UU MK selanjutnya menyebutkan
bahwa terkait dengan putusan MK, dalam hal
permohonan dikabulkan, MK menyatakan dengan
tegas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian
dari undang-undang yang bertentangan dengan
UUD 1945. Ketentuan ini menunjukkan bahwa
MK dikonsepkan sebagai negative legislature.
Sementara yang menjadi (positive) legislature
adalah Presiden bersama dengan DPR.
Dalam perjalanannya, MK sering membuat
putusan yang conditionally constitutional atau
konstitusional bersyarat. Artinya, suatu ketentuan
dinyatakan konstitusional asalkan memenuhi syarat
sebagaimana yang dimaknai oleh MK. Putusan
semacam ini merupakan pintu masuk bagi MK
untuk mengubah atau menambahkan norma baru ke
dalam undang-undang. Hal seperti ini sering digugat
karena MK mengubah dirinya menjadi positive
legislature.
Putusan MK mengenai persyaratan calon
hanya ada satu yang secara tegas dibatalkan oleh
MK, yaitu persyaratan tidak memiliki konflik
kepentingan dengan petahana. Sementara putusan
MK mengenai persyaratan yang lain, khususnya
kewajiban
mengundurkan
diri,
merupakan
putusan conditionally constitusional.
Putusan
MK yang secara tegas menyatakan suatu norma
inkonstitusional langsung berlaku efektif sejak
ditetapkan, namun putusan konstitusional bersyarat
akan menimbulkan pertanyaan dan terbuka
kemungkinan untuk dilakukan perumusan ulang
oleh pembentuk undang-undang. Berdasarkan hal
tersebut, akan lebih baik apabila terhadap putusan
konstitusional bersyarat, MK tidak membuat
rumusan baru melainkan memerintahkan kepada
pembentuk undang-undang untuk melakukan
perubahan terhadap undang-undang tersebut. Peran
lembaga perlu dikembalikan ke fungsinya semula,
dalam arti pembentuk undang-undang membuat
undang-undang, sementara kewenangan MK adalah
menyatakan undang-undang atau bagian undangundang bertentangan atau tidak bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar.
Berkenaan dengan persyaratan kewajiban
mengundurkan diri bagi anggota DPR, DPD, DPRD,
anggota TNI, Polri, dan PNS, serta pemegang jabatan
di BUMN dan BUMD sejak ditetapkan menjadi
calon, dapat dianalisis bahwa keadilan bukanlah
selalu berarti memperlakukan sama terhadap setiap

orang. Keadilan dapat berarti memperlakukan


sama terhadap hal-hal yang memang sama dan
memperlakukan berbeda terhadap hal-hal yang
memang berbeda. Memperlakukan secara sama
terhadap hal-hal yang berbeda bisa jadi justru
menjadi tidak adil. Prinsip ini sering dipergunakan
oleh MK dalam pertimbangan hukumnya.
Namun terhadap masalah persyaratan kewajiban
mengundurkan diri ini terdapat sudut pandang yang
berbeda dalam memaknai hal-hal yang sama dan
hal-hal yang berbeda.
Titik kesamaan dalam pertimbangan MK
terletak pada kesetaraan atau perlakuan yang
sama terhadap setiap bakal calon dengan tidak
membedakan jabatan yang dipegang sebelumnya.
Jika argumentasinya bahwa untuk jabatan tertentu
harus mengundurkan diri sejak ditetapkan sebagai
calon, maka jabatan lain juga harus mengundurkan
diri. Tidak mengherankan apabila kemudian muncul
pemikiran bahwa jika yang penting kesetaraan,
maka statusnya bisa diubah, baik mengundurkan
diri, non aktif, cuti, maupun tetap aktif, yang
diberlakukan sama bagi semua. Hal ini justru akan
menjadi permasalahan, misalnya ketika semuanya
diperbolehkan tetap aktif. Mengingat masing-masing
undang-undang telah mengatur.
Sebenarnya tidak dapat dipungkiri bahwa
jabatan bakal calon berasal dari latar belakang
yang berbeda dan memiliki karakteristik yang
berbeda. Dengan demikian, maka keadilan tidak
bisa dimaknai sebagai sama, namun perlu
dimaknai memperlakukan berbeda terhadap
hal-hal yang memang berbeda. Masing-masing
jabatan memiliki jalur yang berbeda. PNS, anggota
TNI, dan Polri yang memiliki karakteristik harus
netral dan tidak memiliki kepentingan politis.
Berbeda dengan anggota DPR, DPD, dan DPRD
yang merupakan jalur politik. Konsekuensinya
akan berbeda apabila PNS, anggota TNI, dan
Polri hendak berkompetisi dengan berpindah
jalur dibandingkan berkompetisi dalam jalurnya.
Sebagai contoh, ketika PNS mengikuti pengisian
jabatan pimpinan tinggi (lelang jabatan), maka
dia tidak harus mengundurkan diri dari jabatan
sebelumnya. Kemudian untuk yang berpindah
jalur dapat dikemukakan sebagai contoh UU TNI
Pasal 39 menyatakan Prajurit dilarang terlibat
dalam: 1. kegiatan menjadi anggota partai politik;
2. kegiatan politik praktis; 3. kegiatan bisnis; dan
4. kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif
dalam pemilihan umum dan jabatan politis
lainnya. Pasal 28 UU Polri menyebutkan Kepolisian
Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam
kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada
kegiatan politik praktis. (2) Anggota Kepolisian
-3-

Negara Republik Indonesia tidak menggunakan


hak memilih dan dipilih. (3) Anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia dapat menduduki
jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan
diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Pendapat bahwa pembentuk undangundang tidak menghormati atau menentang
putusan MK muncul karena hanya menangkap
secara parsial atau sepotong sebagai kepentingan
politis, yaitu anggota DPR, DPD, dan DPRD
enggan mengundurkan diri. Namun bagi
pihak yang mencermati bahwa putusan MK
tersebut tidak berdiri sendiri melainkan terkait
dengan jabatan lain, maka pemikiran untuk
mereformulasi akan dapat dimengerti karena
diperlukan konstruksi hukum yang baru.
Kerumitan mengakomodasi putusan MK
yang bersifat konstitusional bersyarat pada
perubahan kedua UU Pilkada dapat menjadi
contoh dan gambaran bagi pembentukan
undang-undang lainnya yang juga bertujuan
untuk mengakomodasi putusan MK. Ada
beberapa prinsip yang perlu digarisbawahi.
Pertama, ketika putusan MK membatalkan
bagian
atau
keseluruhan
undang-undang
secara tegas, maka tidak perlu ada perubahan
maupun pencabutan undang-undang, karena
putusan tersebut langsung berlaku secara efektif.
Kedua, terhadap putusan MK yang menyatakan
bahwa sebuah rumusan adalah open legal
policy, maka pembentuk undang-undang bisa
mengubah maupun tidak mengubah berdasarkan
pertimbangan dan kebutuhan, serta dinamika
dan waktu yang berbeda. Ketiga, ketika putusan
MK bersifat konstitusional bersyarat akan
terjadi kerumitan tersendiri. Di satu pihak, MK
seharusnya tidak membuat norma, namun di lain
pihak dikhawatirkan terjadi kekosongan hukum
ketika tidak dinyatakan sebagai konstitusional
bersyarat. Terhadap hal ini sebaiknya MK
memutuskan prinsip-prinsipnya saja tanpa
membuat norma baru dan memerintahkan
pembentuk undang-undang untuk merumuskan
ulang. Kemudian pembentuk undang-undang
menyempurnakan berdasarkan guidance yang
diberikan oleh MK.

putusan pengadilan yang berlaku efektif sejak


ditetapkan/dibacakan.
Dengan
demikian,
seharusnya tidak perlu ada tindakan lebih
lanjut. Namun mengingat putusan MK bukan
hanya berupa pembatalan, melainkan ada juga
yang bersifat konstitusional bersyarat, maka
terjadi komplikasi/kerumitan tersendiri untuk
mengakomodasi putusan MK tersebut dalam
penyempurnaan undang-undang. Berkaitan
dengan hal tersebut, maka ke depan perlu
dikembalikan fungsi lembaga negara masingmasing, yaitu MK sebagai negative legislature,
serta Presiden dan DPR sebagai (positive)
legislature melalui penegasan dalam UndangUndang MK dan dilaksanakan secara konsisten.

Referensi
Bekas Narapidana Boleh Ikut Pilkada http://
www.kompasiana.com/bamset2014/horebekas-narapidana-boleh-ikut-pilkada_559
eaf47f196731433bd33c8, diakses 20 April
2016.
DPR Tidak Hormati MK, Media Indonesia, 21
April 2016.
Kepentingan
Parpol
Dominan,
Usulan
Sejumlah Fraksi Bertentangan dengan
Putusan MK, Kompas, 20 April 2016.
MK Harus Konsisten sebagai Negatif
Legislator, http://www.hukumonline.com/
berita/baca/lt4ba0b607369e3/mk-haruskonsisten-sebagai-negatif-legislator diakses
20 April 2016.
Naskah Akademik RUU tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi
Undang-Undang.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUUXIII/2015.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUUXIII/2015.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/
PUU-XIII/2015.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUUXIII/2015.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 105/
PUU-XIII/2015.
RUU tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Penetapan
Peraturan
Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
dan Walikota Menjadi Undang-Undang.

Penutup
Terlepas dari bagaimana hasil rumusan
terkait dengan persyaratan calon ini, perlu
adanya
persamaan
persepsi
mengenai
bagaimana cara mengakomodasi putusan
MK ke dalam undang-undang. Pada dasarnya
hukum tidak hanya berupa undang-undang
atau peraturan tertulis, melainkan juga
-4-

Majalah

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Vol. VIII, No. 08/II/P3DI/April/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

KUNJUNGAN PRESIDEN
JOKO WIDODO KE EROPA
Simela Victor Muhamad*)

Abstrak
Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Eropa selama sepekan di pertengahan April
2016 menjadi bagian dari pelaksanaan kebijakan luar negeri Indonesia, terutama
dalam kerangka membangun dan memperkuat hubungan dengan negara-negara
sahabat dari suatu kawasan yang dianggap strategis dan memiliki peran penting di
dunia internasional. Selain itu, kunjungan tersebut juga perlu dimaknai strategis oleh
Indonesia, karena selain dapat memaparkan pengalaman dan potensi Indonesia, melalui
kunjungannya ke Eropa tersebut, Presiden Joko Widodo berharap diperoleh hasil nyata
bagi Indonesia dari kerja sama yang disepakati bersama dengan negara-negara yang
dikunjungi, sesuai keunggulan negara-negara tersebut dan kebutuhan Indonesia.
Komitmen kerja sama ini ditunggu realisasinya.

Pendahuluan
Presiden Joko Widodo dan rombongan
baru saja berkunjung ke Eropa (Jerman,
Inggris, Belgia, dan Belanda). Dalam
kunjungan selama sepekan ini, Presiden telah
bertemu dengan kepala negara dan kepala
pemerintahan, serta untuk pertama kalinya
Presiden juga bertemu dengan pimpinan
Dewan Eropa, Parlemen Eropa, dan Komisi
Eropa. Sebagaimana kunjungan ke Amerika
Serikat beberapa waktu lalu, Presiden juga
berbagi pengalaman menyangkut penanganan
radikalisme melalui pengembangan toleransi.
Dalam konteks ini, pengalaman Indonesia
dipandang sangat bernilai, justru ketika dunia
sekarang ini seperti terjadi di Perancis
dan Belgia
sedang dibayangi oleh aksi
terorisme. Sudah tentu, kunjungan Presiden
juga diwarnai tujuan bisnis, terlihat antara lain

dari kehadiran Presiden dalam Forum Bisnis


di negara-negara Eropa yang dikunjunginya
tersebut. Kunjungan Presiden Joko Widodo
ke Eropa tersebut dikaji secara singkat dalam
tulisan ini, untuk kemudian dilihat arti
strategisnya bagi Indonesia pada bagian akhir
tulisan. Tulisan terlebih dahulu mengulas
sekilas perihal hubungan Indonesia-Eropa.

Sekilas Hubungan Indonesia-Eropa


Perkembangan hubungan IndonesiaEropa (Uni Eropa) tidak terlepas dari
dinamika domestik dan regional yang
berkembang di Uni Eropa dan Indonesia. Di
satu pihak, perluasan Uni Eropa menjadi 27
negara pada tanggal 1 Januari 2007 (dan sejak
1 Juli 2013 menjadi 28 negara), merupakan
keberhasilan yang signifikan bagi peranannya

*) Peneliti Madya Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Bidang Hubungan Internasional, Pusat Penelitian, Badan Keahlian
DPR RI. E-mail: victorsimela@yahoo.co.id
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-5-

untuk turut menentukan peta tatanan global.


Di lain pihak, situasi dalam negeri Indonesia
yang diwarnai oleh kegiatan pemulihan
ekonomi, perkembangan proses demokrasi
dan
munculnya
gangguan
keamanan
separatisme serta ancaman terorisme, tidak
dipungkiri berdampak terhadap kebijakan
strategis politik luar negeri masing-masing.
Berkaitan dengan perluasan anggota Uni
Eropa, Indonesia berharap hal tersebut tidak
akan mendorong orientasi Uni Eropa menjadi
inward-looking dan mengurangi kerja
samanya dengan negara-negara berkembang,
terutama dengan ASEAN dan lebih khusus lagi
dengan Indonesia. Indonesia mengharapkan
perluasan keanggotaan Uni Eropa tersebut
justru dapat memberikan manfaat yang
lebih besar terhadap mitra eksternalnya.
Presiden Komisi Eropa (2004-2014), Jose
Manuel Barroso, yang pernah berkunjung ke
Jakarta pada November 2007 menegaskan
bahwa hubungan Indonesia dan Uni Eropa
merupakan
hubungan
kemitraan
yang
strategis, karena keduanya dapat memainkan
peran penting dalam penciptaan perdamaian,
stabilitas dan kerja sama pembangunan di
kawasan dan juga dunia secara keseluruhan.
Kepala Kebijakan Keamanan dan Luar
Negeri Uni Eropa, Federica Mogherini, saat
berkunjung ke Jakarta pada minggu pertama
April 2016 juga menilai strategis hubungan
Uni Eropa-Indonesia, tidak saja di bidang
politik dan keamanan, tetapi juga ekonomi
dan pembangunan. Mogherini menilai Uni
Eropa dan Indonesia adalah mitra dalam
integrasi kawasan, mitra dalam stabilitas dan
keamanan, serta mitra dalam pembangunan
ekonomi,
perdagangan
dan
investasi.
Mogherini juga menilai hubungan keseharian
antara Uni Eropa dan ASEAN, termasuk
Indonesia di dalamnya, makin meningkat
dengan penunjukan Duta Besar Uni Eropa
untuk ASEAN yang berkedudukan di Jakarta.
Salah satu tugas utama Duta Besar Uni
Eropa untuk ASEAN adalah memfasilitasi
aliran perdagangan dan investasi antara Uni
Eropa dan negara-negara ASEAN, termasuk
Indonesia, dan membantu perusahaanperusahaan dalam mencari solusi terhadap
tantangan dan hambatan yang mereka
hadapi ketika melakukan usaha lintas
negara. Pada saat yang sama, Uni Eropa
memfasilitasi ekspor dari negara-negara
ASEAN, termasuk Indonesia, ke Uni Eropa
dengan memberikan akses istimewa ke
pasar Uni Eropa melalui skema Generalised

System of Preferences (GSP). Bagi Indonesia,


Uni Eropa yang mempunyai lebih dari
500 juta penduduk dan rata-rata GDP per
kapita mencapai US$ 50,000, merupakan
pasar yang sangat potensial bagi produkproduk Indonesia, selain merupakan sumber
investasi
utama
Indonesia.
Sementara
itu, Indonesia merupakan negara dengan
perekonomian terbesar di Asia Tenggara dan
mitra yang penting bagi Uni Eropa baik untuk
perdagangan maupun investasi.
Di bidang politik, Indonesia dan Uni
Eropa telah melakukan berbagai upaya untuk
memperkuat kerja sama dalam pemajuan
demokrasi dan hak asasi manusia (HAM).
Perkembangan proses demokratisasi di
Indonesia yang ditandai oleh keberhasilan
Pemilu 2004 menempatkan keduanya sebagai
kekuatan demokrasi di dunia, sehingga
Indonesia dan Uni Eropa berkepentingan
mempromosikannya di tingkat regional dan
internasional. Keduanya juga berkepentingan
mempromosikan
penghormatan
HAM,
penegakan hukum, dan good governance,
serta memperkuat kerja sama pembangunan
sosial-ekonomi, dan anti-terorisme. Sebagai
kekuatan regional, Indonesia dan Uni Eropa
juga berkepentingan memelihara keamanan
dan kestabilan di kawasan masing-masing.

Kunjungan Presiden
Joko Widodo ke Eropa
Kunjungan Presiden Joko Widodo ke
beberapa negara Eropa selama sepekan yang
lalu sudah tentu menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari upaya Indonesia dan Uni
Eropa untuk memperkuat hubungannya.
Sebagaimana dikemukakan Tim Komunikasi
Presiden,
Ari
Dwipayana,
kunjungan
Presiden Joko Widodo selain bertujuan untuk
memenuhi undangan para pemimpin negara
Eropa, juga bertujuan untuk memperkuat
kerja sama dengan Uni Eropa di bidang
ekonomi,
memperkuat
toleransi,
dan
membangun perdamaian dunia. Uni Eropa
merupakan mitra dagang keempat yang
terbesar dengan nilai perdagangan mencapai
26,14 miliar US dollar pada tahun 2015.
Sementara investasi Uni Eropa di Indonesia
mencapai 2,26 miliar US dollar di tahun
2015. Uni Eropa juga merupakan salah satu
mitra tradisional strategis Indonesia untuk
menghadapi tantangan global.
Kemampuan teknologi dan kemajuan
pendidikan di negara-negara Uni Eropa,
sebagai nilai tambah strategis Uni Eropa,
-6-

juga mewarnai bentuk kerja sama yang


ingin dibangun Presiden Joko Widodo
dalam kunjungannya ke Eropa. Untuk lebih
memfokuskan kerja sama, dalam kunjungan ke
empat negara Eropa (Jerman, Inggris, Belgia,
dan Belanda), Joko Widodo menekankan
komitmen pada satu sektor tertentu, sehingga
bentuk kerja sama tersebut bisa lebih terarah
sesuai dengan keunggulan yang dimiliki
masing-masing negara.
Di Jerman, kerja sama lebih difokuskan
pada pelatihan dan pendidikan vokasi untuk
menciptakan tenaga kerja terampil dan
sesuai dengan kebutuhan agar Indonesia bisa
lebih kompetitif. Jerman dianggap negara
yang sangat bagus mengembangkan sistem
pendidikan kejuruan, sehingga generasi muda
mereka punya keterampilan yang memadai
sejak dini. Bidang-bidang kejuruan yang ingin
dikembangkan Joko Widodo atas dukungan
Jerman itu terutama terkait dengan industri.
Selain itu, bidang kelistrikan, power plant,
industri tekstil, maritim dan lainnya. Bagi
Joko Widodo, pendidikan kejuruan ini sangat
penting untuk mempersiapkan Indonesia
menghadapi persaingan global.
Di Jerman, Presiden Joko Widodo juga
menghadiri forum bisnis yang diikuti ratusan
pengusaha asal Indonesia dan Jerman. Dalam
forum itu tercapai kesepakatan investasi
senilai 875 juta US dollar. Menteri Luar
Negeri RI, Retno Marsudi, menyebut Jerman
sebagai mitra bisnis Indonesia nomor satu di
Eropa dalam bidang perdagangan. Sementara
dalam investasi, Jerman mitra ke-7 terbesar
bagi Indonesia. Pihak Jerman menegaskan
bahwa Indonesia adalah negara mitra global,
di mana kedua negara menjalin kerja sama
dalam G-20, yaitu 20 negara Industri dan
Berkembang terpenting, yang kehadirannya
bisa digunakan oleh kedua negara untuk
memajukan perekonomian dunia. Isu-isu
internasional kontemporer, diantaranya terkait
dengan isu terorisme dan pengungsi, juga
menjadi perhatian dalam pertemuan antara
Presiden Joko Widodo dan Kanselir Jerman,
Angela Merkel, di mana masing-masing pihak
saling berbagi informasi dan pengalaman.
Selanjutnya,
fokus
kunjungan
di
London adalah memperkuat kerja sama
ekonomi
kreatif
dan
mengembangkan
industri
kreatif
Indonesia.
Keinginan
tersebut disampaikan Joko Widodo dalam
pertemuan dengan Perdana Menteri Inggris,
David Cameron. Joko Widodo menyebut
Inggris sangat berkembang dalam bidang

ekonomi kreatif, dan Indonesia dapat belajar


banyak dari kemajuan yang dicapai Inggris
di bidang ini. Di hadapan Cameron, Joko
Widodo juga menyampaikan harapan agar
produk Indonesia bisa lebih banyak masuk
ke Inggris dan memiliki akses lebih mudah
masuk ke pasar Inggris, terutama setelah ada
penerbangan langsung Garuda Indonesia dari
Jakarta ke London.
Dalam kunjungan di London, Jokowi
juga menghadiri forum bisnis antara
pengusaha Indonesia dan Inggris. Lebih
dari 300 pengusaha menghadiri forum ini.
Sejumlah perusahaan besar Inggris yang
menghadiri forum bisnis tersebut, antara
lain, adalah Jardin Matheson, British
Petroleum, HSBC, dan Glaxo Smith Kline.
Dalam forum itu tercapai kesepakatan
bisnis senilai 19 miliar US dollar, termasuk
pembelian 14 pesawat baru oleh Garuda
Indonesia, dengan menggunakan mesin Roll
Royce. Komponen pesawat ini akan dibuat
di Inggris dan sebagian dibuat di negara
lain di Eropa. Di London, Presiden RI juga
berkunjung ke markas International Maritim
Organization, dan berpidato di Parlemen
Inggris. Di parlemen, Presiden Joko Widodo
menyampaikan gambaran tentang masyarakat
Indonesia yang moderat di negara dengan
penduduk Islam terbesar di dunia, upaya
Indonesia dalam menangani terorisme, dan
berbagai potensi yang dimiliki Indonesia.
Dalam kunjungan di Belgia, di mana
Kantor Uni Eropa berada, Presiden Joko
Widodo diterima oleh 3 Presiden, yaitu
Presiden Parlemen Eropa (Martin Schulz),
Presiden Dewan Eropa (Donald Tusk), dan
Presiden Komisi Eropa (Jean Claude Juncker).
Dengan Presiden Komisi Eropa, Joko
Widodo membicarakan perjanjian ekonomi
komprehensif antara Indonesia dan Uni
Eropa atau disebut Comprehensive Economic
Partnership Agreement (CEPA). Jika CEPA
sudah dimulai, maka produk Indonesia akan
lebih mudah masuk pasar negara-negara Uni
Eropa, begitu juga sebaliknya. CEPA bersifat
kompatibel, artinya produk Indonesia yang
akan masuk pasar Eropa tidak diproduksi
oleh Eropa, begitu juga sebaliknya. Menurut
Jokowi, kerja sama CEPA akan menguatkan
perekonomian Indonesia dan negara-negara
yang tergabung dalam Uni Eropa.
Selain CEPA, dibahas juga Flegt License
yaitu sertifikasi untuk semua produk kayu
Indonesia yang akan masuk pasar Eropa. Jika
sertifikat itu sudah dikantongi Indonesia,
-7-

maka kayu Indonesia yang diekspor tidak


perlu lagi diperiksa karena sudah diberi lisensi
Uni Eropa. Selain kepentingan CEPA, di
Belgia, Presiden Joko Widodo juga menggelar
pertemuan dengan sekitar 7 CEO besar asal
Nordik untuk membicarakan soal investasi di
Indonesia. Di Belgia, Presiden Joko Widodo
juga diterima Raja Philippe. Kesempatan
tersebut dimanfaatkan oleh Presiden RI
untuk mempromosikan Indonesia dengan
segala potensi yang dimilikinya, dan juga
menyampaikan harapan akan semakin kuatnya
hubungan Indonesia dan Belgia.
Dari Belgia, Presiden Joko Widodo
menuju Belanda, negara Eropa terakhir
yang
dikunjunginya.
Fokus
kunjungan
Presiden Joko Widodo ke Belanda adalah
ingin meningkatkan kerja sama dalam
bidang pengelolaan air, maritim, serta
perdagangan dan investasi. Presiden Joko
Widodo menyampaikan langsung hal itu
kepada Perdana Menteri Belanda, Mark
Rutte. Pertemuan itu menjadi catatan sejarah
tersendiri karena selama 16 tahun terakhir,
Joko Widodo adalah Presiden RI pertama yang
mengunjungi Belanda. Dalam kesempatan
itu, Joko Widodo mengemukakan bahwa
untuk menjaga hubungan baik, setidaknya
setiap 3 tahun sekali Presiden RI berkunjung
ke Belanda. Di Belanda, dalam kerangka
penguatan kerja sama, telah ditandatangani
Memorandum of Understanding (MoU) antarkedua negara di berbagai bidang, di antaranya
riset dan pendidikan tinggi, infrastruktutur,
pengembangan
teknologi,
dan
bidang
kemaritiman.
Di Belanda, Presiden Joko Widodo
dan beberapa menteri juga meninjau Port of
Rotterdam untuk mengetahui pengelolaan
air dan kemaritiman di Belanda. Sebagai
tindaklanjutnya, pada bulan November 2016,
Perdana Menteri Belanda akan berkunjung
ke Indonesia beserta delegasi bisnis. Masih
di Belanda, Presiden Joko Widodo juga
menghadiri forum bisnis yang dihadiri ratusan
pengusaha Indonesia dan Belanda. Dalam
forum itu, tercapai kesepakatan senilai 600
juta US dollar antar-kedua negara. Selain
membahas masalah ekonomi, Presiden Joko
Widodo juga mengkampanyekan pentingnya
toleransi dan perdamaian di tengah maraknya
ekstrimisme dan terorisme di dunia. Presiden
Joko Widodo, sekali lagi, menyampaikan
berbagai upaya yang telah dilakukan oleh
Indonesia untuk memelihara kerukunan dan

toleransi dalam kehidupan bermasyarakat di


Indonesia.

Penutup
Berdasarkan ulasan sekilas perihal
hubungan Indonesia-Eropa, serta kunjungan
Presiden Joko Widodo ke beberapa negara
Eropa di atas, terlihat bahwa kunjungan
Presiden RI tersebut memiliki arti strategis
bagi Indonesia. Kunjungan tersebut, tidak bisa
hanya dilihat sebagai kunjungan seremonial
belaka, karena Eropa selama ini telah menjadi
mitra strategis dan tradisional Indonesia,
tetapi lebih dari itu, kunjungan tersebut telah
dimanfaatkan oleh Presiden Joko Widodo
untuk membangun komitmen kerja sama
yang lebih konkret melalui fokus-fokus kerja
sama yang disepakati. Dalam kunjungan ke
Eropa ini, Joko Widodo, sebagai Presiden RI,
berkeinginan bahwa fokus-fokus kerja sama
itu, yang dibangun berdasarkan keunggulan
negara-negara
Eropa
dan
kebutuhan
Indonesia, dapat ditindaklanjuti secara nyata
oleh kedua negara. Komitmen kerja sama ini
sangat ditunggu realisasinya, sehingga tidak
mengherankan begitu kembali dari Eropa,
Presiden Joko Widodo segera menggelar rapat
kabinet untuk membahas tindak lanjut dari
hasil kunjungannya ke Eropa.

Referensi:
Holland lends hand to Jokows grand design,
The Jakarta Post, 23 April 2016.
Hubungan Indonesia-Uni Eropa, http://
www.kemlu.go.id/id/kebijakan/
kerjasama-regional/Pages/Uni-Eropa.aspx
, diakses 25 April 2016.
Jokowi wants concrete results from his
upcoming European tour, The Jakarta
Post, 16 April 2016.
Jokowi calls on EU leaders to promote peace,
tolerance, The Jakarta Post, 17 April
2016.
Presiden Jokowi , Selamat datang di Eropa,
The Jakarta Post, 18 April 2016.
Jokowi secures US$ 20.5 billion in deals
forum EU visit, The Jakarta Post, 23
April 2016.
Kepercayaan Eropa Jadi Modal Positif,
Kompas, 24 April 2016.

-8-

Majalah

KESEJAHTERAAN SOSIAL

Vol. VIII, No. 08/II/P3DI/April/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

DAMPAK NEGATIF
REKLAMASI TELUK JAKARTA
Muhammad Mulyadi*)

Abstrak
Reklamasi Teluk Jakarta dilakukan sebagai upaya untuk memperluas wilayah daratan
untuk kepentingan ekonomi dari suatu daerah perkotaan yang memiliki permasalahan
keterbatasan lahan. Akan tetapi, reklamasi Teluk Jakarta berdampak negatif yang
menyebabkan masyarakat di sekitarnya kehilangan tempat tinggal dan akses terhadap
sumber mata pencaharian. Dampak sosial ini seharusnya dapat dihindarkan melalui
upaya pemerintah dengan mengedepankan dinamika sosial yang ada di lapangan. DPR
harus mempertegas pengawasan selama penghentian proyek reklamasi dan mendorong
pemerintah untuk menemukan solusi mengurangi dampak negatif reklamasi bagi
masyarakat.

Pendahuluan
Pada
akhir
dasawarsa
1950-an
istilah pembangunan sering dianggap
sebagai obat terhadap berbagai macam
masalah yang muncul dalam masyarakat.
Era awal dari pembahasan mengenai teori
pembangunan
adalah
dikemukakannya
Teori
Pertumbuhan.
Menurut
Clark
(1991:20), pemikiran mengenai teori
pertumbuhan berasal dari pandangan
kaum ekonom ortodoks yang melihat
pembangunan
sebagai
pertumbuhan
ekonomi yang pada akhirnya diasumsikan
akan
meningkatkan
taraf
kehidupan
manusia.
Pembangunan merupakan suatu
proses perubahan sosial yang bertujuan

untuk meningkatkan taraf hidup manusia


dengan melakukan aktivitas pemanfaatan
sumberdaya alam. Menurut Garna (1992:1)
perubahan sosial terjadi karena adanya
proses pembangunan yang dilakukan,
baik oleh masyarakat itu sendiri maupun
dari luar masyarakat. Perubahan sosial
yang terjadi di Indonesia, pada umumnya
merupakan proses yang terkendali oleh pola
perencanaan yang disebut pembangunan.
Aktivitas pembangunan ini sering
dilakukan
dengan
memanfaatkan
sumberdaya alam. Akan tetapi, pemanfaatan
sumber daya, terutama penggunaan lahan,
seringkali
menimbulkan
permasalahan
sendiri. Hal ini disebabkan keterbatasan

*) Peneliti Madya Hubungan Masyarakat dan Negara pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: mohammadmulyadi@yahoo.co.id
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

-9-

lahan karena pertumbuhan penduduk dan


pembangunan yang tidak proporsional.
Inilah yang terjadi di Jakarta saat ini.
Proses
pembangunan
menyebabkan
terjadinya perebutan penggunaan lahan.
Untuk memenuhi kebutuhan akan lahan,
muncul kebijakan pembangunan, salah
satunya upaya reklamasi Teluk Jakarta.
Pada
dasarnya,
reklamasi
dilakukan
untuk memperluas wilayah daratan untuk
kepentingan ekonomi dari suatu daerah
perkotaan yang memiliki permasalahan
keterbatasan lahan. Akan tetapi, reklamasi
ini menimbulkan dampak sosial yang
buruk terhadap masyarakat. Tulisan ini
mengangkat dampak negatif dari reklamasi
Teluk Jakarta bagi masyarakat.

Undang-undang, tentu saja meninggalkan


dampak yang cukup kompleks, yaitu makin
meningkatnya jumlah warga miskin, rasa
tidak percaya lagi pada pemerintah, dan
rasa benci serta dendam terhadap perlakuan
kasar oleh aparat di lapangan.
Kewenangan
pemerintah
daerah
untuk melakukan penataan seharusnya
tidak digunakan untuk menekan kelompok
warga kelas bawah penghuni kawasan/
lahan tertentu. Ada 2 hal yang perlu diingat
terkait proses penggusuran ini. Pertama,
kawasan hunian warga umumnya bukanlah
tempatan baru, bahkan memiliki nilai
sejarah tersendiri yang bisa dianggap
sebagai bagian dari situs budaya. Aksi gusur
paksa seperti itu juga menunjukkan bahwa
Pemerintah DKI Jakarta telah mengabaikan
pertimbangan
psiko-sosiobudaya,
di
mana suatu kawasan yang sudah lama
dan memiliki sejarah, niscaya jiwa para
penghuninya sudah pula menyatu dengan
tanah dan lingkungan tempat tinggal
mereka itu.
Banyaknya masyarakat yang tidak
memiliki
sertifikat
kepemilikan
juga
tidak lepas dari riwayat tanah yang sudah
berpindah tangan dari beberapa generasi.
Banyak tanah yang berstatus verponding,
yakni status tanah yang ditetapkan menurut
hukum Belanda atau kemudian ada yang
diubah statusnya menjadi verponding
Indonesia, namun tidak diurus statusnya
oleh pemilik sekarang. Akibat kelengahan
pihak pemilik verponding itulah kemudian
pihak pemerintah menganggapnya sebagai
milik negara atau tanah tak bertuan.
Kedua, kawasan permukiman yang
sekumuh
apapun
tampilan
fisiknya,
merupakan produk dari sejarah perencanaan
dan penataan kota/wilayah yang buruk.
Jakarta atau umumnya kota-kota tua
dan besar di Indonesia ini berkembang
secara alami dengan secara relatif tidak
direncanakan dengan baik. Para penghuni
kawasan yang kini kumuh, saat awal dihuni
dan dibangun, terus saja dibiarkan oleh
pemerintah, dianggap sudah menjadi milik
dan bagian dari hidup mereka. Sehingga
kalau sekarang dibongkar paksa, maka sama
halnya menunjukkan rendahnya kepedulian
pengambil kebijakan sebelumnya, dan
sekaligus secara arogan mempertontonkan
kehebatan sang penguasa sekarang.

Beberapa Dampak negatif Sosial


Reklamasi Teluk Jakarta
Secara umum, upaya reklamasi Teluk
Jakarta menyebabkan 2 kerugian, yaitu:
a.

Penggusuran Tempat Tinggal

Dampak sosial yang paling terasa di


masyarakat akibat adanya proyek reklamasi
di Teluk Jakarta adalah penggusuran. Di
kota besar seperti Jakarta, penggusuran
kampung miskin menyebabkan rusaknya
jaringan sosial pertetanggaan dan keluarga,
merusak kestabilan kehidupan keseharian
seperti bekerja dan bersekolah serta
melenyapkan aset hunian. Masyarakat
yang dulunya hidup dalam satu komunitas
nelayan Teluk Jakarta kini tercerai berai
akibat wilayah pemukiman mereka digusur
untuk dibangun berbagai sarana penunjang
reklamasi yang akan dilakukan.
Penggusuran adalah pengusiran paksa,
baik secara langsung maupun tak langsung,
yang dilakukan pemerintah setempat
terhadap penduduk yang menggunakan
sumber daya lahan untuk keperluan hunian
maupun
usaha.
Penggusuran
terjadi
di wilayah urban karena keterbatasan
dan mahalnya lahan. Di wilayah rural,
penggusuran biasanya terjadi atas nama
pembangunan proyek prasarana besar,
seperti
pada proyek reklamasi Teluk
Jakarta.
Penggusuran yang dilakukan oleh
aparat pemerintah yang tidak mengindahkan
nilai-nilai
kemanusian
serta
hak-hak
warga negara yang telah dijamin oleh

- 10 -

b.

Menurut Gunawan Tjahjono, ada dua


hal yang perlu diperhatikan, yaitu tujuan
dari reklamasi dan untuk siapa reklamasi
dilakukan. Dua hal tersebut perlu menjadi
pertimbangan para pengambil kebijakan
untuk penyusunan perencanaan lebih lanjut
dari kebijakan reklamasi, baik dari aspek
sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Seperti pada kasus Teluk Jakarta,
menurut hemat penulis, dengan mengacu
dua hal tersebut di atas, relokasi penduduk
pesisir ke lokasi yang jauh dari tempat
mereka mencari ikan tidak seharusnya
dilakukan. Jika reklamasi teluk Jakarta
memang ditujukan untuk mengatur kawasan
kumuh di daerah tersebut, maka penataan
kawasan kumuh dapat dilakukan dengan
membuat rumah susun sederhana sewa
(rusunawa) di sekitar kawasan pesisir.
Pemukiman menjadi tertata, mereka pun
tidak akan mengalami kesulitan dalam
melakukan pekerjaan mereka, yaitu melaut.
Selain itu, upaya relokasi harus dilakukan
sebelum proyek reklamasi dilakukan dengan
memberikan cukup waktu bagi masyarakat
beradaptasi dengan lingkungan baru.

Kehilangan Mata Pencaharian

Kehilangan
mata
pencaharian
merupakan
dampak
sosial
sekaligus
ekonomi yang dirasakan oleh warga.
Proses pembangunan di Teluk Jakarta
telah merusak ekosistem di sekitar pantai,
serta adanya pencemaran limbah yang
menyebabkan menurunnya sumberdaya
perairan laut. Hal ini menyebabkan nelayan
sulit mendapatkan ikan dan berbagai
sumber daya laut lainnya yang selama ini
menjadi penghidupan mereka. Kondisi
ini tidak hanya menurunkan tingkat
pendapatan nelayan, tetapi juga menjadikan
nelayan jatuh ke jurang kemiskinan akibat
hilangnya mata pencaharian.
Kemiskinan adalah akar dari sebagian
besar terjadinya tindak kriminalitas. Kita
seringkali mendengar atau membaca berita
tentang pencurian, perampokan atau
pembunuhan yang bermotif kemiskinan
ekonomi dari pelakunya. Tidak sedikit pula
berita tentang kasus-kasus bunuh diri atau
kelaparan yang disebabkan kemiskinan.
Kemiskinan juga merupakan suatu
produk ketidakadilan bahkan kezaliman
pemimpin, hukum, atau sistem, bahkan
ketiganya. Pemimpin yang tidak adil akan
menempatkan masyarakat miskin sebagai
obyek yang tidak perlu diperhatikan dan
menjadikan mereka sebagai salah satu
subsistem negara yang berada pada posisi
teraniaya. Ini dapat dilihat dari tidak
adanya ruang bagi masyarakat miskin
untuk dapat melakukan aktivitas sosial dan
ekonomi secara baik.

Penutup
Reklamasi
Teluk
Jakarta
telah
mengakibatkan masyarakat di wilayah
pesisir Teluk Jakarta tergusur dari
tempat tinggalnya dan kehilangan mata
pencaharian. Saat ini Pemerintah telah
menghentikan untuk sementara kebijakan
reklamasi. Upaya Pemerintah Daerah DKI
merelokasi masyarakat pesisir ke rusunawa
yang lokasinya jauh dari pesisir dan laut
tempat mereka bekerja, belum mengatasi
dampak sosial dari reklamasi.
Berangkat dari kasus reklamasi Teluk
Jakarta, ada beberapa hal yang seharusnya
menjadi perhatian semua pihak ketika
kebijakan reklamasi kawasan pesisir akan
dilakukan. Tujuan dari reklamasi dan
untuk siapa reklamasi dilakukan adalah
harus menjadi perhatian utama untuk
penentuan kebijakan reklamasi dilakukan.
DPR melalui fungsi pengawasannya dapat
mempertanyakan
kepada
pemerintah
tentang kedua hal tersebut sebelum
kebijakan reklamasi ditetapkan. Dari dua
hal tersebut antisipasi dampak negatif dapat
dilakukan.

Antisipasi Dampak Sosial Reklamasi


Seiring dengan pertumbuhan jumlah
penduduk
dan
perkembangan
suatu
wilayah, pemenuhan kebutuhan lahan
menjadi permasalahan utama di banyak
wilayah. Kebijakan reklamasi kawasan
pesisir
dimungkinkan
akan
diambil
di banyak wilayah di Indonesia yang
memiliki kawasan pesisir luas sebagai
alternatif pemenuhan kebutuhan akan
lahan. Untuk mengantisipasi munculnya
dampak sosial dari kebijakan tersebut, perlu
ada perencanaan yang matang sehingga
kebijakan tersebut tidak membawa dampak
negatif baik dari sisi sosial, ekonomi,
ataupun lingkungan.

- 11 -

Referensi
Dampak Sosial Reklamasi Teluk Jakarta,
http://halloapakabar.com/dampaksosial-reklamasi-teluk-jakartaberdasarkan-kajian-pk2pm-dan-seanetindonesia, diakses tanggal 20 April 2016.
OPINI: Reklamasi Teluk Jakarta, untuk
Siapa?, liputan6 25 April 2016, http://
news.liputan6.com/read/2492064/
opini-reklamasi-teluk-jakarta-untuksiapa, diakses tanggal 27 April 2016.
Proyek reklamasi Teluk Jakarta 'membuat
cemas' nelayan, http://www.bbc.com/
indonesia/majalah/2015/11/151127_
majalah_lingkungan_telukjakarta,
diakses tanggal 21 April 2016.
Aditya Fathurrahman. Proyek Reklamasi
Pantai Utara Jakarta, http://hmip.fisip.
ui.ac.id/proyek-reklamasi-pantai-utarajakarta-sebagai-mesin
pertumbuhankota-jakarta, diakses tanggal 21 April
2016.
Ahmad Mony dan Muhammad Karim.
Reklamasi Teluk Jakarta, Penggusuran
dan Dampaknya, http://hallojakarta.
com/reklamasi-teluk-jakartapenggusuran-dan dampaknya, diakses
tanggal 20 April 2016.
Clark,
John.
1991.
Democratizing
Development : The Role of Voluntary
Organizations. Connecticut: Kumarian
Press, Inc.
Garna, Judistira, K. 1992. Teori-Teori
Perubahan Sosial. Bandung: Program
Pascasarjana Universitas Padjadjaran.
Puteri
Rosalina.
Jalan
Panjang
Reklamasi di Teluk Jakarta dari
Era
Soeharto
sampaiAhok,http://
megapolitan.kompas.com/
read/2016/04/04/10050401/, diakses
tanggal 20 April 2016.

- 12 -

Majalah

EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Vol. VIII, No. 08/II/P3DI/April/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

TAX AMNESTY, POTENSI DANA REPATRIASI,


DAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA
Rasbin*)

Abstrak

Dana Warga Negara Indonesia (WNI) yang ditanamkan di luar negeri cukup besar. Melalui
kebijakan tax amnesty diharapkan dana-dana tersebut dapat kembali ke tanah air (dana
repatriasi). Jika dana ini bisa masuk ke Indonesia, dana tersebut dapat ditanamkan pada
instrumen-instrumen seperti saham, obligasi, dan derivatif (turunan dari saham dan/
atau obligasi seperti opsi, warrant, dan danareksa). Untuk mendorong para pemilik dana
tersebut mau memulangkan dananya ke Indonesia, selain kebijakan tax amnesty juga perlu
didukung oleh perekonomian nasional yang kondusif seperti faktor kemudahan bisnis,
kepastian hukum, stabilitas politik, produktivitas tenaga kerja, dan kesiapan infrastruktur.
Dana repatriasi ini diperkirakan akan menghasilkan efek multiplier yang besar terhadap
sektor-sektor ekonomi. Oleh karena itu Undang-Undang (UU) Tax Amnesty menjadi penting
sehingga DPR RI melalui fungsi legislasinya perlu segera menyelesaikan pembahasan
Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty tersebut.

Pendahuluan

udara seperti pelabuhan, bandar udara, jalan


tol, jalan trans, jembatan, dan lain-lain.
Gencarnya pembangunan infrastruktur
tersebut tentu membutuhkan dana yang sangat
besar. Pada tahun 2016, anggaran infrastruktur
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) Tahun 2016 mencapai Rp313,5
triliun. Angka ini naik signifikan dibandingkan
APBN-Perubahan (APBN-P) Tahun 2015
yang hanya sebesar Rp290,3 triliun. Hal ini
menjadi masalah karena sumber penerimaan
negara sekitar 75 persen berasal dari sektor
pajak dan saat bersamaan realisasinya tidak
pernah tercapai, kecuali tahun 2011, bahkan
kecenderungannya mengalami penurunan
(lihat Grafik berikut ini).

Pemerintahan
Presiden
dan
Wakil Presiden Joko Widodo Jusuf
Kalla melalui Nawa Cita-nya begitu
mengedepankan pembangunan, khususnya
infrastruktur
dengan
pertimbangan,
pembangunan infrastruktur yang baik
akan
memberikan
multiplier
effect
yang besar dan berkelanjutan terhadap
perekonomian
nasional.
Selain
itu,
pembangunan infrastruktur juga diharapkan
menjadi pemicu percepatan pemerataan
pembangunan di seluruh wilayah Indonesia.
Hal ini bisa dilihat dari kesungguhan
pemerintah
yang
aktif
menggalakkan
pembangunan infrastruktur di berbagai
bidang, baik infrastruktur darat, laut maupun

*) Peneliti Muda Ekonomi Terapan pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: ras9bin@gmail.com
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 13 -

Potensi Dana Repatriasi Melalui


Kebijakan Tax Amnesty

Grafik Target dan Realisasi Penerimaan


Pajak Tahun 2009 - 2016

Dana warga negara Indonesia (WNI)


yang ditanamkan di tax haven country
berdasarkan data dalam Panama Papers
cukup besar. Menurut Ken Dwijugiasteadi,
Direktur Jenderal Pajak Kementerian
Keuangan, ada sekitar 2.040 dari 2.580
WNI yang menyimpan dananya di tax
haven country. Jika melihat data dalam
Panama Papers, jumlah uang WNI di
tax haven country mencapai Rp11.500
triliun. Informasi tersebut diperkuat oleh
pernyataan Bambang P.S. Brodjonegoro,
Menteri Keuangan RI, dan Sigit Pramono,
Ketua Perhimpunan Bank-Bank Umum
Nasional (Perbanas). Mereka menyebutkan
bahwa potensi uang WNI di luar negeri
paling sedikit Rp11.000 triliun atau lebih
besar dari produk domestik bruto (PDB)
Indonesia 2015 (Rp11.400 triliun).
Melihat besarnya potensi dana WNI
di luar negeri, diharapkan kebijakan tax
amnesty mampu menarik kembali dana
tersebut ke tanah air. Melalui kebijakan
ini, WNI yang memiliki dana-dana di luar
negeri tidak perlu membayar denda pajak
atas dananya tersebut. Namun demikian,
kebijakan tax amnesty ini tidak mungkin
dapat menarik seluruh dana tersebut
kembali ke Indonesia. Hal ini karena
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti
faktor kemudahan bisnis, kepastian hukum,
stabilitas politik, produktivitas tenaga kerja,
dan kesiapan infrastruktur di Indonesia.
Selain itu, karena sebagian dari dana-dana
WNI tersebut mungkin sudah digunakan
untuk membeli aset-aset tidak bergerak
di luar negeri seperti properti dan tanah.
Menurut Yustinus Prastowo, Direktur
Eksekutif Center for Indonesia Taxation
Analysis (CITA), dan Ken Dwijugiasteadi,
kebijakan tax amnesty mungkin hanya bisa
menarik dana sekitar Rp500 triliun saja.
Jika masuk ke Indonesia dana-dana
tersebut dapat ditempatkan di berbagai
macam instrumen. Salah satunya instrumeninstrumen di pasar modal seperti saham,
obligasi, dan derivatif (turunan dari saham
dan/atau obligasi seperti opsi, warrant,
danareksa). Namun, dalam kondisi saat
ini industri yang pertama kali mungkin
menyerap dana tersebut adalah bank melalui
depositonya. Namun, jumlahnya relatif kecil
karena bunga deposito di Indonesia cukup

Sumber: APBN dan LKPP 2009 2016

Tren penurunan realisasi penerimaan


pajak tersebut tidak lepas dari akibat kondisi
perpajakan Indonesia yang mengalami
banyak persoalan. Salah satunya adalah
sulitnya otoritas pajak mengakses data dan
informasi ke sektor perbankan dan sektor
keuangan akibat adanya Undang-Undang
(UU) tentang Kerahasiaan Bank. Padahal,
otoritas pajak dengan data dan informasi
yang lengkap dan akurat dapat mengetahui
potensi perpajakan di Indonesia, baik di
dalam negeri maupun di luar negeri.
Permasalahan
perpajakan
juga
menyebabkan banyak aset-aset orang
Indonesia (pengusaha dan pejabat) yang
dilarikan ke negara-negara yang mempunyai
tarif pajak rendah atau bebas pajak (tax
haven country). Tax haven country yang
menjadi favorit pelarian aset-aset orang
Indonesia adalah Kepulauan Virgin Britania
Raya, Cook Island, Delaware (Texas),
dan Singapura, seperti yang dilaporkan
dalam Panama Papers. Aset-aset tersebut
tentunya tidak dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT).
Pemerintah, khususnya direktorat
jenderal pajak, perlu menyikapi hal tersebut
dengan membuat terobosan baru. Hal ini
dimaksudkan agar aset-aset yang dilaporkan
dalam Panama Papers dapat kembali ke
tanah air (dana repatriasi) dan menjadi
modal untuk membiayai pembangunan
di Indonesia. Salah satunya dengan
mengeluarkan kebijakan pengampunan
pajak (tax amnesty). Selain untuk
meningkatkan pendapatan negara dalam
jangka pendek, tax amnesty juga bertujuan
untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak
sehingga meningkatkan pendapatan dalam
jangka menengah (Muttaqin, 2013: 31).
- 14 -

Efek Multiplier Dana Repatriasi


Terhadap Pembangunan di Indonesia

rendah. Selain itu, pilihan lainnya adalah


produk danareksa dan surat utang negara
(SUN). Kedua instrumen tersebut menjadi
pilihan untuk dana repatriasi karena
instrumen-instrumen tersebut memiliki
tingkat keamanan yang tinggi dibandingkan
instrumen-instrumen lainnya.
Selain instrumen-instrumen di pasar
modal, dana repatriasi juga bisa ditanamkan
di sektor infrastruktur dan turunannya.
Hal ini karena pemerintahan saat ini
begitu gencar melakukan pembangunan
infrastruktur di berbagai bidang. Kondisi
ini menyebabkan investasi di sektor
infrastruktur memiliki peluang bisnis yang
bagus. Selain itu, dana repatriasi juga
bisa ditempatkan dalam bentuk investasi
langsung seperti pembangunan jalan dan
rumah sakit.
Kebijakan
tax
amnesty
akan
sukses melakukan repatriasi modal jika
Indonesia melakukan langkah lanjutan
setelah
menerapkan
kebijakan
ini.
Menurut Darussalam, Pengamat Pajak
dari Danny Darussalam Tax Center, salah
satu langkah lanjutan tersebut adalah
kesiapan
administrasi
pajak
terkait
dengan pengelolaan data informasi atas
tax amnesty. Selain administrasi pajak,
Indonesia juga perlu menyiapkan regulasi
dan mekanisme terhadap dana repatriasi
tersebut serta sumber daya manusia yang
memadai.
Agar kebijakan tax amnesty sukses
melakukan repatriasi modal, Yustinus
Prastowo menyatakan bahwa Indonesia
perlu belajar dari pengalaman India, Afrika
Selatan, dan Italia. Afrika Selatan dan India
merupakan negara yang mirip dengan
Indonesia karena kedua negara tersebut
merupakan negara berkembang dan sedang
terjadi transisi pemerintahan. Selain itu,
kedua negara tersebut juga memiliki orangorang kaya dalam jumlah besar. Indonesia
juga perlu belajar dari Italia karena Italia
memiliki ekonomi informal dan aset-aset
di luar negeri yang cukup besar seperti
Indonesia. Hal lainnya, Indonesia juga
perlu belajar dari Filipina yang mengalami
kegagalan dalam menerapkan kebijakan tax
amnesty. Kegagalan tersebut karena Filipina
tidak melakukan langkah lanjutan setelah
mengeluarkan kebijakan tax amnesty.

Penerapan kebijakan tax amnesty


yang diikuti oleh repatriasi modal, menurut
Darussalam akan berdampak terhadap
pembangunan
di
Indonesia
melalui
tiga jalur. Pertama, dana yang masuk
ke Indonesia tersebut dapat digunakan
untuk menggerakkan perekonomian di
tanah air. Kedua, dana tebusan yang
dihasilkan oleh tax amnesty bisa digunakan
secara
langsung
bagi
pembangunan
yang
pro-rakyat
seperti
di
bidang
pendidikan, kesehatan, perumahan, dan
penciptaan lapangan kerja bagi kalangan
buruh. Ketiga, dalam jangka panjang
akan
menjamin
penerimaan
secara
berkelanjutan.
Menurut Maruarar Sirait, Anggota
Komisi XI DPR, dan Ken Dwijugiasteadi,
repatriasi modal akibat kebijakan tax
amnesty akan menambah likuiditas di
pasar keuangan dan perbankan dalam
negeri. Meningkatnya likuiditas akan
mendorong naiknya dana di pasar dana
pinjaman yang berakibat menurunnya
tingkat suku bunga pinjaman. Kondisi
ini akhirnya mendorong Bank Indonesia
(BI) untuk menurunkan BI rate.
Turunnya
suku
bunga
merupakan
sinyal bagus untuk investasi karena
mendorong
para
investor
untuk
melakukan investasi.
Selain itu, repatriasi modal juga
(dalam bentuk valuta asing) akan
mendorong penguatan terhadap nilai
rupiah atau apresiasi. Penguatan nilai
rupiah akan mendorong harga-harga
makanan pokok di dalam negeri turun
sehingga akhirnya daya beli masyarakat
baik masyarakat miskin maupun nonmiskin dapat ditingkatkan. Peningkatan
daya beli masyarakat juga dapat disebabkan
oleh meningkatnya penciptaan lapangan
kerja oleh investasi-investasi baru akibat
dana repatriasi. Menurut Badan Koordinasi
Penanaman
Modal
(BKPM),
adanya
repatriasi modal mungkin akan menyerap
tenaga kerja sebesar 2 2,5 juta orang.
Angka ini lebih besar dibandingkan value
added dari realisasi investasi baik dalam
negeri maupun luar negeri tahun 2015
yang hanya mampu menyerap tenaga kerja
sebesar 1,4 juta orang.

- 15 -

Referensi

Penutup

Bertemu Pimpinan DPR, Presiden Bahas


Roadmap
Tax
Amnesty,
Suara
Pembaruan, 15 April 2016.
Dana Repatriasi Mengincar Infrastruktur,
Kompas, 18 April 2016.
Indonesia Bisa Tiru 3 Negara Ini Agar Tax
Amnesty Sukses, https://bisnis.tempo.
co/read/news/2016/04/02/090759181/
indonesia-bisa-tiru-3-negara-ini-agartax-amnesty-sukses, diakses 20 April
2016.
Nota Keuangan dan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara Tahun 2010 2016.
Pasar Modal Paling Siap Tampung Dana
Tax Amnesty, Suara Pembaruan, 14
April 2016.
Realistis, Repatriasi RP500 Triliun, Media
Indonesia, 20 April 2016.
Repatriasi Butuh Persiapan, Kompas, 19
April 2016.
Sulitnya Akses Perbankan, Salah Satu
Permasalahan Perpajakan di Indonesia,
http://www.kemenkeu.go.id/Berita/
sulitnya-akses-perbankan-salah-satupermasalahan-perpajakan-di-indonesia,
diakses 23 April 2016.
Transformasi Perpajakan, Kompas, 18
April 2016.
Tax Amnesty Ciptakan Jutaan Lapangan
Pekerjaan, Suara Pembaruan, 18 April
2016.
Zainal Muttaqin. 2013. Tax Amnesty di
Indonesia. Bandung: Refika Aditama.

Dana repatriasi yang bisa masuk ke


Indonesia akibat kebijakan tax amnesty
cukup besar. Pemanfaatan yang efisien
terhadap dana repatriasi akan berdampak
positif terhadap perekonomian nasional
seperti tingkat kesempatan kerja, tingkat
pengangguran, daya beli masyarakat, dan
lain-lain. Selain karena kebijakan tax
amnesty, dana repatriasi dapat kembali ke
tanah air juga perlu dukungan dari kondisi
perekenomian dalam negeri yang kondusif.
Seperti faktor kemudahan bisnis, kepastian
hukum, stabilitas politik, produktivitas
tenaga kerja tinggi, kesiapan infrastruktur,
dan regulasi-regulasi pendukung lainnya,
diantaranya UU Lintas Devisa dan UU
Repatriasi Modal.
UU Lintas Devisa dimaksudkan untuk
mengendalikan devisa dari dan ke luar
negeri atau sistem pengendalian devisa. UU
Repatriasi Modal bertujuan agar mampu
menarik kembali modal WNI di luar negeri.
Selain itu, UU Repatriasi Modal juga akan
menciptakan transisi sistem perpajakan
yang lebih kuat dan adil serta menonjolkan
rekonsiliasi perpajakan nasional. Mengingat
pentingnya UU Tax Amnesty sebagai pionir
untuk menarik kembali dana WNI di luar
negeri, DPR RI melalui fungsi legislasinya
perlu segera menyelesaikan pembahasan
RUU Tax Amnesty tersebut. Selain UU
Tax Amnesty, UU Lintas Devisa dan UU
Repatriasi Modal juga diperlukan untuk
menarik kembali dana WNI di luar negeri.

- 16 -

Majalah

PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Vol. VIII, No. 08/II/P3DI/April/2016

Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENYIARAN


DAN IMPLIKASI PENGATURANNYA
Handrini Ardiyanti*)

Abstrak
Perkembangan teknologi sangat memengaruhi perkembangan dalam penyiaran.
Perkembangan teknologi digital merupakan salah satu perkembangan teknologi yang
membawa perubahan signifikan dalam dunia penyiaran. Perkembangan teknologi lain
adalah konvergensi media yang berimplikasi pada perkembangan penyiaran. Sejumlah
studi di Amerika Serikat menunjukkan perkembangan podcast yang pesat telah berdampak
pada perubahan dalam penyiaran sehinga harus dipertimbangkan secara cermat dalam
penyusunan kebijakan penyiaran ke depan. Sebagai contoh, dampak perkembangan teknologi
digital terhadap penyiaran yang harus memperhatikan digital dividend, efisiensi industri,
business continuity serta kepentingan publik dan negara dalam pengaturannya. Sementara
dampak pengintegrasian media terhadap penyiaran memerlukan adanya self-cencorship
dari lembaga penyiaran yang dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai sifat media
yang dipergunakan untuk penyiaran bagi kepentingan publik. Selain itu, pemerintah dan
DPR RI harus mengkaji secara komprehensif ketercukupan berbagai regulasi yang ada untuk
melindungi kepentingan negara dan publik dari dampak negatif pengintegrasian media yang
dimanfaatkan dalam melakukan kegiatan penyiaran.

Pendahuluan

internet dan teknologi mobile juga dipergunakan


dalam penyediaan layanan pemancarluasan film.
Salah satunya adalah Netflix yang beberapa saat
lalu pemberitaannya sempat mencuat di sejumlah
media. Netflix merupakan layanan dalam jaringan
(daring/online) dari California, Amerika Serikat
yang mirip langganan televisi berbayar (cable
tv). Pendek kata Netflix merupakan layanan
streaming film. Netflix bersih dari iklan, penonton
tak perlu menunggu jadwal penayangan serial
televisi, dan bisa menentukan sendiri konten
yang ingin dinikmati. Meski akhirnya Telkom
memblokir layanan Netflix karena tidak memiliki
izin dan memuat konten yang tidak diperbolehkan.

Sifat industri penyiaran sangat dipengaruhi


oleh perkembangan teknologi. Namun, beberapa
kasus menunjukkan perkembangan penyiaran
yang dipengaruhi teknologi tidak bisa serta merta
masuk ke Indonesia. Salah satu perkembangan
teknologi yang paling berpengaruh adalah
perkembangan
teknologi
digital.
Dengan
digitalisasi, industri televisi dan konten telah dan
akan semakin berubah total.
Konvergensi teknologi internet dengan
penyiaran yang juga berpengaruh terhadap dunia
penyiaran. Konvergensi berasal dari kata bahasa
Inggris convergence yang berarti bertemunya
dua hal atau lebih dalam satu titik. Konvergensi

*) Peneliti Madya Komunikasi pada Bidang Politik Dalam Negeri, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
Email: handrini.ardiyanti@dpr.go.id
Info Singkat
2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351

- 17 -

Selain itu, perkembangan teknologi juga


memungkinkan individu menyiarkan berbagai
konten. Melalui youtube, podcast, dan perangkat
media sosial lainnya, kegiatan penyiaran dapat
dengan mudah dilakukan. Berbeda dengan
youtube yang telah diketahui banyak orang,
Podcast yang belum banyak dikenal merupakan
singkatan kalimat dari kata pod yang merupakan
kependekan dari kalimat playable on demand"
(dimainkan atas permintaan) dan broadcast
yang diartikan kemudian sebagai "personal on
demand broadcast" (penyiaran atas permintaan
pribadi). Dengan podcast maka dapat dilakukan
siaran radio oleh perseorangan. Akan tetapi,
sama halnya blog, setiap individu saat ini bisa
meng-upload hasil rekaman suara mereka atau
suara apapun yang mereka dapatkan ke internet.
Melalui podcast, semua file audio dapat dibagikan.
Kita dapat berperan sebagai pembawa acara,
reporter dan melaporkannya kepada pendengar.
Kita juga dapat memperdengarkan wawancara
dengan tokoh masyarakat atau narasumber
lainnya. Pendek kata podcast dapat disebut juga
dengan audio blogger. Salah seorang yang cukup
mendapat sorotan hingga di luar negeri adalah
Azka Cobuzier yang menampilkan berbagai tema
konten. Podcasting adalah media penyiaran
audio melalui internet yang memungkinkan
pengguna yang telah terdaftar untuk mengunduh
file audio dan dilihat dalam sebuah alat portabel
yang disebut dengan vcats. Salah satu tayangan
Azka Cobuzier yang mendunia adalah Story of
Broken Home Kid. Diskusi tentang pemanfaatan
podcast untuk siaran perseorangan juga sempat
mengemuka dalam Rapat Panja Penyiaran
beberapa waktu lalu.
Namun disisi lain, penggunaan podcast
belakangan ini telah meluas hingga ke lembaga
penyiaran. Sejumlah lembaga penyiaran telah
memanfaatkan podcast diantaranya British
Broadcasting System (BBC) yang merupakan
lembaga penyiaran publik (LPP) milik Inggris,
Korea Broadcasting System (KBS) dan Seoul
Broadcasting System (SBS) yang merupakan LPP
milik Korea Selatan, serta Cable News Network
(CNN) yang merupakan saluran media penyiaran
terbesar di Amerika Serikat. Podcast hanya salah
satu contoh dari pengunaan internet sebagai
sarana melakukan penyiaran. Contoh lainnya yang
serupa dengan podcast adalah Internet Protocol
Television (IPTV) yang merupakan layanan
multimedia yang menyediakan tayangan televisi/
video/ audio/teks grafik/data yang dikirim melalui
jaringan berbasis IP.
Dari pemaparan pendahuluan tersebut

dapat kita ketahui bahwa perkembangan teknologi


yang pesat telah membawa implikasi terhadap
dunia penyiaran. Karenanya, kajian ini akan
berusaha mengupas tentang perkembangan
teknologi dan implikasi pengaturannya dalam
penyiaran.

Tantangan Pengaturan ke Depan


Penggunaan teknologi yang semakin
berkembang
membawa
implikasi
dalam
pengaturan penyiaran. Salah satu implikasi
teknologi terbesar saat ini dalam penyiaran adalah
teknologi digital. Dengan teknologi digital, jumlah
lembaga penyiaran bisa lebih banyak, tetapi tetap
terbatas. Sebagai contoh, sebuah kanal frekuensi
yang dalam teknologi analog hanya memuat satu
program siaran televisi, dengan teknologi digital
dapat menampung 12 program siaran televisi
sekaligus.
Di
Amerika
Serikat,
pengaturan
kepemilikan dan penguasaan stasiun televisi
diatur ketat berdasarkan luas jangkauan stasiun
televisi yang berbadan hukum. Kepemilikan
dan penguasaannya dapat banyak, selama total
jangkauan tidak melebihi 39% dari nations tv
homes atau rumah tangga yang memiliki pesawat
televisi (Federal Communications Commission/
FCC, 2011). FCC menghitung jangkauan
TV dengan UHF separuh dari perhitungan
VHF. Maka, sebenarnya daya jangkau televisi
berjaringan di Amerika 5 63%. Sebagai catatan,
di Amerika, 99% rumah tangga memiliki televisi.
FCC melarang merger antarstasiun jaringan
televisi nasional pada peringkat pertama hingga
ke-4 secara komersial, seperti ABC, CBS, FOX,
dan NBC. Namun, FCC memperkenankan sebuah
badan hukum memiliki dua stasiun televisi lokal
di satu wilayah siaran/pasar dengan mengikuti
syarat: (1) pelayanan setiap stasiun televisi tak
berimpit; (2) salah satu stasiun televisi tidak
berada dalam peringkat pertama hingga ke-4
(market share) dalam satu wilayah dan paling
sedikit masih terdapat 8 stasiun independen di
tempat itu.
Lalu bagaimana implikasi teknologi digital
dan pengaturan penyiaran di Indonesia? Saat ini
Komisi I DPR RI sedang melakukan pembahasan
guna menyusun Rancangan Undang-Undang
(RUU) Penyiaran. Dalam RUU Penyiaran
tersebut salah satu pokok bahasannya adalah
tentang digitalisasi penyiaran. Secara filosofis,
berdasarkan penjelasan Menteri Komunikasi dan
Informatika pada Rapat Kerja 23 Juni 2016 dapat
diketahui ada tiga substansi penting yang patut
dicermati dalam pengaturan digitalisasi penyiaran,
- 18 -

pribadi tersebut menyisipkan kegiatan beriklan?


Namun tentu berbagai lembaga penyiaran yang
melalukan kegiatan penyiaran melalui podcast
sebagaimana dilakukan oleh BBC, KBS, SBS, CNN
serta berbagai lembaga penyiaran lainnya wajib
dipikirkan bagaimana pengaturan ke depannya
dalam ranah penyiaran. Ada hal yang menarik, jika
kita dengarkan berbagai file podcast yang ada di
KBS dan SBS yang merupakan lembaga penyiaran
publik Korea, konten yang diunggah berbeda
berbagai konten yang ada di CNN misalnya.
Konten-konten yang diunggah di podcast KBS
dan SBS tidak diketemukan yang bertone negatif
terhadap Korea dan tidak pernah mengupas isu
negatif yang berkaitan dengan Korea maupun
negara lain. Berbeda dengan CNN yang cenderung
lebih bebas seperti file podcast yang bertajuk
Palin And Trump Hit Road, Monster Storm
Headed East, Trump Thumps Cruz. Bahkan ada
juga link khusus tentang CNN podcasts about
Indonesia di alamat situs http://podcast.cnn.com/
explore/Indonesia yang mayoritas isunya adalah
tentang kejadian meledaknya bom di Sarinah,
Thamrin, Jakarta.
Pertanyaannya kemudian, ketika sebuah
lembaga penyiaran melakukan penyiaran melalui
podcast bagaimanakah pengaturannya? Misalkan
lembaga yang melakukan penyiaran tersebut
merupakan lembaga penyiaran komunitas.
Dalam UU Penyiaran yang berlaku saat ini,
lembaga penyiaran komunitas dibatasi wilayah
siarnya, lalu bagaimana ketika siaran tersebut
dilakukan melalui media podcast yang mendunia?
Tentu berbagai aturan yang komprehensif perlu
dipikirkan bersama agar tidak menimbulkan
berbagai dampak yang tidak diinginkan kemudian.
Kegiatan menyiarkan konten melalui
konvergensi media yang dilakukan lembaga
penyiaran
maupun
individu
hendaknya
mempertimbangkan berbagai sifat yang dimiliki
dari media penyiaran yang digunakan terhadap
individu. Kehati-hatian mayoritas LPP di Korea
Selatan seperti KBS dan SBS dalam menyiarkan
berbagai konten di podcast sehingga tidak
memiliki implikasi negatif bagi kepentingan
negara dan masyarakat patut dicontoh oleh
lembaga penyiaran di Indonesia. Kemampuan
untuk melakukan self-cencorship yang kuat
dalam melakukan kegiatan penyiaran yang
memanfaatkan konvergensi media mutlak
diperlukan bagi lembaga penyiaran.
Hal lainnya yang patut dicermati adalah
sebagaimana dikemukakan Kenneth C.London,
bahwa podcasting memungkinkan produser
independen untuk mempublikasikan muatan

yaitu adanya digital dividend atau sisa spetrum


frekuensi radio pasca analog switch off, efisiensi
industri, yaitu dengan melakukan penerapan
penyiaran multipleksing, dan business continuity
atau keberlangsungan industri dari Lembaga
Penyiaran Swasta (LPS) yang ada saat ini.
Di sisi lain, konvergensi media juga
berpengaruh dalam penyiaran. Salah satunya
adalah tentang pengaturan podcast ke depan.
Di Amerika Serikat misalnya, FCC berupaya
memasukan podcast dalam ranah penyiaran.
Namun permasalahan pengaturan podcast
tersebut masih menjadi perdebatan hukum di
Amerika Serikat. Pertentangan yang muncul
adalah adanya pandangan bahwa podcast menjadi
ranah dari cyber. Upaya FCC untuk memasukkan
podcast dalam ranah penyiaran bukannya tanpa
alasan, karena beberapa konten yang disiarkan
melalui podcast mengandung unsur pornografi
berdasarkan temuan FCC. Di Amerika Serikat.
perkembangan industri radio mengalami
penurunan karena semakin banyak orang memilih
untuk mendengar podcast daripada radio.
Lalu bagaimana dengan pengaturan podcast
di Indonesia? Beberapa waktu lalu di Jakarta
terjadi demontrasi besar-besaran dari pengemudi
transportasi
darat
akibat
perkembangan
pesat dari penyedia layanan transportasi yang
mengunakan aplikasi. Sama halnya dengan
pemanfaatan teknologi yang berimplikasi pada
bisnis transportasi darat di Jakarta, di Amerika
berbagai diskusi dan penelitian telah dilakukan
berkaitan dengan pengaruh perkembangan
podcast terhadap keberadaan industri penyiaran
radio. Berbagai diskusi di Amerika Serikat tersebut
membahas dapatkah industri penyiaran radio
dapat bertahan menghadapi persaingan podcast?.

Membedakan Pemanfaatan
Teknologi dalam Pengaturan
Meski kegiatan yang dilakukan melalui
podcast maupun perangkat teknologi lainnya
merupakan kegiatan penyiaran, namun bila dilihat
dari kesinambungan dan subjek yang melakukan
kegiatan penyiaran melalui podcast maupun
perangkat teknologi lainnya tidak semuanya
dapat dimasukkan pengaturannya dalam ranah
penyiaran. Dalam pengaturan UU Penyiaran yang
mewajibkan kegiatan penyiaran dilakukan oleh
lembaga menjadi kata kunci, mengapa podcast
di Indonesia tidak dapat dikategorikan sebagai
sebuah kegiatan penyiaran. Tapi bagaimana
bila podcast perseorangan dilakukan secara
berkesinambungan selayaknya siaran radio
pribadi? Bagaimana kemudian ketika podcast
- 19 -

audionya dan memberikan sebuah metode


distribusi baru dalam media penyiaran. Podcast
juga memiliki pengguna internal untuk bisnis yang
ingin mendistribusikan informasi dalam bentuk
audio kepada karyawannya. Salah satu contohnya
adalah
perusahaan
pengamanan
internet
Sonic Wall yang menggunakan podcast untuk
menunjukkan keahliannya kepada pelanggan
dan untuk menyediakan informasi produk
terbaru kepada para penyalur penjualnya yang
berarti podcast digunakan sebagai media untuk
beriklan. Namun yang patut kita garisbawahi
podcast adalah kegiatan komunikasi massa.
Karena sebagaimana diungkapkan oleh Littlejohn
bahwa komunikasi massa adalah proses dimana
organisasi media memproduksi dan menyalurkan
pesan yang akan dilihat, digunakan, dimengerti
dan akhirnya memengaruhi audiens. Kata kunci
memengaruhi audiens adalah titik perhatian yang
dicermati. Kegiatan menyebarluaskan kontenkonten audio maupun video melalui podcast
ada pula yang bertujuan untuk memengaruhi
audiens seperti misalnya banyak digunakan untuk
mengembangkan bisnis.
Patut menjadi catatan, ketika kegiatan
menyiarkan konten melalui podcast tidak dapat
dimasukkan ke dalam ranah penyiaran, maka
bagaimanakah kontrol negara terhadap berbagai
konten yang disiarkan melalui podcast? Tentu
arahnya kemudian adalah UU Informasi Transaksi
Elektronik (ITE), karena pada hakekatnya adalah
kegiatan yang dilakukan mengunakan ranah
elektronik. Hal yang menarik dalam podcast yang
menjadi perdebatan kemudian adalah terkait
dengan pengakuan akan hak cipta terhadap
berbagai karya audio yang diunggah melalui
podcast.
Dalam konteks penyusun kebijakan, tetap
terjaganya kepentingan negara dan publik di
satu sisi adalah suatu keniscayaan yang tidak
boleh terabaikan. Karenanya, selain adanya selfcensorship dari lembaga penyiaran maupun
berbagai pihak lain yang melakukan kegiatan
penyiaran dengan memanfaatkan konvergensi
media, pemerintah dan DPR RI harus mengkaji
secara komprehensif ketercukupan berbagai
regulasi yang ada untuk melindungi kepentingan
negara dan publik.
Berbagai pengaturan tentang pornografi
dalam UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi,
misalnya dapat dipergunakan untuk melindungi
kepentingan publik dari dampak negatif akibat
konten-konten pornografi yang akan semakin
mudah untuk disebarluaskan secara daring.
Sementara dampak negatif lainnya dari penyiaran

yang dilakukan melalui konvergensi media dapat


dicermati pelaksanaannya dengan berbagai
regulasi yang ada dalam UU ITE.

Penutup
Perkembangan teknologi berimplikasi
terhadap perkembangan dunia penyiaran.
Perkembangan teknologi digital misalnya harus
memperhatikan digital dividend, efisiensi
industri, business continuity, serta kepentingan
publik dan negara yang harus ditimbang secara
cermat dalam penyusunan kebijakan penyiaran
ke depan. Pemanfaatan teknologi digital maupun
konvergensi media berimplikasi terhadap
pengaturan penyiaran. Karenanya, berbagai pihak
termasuk DPR RI harus jeli dalam memandang
suatu pemanfaatan teknologi yang mengandung
unsur menyiarkan sebagai kegiatan penyiaran
atau kegiatan berkomunikasi yang melibatkan
perangkat elektronik. Berbagai perkembangan
pesat di teknologi informasi komunikasi secara
cepat harus dijadikan pertimbangan bagi Komisi
I DPR RI untuk dapat melakukan pengaturan
secara komprehensif melalui UU Penyiaran
maupun UU ITE.

Referensi
Farid Rusdi,
Podcast Sebagai
Industri
Kreatif, Jurnal Tarumanegara, http://
journal.tarumanagara.ac.id/index.php/
kidFik/article/viewFile/1252/1294 diakses
21 April 2016.
Fatimah Kartini Bohang, Akhirnya Masuk Ke
Indonesia: Netflix Itu Apa?, Kompas, 7
Januari 2016 http://tekno.kompas.com/
read/2016/01/07/
13085347/Akhirnya.
Masuk.Indonesia.Netflix.Itu.Apa, diakses
21 April 2016.
Justine Kemp dkk, Podcasting in Geography
and th eSocial Sciences A guide to
podcasting with Audacity, Division of
Geography, NorthumbriaUniversity, 2009
Kenneth
C.London,
Sistem
Informasi
Manajemen
Mengelola
Perusahaan
Digital, Jakarta: Salemba Empat, 2008
Littlejohn,
Theories
of
Human
Communication , Jakarta: Salemba, 2009.
Seth Stevenson, The Future of Terrestrial
Radio in The Age of Podcats, http://
www.slate.com/articles/arts/ten_years_
in_your_ears/2014/12/the_future_
of_terrestrial_radio_in_the_age_of_
podcasts.html diakses 26 April 2016.

- 20 -

Anda mungkin juga menyukai